FB

FB


Ads

Selasa, 26 Maret 2019

Suling Emas Jilid 062

Tiga orang pengemis itu jelas menujukan nyanyian mereka kepada orang itu, kecuali pengemis muda yang menyelewengkan nyanyian ke arah Lu Sian. Kini melihat orang itu sama sekali tidak peduli mereka menjadi marah. Si Pengemis Muda menggerakkan tangannya dan menyambarlah sinar kehitaman ke arah leher laki-laki gagah.

Lu Sian diam-diam kaget sekali, tahu bahwa itu adalah senjata rahasia, yang biarpun tidak terlalu hebat namun cukup berbahaya kalau Si Laki-laki tidak dapat menghindarkan diri. Akan tetapi hatinya lega dan kagum ketika melihat laki-laki itu mengangkat sumpitnya dan... paku hitam yang menyambar lehernya telah terjepit di antara sepasang sumpit! Kemudian tangan yang memegang sumpit bergerak, paku hitam menyambar dengan kecepatan beberapa kali lipat daripada tadi ke arah Si Penyerang.

"Auuuhhh...!"

Pengemis muda yang aksi itu meloncat-loncat dengan kaki kanan sambil mengaduh-aduh dan memegangi kaki kirinya yang diangka-angkat. Paku tadi, pakunya sendiri yang biasanya ia sombongkan sehingga ia memakai julukan Tou-hiat-teng (Si Paku Penembus Jalan Darah), kini telah menancap di paha kirinya sampai tidak kelihatan lagi kepalanya!

Dua orang pengemis melihat ini menjadi marah sekali. Si Celana Panjang Sebelah menerjang dengan tongkatnya yang ditusukkan ke arah muka sedangkan pengemis sepatu tunggal itu mencabut golok lalu membacok ke arah leher.

Namun orang itu masih enak-enak makan buburnya yang belum habis, membiarkan dua senjata itu menyambar sampai dekat sekali. Kali ini Lu Sian benar-benar kaget. Sungguh berbahaya sekali ketenangan yang berlebih-lebihan itu, pikirnya. Cepat tangannya menyambar sumpit yang tadi ia pakai makan, sekali tangannya bergerak sepasang sumpit itu meluncur ke depan seperti anak panah melesat dari busurnya.

"Tranggg! Aduhhh! Aduhhh...!"

Peristiwa yang hanya beberapa detik menjadi mengherankan sekali. Secara tiba-tiba, laki-laki yang dijadikan sasaran tongkat dan golok itu lenyap dari atas kursinya sehingga golok dan tongkat saling bertemu di udara, kemudian dalam detik selanjutnya, tangan dua orang pengemis yang memegang senjata itu telah tertusuk sumpit, tembus di telapak tangan sehingga senjata mereka terlepas dari pegangan, mereka berteriak-teriak kesakitan sambil menggunakan tangan kiri memijit-mijit tangan kanan.

"Lee-hi-ta-teng (Ikan Lee Meloncat) yang bagus!"

"Sambitan yang luar biasa!"

Pujian yang keluar dari mulut Lu Sian dan orang gagah itu keluar dalam waktu bersamaan, mereka saling pandang pula. Hanya beberapa detik, pandang mata penuh kagum dan "ada rasa"! akan tetapi laki-laki itu segera melangkah keluar menghadapi tiga orang pengemis yang masih mengaduh-aduh, lalu berkata dengan suara lantang berwibawa.

"Aku Tan Hui adalah laki-laki tidak suka berlaku pengecut! Setahun yang lalu urusanku dengan Kong-sim Kai-pang sudah kubereskan dengan Yu Jin Tianglo, kami berdua saling menghargai dan bersahabat. Kenapa sekarang tanpa alasan Kong-sim Kai-pang mengganggu anak kecil? Kalu ada urusan silahkan Yu Jin Tianglo menemui aku, mengapa mengutus segala macam anjing kecil macam kalian? Hayo katakan kepada Yu Jin Tianglo bahwa aku Tan Hui ingin bicara dengan dia sendiri. Pergilah!"

Dengan tangan kanannya laki-laki yang bernama Tan Hui itu mendorong. Hawa dorongan ini menimbulkan angin dan tiga orang pengemis yang sudah terluka itu roboh terguling! Mereka merangkak bangun, meringis kesakitan, lalu yang sebelah kakinya telanjang memandang dengan mata melotot kepada Lu Sian.

"Nona, kau siapakah dan mengapa mencampuri urusan kami? Apa hubunganmu dengan Hui-kiam-eng Tan Hui?"

Lu Sian tersenyum, manis sekali senyumnya sehingga pengemis muda yang pahanya terluka itu untuk sejenak melupakan rasa nyerinya.

"Aku bukan apa-apa dengan orang gagah ini, adapun namaku Lu Sian. Karena jemu menyaksikan sikap tengik kalian, maka aku menjadi muak. Masih untung sumpitku tidak kutujukan kepada kepala kalian!"






Tiga orang pengemis itu memandang dengan mata melotot, kemudian mereka membalikkan tubuh dan sambil menuntun pengemis muda yang terpincang-pincang mereka meninggalkan tempat itu.

Lu Sian tadi kaget juga mendengar laki-laki itu memperkenalkan namanya. Tentu saja ia sudah mendengar akan Hui-kiam-eng (Pendekar Pedang Terbang) yang amat terkenal di daerah timur ini, seorang yang kabarnya amat lihai ilmu pedangnya dan terutama sekali gin-kang (ilmu meringankan tubuh) yang dimilikinya tak pernah menemui tanding. Tadi ia sudah menyaksikan gerakan yang biasa saja, namun dilakukan oleh Tan Hui dengan hebat luar biasa. Dia sendiri tak mungkin dapat melakukan gerakan ini secepat itu.

Di lain pihak, Tan Hui mengingat-ingat dan ia tak pernah mendengar nama seorang pendekar wanita bernama Sian dengan nama keturunan Lu. Akan tetapi sambitan sumpit tadi jelas membuktikan bahwa wanita cantik jelita seperti bidadari di hadapannya ini adalah seorang ahli silat yang berilmu tinggi.

Ketika ia memandang wajah yang tersenyum itu, sepasang mata yang bagaikan bintang begitu bercahaya, bening dan berbentuk indah sekali, hidung mancung dan bibir merah basah, rambut sinom yang terurai di kening, benar-benar membuatnya terpesona dan dengan gagap ia berkata sambil mengangkat kedua tangan di depan dada.

"Nona, banyak terima kasih atas bantuanmu tadi."

Lu Sian tersenyum, tampaklah deretan gigi yang laksana mutiara, kemudian bibirnya bergerak-gerak ketika bicara, matanya bersinar-sinar.

"Ah, itu bukanlah bantuan namanya dan tidak ada artinya. Kita mempunyai perasaan yang sama, bukan? Sama-sama sebal menyaksikan tiga orang jembel tadi..."

Hening sejenak, dan tiba-tiba Lu Sian menahan tawanya melihat betapa orang itu memandangnya dengan melongo, jelas terpesona dan seperti lupa keadaan.

"Eh, Tan-enghiong, kau kenapa....?" Tegurnya, tersenyum manis.

Tan Hui gelagapan. Selama hidupnya belum pernah ia menyaksikan wanita begini cantik jelita, yang bibirnya bergerak-gerak dan matanya bersinar-sinar.

"Eh... oh... kau... kau hebat sekali..."

Kembali Lu Sian tersenyum lebar dan untuk sesaat mereka hanya berdiri saling pandang dengan kaku. Akhirnya Lu Sian berkata,

"Apkah kita akan terus bicara sambil berdiri saja?"

Kembali Tan Hui baru sadar akan keadaan yang serba canggung itu, maka ia menjadi malu, merah sekali mukanya ketika ia berkata.

"ah..., silakan, Nona. Mari silakan duduk."

Mereka duduk semeja, saling berhadapan.
"Sudah lama aku mendengar tentang Khong-sim Kai-pang. Kabarnya perkumpulan pengemis itu terkenal sebagai perkumpulan baik-baik, diketuai oleh Yu Jin Tianglo yang lihai dan terkenal sebagai tokoh baik-baik. Mengapa kau di musuhi mereka?"

Tan Hui menarik napas panjang dan kembali wajahnya yang sejenak tadi kehilangan bayangan duka, kini menjadi keruh kembali.

"Panjang ceritanya, nona. Akan tetapi aku yakin bahwa kita segolongan, maka tidak ada salahnya kalau aku ceritakan hal ini kepadamu. Eh, Bung Pelayan, tolong kau antarkan seguci arak dan daging sekati."

Pelayan menghampiri mereka. Pelayan ini tersenyum-senyum dan terbongkok-bongkok penuh hormat.

"Maaf, Taihiap. Kami tidak tahu bahwa Tuan adalah Tan-taihiap yang terkenal budiman. Dasar pengemis-pengemis itu tidak tahu diri, berani main gila terhadap Hui-kiam-eng Tan Hui Taihiap (Pendekar Besar)!"

"Sudahlah tolong kau sediakan pesananku."

Pelayan itu tersenyum-senyum ramah, lalu berlari pergi untuk mempersiapkan pesanan itu. Adapun pelayan lain melihat rumah itu masih belum banyak tamu, menggunakan kesempatan menganggur ini lari ke luar rumah makan untuk membual tentang kehadiran pendekar budiman Hui-kiam-eng Tan Hui di tempat kerjanya!

"Aku mempunyai banyak musuh." Tan Hui mulai bercerita setelah menarik napas panjang, “Semua karena salahku. Aku terlalu lancang tangan dan suka mencampuri urusan lain orang. Tak tahan aku melihat orang ditindas atau kejahatan berlalu saja tanpa orang membenciku...."

"Sudah selayaknya orang gagah dibenci orang jahat."

Lu Sian berkata menghibur, karena ia anggap hal seperti itu bukanlah hal yang patut disusahkan. Orang ini gagah sekali dan sikapnya jantan, amat menarik hati. Akan tetapi wajahnya selalu membayangkan kerisauan hati.

Tan Hui mengangguk.
"Cocok! Memang begitulah pendirianku pula, Nona. Karena itulah maka aku tak pernah berhenti dengan tugasku, selalu kubela kebenaran dan kutegakkan keadilan, kalau perlu kugunakan kekerasan untuk menghantam mereka yang sewenang-wenang. Dan ini pula sebabnya mengapa aku mempunyai urusan dengan Khong-sim Kai-pang. Lima orang angguta Khong-sim Kai-pang melakukan penyelewengan setahun yang lalu di kota Tong-an. Mereka minta derma secara paksa, tidak itu saja, malah seorang di antara mereka telah menculik puteri seorang hartawan dan memperkosanya. Aku kebetulan lewat di kota itu, lalu turun tangan memberi hajaran kepada mereka dan malah membunuh Si Penculik."

"Kenapa tidak dibunuh semua saja?" Lu Sian memotong.

Tan Hui menghela napas.
"Kalau kubunuh semua, kiranya tidak akan muncul akibat begini panjang. Akan tetapi mengingat bahwa selamanya Khong-sim Kai-pang terkenal baik, apalagi aku memandang muka ketuanya, maka kuampunkan mereka dan hanya membunuh seorang yang paling jahat. Aku sangka urusan hanya berhenti sampai di situ. Tidak tahunya, ketika aku melakukan perjalanan, aku dihadang dan dikeroyok tiga puluh orang Khong-sim Kai-pang yang memendam atas kematian seorang temannya. Terjadi pertempuran dan biarpun aku merobohkan dan melukai banyak di antara mereka, namun aku menjaga sehingga tidak seorang pun tewas. Aku lalu pergi langsung mencari Yu Jin Tianglo, menceritakan semua urusan itu. Yu Jin Tianglo marah sekali kepada anak buahnya, malah menghukum mereka dengan penurunan tingkat. Urusan itu sudah beres sampai... setengah bulan yang lalu..." Sampai di sini Tan Hui berhenti dan wajahnya memperlihatkan kemuraman.

"Lalu mereka mengganggumu? Kalau hanya pengemis-pengemis itu saja, takut apakah? Biar mereka datang mencari mati. Yu Jin Tianglo kalau membela anak buahnya yang mencari perkara, dia pun tidak benar dan perlu diberi hajaran!"

Tan Hui tercengang keheranan menyaksikan Lu Sian bicara penuh semangat dan marah-marah. Urusan ini tidak ada sangkut-pautnya denga Lu Sian, mengapa gadis ini menjadi begitu marah?

"Sungguh tidak enak terhadap Yu Jin Tianglo..."

"Tidak enak bagaimana? Anak buahnya yang tak tahu aturan yang mencari-cari perkara! Apakah kau takut menghadapi orang tua itu? Tan-enghiong, jangan kuatir, aku akan membantumu. Aku tidak takut menghadapi orang tua itu kalau ia banyak bertingkah membantu anak buahnya yang tidak benar!"

Tan Hui tentu saja tidak mengenal watak Lu Sian maka ia makin terheran-heran. Memang watak Lu Sian amat ganas menghadapi orang-orang yang ia anggap memusuhinya atau memusuhi orang yang disukainya. Dan Tan Hui otomatis telah menarik perhatiannya dan menimbulkan rasa sukanya!

Dengan muka masih terheran Tan Hui bangkit berdiri dan menjura.
"Terima kasih atas perhatian Nona terhadap perkaraku."

"Ah, kita sudah menjadi sahabat. Bukankah kau katakan tadi bahwa kita orang segolongan? Tak perlu sungkan-sungkan lagi." Jawab Lu Sian.

Tan Hui duduk kembali dan menarik napas panjang, lalu menghirup araknya.
"Persoalannya tidaklah begitu sederhana. Kalau hanya para anggota Khong-sim Kai-pang yang masih penasaran, hal itu tidaklah menguatirkan. Akan tetapi dua pekan yang lalu... aku hidup sebatang kara, mengapa mereka mengganggu anakku? Mereka menculik anakku yang baru berusia lima tahun..."

Lu Sian terkejut dan merasa agak kecewa.
"Tan-enghiong! Kau bilang hidup sebatang kara... tapi kau... mempunyai anak?"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar