FB

FB


Ads

Senin, 28 Januari 2019

Bukek Siansu Jilid 063

"Hemm, kita coba saja!" katanya dan setelah melihat Swi Liang berpakaian wanita dan bergaya, Kwat Lin menjadi girang sekali.

Agaknya murid itu memang mempunyai bakat sandiwara maka ketika berpakaian wanita dan beraksi, dia sendiri hampir pangling dan mengira bahwa Swi Liang adalah Swi Nio!

Demikian, rencana siasat itu dijalankan dengan baik dan Swi Liang yang menyamar sebagai seorang gadis cantik bernama Bu Liang-cu, berhasil menyusup ke dalam istana sebagai pengawal pribadi dari Yang Kui Hui!

Memang itulah tujuan pokok dari siasat Kwat Lin, yaitu memikat hati Yang Kui Hui. Pemikatan dengan jalan menolong selir itu dari bahaya cukup baik, akan tetapi akan lebih berhasil lagi kalau muridnya itu berhasil menjatuhkan hati selir itu dengan ketampanannya! Kalau sampai berhasil Swi Liang menjadi kekasih Yang Kui Hui, hemm, akan mudah saja melakukan gerakan pemberontakan dari dalam! Inilah sebabnya maka dia setuju muridnya itu menyamar sebagai wanita. Dia rela memberikan kekasihnya ini kepada Yang Kui Hui demi tercapainya cita-citanya.

Berbeda dengan kakaknya yang telah mabok bujukan gurunya, Swi Nio makin lama merasa makin tidak enak tinggal di Bu-tong-san. Dia sama sekali tidak senang dan hatinya menentang menyaksikan semua perbuatan subonya. Tadinya memang dia rela menjadi murid wanita sakti, karena wanita itu yang menolong dia dan kakaknya, juga yang telah membunuh Pat-jiu Kai-ong musuh besar yang telah membunuh ayah mereka.

Akan tetapi semenjak menyaksikan betapa subonya itu menguasai Bu-tong-pai dengan kekerasan, melihat subonya melawan susiok sendiri dan bahkan membuat para tokoh Bu-tong-pai mengundurkan diri dari Bu-tong-pai, hatinya sudah merasa tidak senang. Apalagi melihat masuknya orang-orang kasar dan yang dia ketahui adalah bekas-bekas penjahat menjadi anggauta Bu-tong-pai dia merasa penasaran. Semua itu masih ditambah lagi kenyataan yang membuatnya merasa malu dan hina, yaitu melihat kakaknya menjadi kekasih subonya.

Seringkali secara diam-diam Swi Nio menasihati kakaknya, bahkan menganjurkan kakaknya untuk bersama dia melarikan diri saja dari Bu-tong-pai, namun semua itu tidak diacuhkan oleh Swi Liang. Swi Nio menderita batin seorang diri, seringkali menangis di dalam kamarnya. Melihat munculnya Kiam-mo Cai-li, hatinya menjadi makin gelisah. Dia dahulu sudah mendengar dari mendiang ayahnya bahwa Kiam-mo Cai-li adalah seorang datuk kaum sesat yang amat kejam. Namun kenyataannya, subonya menjadi sekutu iblis itu, bahkan diakui sebagai pemimpin!

Pagi hari itu, setelah merasa kehilangan kakaknya yang pergi tampa pamit bersama subonya dan kemudian melihat subonya pulang sendiri tanpa kakaknya, Swi Nio tak dapat menahan kegelisahan hatinya lagi dan dia memberanikan diri memasuki kamar subonya di mana subonya sedang bercakap-cakap dengan Kiam-mo Cai-li yang kebetulan datang ke Bu-tong-san.

"Subo, teecu (murid) tidak melihat adanya Liang-koko yang tadinya pergi bersama Subo selama beberapa hari lamanya. Ke manakah dia, Subo? Apakah yang terjadi dengan kakakku itu?" tanyanya dengan wajah agak pucat karena beberapa malam dia kurang tidur memikirkan kakaknya.

The Kwat Lin mengerutkan alisnya. Hatinya memang sudah tidak senang pada muridnya ini, apalagi ketika Swi Nio terang-terangan berani menolak perintahnya sehingga tugas itu digantikan oleh Swi Liang biarpun pemuda itu berhasil baik, betapapun juga The Kwat Lin merasa kehilangan, apalagi di waktu malam yang sunyi dan dingin!

"Kau tidak perlu tahu!" jawabnya membentak.

"Tapi.... Subo, dia adalah kakak teecu......" Swi Nio membantah.

"Hemm, dia bertugas di kota raja. Sudah, pergilah dan jangan kau mengganggu kami yang sedang bicara!"

Swi Nio bangkit berdiri dari atas lantai dan memandang gurunya dengan mata terbelalak dan muka pucat.

"Jadi.... dia.... dia telah menyelundup ke dalam istana....?"

The Kwat Lin bangkit berdiri dan menudingkan telunjuknya ke muka Swi Nio sambil membentak marah,

"Gara-gara engkaulah! Apa kau kira kalau tidak terpaksa aku suka membiarkan dia melakukan tugas berbahaya itu? Mestinya engkau yang bertugas, akan tetapi engkau telah menolak. Dia seorang murid yang amat baik, tidak seperti engkau yang tak mengenal budi!"

Swi Nio membalikan tubuhnya, menutupi muka dan menangis sambil mengeluh,
"Liang-koko..... ah, Koko....!"






Setelah dara itu berlari pergi, Kwat Lin duduk kembali, wajahnya keruh dan dia mengomel,

"Murid yang murtad! Sungguh menjengkelkan saja dia itu!"

Kiam-mo-Cai-li tersenyum.
"Mengapa pusing-pusing menghadapi seorang gadis seperti itu? Kalau dibiarkan saja, tentu dia akan terus merongrongmu dan boleh jadi kelak akan membahayakan perjuangan kita. Dia harus ditundukan!"

"Hemm, maksudmu menggunakan kekerasan?"

"ah, aku mengenal gadis seperti itu. Wataknya keras dan kalau digunakan kekerasan, sampai mati pun dia tidak akan tunduk. Kalau sampai dia mati, amat tidak baik bagi kakaknya yang kita butuhkan tenaganya. Dia harus dilawan dengan cara halus."

"Bagaimana maksudmu? Membujuknya?"

Kiam-mo Cai-li menggeleng kepalanya.
"Dibujukpun takkan berhasil. Akan tetapi sekali dia telah jadi isteri orang, tentu dia akan menurut segala kehendak suaminya."

"Ihhh! Aku tidak pernah memikirkan hal itu. Dengan siapa?"

"Kita harus cerdik, kita harus memakai siasat sekali tepuk memperoleh dua ekor lalat atau menggunakan pedang yang bermata dua. Di satu fihak, kita harus menyenangkan hati Pangeran Tang Sin Ong yang aku tahu memiliki watak mata keranjang sehingga dia akan tentu berterima kasih sekali kepadamu kalau kau rela memberikan muridmu yang cantik manis itu kepadanya, menjadi seorang selirnya yang tercinta dan dapat diandalkan. Ke dua, kalau muridmu itu sudah menjadi selir Pangeran Tang Sin Ong, tentu dia akan tidak banyak bantahan lagi!"

The Kwat Lin mengangguk-angguk dan diam-diam dia memuji kecerdikan temannya ini.
"Siasatmu memang baik sekali, Cai-li! Akan tetapi.... biarpun sudah pasti sekali Pangeran akan menerima penawaran ini dengan kedua tangan terbuka, kukira belum tentu Swi Nio akan mau dijadikan selir pangeran itu. Kalau dia menolak, lalu bagaimana?"

Kiam-mo Cai-li tertawa.
"Hi-hi-hik, tidak usah khawatir, Pangcu. Aku yang tanggung jawab dia tentu tidak akan menolak." Dia lalu mendekatkan mulutnya ketelinga The Kwat Lin berbisik-bisik.

Kwat Lin mengangguk-angguk.
"Hemm, kalau dia merupakan seorang murid yang baik dan taat, tentu aku tidak tega, akan tetapi.... demi suksesnya perjuangan kita, agar dia tidak menjadi penghalang malah kelak mungkin dapat membantu, biarlah.... kita atur secepatnya agar Pangeran dapat berkunjung ke sini."

"Tentu mudah saja dan tidak menimbulkan kecurigaan. Bukankah peristiwa di hutan itu membuat nama Bu-tong-pai terangkat tinggi dalam pandangan kerajaan? Kalau seorang Pangeran berkunjung ke sini, menemui penolong selir Yang Kui Hui, hal itu sudah semestinya! Hi-hi-hik."

"Kau memang cerdik sekali, Cai-li!"

The Kwat Lin memuji dan kedua orang wanita berkepandaian tinggi itu sambil tersenyum-senyum minum arak wangi yang berada di dalam cawan-cawan perak mereka.

Beberapa hari kemudian, sesuai dengan siasat mereka itu, datangalah rombongan tamu agung dari kota raja. Pangeran Tang Sin Ong! Inilah hasil pertama dari siasat The Kwat Lin menolong Yang Kui Hui. Sebelum peristiwa itu, hubunganya dengan pangeran itu dilakukan secara sembunyi dan pertemuan rahasia yang diadakan hanya melalui kurir (utusan).

Akan tetapi sekarang, setelah siasat di hutan itu sekaligus mengangkat nama Bu-tong-pai, Pangeran Tang Sin Ong berani datang secara berterang, bahkan sebelum berangkat pangeran itu menerima titipan bingkisan hadiah yang dikirim oleh Yang Kui Hui sendiri melalui pangeran itu.

Tentu saja keadaan di Bu-tong-san seperti dalam pesta. Semua anak buah Bu-tong-pai mengenakan pakaian baru dan rombongan tamu agung itu disambut dengan meriah seperti sambutan terhadap seorang pengantin.

Dengan penuh kehormatan para tamu agung dijamu di ruangan yang lebar dari Bu-tong-pai, dan pesta pora diadakan diruangan yang biasa dipergunakan untuk Lian-bu-thia (ruang belajar silat). Sambutan resmi dilakukan dan pangeran menyerahkan bingkisan dari Yang Kui Hui dan menyerahkan pula bingkisan dari dirinya sendiri kepada ketua Bu-tong-pai.

Malam harinya, sebagai penghormatan khusus, Pangeran Tang Sin Ong seorang diri dijamu oleh The Kwat Lin diruangan dalam dan ketua ini ditemani oleh Kiam-mo Cai-li dan Bu Swi Nio!

Dara ini setengah dipaksa oleh subonya untuk menemaninya menjamu pangeran itu dan biarpun di dalam hatinya Bu Swi Nio tidak setuju, namun dia tidak berani membantah. Pula, di dalam hatinya dia ingin sekali mendengar percakapan mereka yang tentu akan menyangkut pula keadaan kakaknya di kota raja.

Ketika pengeran ini dipersilahkan duduk menghadapi meja yang sudah penuh hidangan, The Kwat Lin memperkenalkan Kiam-mo Cai-li Liok Si sebagai pemilik istana Rawa Bangkai, dan memperkenalkan muridnya pula Bu Swi Nio sebagai muridnya yang terkasih.

Pangeran itu memandang Kiam-mo Cai-li dan Bu Swi Nio, lalu tertawa gembira dan berkata,

"Sungguh beruntung sekali Pangcu mendapatkan seorang pembantu seperti Liok Toanio ini yang saya yakin tentu memiliki ilmu kepandaian tinggi. Dan muridmu ini.... aaihh... penerangan ini menjadi makin bercahaya, suasana menjadi makin gembira dan segar, hidangan menjadi bertambah lezat. Sungguh saya merasa berbahagia sekali bahwa Nona Bu suka menemani saya makan minum, untuk ini saya harus menghaturkan tiga cawan arak sebagai penghormatan!"

Pangeran itu tentu saja tadinya sudah diberitahu oleh Kwat Lin bahwa ketua ini hendak menghadiahkan muridnya kepadanya. Maka begitu melihat Swi Nio yang masih amat muda dan cantik jelita itu, hati Sang Pangeran sudah jatuh dan gairahnya sudah bernyala-nyala.

Wajah Swi Nio menjadi merah padam. Dia merasa malu sekali menyaksikan sikap dan mendengar kata-kata yang penuh pujian ini. Dia tidak biasa berhadapan dengan pria seperti ini. Hatinya berdebar tegang dan khawatir, akan tetapi untuk menolak, tentu saja dia tidak berani. Sambil menunduk dan membisikkan kata-kata terima kasih dia menerima tiga cawa arak berturut-turut. Biarpun dia tidak biasa minum banyak arak, akan tetapi terpaksa tiga cawan arak itu diminumnya tanpa banyak membantah.

Melihat ini The Kwat lin dan Kiam-mo Cai-li tertawa girang dan dari seberang meja, The Kwat Lin mengedipkan sebelah matanya kepada Sang Pangeran. Tang Sin Ong mengerti akan isyarat ini, maka dia lalu melepas seuntai kalung emas bertaburan permata yang tergantung di lehernya, bangkit berdiri dan mengulurkan kedua tangan yang memegang kalung itu kepada Swi Nio sambil berkata,

"Nona Bu, kalung ini sama sekali tidak dapat mengimbangi kecantikan Nona, akan tetapi karena pada saat ini yang ada pada saya hanya kalung ini, maka sudilah Nona menerimanya sebagai tanda penghormatan saya kepada seorang Nona secantik dewi!"

Bu Swi Nio terkejut sekali dan cepat dia menoleh kepada subonya. Menurutkan kata hatinya, ingin dia menolak keras dan mencela sikap pangeran yang terlalu berani itu. Akan tetapi dia melihat subonya mengangguk dan berkata,

"Swi Nio, Pangeran telah bermurah hati kepadamu, mengapa tidak lekas menerima dan menghaturkan terima kasih?"

Bu Swi Nio merasa terdesak dan dengan suara gemetar dia berkata,
"Hamba...., hamba...., tidak berani menerimanya....."

"Swi Nio....!" The Kwat Lin menegur

"Bu Swi Nio, mengapa kau menolak kemurahan hati Pangeran?" Kiam-mo Cai-li juga ikut menegur.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar