FB

FB


Ads

Minggu, 02 Juni 2019

Cinta Bernoda Darah Jilid 041

Melihat cara penyerangan mereka ini, tentu saja Bok Liong khawatir kalau-kalau Lin Lin celaka di tangan barisan aneh itu. Apalagi hatinya amat tidak enak kalau barisan itu hanya menerjang Lin Lin dan membiarkan ia menganggur menjadi penjaga punggung Lin Lin belaka. Ia berseru keras dan membalik lalu menerjang, membantu Lin Lin. Akan tetapi ia masih tetap waspada, menjaga agar mereka jangan terlena dan tertipu.

Memang Bok Liong sudah banyak pengalamannya dalam pertempuran. Ia cukup maklum akan kelihaian pedang Lin Lin, juga ia mengerti bahwa gadis ini kalau marah kepada lawan bisa menjadi ganas sekali. Secara langsung mereka berdua tidak mempunyai permusuhan pribadi dengan para pengemis, maka ia pun menganggap tiada perlunya menurunkan tangan besi kepada mereka.

“Lin-moi, kau menahan serangan mereka, biarkan aku yang membalas!”

“Baik!”

Jawab Lin Lin, kembali kagum karena maklum bahwa hanya cara itulah yang memungkinkan mereka dapat balas menyerang, yaitu yang seorang bertahan, yang seorang pula menyerang. Segera ia memutar pedangnya menjadi segulung sinar kuning yang berkilauan membungkus dirinya dan di lain fihak Bok Liong melompat ke belakang Lin Lin membiarkan semua tongkat menyerang gadis itu, kemudian dari samping ia menerjang.

Hasilnya baik sekali, terdengar teriakan kesakitan dan seorang diantara tiga orang yang merupakan bagian kepala, roboh terguling terluka pahanya oleh ujung pedang Bok Liong. Akan tetapi tiba-tiba pada saat itu, sinar putih bersambaran dari belakang. Inilah yang dikhawatirkan Bok Liong. Baiknya pemuda ini sudah waspada sejak tadi.

Melihat sinar putih menyambar, cepat ia memutar pedang sambil melompat ke belakang Lin Lin dan runtuhlah semua jarum tersampok sinar pedangnya. Hati Bok Liong menjadi khawatir juga. Kalau begini caranya mereka melakukan pengeroyokan, berabe juga. Ia melirik dan melihat betapa pertahanan Lin Lin amat kuat dan kokoh seperti benteng baja, biarpun gadis itu tidak akan mendapat kesempatan untuk balas menyerang, namun dengan pertahanan macam itu, biar ada dua barisan Hui-houw-tin, kiranya belum tentu akan dapat membobolkan pertahanannya dalam waktu satu dua jam!

“Lin-moi, tahan terus, aku menangkap kepalanya!” bisiknya kembali.

Lin Lin sudah percaya betul akan kecerdikan kawannya.
“Baik,” Jawabnya tanpa ragu-ragu lagi.

Bok Liong melompat dengan tiba-tiba, gerakannya cepat sekali. Dengan hanya beberapa lompatan ia sudah tiba di balik gerombolan pohon dari mana jarum-jarum itu tadi menyambar. Dan.... apa yang dilihatnya? Ia berdiri bengong memandang Hui-houw-pangcu yang roboh terlentang dengan tubuh kaku, kedua tangan masih menggenggam jarum-jarum beracun!

Ternyata pengemis tua ini telah ditotok jalan darahnya yang membuat tubuhnya kaku tak dapat bergerak untuk beberapa jam lamanya. Siapa yang melakukan hal ini? Tak salah lagi, pikir Bok Liong, tentu dia yang tadi telah menolongnya dengan pemberian obat pemunah racun!

Akan tetapi ia tidak ada waktu untuk mengherankan soal ini karena di sana Lin Lin masih menghadapi pengeroyokan barisan Hui-houw-tin yang biarpun sudah roboh seorang, masih amat kuat dan cukup berbahaya. Hatinya lega, karena dengan robohnya ketua Hui-houw-pang yang suka main jarum beracun ini, ia tidak khawatir lagi akan serangan gelap dari belakang.

Cepat ia membalikkan tubuh dan melompat ke tempat pertempuran, serta merta menerjang dari samping. Karena kegembiraan dan kelegaan hati melihat penyerang gelap itu tak berdaya lagi, pemuda ini menyerang penuh semangat dan pedangnya merobohkan dua orang pengeroyok!

Akan tetapi, biarpun berkurang tiga orang, ternyata barisan Hui-houw-tin ini malah mengamuk lebih hebat. Inilah keistimewaan Hui-houw-tin, seperti seekor harimau kalau terluka akan lebih hebat sepak terjangnya. Hal ini adalah karena kalau barisan itu masih lengkap tiga belas orang, ruang gerak penyerangan mereka amat sempit dan terbatas. Makin berkurang jumlahnya, makin leluasa mereka bergerak sehingga tampaknya makin buas. Namun, malang bagi mereka, kini yang mereka keroyok adalah murid-murid orang sakti yang telah mewarisi ilmu kepandaian yang amat tinggi, jauh melebihi tingkat mereka.

Setelah kini merasa yakin bahwa dari belakang takkan ada yang menyerang dengan senjata rahasia, dengan enaknya Bok Liong membabati lawan seorang demi seorang secara cepat sehingga tak sampai seperempat jam, para pengeroyok itu tinggal empat orang lagi yang cepat melempar tongkat dan berlutut mohon diampuni! Lin Lin gemas sekali, lengannya bergerak hendak membabat dengan pedangnya, akan tetapi lengannya disentuh Bok Liong.

“Sudahlah, Lin-moi. Mereka hanya menjalankan perintah. Kita tidak mempunyai permusuhan pribadi dengan mereka. Mari kita pergi!”






Pengalaman dalam pertempuran ini membuka mata Lin Lin bahwa kawannya adalah seorang pemuda yang selain lihai ilmu silatnya, juga cerdik dan berpengalaman. Kalau saja ia tadi seorang diri menghadapi para pengemis ini, agaknya ia akan terancam bahaya hebat.

Mengingat ini, biarpun hatinya tidak puas karena tidak boleh membunuh para pengeroyoknya, namun ia tidak membantah dan bersama Bok Liong mereka melompat pergi dan berlari cepat meninggalkan tempat itu. Bulan purnama sudah condong ke barat, akan tetapi sinarnya masih menerangi jagat. Peristiwa tadi mengusir kantuk dan mereka berjalan terus memasuki hutan.

Malam telah menjelang fajar ketika bulan yang sudah turun itu tertutup puncak gunung dan sinarnya menjadi suram. Keadaan yang gelap ditambah hawa yang amat dingin memaksa dua orang muda itu kembali berhenti di dalam hutan, memilih tempat terbuka diantara pohon-pohon besar dan mereka berjongkok menghadapi api unggun yang mendatangkan hawa hangat nyaman.

“Liok-twako, kau tadi meninggalkan aku untuk menangkap Hui-houw-pangcu, bagaimana hasilnya? Belum kau ceritakan padaku.”

Bok Liong menarik napas panjang. Tadi ia memang sengaja tidak bercerita, karena khawatir kalau-kalau gadis yang aneh ini bersikeras hendak mencari penolong itu. Seorang penolong yang tidak mau memperlihatkan diri tak perlu dipaksa muncul, dan biasanya hanya orang-orang sakti yang bersikap seperti itu.

“Lin-moi, dalam pertempuran tadi, kita berdua hanya dapat keluar dengan selamat berkat pertolongan seorang sakti.”

Lin Lin mengangguk-angguk.
“Sudah kuduga, malah tadinya kusangka gurumu yang melempar obat kepadamu, Twako.”

“Bukan Suhu, melainkan orang lain, entah siapa. Obatnya pemunah racun amat manjur, dan ilmu kepandaiannya hebat sekali.”

“Bagaimana kau bisa tahu, Twako?”

“Tak ingatkah kau akan ucapan Hui-houw-pangcu yang mengaku kalah bertanding senjata rahasia dengan kita? Padahal kita sama sekali tidak pernah melepaskan senjata rahasia. Bagaimana dia bisa mengaku kalah bertanding am-gi (senjata gelap)? Tidak bisa lain, tentu penolong kita yang telah menundukkanya, mungkin dengan cara menggempur jarum-jarumnya dengan am-gi lain yang amat lihai. Dan tahukah kau apa yang terjadi ketika aku meninggalkanmu untuk menghajar ketua Hui-houw-pang yang curang itu? Ia telah roboh kaku, siapa lagi kalau bukan penolong kita yang menotoknya. Di kedua tangannya masih penuh jarum-jarum beracun yang belum sempat ia sambitkan kepada kita.”

Benar saja, Lin Lin amat tertarik hatinya.
“Siapakah dia Twako? Ah, setelah ia menolong kita, kenapa tadi kau diam saja? Mengapa tidak memanggil-manggil supaya dia muncul? Aku ingin sekali berkenalan dengan dia, Twako, ingin....”

“Ingin apa?”

Bok Liong sendiri terheran mendengar suaranya yang berbeda dari biasa, dan lebih heran lagi merasa betapa dadanya sesak dan perasaannya tidak senang. Cemburu! Tapi ia tidak sadar akan hal ini.

“Ingin mengajak ia bertanding, menguji kepandaiannya!”

Jawaban ini membuat Bok Liong melengak heran, akhirnya ia tertawa. Gadis pujaan hatinya ini benar-benar aneh, lucu, manis dan hebat!

“Lin-moi, kalau seorang sakti tidak menghendaki dilihat orang, jangan harap akan dapat bertemu dengannya. Terang bahwa dia membantu kita dengan sembunyi, itu hanya berarti bahwa dia tidak mau kita melihatnya, maka jalan terbaik hanya membiarkan dia melanjutkan sikap itu. Memaksa dia muncul sama dengan menentang kehendaknya dan ini bukanlah pernyataan terima kasih yang baik.”

Lin Lin tidak suka akan keangkuhan.
“Huh, siapa memaksa dia menolong kita? Aku sendiri sih tidak butuh akan pertolongannya. Kalau memang dia merasa diri begitu tinggi dan begitu mulia sehingga menganggap tidak berharga mengadakan pertemuan dengan kita, mengapa dia menolong kita tanpa kita minta? Uh, aku belum percaya apakah benar-benar dia itu seorang sakti, lebih tidak percaya lagi apakah dia bermaksud baik dengan pertolongannya itu.”

“Ssstttt.... Lin-moi, kenapa kau bilang begitu....?”

Lin Lin melompat berdiri.
“Biar! Aku tetap tidak percaya bahwa dia bermaksud baik. Kau boleh takut kepadanya, Liong-twako, akan tetapi aku tidak takut. Kalau dia betul orang baik-baik, kenapa main rahasia-rahasiaan? Siapa sudi main kucing-kucingan dengan orang yang tidak kita kenal? Orang begitu hanya menonjolkan keangkuhan dan kesombongannya, merasa lebih tinggi daripada orang lain!”

Bok Liong kebat-kebit hatinya. Celaka, pikirnya. Gadis ini sudah kumat, dan ia dapat menyelami perasaan gadis ini yang membuatnya mau tak mau hanya makin mengaguminya. Terang bahwa Lin Lin wataknya aneh, tapi polos, tidak takut kepada siapa pun juga, tidak suka akan orang yang plin-plan dan palsu-palsuan. Akan tetapi betapapun juga, hatinya merasa amat tidak enak terhadap penolongnya. Bagaimana kalau penolong itu mendengar ucapan Lin Lin ini?

“Ahhhhhh....!”

Bok Liong melompat bangun, memandang ke kanan kiri.

“Eh, kau mengapa, Twako?”

“Lin-moi, apakah kau tidak mendengar tadi? Terang ada orang yang menghela napas panjang, dekat sekali....”

Lin Lin ikut memandang ke kanan kiri, terheran-heran.
“Aku tidak mendengar apa-apa. Ah, Twako, kau jadi seperti anak kecil mendengar dongeng mengerikan sehingga menjadi ketakutan dan di mana-mana kelihatan setan. Hi-hik!”

Merah muka Bok Liong, lalu ia duduk kembali.
“Lin-moi, belum lama kau terjun di dunia kang-ouw, kau belum tahu banyak tentang orang-orang sakti....”

Sebelum Lin Lin sempat menjawab, tiba-tiba terdengar desis keras dan Lin Lin menjerit,
“Ular....!”

Ia seperti sebagian banyak wanita, merasa jijik dan geli melihat ular, akan tetapi, sebagai seorang pendekar wanita, tentu saja ia tidak takut. Cepat sinar kuning berkelebat dan di lain saat tubuh ular telah buntung menjadi dua potong!

Mata Bok Liong terbelalak ketika ia memandang bangkai ular itu.
“Wah, celaka, kita agaknya berhenti di daerah ular api! Ular macam ini tidak takut api dan amat beracun. Racunnya panas dan membuat tubuh korbannya hangus seperti dimakan api, maka ia disebut ular api. Eh.... awas Lin-moi....!”

Bok Liong sudah mencabut pedangnya, dua kali ia mengelebatkan pedangnya dan dua ekor ular roboh dengan leher putus. Ternyata itu adalah dua ekor ular yang menyambar dari atas ke arah Lin Lin!

“Wah.... ular api tak mungkin dapat melayang tentu ada yang melemparkannya....! Lin-moi, awas, agaknya ada musuh menyerang....”

“Aku tidak takut! Segala pengecut curang, kalau berani muncul akan kupenggal batang lehernya!”

Teriak Lin Lin dengan marah sekali karena semalam itu selalu diganggu orang-orang yang tidak mau menyerang atau membantu dengan terang-terangan.

Jawaban teriakan Lin Lin ini adalah suara ketawa yang disusul munculnya seorang laki-laki tua berpakaian pengemis. Kaki kiri kakek pengemis ini buntung, sebagai penggantinya ia memegang sebatang tongkat panjang, tongkat yang bengkak-bengkok seperti tubuh ular. Pakaiannya yang penuh tambalan itu serba lorek dan belang-belang seperti kulit ular. Ketika Lin Lin memandang penuh perhatian, baginya muka orang itu pun mirip muka ular!

“Hemmm, kiranya Sin-coa-kai (Pengemis Ular Sakti) yang main-main dengan kami!” kata Bok Liong dengan suara mengejek.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar