FB

FB


Ads

Sabtu, 30 Maret 2019

Suling Emas Jilid 072

Pemilik warung marah-marah, bersama beberapa orang pembantunya memungut paha panggang yang berjatuhan di tanah, kemudian mereka hendak memukuli oarng gila itu. Akan tetapi Si Muka Hitam membentak.

"Jangan sembarangan pukul tawanan kami! Nih, kerugianmu kuganti!" ia melemparkan sepotong uang perak yang diterima oleh pemilik warung dengan girang.

Arak-arakan itu kemudian menjadi tontonan, anak-anak menggoda Kwee Seng, orang-orang tua mempercakapkan kejadian aneh itu. Menyaksikan tingkah Kwee Seng yang mencuri paha panggang, dan melihat betapa kepala rombongan orang berkuda itu dengan baik membayar kerugian Si Tukang Warung, otomatis semua orang berpihak kepada para penunggang kuda dan menduga bahwa orang gila itu tentulah telah melakukan perbuatan jahat.

Kwee Seng terus diseret berlari-lari di belakang kuda sambil tetap menggerogoti daging paha. Setelah dagingnya habis semua tinggal tulang yang juga ia gigit pecah ujungnya untuk dihisap sum-sumnya, mendadak Kwee Seng berhenti dan berkata.

"Sudah cukup! Paha curian sudah habis, hukumanku pun habis!"

Kuda di depannya lari terus, akan tetapi penunggangnya, Si Muka Hitam yang memegangi ujung tali belenggu, tersentak ke belakang dan jatuh melalui ekor kuda! Ia kaget sekali, berseru keras dan tubuhnya membuat salto sehingga ia dapat jatuh melalui ekor kuda!

Ia kaget sekali, berseru keras dan tubuhnya membuat salto sehingga ia dapat jatuh berdiri di atas tanah sambil membelalakkan matanya. Empat orang kawannya juga cepat melompat turun dan mencabut senjata masing-masing, sikap mereka mengancam, akan tetapi juga agak jerih.

Kwee Seng menggerakkan kedua tangannya dan "bret, brett" tali yang mengikat pergelangan kedua tangannya putus dengan mudah. Kembali lima orang itu terkejut, juga Si Tinggi Besar muka hitam sudah mencabut goloknya, siap menghadapi tawanan yang memberontak ini.

Kwee Seng tertawa bergelak, menoleh ke kanan kiri memandang lima orang yang mengurungnya.

"heh-heh, habis makan tidak minum, sungguh tak enak sekali. Eh, sahabat-sahabat seperjalanan, siapa di antara kalian yang mempunyai arak? Aku ingin sekali minum!"

Empat orang itu sudah gatal-gatal tangannya hendak menerjang, akan tetapi Si Muka Hitam menggeleng kepala, menghampiri kudanya yang sudah dipegang oleh seorang temannya, mengeluarkan sebuah guci arak dan melemparkannya kepada Kwee Seng. Kwee Seng tertawa-tawa menyambut guci arak lalu menuangkan isinya ke mulut, meneguk arak dengan lahap sekali tak kunjung henti sampai akhirnya guci itu kosong!

"Heh-heh, arak tidak baik, tapi cukup menghilangkan dahaga!" katanya sambil mengusap mulut dengan lengan baju. "Nah, sekarang kita bicara. Aku memang mencuri paha panggang, maka aku suka kalian hukum diseret-seret. Akan tetapi sekarang barang curian itu sudah habis, maka sampai di sini pula hukumanku."

"Tidak perlu segala pura-pura ini!" Si Muka Hitam membentak. "Seorang gagah tidak akan menyangkal perbuatannya. Kau jelas seorang kang-ouw yang pura-pura gila, apakah tidak malu kalau bersikap pengecut? Kaulah satu-satunya orang yang mungkin melakukan pengacauan di rumah Suhu, oleh karena itu, kami harap supaya kau ikut baik-baik menghadap Suhu untuk menerima pengadilan. Kalau kau berkeras menolak, terpaksa kami akan menggunakan kekerasan pula!"

"Siapa guru kalian itu?" Kwee Seng bertanya tak acuh.

"Suhu adalah guru silat yang mendirikan Silat Monyet Sakti, namanya terkenal sebagai seorang yang menghargai persahabatan dan tidak pernah mengganggu golongan lain."

"Aha! Kiranya Sin-kauw-jiu (Kepalan Monyet Sakti) Liong Keng Lo-enghiong di kota Sin-yang."

Lima orang itu cepat saling pandang dan wajah mereka berubah girang.
"Hemm, kau sudah mengenal Suhu, sudah mengacau rumahnya tiga hari yang lalu, masih berpura-pura lagi!" tegur Si Muka Hitam.

"Ha-ha-ha! Liong-lo-enghiong memang patut menjadi monyet tua sakti, akan tetapi kalian ini benar-benar monyet buntung yang lancang sekali. Sudah kukatakan tadi, kalian hendak menangkap anjing, akan tetapi keliru menangkap harimau, bukankah itu amat lucu? Sudahlah , aku hendak pergi!"

Setelah berkata demikian, Kwee Seng melempar guci arak yang sudah kosong ke atas tanah, kemudian tanpa menoleh lagi ia berjalan melewati mereka dengan lenggang seenaknya dan bernyanyi-nyanyi!

"Kalau To menyuram, dianjurkan prikebajikan!
Prikebajikan muncul tampak pula kemunafikan!
Kalau rumah tangga hancur berantakan dianjurkan kerukunan!
Setelah negara kacau, baru timbul pahlawan!
Hayaaaaa......! Hayaaaa...!
Hayaaaaa......!!!"






Nyanyian itu adalah ayat-ayat dalam kitab To-tek-khing pelajaran Nabi Lo Cu. Kwee Seng amat tertarik oleh pelajaran Agama To-kauw ini setelah selama tiga tahun ia berada di Neraka Bumi, di mana terkumpul banyak kitab-kitab kuno tentang To-kauw milik nenek penghuni Neraka Bumi, dan banyak pula kitab-kitab ini dibacanya. Agaknya pengaruh pelajaran To ini pulalah yang membuat Kwee Seng kini menjadi tak acuh akan keduniawian, bersikap bebas lepas seperti orang tidak normal!

Adapun lima orang itu ketika melihat Si Gila seperti hendak melarikan diri, cepat lari mengejar dan mengurungnya dengan senjata di tangan, sikap mengancam dan siap menerjang. Si Muka Hitam yang tinggi besar berdiri menghadapi Kwee Seng sambil membentak.

"Kau tidak boleh pergi sebelum ikut kami menghadap Suhu!"

"Ha-Ha-Ha, aku akan menghadap Suhumu sekarang juga!"

Kwee Seng berkata sambil berjalan terus tanpa mempedulikan mereka. Tentu saja lima orang itu tidak sudi percaya dan menyangka Kwee Seng mempergunakan siasat untuk dapat melarikan diri.

Si Muka Hitam memberi tanda dan menyerbulah mereka semua dengan golok dan pedang mereka. Senjata-senjata itu mereka tujukan pada tempat-tempat yang tidak berbahaya, bahkan ada yang hanya dipakai mengancam karena mereka tidak berniat membunuh Si Gila ini yang perlu dihadapkan kepada guru mereka untuk diperiksa.

"Siuuuttt... wrr-wrr-wrrr!"

Lima orang itu menjadi silau matanya melihat sinar menyilaukan mata disambung tubuh mereka terpental ke belakang. Entah apa yang terjadi, mereka tahu-tahu sudah terlempar dan jatuh duduk terjengkang sedangkan senjata mereka lenyap entah ke mana bersamaan pula dengan lenyapnya orang gila yang mereka serang tadi!

Mereka saling pandang dengan penuh keheranan. Mereka adalah murid-murid pilihan dari Sin-kauw-jiu Liong Keng, jagoan Sin-yang! Bagaimana mereka dapat dengan mudah saja dalam segebrakan dirobohkan seorang lawan tanpa mereka ketahui bagaimana caranya?

"Eh, Twa-suheng (Kakak Seperguruan Tertua)... lihat...!"

Seorang diantara mereka berkata sambil menudingkan telunjuknya ke belakang. Si Muka Hitam dan adik-adik seperguruannya menoleh dan ternyata golok dan pedang mereka yang lenyap tadi telah menancap di atas tanah, di sekeliling guci arak yang kosong!

Entah bagaimana bisa menancap di situ, dan kapan terjadinya, mereka sama sekali tidak dapat menerka. Dengan penuh keheranan, kekaguman, juga kekhawatiran karena perguruan mereka menghadapi seorang musuh yang sedemikian saktinya, mereka bangkit, membersihkan pakaian lalu mengambil senjata dan meloncat ke atas kuda yang mereka kaburkan cepat-cepat ke Sin-yang untuk memberi laporan kepada guru mereka.

Dengan cepat lima orang itu membalapkan kuda karena mereka amat khawatir akan keselamatan perguruan mereka. Guru mereka harus diberi peringatan akan datangnya malapetaka dari tangan Si Jembel yang sakti itu. Lima ekor kuda mereka sampai mandi peluh ketika akhirnya mereka memasuki Sin-yang dan cepat-cepat mereka melompat turun di depan rumah besar yang pintu depannya terdapat tulisan Sin-kauw-bu-koan. Mereka berlima lalu lari masuk tanpa mempedulikan pertanyaan para murid lain yang berada di depan gedung.

"Mana Suhu? Kami harus cepat-cepat menghadap Suhu!" Demikianlah ucapan mereka sambil berlari terus menuju ke ruangan dalam.

Akan tetapi begitu mereka membuka pintu ruangan tamu, lima orang murid ini berdiri seperti patung, membelalakkan mata karena hampir tidak percaya kepada pandang mata dan pendengaran telinga sendiri.

Suhu mereka, seorang tua berusia enam puluh tahun yang jenggotnya sudah putih semua, duduk di ruangan tamu, menjamu seorang tamu yang tertawa-tawa bergelak sambil minum arak, menimbulkan suasana gembira sedangkan suhu mereka juga tertawa-tawa, seorang tamu berpakaian compang-camping yang bukan lain adalah.... Jembel gila yang mereka keroyok tadi! Orang gila itu kini menoleh ke arah mereka sambil mengangkat cawan arak dan berkata sambil tertawa.

"Ha-ha, percayakah kalian sekarang bahwa aku akan menghadap Liong-lo-enghing (Orang Tua Gagah she Liong)?"

Lima orang murid itu masih bingung dan khawatir. Orang gila itu memang sikapnya edan-edanan, jangan-jangan suhu mereka kena ditipu pula. Suhu mereka memang selalu ramah kepada siapapun juga, siapa tahu bahwa Si Gila inilah mungkin orang jahat yang mengacau tiga hari yang lalu.

"Suhu... eh, dia ini..."

Si Muka Hitam berkata akan tetapi segera menghentikan kata-katanya ketika melihat sepasang mata suhunya memandang marah kepadanya.

"Hemm, apa-apaan kalian ini? Bersikap tolol terhadap tamu agung? Hayo lekas memberi hormat kepada yang terhormat Kim-mo Taisu!"

Lima orang itu merasa seakan-akan kepala mereka disiram air es! Tentu saja mereka sudah mendengar suhu mereka bicara dengan kagum akan seorang pendekar aneh yang menggemparkan dunia persilatan, yaitu seorang pendekar muda yang amat sakti dan jarang dapat ditemui orang namun yang perbuatan-perbuatannya membuat namanya menjulang tinggi di antara para pendekar lainnya, yaitu Kim-mo Taisu.

Siapa kira nama besar ini dimiliki oleh seorang jembel muda! Patutnya nama julukan Kim-mo Taisu dipakai oleh seorang tua yang berwibawa. Kalau saja bukan suhu mereka yang memperkenalkan, sampai mati pun mereka takkan dapat percaya. Meremang bulu tengkuk mereka menawan dan menyeret-nyeret Kim-mo Taisu.

Serempak lima orang itu lalu menjatuhkan diri berlutut di depan Kwee Seng sambil berkata,

"Mohon Taisu sudi mengampuni kekurangajaran kami berlima!"

Sin-kauw Liong Keng yang sudah tua itu tercengang dan bercuriga ketika melihat murid-murid kepala ini memberi penghormatan seperti itu kepada tamunya, maka cepat ia bertanya dengan suara keren.

"Hemm, apakah yang telah kalian perbuat terhadap dia?"

Si Muka Hitam segera menjawab, suaranya penuh penyesalan,
"Suhu, teecu berlima dalam menyelidiki penjahat, telah salah duga dan kesalahan tangan menangkap Taisu, mohon Suhu dapat mengampunkan teecu."

"Hah...?? Kalian menangkap Kim-mo Taisu? Wah celaka! Gila betul murid-muridku. Harap Taisu suka memaafkan aku orang tua yang mempunyai murid-murid tolol." Liong Keng cepat-cepat menjura kepada Kwee Seng.

Kwee Seng tertawa dan balas menjura.
"Wah, mengapa begini sungkan? Tidak aneh bila terjadi kesalah-pahaman, kalau tidak ada kejadian itu, mana aku dapat mengetahui bahwa Lo-enghiong diganggu orang?"

Liong Keng duduk kembali, mengelus jenggotnya dan wajahnya kelihatan murung. Ia menarik napas panjang lalu memberi perintah kepada lima orang muridnya untuk bangun. Dengan taat mereka bangkit dan mengambil tempat duduk di belakang suhu mereka. Kini pandang mata mereka terhadap Kim-mo Taisu berobah sama sekali, penuh keseganan dan kekaguman.

"Memang murid-muridku goblok, akan tetapi dapat dimengerti juga kesalah dugaan mereka karena dia pun seorang muda yang suka memakai pakaian jembel seperti Taisu. Dan dia lihai bukan main... hemm, ataukah agaknya aku yang sudah terlalu tua dan tiada guna...." Kembali guru silat tua itu menarik napas panjang dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Tiba-tiba ia bangkit berdiri, gerakannya cepat sekali, lalu ia menghadapi Kwee Seng sambil berkata. "Kim-mo Taisu, aku sudah tahu sampai di mana hebatnya kepandaianmu ketika kau membantuku setahun yang lalu di Hutan Ayam Putih membasmi perampok, coba sekarang kau uji, apakah kepandaianku sudah amat merosot?"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar