Seketika wajah delapan belas orang itu berubah mendengar ini. Mereka terkejut bukan main karena tidak menyangka-nyangka bahwa wanita perkasa itu akan menyebut nama iblis betina yang menjadi musuh besar Bu-tong-pai itu! Timbul kekhawatiran di hati mereka. Dua orang ini memiliki kesaktian yang luar biasa, sama dengan The Kwat Lin dan wanita ini mengenal The Kwat Lin, tentulah segolongan dengan The Kwat Lin!
Akan tetapi, Song Kiat memiliki pendapat lain. Dua orang ini terang sekali berbeda dengan The Kwat Lin dan mereka berdua telah membuktikan kegagahan mereka dengan membantu yang lemah tertindas, biarpun belum mengenal. Maka dengan berani, berbeda dengan sute-sutenya yang berpendapat untuk tidak mengaku kenal The Kwat Lin, Song Kiat melangkah maju, menjura kepada Liu Bwee sambil bertanya,
"Sebelum saya menjawab, bolehkah saya bertanya apakah Lihiap sahabat dari wanita bernama The Kwat Lin itu?"
Liu Bwee membelalakkan matanya dan sinar matanya berapi-api.
"Sahabat? Apa kau gila? Kalau bertemu, aku akan membunuh iblis betina itu!"
Mendengar ini, serta merta Song Kiat menjatuhkan diri berlutut diturut oleh tujuh belas orang sutenya sehingga Liu Bwee dan Ouw Sian Kok menjadi terkejut dan terheran-heran.
"Apa... apa artinya ini?" Liu Bwee membentak.
"Maafkan, kami berlutut saking girang dan terharunya hati kami mendengar ucapan Lihiap tadi. Kami sudah merasa khawatir sekali kalau-kalau Jiwi mempunyai hubungan baik dengan The Kwat Lin. Kiranya iblis betina itu adalah musuh Jiwi dan kami merasa mendapatkan bantuan untuk menghadapinya, karena iblis betina itu adalah musuh besar Bu-tong-pai."
"Ahhh...! Bukankah dia dahulu anak murid Bu-tong-pai? Bagaimana kalian bisa mengatakan bahwa dia musuh besar Bu-tong-pai?"
Liu Bwee yang dahulu sudah mendengar riwayat The Kwat Lin bertanya sambil memandang penuh selidik.
"Benar, ucapan Lihiap. The Kwat Lin sebenarnya masih terhitung Suci (Kakak Perempuan Seperguruan) kami sendiri karena dia adalah seorang di antara Cap-sha Sin-hiap (Tiga Belas Pendekar), murid-murid dari Supek kami almarhum Kui Bhok Sanjin. Akan tetapi setelah selama belasan tahun dia menghilang, beberapa bulan yang lalu pada suatu hari dia muncul bersama seorang puteranya dan dia menggunakan kepandaiannya yang luar biasa menundukan Suhu kami, Ketua Bu-tong-pai yang sah, bahkan telah merampas tongkat pusaka lambang kekuasaan Ketua Bu-tong-pai. Iblis betina itu merampas Bu-tong-pai dan mengangkat diri sendiri menjadi Ketua Bu-tong-pai....."
"Ahhh....! Benar-benar iblis dia!" Liu Bwee memaki.
"Dia becita-cita untuk merampas kerajaan, lalu mengirim muridnya menyelundup ke istana akan tetapi ketahuan dan muridnya itu dihukum mati. Karena kegagalan ini, the Kwat Lin menjadi buruan pemerintah dan dia kini telah melarikan diri dari Bu-tong-pai yang kini telah dikuasai pula oleh Suhu kami. Karena perbuatan The Kwat Lin itulah, hampir saja Bu-tong-pai dibasmi oleh pemerintah dan untuk membuktikan kesetiaan kami terhadap pemerintah, kini Bu-tong-pai membantu pemerintah menghadapi pemberontak An Lu Shan."
Ouw Sian Kok mengangguk-angguk.
"Hemmm, kiranya itulah yang menyebabkan kalian bentrok dengan pasukan An Lu Shan hari ini."
"Di manakah adanya The Kwat Lin sekarang?"
Liu Bwee bertanya. Ingin dia bertemu dengan The Kwat Lin, membalas kejahatan madunya itu dan merampas kembali pusaka Pulau Es seperti dipesan oleh suaminya dengan huruf ukiran di dinding istana Pulau Es itu. Apalagi dengan bantuan Ouw Sian Kok, dia yakin akan dapat membalas dendam kepada madunya yang jahat itu.
"Kami rasa dia bersembunyi di Rawa Bangkai dan kalau saja kami sudah selesai dengan tugas kami di Telaga Utara, tentu dengan senang hati kami menemani Jiwi menyerbu ke sana."
"Rawa Bangkai? Di manakah itu? Tempat apakah itu"
Liu Bwee mendesak penuh semangat karena dia merasa girang bisa memperoleh keterangan di mana adanya musuh besarnya itu.
"Rawa Bangkai adalah sebuah tempat yang amat berbahaya dan tidak ada orang berani mengunjunginya karena banyak sudah binatang dan manusia tewas secara mengerikan ketika berada di dekat tempat itu. Konon kabarnya dahulu banyak terdapat bangkai binatang dan mayat manusia di rawa itu sehingga diberi nama Rawa Bangkai. Majikan tempat itu adalah seorang di antara datuk-datuk kaum sesat yang berjuluk Kiam-mo Cai-li, seorang wanita yang amat lihai dan merupakan iblis betina yang ditakuti. Kiam-mo Cai-li telah menjadi sekutu The Kwat Lin dan agaknya sebagai orang buruan dia melarikan diri bersama puteranya ke tempat itu. Akan tetapi, amatlah berbahaya bagi orang-orang asing seperti Jiwi untuk mendatangi tempat berbahaya itu. Kalau Jiwi sudi bersabar sampai kami menyelesaikan tugas kami di Telaga Utara, tentu dengan senang hati kami akan membantu Jiwi, karena The Kwat Lin juga merupakan musuh besar kami."
Liu Bwe dan Ouw Sian Kok saling pandang dan ternyata di antara kedua orang ini sudah terdapat saling pengertian yang mendalam sehingga bentrokan pandang mata mereka saja sudah cukup menjadi pengganti kata-kata perundingan. Liu Bwee mengangguk dan terdengar Ouw Sian Kok berkata,
"Baiklah kami berdua akan membantu Cuwi menyelidiki Telaga Utara, karena biarpun kami tidak mempunyai urusan dengan pemberontakan An Lu Shan, setelah tadi kami membantu Cuwi, berarti kami juga dimusuhi tentu saja oleh mereka. Setelah kami membantu Cuwi ke Telaga Utara, harap kelak Cuwi suka membantu menjadi petunjuk jalan kami ke Rawa Bangkai."
Berseri wajah delapan belas orang itu dan mereka segera menyatakan setuju. Tentu saja hati mereka girang bukan main. Tempat yang dijadikan markas rahasia oleh An Lu Shan merupakan tempat yang amat sulit dikunjungi, merupakan tempat yang berbahaya sekali dan kabarnya amat sukar memasuki daerah Telaga Utara itu. Kini, dengan bantuan kedua orang sakti ini, hati mereka menjadi besar karena bantuan mereka berdua akan mempermudah penyelesaian tugas mereka.
Berangkatlah delapan belas orang itu mengiringkan Liu Bwee dan Ouw Sian Kok menuju ke Telaga Utara yang terletak di dekat tembok besar di utara dan tempat ini merupakan tempat rahasia dari An Lu Shan di mana An Lu Shan mengumpulkan orang-orang gagah untuk membantunya.
Di sepanjang jalan, Liu Bwee dan Ouw Sian Kok mendengar banyak penuturan delapan belas pendekar Bu-tong-pai itu tentang orang-orang kang-ouw dan tentang pemberontakan An Lu Shan yang mengancam keamanan hidup rakyat jelata.
Melihat semangat kepahlawanan delapan belas orang ini, tergeraklah hati Liu Bwee mengingat bahwa dia adalah permaisuri Han Ti Ong dan suaminya juga berdarah keluarga Kaisar di daratan besar, maka dia pun mulai bersemangat untuk membantu mereka menghadapi An Lu Shan.
Telaga Utara merupakan telaga yang kecil saja, bergaris tengah paling banyak dua li dan tengahnya terdapat sebuah pulau yang dihubungkan dengan pingir telaga dengan jembatan buatan. Di atas pulau inilah berdiri sebuah gedung yang menjadi tempat pertemuan bagi An Lu Shan dan para pembantunya, jika dia hendak mengadakan perundingan dengan para tokoh kang-ouw yang berilmu tinggi untuk membagi-bagi tugas kerja.
Biarpun telaga itu tidak berapa besar, namun letaknya di antara puncak-puncak gunung sehingga amat sukar dikunjungi orang, apalagi puncak di mana telaga itu berada, merupakan puncak yang dikelilingi jurang-jurang amat curam sehingga bagi orang luar yang tidak mengenal jalan, merupakan suatu ketidak mungkinan untuk datang ke telaga itu.
Berbeda dengan pertempuran-pertempuran resmi, jika mengunjungi telaga ini, An Lu Shan berpakaian seperti rakyat biasa dan tidaklah dikawal oleh pasukan pengawal melainkan oleh belasan orang pengawal yang berpakaian preman pula sehingga kelihatannya seperti sedang berpesiar.
Akan tetapi, setiap pengawal-pengawal pilihan yang berilmu tinggi, dan para orang kang-ouw yang mengadakan pertemuan di Telaga Utara itu adalah rata-rata orang lihai, baik dari golongan sesat maupun dari golongan bersih yang membantu An Lu Shan dengan pamrih masing-masing.
Sebagian besar yang datang dari golongan besih adalah orang-orang kang-ouw yang menaruh dendam kepada kerajaan, dan ada pula yang menganggap bahwa pemberontakan An Lu Shan adalah benar karena menentang raja lalim yang hanya tahu bersenang-senang dengan selir Yang Kui Hui saja tanpa menghiraukan kesengsaraan rakyat sehingga mereka menganggap pemberontakan itu sebagian perjuangan para patriot yang membela bangsa, kebenaran dan keadilan.
Tentu saja yang datang dari golongan sesat lain lagi pamrih atau dasar tindakan mereka yang membantu An Lu Shan. Ada yang ingin memperoleh keuntungan harta benda, ada yang menginginkan kedudukan dan kemuliaan.
An Lu Shan biarpun kelihatannya kasar, namun selain merupakan seorang jenderal yang ahli dalam ilmu perang, juga merupakan seorang yang amat cerdik. Tentu saja dia pun tahu akan dasar dan pamrih yang terkandung dihati para orang pandai yang membantunya, namun dia pura-pura tidak tahu karena pada waktu itu dia amat membutuhkan tenaga mereka. Tentu saja dia pun sudah bersiap-siap untuk menghadapi semua pamrih mereka itu dan siapa pun yang merasa dapat mengelabuhi An Lu Shan akan kecelik sekali!
Biarpun dia merasa aman kalau berada di Telaga Utara, akan tetapi kesukaran mencapai puncak ini bukan merupakan hal yang membuat An Lu Shan menjadi lengah. Diam-diam, secara sembunyi, dia menaruh mata-mata dan penjaga yang melakukan penjagaan di sekitar pegunungan itu secara sembunyi untuk mengikuti setiap gerak-gerik orang yang menuju ke Telaga Utara, juga membayangi gerak-gerik para tokoh kang-ouw yang katanya menjadi pembantu An Lu Shan. Apalagi kalau dia sendiri sedang berada di gedung di telaga itu, penjagaan secara sembunyi dilakukan dengan ketat sekali.
Demikianlah, ketika delapan belas orang pendekar Bu-tong bersama Liu Bwee dan Ouw Sian Kok pada pagi hari itu tiba dipegunungan ini, gerak-gerik mereka telah diamat-amati para penjaga rahasia itu dari jauh dan bahkan sudah ada penjaga yang cepat lari ke telaga untuk memberi laporan. An Lu Shan yang mendengar bahwa ada dua puluh orang yang gerak-geriknya lincah dan merupakan orang-orang asing menuju ke telaga, memberi perintah kepada komandan pengawal agar membayangi saja dua puluh orang itu.
"Hendak kulihat bagaimana mereka akan dapat mengunjungi telaga tanpa mengetahui jalan rahasia kita," katanya. "Dan biarpun mereka kalau bisa memasuki telaga, setelah mereka masuk, potong jalannya agar mereka tidak dapat keluar pula." Demikian perintahnya.
Dia sama sekali tidak merasa gentar karena barisan terpendam yang melindungi berjumlah tidak kurang dari seratus orang, sedangkan lima belas orang pengawal pilihan selalu mendampinginya, belum lagi dua puluh lebih orang kang-ouw yang menjadi sekutunya dan yang tentu akan siap membantunya jika ada bahaya mengancam. Apa artinya dua puluh orang itu? Akan tetapi dia tidak mau memerintahkan membasmi mereka karena dia harus tahu lebih dulu siapa mereka dan apa kehendak mereka mengunjungi Telaga Utara.
"Bagaimana mungkin menuju ke dataran di depan itu kalau dikelilingi jurang selebar dan securam ini?"
Liu Bwee bertanya dengan penuh keraguan ketika mereka semua berdiri didepan jurang yang ternganga lebar di depan mereka.
Jurang itu lebarnya kurang lebih dua puluh lima meter dan curam sehingga melompati jurang ini mendatangkan ancaman bahaya maut yang mengerikan. Tanpa bersayap, mana mungkin orang melompatinya begitu saja?
Ouw Sian Kok mengerutkan alisnya.
"Apakah semua keliling gunung ini di halangi jurang seperti ini?"
Song Kiat orang tertua dari Bu-tong Cap-pwe Eng-hiong, mengangguk.
"Kami sudah menyelidiki tempat ini dengan seksama dan memang telaga di gunung itu dikelilingi oleh jurang-jurang. Bagian yang paling sempit hanya bagian ini, maka kita harus menyeberang melalui tempat ini."
"Hemm, bagaimana caranya kalian hendak menyeberang?" tanya Ouw Sian Kok penuh keraguan. Dia sendiri yang memiliki kepandaian jauh melampaui mereka, merasa ragu-ragu untuk mempertaruhkan nyawa meloncati jurang selebar ini.
"Rintangan ini telah kami pelajari dan perhitungkan masak-masak sebelum kami berangkat ke sini, Taihiap. Harap jangan khawatir karena kami telah memperoleh akal untuk menyeberang. Kalau kita turun ke jurang kemudia merayap naik, amat sukar dan lebih berbahaya, maka jalan satu-satunya adalah membuat jembatan manusia dari sini ke seberang jurang."
"Jembatan manusia? Apa maksudmu dan bagaimana caranya?" tanya Liu Bwee.
"Harap Lihiap jangan khawatir karena kami sudah melatih diri dan berhasil baik. Kalau jembatan sudah terbentuk, harap Taihiap dan Lihiap suka menyeberang lebih dulu dan melindungi kami di seberang sana."
"Baik, lekas kerjakan sebelum tampak ada penjaga di seberang!" kata Ouw Sian Kok.
Akan tetapi, Song Kiat memiliki pendapat lain. Dua orang ini terang sekali berbeda dengan The Kwat Lin dan mereka berdua telah membuktikan kegagahan mereka dengan membantu yang lemah tertindas, biarpun belum mengenal. Maka dengan berani, berbeda dengan sute-sutenya yang berpendapat untuk tidak mengaku kenal The Kwat Lin, Song Kiat melangkah maju, menjura kepada Liu Bwee sambil bertanya,
"Sebelum saya menjawab, bolehkah saya bertanya apakah Lihiap sahabat dari wanita bernama The Kwat Lin itu?"
Liu Bwee membelalakkan matanya dan sinar matanya berapi-api.
"Sahabat? Apa kau gila? Kalau bertemu, aku akan membunuh iblis betina itu!"
Mendengar ini, serta merta Song Kiat menjatuhkan diri berlutut diturut oleh tujuh belas orang sutenya sehingga Liu Bwee dan Ouw Sian Kok menjadi terkejut dan terheran-heran.
"Apa... apa artinya ini?" Liu Bwee membentak.
"Maafkan, kami berlutut saking girang dan terharunya hati kami mendengar ucapan Lihiap tadi. Kami sudah merasa khawatir sekali kalau-kalau Jiwi mempunyai hubungan baik dengan The Kwat Lin. Kiranya iblis betina itu adalah musuh Jiwi dan kami merasa mendapatkan bantuan untuk menghadapinya, karena iblis betina itu adalah musuh besar Bu-tong-pai."
"Ahhh...! Bukankah dia dahulu anak murid Bu-tong-pai? Bagaimana kalian bisa mengatakan bahwa dia musuh besar Bu-tong-pai?"
Liu Bwee yang dahulu sudah mendengar riwayat The Kwat Lin bertanya sambil memandang penuh selidik.
"Benar, ucapan Lihiap. The Kwat Lin sebenarnya masih terhitung Suci (Kakak Perempuan Seperguruan) kami sendiri karena dia adalah seorang di antara Cap-sha Sin-hiap (Tiga Belas Pendekar), murid-murid dari Supek kami almarhum Kui Bhok Sanjin. Akan tetapi setelah selama belasan tahun dia menghilang, beberapa bulan yang lalu pada suatu hari dia muncul bersama seorang puteranya dan dia menggunakan kepandaiannya yang luar biasa menundukan Suhu kami, Ketua Bu-tong-pai yang sah, bahkan telah merampas tongkat pusaka lambang kekuasaan Ketua Bu-tong-pai. Iblis betina itu merampas Bu-tong-pai dan mengangkat diri sendiri menjadi Ketua Bu-tong-pai....."
"Ahhh....! Benar-benar iblis dia!" Liu Bwee memaki.
"Dia becita-cita untuk merampas kerajaan, lalu mengirim muridnya menyelundup ke istana akan tetapi ketahuan dan muridnya itu dihukum mati. Karena kegagalan ini, the Kwat Lin menjadi buruan pemerintah dan dia kini telah melarikan diri dari Bu-tong-pai yang kini telah dikuasai pula oleh Suhu kami. Karena perbuatan The Kwat Lin itulah, hampir saja Bu-tong-pai dibasmi oleh pemerintah dan untuk membuktikan kesetiaan kami terhadap pemerintah, kini Bu-tong-pai membantu pemerintah menghadapi pemberontak An Lu Shan."
Ouw Sian Kok mengangguk-angguk.
"Hemmm, kiranya itulah yang menyebabkan kalian bentrok dengan pasukan An Lu Shan hari ini."
"Di manakah adanya The Kwat Lin sekarang?"
Liu Bwee bertanya. Ingin dia bertemu dengan The Kwat Lin, membalas kejahatan madunya itu dan merampas kembali pusaka Pulau Es seperti dipesan oleh suaminya dengan huruf ukiran di dinding istana Pulau Es itu. Apalagi dengan bantuan Ouw Sian Kok, dia yakin akan dapat membalas dendam kepada madunya yang jahat itu.
"Kami rasa dia bersembunyi di Rawa Bangkai dan kalau saja kami sudah selesai dengan tugas kami di Telaga Utara, tentu dengan senang hati kami menemani Jiwi menyerbu ke sana."
"Rawa Bangkai? Di manakah itu? Tempat apakah itu"
Liu Bwee mendesak penuh semangat karena dia merasa girang bisa memperoleh keterangan di mana adanya musuh besarnya itu.
"Rawa Bangkai adalah sebuah tempat yang amat berbahaya dan tidak ada orang berani mengunjunginya karena banyak sudah binatang dan manusia tewas secara mengerikan ketika berada di dekat tempat itu. Konon kabarnya dahulu banyak terdapat bangkai binatang dan mayat manusia di rawa itu sehingga diberi nama Rawa Bangkai. Majikan tempat itu adalah seorang di antara datuk-datuk kaum sesat yang berjuluk Kiam-mo Cai-li, seorang wanita yang amat lihai dan merupakan iblis betina yang ditakuti. Kiam-mo Cai-li telah menjadi sekutu The Kwat Lin dan agaknya sebagai orang buruan dia melarikan diri bersama puteranya ke tempat itu. Akan tetapi, amatlah berbahaya bagi orang-orang asing seperti Jiwi untuk mendatangi tempat berbahaya itu. Kalau Jiwi sudi bersabar sampai kami menyelesaikan tugas kami di Telaga Utara, tentu dengan senang hati kami akan membantu Jiwi, karena The Kwat Lin juga merupakan musuh besar kami."
Liu Bwe dan Ouw Sian Kok saling pandang dan ternyata di antara kedua orang ini sudah terdapat saling pengertian yang mendalam sehingga bentrokan pandang mata mereka saja sudah cukup menjadi pengganti kata-kata perundingan. Liu Bwee mengangguk dan terdengar Ouw Sian Kok berkata,
"Baiklah kami berdua akan membantu Cuwi menyelidiki Telaga Utara, karena biarpun kami tidak mempunyai urusan dengan pemberontakan An Lu Shan, setelah tadi kami membantu Cuwi, berarti kami juga dimusuhi tentu saja oleh mereka. Setelah kami membantu Cuwi ke Telaga Utara, harap kelak Cuwi suka membantu menjadi petunjuk jalan kami ke Rawa Bangkai."
Berseri wajah delapan belas orang itu dan mereka segera menyatakan setuju. Tentu saja hati mereka girang bukan main. Tempat yang dijadikan markas rahasia oleh An Lu Shan merupakan tempat yang amat sulit dikunjungi, merupakan tempat yang berbahaya sekali dan kabarnya amat sukar memasuki daerah Telaga Utara itu. Kini, dengan bantuan kedua orang sakti ini, hati mereka menjadi besar karena bantuan mereka berdua akan mempermudah penyelesaian tugas mereka.
Berangkatlah delapan belas orang itu mengiringkan Liu Bwee dan Ouw Sian Kok menuju ke Telaga Utara yang terletak di dekat tembok besar di utara dan tempat ini merupakan tempat rahasia dari An Lu Shan di mana An Lu Shan mengumpulkan orang-orang gagah untuk membantunya.
Di sepanjang jalan, Liu Bwee dan Ouw Sian Kok mendengar banyak penuturan delapan belas pendekar Bu-tong-pai itu tentang orang-orang kang-ouw dan tentang pemberontakan An Lu Shan yang mengancam keamanan hidup rakyat jelata.
Melihat semangat kepahlawanan delapan belas orang ini, tergeraklah hati Liu Bwee mengingat bahwa dia adalah permaisuri Han Ti Ong dan suaminya juga berdarah keluarga Kaisar di daratan besar, maka dia pun mulai bersemangat untuk membantu mereka menghadapi An Lu Shan.
Telaga Utara merupakan telaga yang kecil saja, bergaris tengah paling banyak dua li dan tengahnya terdapat sebuah pulau yang dihubungkan dengan pingir telaga dengan jembatan buatan. Di atas pulau inilah berdiri sebuah gedung yang menjadi tempat pertemuan bagi An Lu Shan dan para pembantunya, jika dia hendak mengadakan perundingan dengan para tokoh kang-ouw yang berilmu tinggi untuk membagi-bagi tugas kerja.
Biarpun telaga itu tidak berapa besar, namun letaknya di antara puncak-puncak gunung sehingga amat sukar dikunjungi orang, apalagi puncak di mana telaga itu berada, merupakan puncak yang dikelilingi jurang-jurang amat curam sehingga bagi orang luar yang tidak mengenal jalan, merupakan suatu ketidak mungkinan untuk datang ke telaga itu.
Berbeda dengan pertempuran-pertempuran resmi, jika mengunjungi telaga ini, An Lu Shan berpakaian seperti rakyat biasa dan tidaklah dikawal oleh pasukan pengawal melainkan oleh belasan orang pengawal yang berpakaian preman pula sehingga kelihatannya seperti sedang berpesiar.
Akan tetapi, setiap pengawal-pengawal pilihan yang berilmu tinggi, dan para orang kang-ouw yang mengadakan pertemuan di Telaga Utara itu adalah rata-rata orang lihai, baik dari golongan sesat maupun dari golongan bersih yang membantu An Lu Shan dengan pamrih masing-masing.
Sebagian besar yang datang dari golongan besih adalah orang-orang kang-ouw yang menaruh dendam kepada kerajaan, dan ada pula yang menganggap bahwa pemberontakan An Lu Shan adalah benar karena menentang raja lalim yang hanya tahu bersenang-senang dengan selir Yang Kui Hui saja tanpa menghiraukan kesengsaraan rakyat sehingga mereka menganggap pemberontakan itu sebagian perjuangan para patriot yang membela bangsa, kebenaran dan keadilan.
Tentu saja yang datang dari golongan sesat lain lagi pamrih atau dasar tindakan mereka yang membantu An Lu Shan. Ada yang ingin memperoleh keuntungan harta benda, ada yang menginginkan kedudukan dan kemuliaan.
An Lu Shan biarpun kelihatannya kasar, namun selain merupakan seorang jenderal yang ahli dalam ilmu perang, juga merupakan seorang yang amat cerdik. Tentu saja dia pun tahu akan dasar dan pamrih yang terkandung dihati para orang pandai yang membantunya, namun dia pura-pura tidak tahu karena pada waktu itu dia amat membutuhkan tenaga mereka. Tentu saja dia pun sudah bersiap-siap untuk menghadapi semua pamrih mereka itu dan siapa pun yang merasa dapat mengelabuhi An Lu Shan akan kecelik sekali!
Biarpun dia merasa aman kalau berada di Telaga Utara, akan tetapi kesukaran mencapai puncak ini bukan merupakan hal yang membuat An Lu Shan menjadi lengah. Diam-diam, secara sembunyi, dia menaruh mata-mata dan penjaga yang melakukan penjagaan di sekitar pegunungan itu secara sembunyi untuk mengikuti setiap gerak-gerik orang yang menuju ke Telaga Utara, juga membayangi gerak-gerik para tokoh kang-ouw yang katanya menjadi pembantu An Lu Shan. Apalagi kalau dia sendiri sedang berada di gedung di telaga itu, penjagaan secara sembunyi dilakukan dengan ketat sekali.
Demikianlah, ketika delapan belas orang pendekar Bu-tong bersama Liu Bwee dan Ouw Sian Kok pada pagi hari itu tiba dipegunungan ini, gerak-gerik mereka telah diamat-amati para penjaga rahasia itu dari jauh dan bahkan sudah ada penjaga yang cepat lari ke telaga untuk memberi laporan. An Lu Shan yang mendengar bahwa ada dua puluh orang yang gerak-geriknya lincah dan merupakan orang-orang asing menuju ke telaga, memberi perintah kepada komandan pengawal agar membayangi saja dua puluh orang itu.
"Hendak kulihat bagaimana mereka akan dapat mengunjungi telaga tanpa mengetahui jalan rahasia kita," katanya. "Dan biarpun mereka kalau bisa memasuki telaga, setelah mereka masuk, potong jalannya agar mereka tidak dapat keluar pula." Demikian perintahnya.
Dia sama sekali tidak merasa gentar karena barisan terpendam yang melindungi berjumlah tidak kurang dari seratus orang, sedangkan lima belas orang pengawal pilihan selalu mendampinginya, belum lagi dua puluh lebih orang kang-ouw yang menjadi sekutunya dan yang tentu akan siap membantunya jika ada bahaya mengancam. Apa artinya dua puluh orang itu? Akan tetapi dia tidak mau memerintahkan membasmi mereka karena dia harus tahu lebih dulu siapa mereka dan apa kehendak mereka mengunjungi Telaga Utara.
"Bagaimana mungkin menuju ke dataran di depan itu kalau dikelilingi jurang selebar dan securam ini?"
Liu Bwee bertanya dengan penuh keraguan ketika mereka semua berdiri didepan jurang yang ternganga lebar di depan mereka.
Jurang itu lebarnya kurang lebih dua puluh lima meter dan curam sehingga melompati jurang ini mendatangkan ancaman bahaya maut yang mengerikan. Tanpa bersayap, mana mungkin orang melompatinya begitu saja?
Ouw Sian Kok mengerutkan alisnya.
"Apakah semua keliling gunung ini di halangi jurang seperti ini?"
Song Kiat orang tertua dari Bu-tong Cap-pwe Eng-hiong, mengangguk.
"Kami sudah menyelidiki tempat ini dengan seksama dan memang telaga di gunung itu dikelilingi oleh jurang-jurang. Bagian yang paling sempit hanya bagian ini, maka kita harus menyeberang melalui tempat ini."
"Hemm, bagaimana caranya kalian hendak menyeberang?" tanya Ouw Sian Kok penuh keraguan. Dia sendiri yang memiliki kepandaian jauh melampaui mereka, merasa ragu-ragu untuk mempertaruhkan nyawa meloncati jurang selebar ini.
"Rintangan ini telah kami pelajari dan perhitungkan masak-masak sebelum kami berangkat ke sini, Taihiap. Harap jangan khawatir karena kami telah memperoleh akal untuk menyeberang. Kalau kita turun ke jurang kemudia merayap naik, amat sukar dan lebih berbahaya, maka jalan satu-satunya adalah membuat jembatan manusia dari sini ke seberang jurang."
"Jembatan manusia? Apa maksudmu dan bagaimana caranya?" tanya Liu Bwee.
"Harap Lihiap jangan khawatir karena kami sudah melatih diri dan berhasil baik. Kalau jembatan sudah terbentuk, harap Taihiap dan Lihiap suka menyeberang lebih dulu dan melindungi kami di seberang sana."
"Baik, lekas kerjakan sebelum tampak ada penjaga di seberang!" kata Ouw Sian Kok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar