FB

FB


Ads

Senin, 18 Februari 2019

Bukek Siansu Jilid 109

"Mereka ini adalah pasukan istimewa, pasukan pengawalku." kata Bouw-ciangkun menjelaskan dengan nada suara bangga ketika Swat Hong memandang mereka itu yang berdiri tegak dan memberi hormat kepada Bouw-ciangkun dengan gagah. Setelah mereka memasuki pesanggrahan, Bouw-ciangkun melanjutkan, "Mereka terdiri dari orang-orang pilihan, bermacam suku bangsa di barat dan utara."

Akan tetapi Swat Hong sudah tidak memperhatikan lagi cerita tentang pasukan pengawal tadi, karena dia sedang memperhatikan keadaan pesanggrahan yang cukup mewah itu.

"Rumah ini kosong?" tanyanya.

"Memang di kosongkan dan disediakan untuk tamu agung. Karena sekarang tidak ada tamu, maka Nona boleh beristirahat di sini barang sehari dua hari untuk menanti kesempatan Kaisar dapat menerima Nona menghadap. Saya akan mengirim dua orang pelayan wanita untuk melayani segala keperluan Nona, dan sekarang juga saya akan berusaha melaporkan kedatangan Nona kepada kaisar."

Swat Hong hanya mengangguk dan pembesar itu pergi meninggalkannya. Ketika Swat Hong sedang memeriksa keadaan pesangrahan itu yang ternyata mewah dan lengkap dengan kamar tidur yang indah, masuklah dua orang pelayan wanita membawa perlengkapan dan bahan masakan.

"Kami menerima perintah untuk melayani Nona di sini," kata mereka dan segera mereka sibuk di dapur.

Swat Hong merasa tidak enak hatinya. Dia melamar untuk menjadi pejuang membantu Kaisar, akan tetapi dia diterima seperti seorang tamu agung, ditempatkan di rumah mungil dan dilayani dengan istimewa seperti dimanja! Apakah karena dia wanita? Ataukah karena dia memperlihatkan kepandaiannya tadi dan dipilih menjadi pengawal keluarga Kaisar? Dia ingin melihat-lihat keadaan di luar. Akan tetapi baru saja dia meninggalkan pondok itu sejauh belasan langkah, tiba-tiba muncullah tiga orang mengawal istimewa yang bersenjata pedang berbentuk ular dan perisai kura-kura tadi.

"Harap Nona jangan meninggalkan pondok. Kami diperintah untuk menjaga pesanggrahan dan kalau Nona memaksa pergi kami harus mengawal Nona."

Swat Hong mengerutkan alisnya. Akan tetapi karena maksud itu baik, biarpun dianggapnya tidak ada gunanya, aneh dan menyebalkan, dia tidak menjawab melainkan kembali memasuki pondok, terus ke kamar dan merebahkan diri di atas pembaringan. Dia merasa seperti seorang asing di situ. Tiba-tiba dia tersenyum teringat kepada Ahmed. Untung ada orang yang simpatik itu. Setidaknya, dia yakin bahwa dia mempunyai seorang sahabat yang boleh dipercaya.

Akan tetapi baru saja dia beristirahat di atas tempat tidur yang lunak itu, terdengar suara hiruk pikuk di luar. Swat Hong yang memang selalu merasa tidak enak itu meloncat dan berlari ke luar. Kagetlah dia ketika melihat bahwa yang datang adalah Bouw-ciangkun dan Panglima Arab tinggi besar yang menjadi atasan Ahmed tadi, diiringkan oleh tujuh orang pelayan pria yang membawa baki tertutup.

Begitu berhadapan, Bouw-ciangkun menjura dengan hormat sambil berkata,
"Kiong-hi (selamat), Nona Han. Kami telah menghadap Kaisar dan karena Beliau masih sibuk, mulai besok lusa Nona boleh menghadap sendiri. Sementara itu, Beliau mengirim kami berdua untuk menemani Nona menerima hidangan yang dikirim dari dapur keluarga Kaisar!"

Hati Swat Hong tidak senang dan curiga, akan tetapi karena nama Kaisar disebut-sebut, dia tidak berani menolak. Dia tahu bahwa penolakan hadiah dari Kaisar dapat diartikan penghinaan dan pemberontakan! Banyak dia mengerti tentang peraturan kerajaan, karena selain dia sendiri adalah puteri raja di Pulau Es juga dia banyak membaca kitab-kitab ayahnya tentang penghidupan keluarga Raja di daratan besar. Terpaksa dia membalas dengan menjura penuh hormat, kemudian bersama dua orang panglima itu dia memasuki pondok dan duduk menghadapi meja besar bersama mereka berdua.

Setelah hidangan yang lengkap dan masih panas diatur di atas meja dan para pelayan mundur berdiri di sudut, dua orang pelayan wanita muncul melayani mereka makan minum. Bouw-ciangkun memperkenalkan panglima itu sebagai panglima yang menjadi komandan dari pasukan Arab yang membantu.

"Kami mengandalkan bantuan sahabat-sahabat dari barat ini untuk merampas kembali kota raja."

Antara lain Bouw-ciangkun berkata, akan tetapi urusan itu hanya didengarkan sepintas lalu saja oleh Swat Hong yang menghendaki agar pertemuan ini cepat selesai.

Dengan tangannya sendiri Bouw-ciangkun lalu mengisi cawan-cawan kosong di depan Swat Hong, Panglima Arab, dan dia sendiri, lalu mengangkat cawan arak sambil berkata,

"Mari kita mulai makan minum bersama dengan mengucapkan terima kasih kepada Sri Baginda dengan mengangkat cawan penghormatan untuk kejayaan Sri Baginda Kaisar!"






Swat Hong mengangkat cawan dan minum bersama mereka, kemudian Bouw-ciangkun mempersilahkan Swat Hong dan Panglima Arab itu untuk mulai makan. Sambil makan, Bouw-ciangkun dengan gembira menceritakan keadaan mereka, kekuatan yang sedang mereka susun, juga menceritakan kekacauan di kota raja sebagai akibat perebutan kekuasaan di antara para peberontak sendiri. Betapa An Lu Shan dan puteranya tewas dan sekarang Shi Su Beng yang berkuasa juga menghadapi bersaingan dari bekas kawan-kawannya sendiri.

"Ha-ha-ha, seperti sekumpulan anjing memperebutkan tulang!" Dia menutup ceritanya sambil tertawa-tawa.

Panglima Arab itu yang diperkenalkan tadi bernama Hussin bin Siddik, mengeluarkan sebuah guci yang bentuknya seperti tanduk kerbau, membuka tutupnya dan mencium bau harum yang aneh. Sambil tertawa dia mengacungkan guci tanduk kerbau itu sambil berkata,

"Nona adalah seorang pendekar yang berilmu tinggi dan dipilih untuk menjadi pengawal Sri Baginda. karena itu sudah sepatutnya menerima penghormatan kami dengan anggur padang pasir ini! Marilah kita minum tiga cawan untuk pertama, demi keselamatan Sri Baginda sekeluarga!"

Dia mengisi cawan arak di depan Swat Hong dengan minum dari guci tanduk kerbau itu, tidak banyak, hanya setengah cawan kurang.

Karena dia diajak minum demi keselamatan keluarga kaisar, tentu saja Swat Hong tidak menolak, apalagi karena dia melihat betapa Bouw-ciangkun dan Panglima Hussin sendiri juga minum. Diminumnya cawannya dan ternyata anggur itu enak dan tidak begitu keras, manis dan harum sungguhpun agak aneh harumnya.

"Secawan lagi kita minum demi persahabatan kita!"

Kembali Swat Hong minum dari cawan araknya yang sudah diisi lagi setengahnya.

"Dan cawan terakhir kita minum untuk kemenangan perjuangan kita!"

Sekali ini cawan itu dipenuhi dan karena anggur itu sama sekali tidak mendatangkan pengaruh apa-apa, Swat Hong tidak khawatir dan minum anggur sampai habis. Panglima Hussin dan Bouw-ciangkun tertawa girang dan melanjutkan makan minum sepuas-puasnya.

Setelah kenyang, kedua orang panglima itu berpamit dan sambil tertawa Bouw-ciangkun berkata,

"Harap Nona jangan pergi meninggalkan pesanggrahan ini karena siapa tahu tiba-tiba saja Sri Baginda Kaisar telah siap menerima kunjungan Nona. hal itu bisa saja terjadi di siang hari atau di malam hari. Sebaiknya kalau Nona mengaso saja dalam pesanggrahan dan sewaktu-waktu, kalau Sri Baginda menghendaki, aku sendiri atau Panglima Hussin yang akan datang menjemput Nona."

Swat Hong mengangguk dan setelah dua orang panglima itu pergi dan meja dibersihkan lalu ditinggal pergi oleh para pelayan, dia lalu minta kepada wanita pelayan untuk menyediakan air. Setelah mandi dan tukar pakaian, Swat Hong kembali beristirahat di dalam kamar yang indah itu. Berada di dalam kamar ini teringatlah dia akan kamarnya sendiri di Pulau Es, kamar yang lebih indah dan lebih menyenangkan lagi.

Dia menutup mulut dengan tangan dan menguap..... goyang-goyang kepalanya. Mengapa dia begini mengantuk? Dia menguap lagi. Bukan main! Rasa kantuk sukar dipertahankannya lagi. Aneh sekali! Hari baru menjelang senja, belum malam. Pula habis makan dan mandi, mana bisa mengantuk?

Kembali dia menguap dan Swat hong meloncat bangun, duduk sambil memegangi kedua pelipisnya. Ini tidak wajar, pikirnya! Rasa kantuk yang amat hebat dan terbayanglah wajah Panglima Hussin yang mengajaknya minum sampai tiga kali, kemudian terbayanglah dan terdengar lagi kata-kata Bouw-ciangkun yang menyatakan bahwa kalau Kaisar menghendaki, sewaktu-waktu dia atau Panglima Hussin akan datang menjenguknya. Semua ini dilakukan sambil tertawa-tawa dan seakan-akan ada "main mata" di antara kedua orang panglima itu!

"Celaka....!"

Dia mengeluh, ingin dia turun membasahi muka denan air, akan tetapi dia tidak kuat, baru saja dia turun, dia sudah terguling ke atas lantai karena kepalanya pening dan Swat Hong sudah tidur di atas lantai dengan pulasnya!

Tak lama kemudian, setelah matahari mulai condong ke barat, sesosok bayangn seorang pemuda berkelebat dan mengintai pesangrahan itu dari balik batu-batu gunung. pemuda ini tinggi besar, gagah dan tampan, dengan sebatang pedang di punggungnya, berpakaian sederhana dan matanya bersinar-sinar penuh kemarahan.

Pemuda ini adalah Kwee Lun! Bagaimana dia dapat datang di tempat jauh itu? Seperti telah dituturkan di bagian depan, dua tahun yang lalu pemuda ini berpisah dari Swat Hong dan langsung dia pulang ke Pulau Kura-kura di Lam-hai. Tepat seperti dugaannya semula, gurunya, Lam-hai Seng-jin, terheran-heran dan kagum mendengar penuturan muridnya terutama pengalaman muridnya yang bertemu dan bersahabat dengan penghuni Pulau Es!

Setelah muridnya selesai menceritakan semua pengalamannya, juga tentang kematian Ouw Soan Cu, gadis Pulau Neraka yang dicintainya dengan suara berduka, kakek itu berkata,

"Pengalamanmu sudah cukup, muridku. Sekarang biarlah aku memperdalam ilmumu dan menerima sisa-sisa dari semua kepandaianku. Setelah itu, berangkatlah kau lagi ke daratan besar. Negara sedang kacau balau dilanda oleh para pemberontak. Tenagamu dibutuhkan. Kabarnya kaisar mengungsi ke Secuan, maka sebaiknya kalau kau kelak menyusul ke sana untuk membantu kaisar, jangan membiarkan dirimu terbujuk oleh kaum pemberontak."

Demikianlah, Kwee Lun berlatih silat untuk yang terakhir dari gurunya, terutama sekali memperhebat ilmu pedang yang dimainkan bersama dengan kipas di tangan kirinya. Setahun kemudian berangkatlah dia meninggalkan Pulau Kura-kura untuk kedua kalinya, mendarat di daratan besar dan langsung dia pergi ke barat, ke Secuan!

Kebetulan sekali dia tiba pada hari itu juga, berbareng dengan datangnya Swat Hong! Hanya bedanya, kalau Swat Hong datang dari timur, adalah Kwee Lun datang dari selatan, akan tetapi mereka memasuki daerah yang sama yaitu yang dikuasai oleh Bouw-ciangkun. Kwee Lun terus melaporkan diri dan langsung diterima sebagai sukarelawan. Dia tidak tahu bahwa pada siang hari itu juga Swat Hong datang dan bertemu dengan perwira Ahmed dari pasukan Arab yang diperbantukan.

Tanpa disengaja, ketika Kwee Lun berjalan-jalan dan bertemu dengan para perajurit Han, bertanya-tanya tentang keadaan, dia mendengar kelakar seorang di antara para prajurit itu.

"Wah, enak juga menjadi panglima tentara asing! Selain jaminannya lebih hebat, juga hiburannya lebih luar biasa lagi. bayangkan saja, dara perkasa yang menghebohkan siang tadi, kabarnya akan diserahkan sebagai hadiah kepada Panglima Hussin!"

"Ah, masa?"

"Hem, jelita sekali dia!"

"Dan masih perawan hijau lagi!"

"Akan tetapi ilmu silatnya hebat! jangan-jangan panglima itu akan mampus olehnya!"

"Mudah-mudahan begitu!"

"Tapi panglima itu terkenal pandai, dan lihat saja Perwira Ahmed itu, dimana-mana para wanita tergila-gila kepadanya. Agaknya mereka memiliki jimat untuk menundukkan hati wanita."

Mendengar ini, Kwee Lun mengerutkan alisnya. Tak disangkanya, di tempat seperti ini dia mendengarkan peristiwa yang sepantasnya terjadi di dunia penjahat. Seorang dara dihadiahkan begitu saja! Mendengar bahwa dara itu lihai ilmu silatnya, dia tertarik.

"Kalau wanita itu lihai, mana bisa dia dihadiahkan begitu saja?" dia ikut bicara sambil tersenyum.

"Aha, kau tidak tahu, kawan. Banyak jalan yang dapat dilakukan oleh Bouw-ciangkun. Dan kabarnya, tidak pernah ada wanita yang dapat melawan apabila dikehendaki oleh Panglima Hussin itu. Apalagi kalau Bouw-ciangkun sudah mengijinkannya, dan dalam hal ini, agaknya Bouw-ciangkun selalu berusaha mengambil hati orang-orang berkulit hitam itu!"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar