FB

FB


Ads

Selasa, 08 Januari 2019

Bukek Siansu Jilid 015

"Aih, Hong-ji, kalau ada yang kurang ajar kepada ibumu, apakah Ibumu tidak dapat menghajarnya sendiri?"

Swat Hong tertawa.
"Memang aku tahu bahwa kepandaian Ibu juga hebat, biarpun tidak sehebat Ayah, akan tetapi tidak puas kalau aku tidak menghajar dengan kedua tanganku sendiri kepada orang yang menyusahkan hati Ibu."

"Anakku yang baik...!" Untuk menekan harunya, Liu Bwee mengangkat tubuh anaknya, dipeluk, diciuminya kemudian dia membentak, "Terbanglah!" dan melempar tubuh anak itu ke atas.

Swat Hong bersorak gembira. Itulah sebuah diantara permainan mereka. Dia senang sekali kalau dilempar ke udara oleh ibunya, terutama kalau ayahnya yang melakukannya karena lemparan ayahnya membuat tubuhnya "terbang" tinggi sekali. Namun kini lemparan ibunya cukup menggembirakan hatinya karena biarpun Ibunya tidak sekuat ayahnya, lemparannya cukup membuat tubuhnya melambung tinggi melewati puncak pohon!

Ketika tubuhnya melayang turun, ibunya sudah siap menyambutnya, akan tetapi dasar anak nakal, dia menggunakan kesempatan ini untuk berlatih! Dia cepat membalikkan tubuh sehingga kedua kakinya diatas dan cepat dia menggunakan kedua tangannya untuk menyerang ibunya, mencengkram ke arah ubun-ubun. Itulah jurus terakhir yang dilatihnya dari ayahnya yang seharusnya dilakukan dengan loncatan ke atas dan menyerang ubun-ubun kepala lawan, akan tetapi kini dilakukannya ketika dia melayang turun!

"Haaiiiit...!!" Untuk memperingatkan ibunya, Swat Hong menjerit sebelum menyerang.

Tentu saja Liu Bwee tidak perlu diperingatkannya lagi. Semenjak menjadi isteri Pangeran Han Ti Ong, wanita puteri nelayan yang tentu saja seperti semua penghuni Pulau Es telah memiliki dasar ilmu silat tinggi, telah digembleng oleh suaminya dengan ilmu-ilmu simpanan yang tinggi sehingga dia menjadi seorang yang sakti seperti semua keluarga kerajaan itu. Melihat kegembiraan puterinya, dia pun cepat mengelak, dari samping dia menyambar kedua lengan anaknya dan dengan bentakan nyaring kembali tubuh anaknya dilemparkan ke atas!

Tubuh itu melayang tinggi dan tiba-tiba dari atas Swat Hong berteriak girang,
"Heiii, Ibu... itu Ayah datang....!!"

Mendengar ini, Liu Bwee cepat lari kepinggir tebing tinggi dan memandang ke laut. Wajahnya berseri-seri, jantungnya berdebar karena penuh rindu kepada suaminya. Benar saja. Tampak sebuah perahu dan dia mudah mengenal suaminya yang mendayung perahu itu dengan kekuatan dahsyat sehingga perahu kecil meluncur seperti seekor ikan hiu yang marah.

Akan tetapi alis wanita ini berkerut ketika dia melihat dua orang lain di dalam perahu. Seorang wanita muda yang cantik! Hatinya terasa tidak enak. Dia tidak akan mengikat suaminya, dan sebagai seorang isteri pangeran calon raja tentu saja dia maklum bahwa suaminya berhak mengambil selir-selir sebanyaknya. Akan tetapi entah mengapa, kedatangan suaminya dengan dua orang itu, terutama seorang wanita cantik, mendatangkan rasa gelisah yang aneh didalam hatinya.

"Ibuuuu.....tolong dulu aku...........!"

Teriakan Swat Hong ini mengejutkan hatinya. Dia menengok dan melihat tubuh anaknya meluncur turun. Dia kaget dan baru sadar bahwa ketegangan mendengar suaminya pulang membuat dia lupa kepada puterinya. Sungguhpun Swat Hong telah memiliki ginkang yang cukup baik akan tetapi meluncur turun dari tempat tinggi seperti itu ada bahayanya patah atau setidaknya salah urat.

Untuk meloncat sudah tidak ada waktu lagi, maka cepat dia menyambar sebuah ranting kayu di dekat kakinya, melontarkan kayu itu dengan tepat melayang di bawah kaki Swat Hong dan anak ini juga tidak menyia-nyiakan pertolongan ibunya. Dia menginjak kayu itu dan tenaga luncuran kayu itu dapat menahan dan mengurangi tenaga luncuran tubuhnya sendiri dari atas sehingga dia dapat meloncat kebawah dengan aman. Seperti tidak pernah mengalami bahaya apa-apa, anak itu lalu lari ke arah ibunya dan berteriak girang,

"Ayah datang, Ibu?"

Ibunya hanya mengangguk tanpa menoleh, tetapi memandang ke arah perahu yang makin mendekat pantai.

"Heii, Ayah bukan datang sendiri! Ada seorang wanita dan anak laki-laki bersama ayah di dalam perahu!"

Liu Bwe tetap tidak menjawab akan tetapi memandang tajam penuh selidik ke arah perahu.

"Wah, jangan-jangan itu selir dan putera..ayah!"






Swat Hong yang memang berwatak terbuka itu berkata mengomel. Dia pun sudah tahu akan kebiasaan para pangeran untuk mengambil selir, maka dia tidak akan merasa heran pula kalau ayahnya juga mempunyai selir di luar pulau Es, biarpun hatinya merasa tidak senang dan penuh iri memandang kepada anak laki-laki di dalam perahu itu.

Mendengar ucapan yang tanpa disengaja oleh Swat Hong merupakan benda tajam menusuk hatinya itu, Liu Bwee menjawab,

"Perempuan itu masih terlalu muda untuk menjadi ibu anak laki-laki itu, Sungguhpun bukan tidak mungkin dia adalah selir Ayahmu karena dia memang cantik."

Jawaban ini keluar dari lubuk hati Liu Bwee sehingga keluar melalui mulutnya seperti tidak disadarinya. Barulah dia kaget ketika kalimat itu telah terucapkan. Cepat dia menoleh ke arah puterinya dan merasa menyesal telah mengeluarkan kata-kata yang penuh cemburu tadi. Segera digandengnya tangan anaknya dan untuk mengapus kata-katanya dari hati anaknya dia berkata riang,

"Ehh, kenapa kita disini saja? Hayo kita sambut Ayahmu!"

Berlari-larianlah mereka menuruni tebing untuk menyambut kedatangan Pangeran Han Ti Ong di pantai pasir. Sikap wanita yang penuh kegembiraan ini menyembunyikan semua perasaanya sehingga Swat Hong sudah lupa lagi akan kedukaan ibunya tadi.

Sebenarnya, memang amat giranglah hati Liu Bwee melihat kembalinya suaminya sungguhpun kegembiraanya itu akan lebih besar andai kata suaminya pulang sendirian saja. Semenjak suaminya pergi beberapa bulan yang lalu dia mengalami penderitaan batin yang hebat.

Memang dia maklum bahwa dirinya tidak disukai oleh keluarga kerajaan, karena dianggap seorang wanita berdarah rendah. Kebencian keluarga itu menjadi-jadi ketika mendapat kenyataan betapa Han Ti Ong tidak mau mengambil selir. Hal ini dianggap oleh mereka bahwa Liu Bwee menggunakan daya upaya untuk mengikat suaminya!. Apalagi karena Liu Bwee tidak mempunya anak laki-laki, maka kebencian mereka makin bertambah. Sudah tentu saja, yang merasa paling benci adalah mereka yang mengharap agar Han Tiong pangeran calon raja itu memperistrikan puteri mereka!

Pada waktu itu, raja yang sudah tua menderita sakit dan sudah menjadi dugaan umum bahwa usianya takkan bertahan lama lagi. Agaknya raja itu hanya menantikan kembalinya puteranya yang menjadi putera mahkota, yaitu pangeran Han Ti Ong untuk mewariskan singgasana kepada puteranya ini.

Akan tetapi, karena keadaan Han Ti Ong yang lain daripada para pangeran lain, suka merantau, isterinya orang rendah dan hanya satu, tidak punya selir, tidak punya putera, maka Liu Bwee maklum bahwa di antara keluarga raja terdapat persekutuan yang menentang diangkatnya suaminya menjadi calon raja! Hal inilah yang mendukakan hatinya. Dia menganggap bahwa dirinya menjadi penghalang bagi suaminya dan hal inilah yang paling merusak hatinya. Maka dapat dibayangkan betapa gembira hatinya melihat suaminya pulang!

Ketika ibu dan anak ini tiba dipantai, ternyata pasukan kehormatan telah berbaris dan siap menyambut pulangnya pangeran yang dihormati itu. Tentu saja Liu Bwee dan Swat Hong mendapat tempat kehormatan paling depan dan ketika akhirnya perahu itu menempel dipantai dan Han Ti Ong melompat keluar sambil tersenyum lebar, Swat Hong menjadi orang pertama yang berlari menyambut.

"Ayah....!!"

"Ha-ha, Hong-ji, kau makin cantik saja!"

Han Ti Ong menerima puterinya itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi, lalu melemparkan tubuh anaknya keudara. Sambil tertawa-tawa Swat Hong melayang turun dan langsung menyerang ayahnya dengan jurus Kek-seng-jip-hai (Bintang Terompet Meluncur ke Laut) seperti yang dilakukanya kepada ibunya tadi.


"Ha-ha-ha, bagus juga!"

Ayahnya tertawa, menyambar kedua lengan yang mencengkram ubun-ubunnya, lalu memondong puterinya, dan mencium dahinya. Sambil memondong puterinya Han Ti Ong menghampiri istrinya yang sudah maju menyambutnya, memandang penuh kemesraan dan berkata halus,

"Harap kau baik-baik saja selama aku pergi."

Liu Bwee memandang suaminya, tersenyum akan tetapi di balik senyum itu tampak oleh Han Ti Ong ada sesuatu yang menggelisahkan hati istrinya, apalagi ketika mendengar suara istrinya lirih.

"Ayahanda raja sedang menderita sakit parah."

Han Ti Ong mengangguk. Ucapan yang pendek itu sudah mencakup semua isi hati istrinya. Dia sudah mengenal hati istrinya yang tercinta itu dan tahu dia bahwa menjelang kematian ayahnya, ada hal-hal yang menggelisahkan istrinya. Tentu saja tentang warisan tahta kerajaan dan istrinya yang datang dari keluarga berdarah "rendah" itu tentu saja mengkhawatirkan bahwa keturunan istrinya itu akan menjadikan persoalan bagi pengangkatan raja! Maka dia memandang isterinya dengan sinar mata menghibur, kemudian seperti teringat dia berkata,

"Ahh, hampir aku lupa. Aku datang bersama seorang muridku, namanya Sing Liong akan tetapi di daratan besar sana dia dikenal sebagai Sin-tong."

"Hai, seorang sin-tong (anak ajaib)? Hemm, ingin aku tahu sampai di mana keajaibannya!"

"Hong-ji, jangan!" ibunya menegur, akan tetapi anak itu meloncat ke depan dan pada saat itu, Sin Liong sudah turun dari atas perahu.

Baru saja dia berjalan menghampiri gurunya, tiba-tiba ada bayangan berkelebat dan tahu-tahu seorang gadis cilik dengan gerakan seperti seekor burung garuda menyambar telah menyerangnya dari depan, sebuah kaki kecil telah menghantam dadanya.

"Bukk!!"

Tanpa dapat ditanyakan lagi, Sin Liong roboh terjengkang, dadanya terasa nyeri dan napasnya sesak. Akan tetapi dia bangkit berdiri, mengebutkan pakaianya yang menjadi kotor, memandang anak perempuan yang lebih muda daripada dia itu, menggeleng kepala dan berkata tenang,

"Sungguh sayang sekali, seorang anak-anak yang masih bersih dikotori kebiasaan buruk mempergunakan kekerasan untuk memukul orang tanpa sebab."

"Aihhh..." Swat Hong tertegun, lalu menoleh kepada ayahnya yang terdengar tertawa keras, "Ayah, dia tidak bisa apa-apa, mengapa disebut Sin-tong? Serangan biasa saja membuatnya roboh terjengkang!"

"Ha-ha-ha, kau lihat dia roboh, akan tetapi apakah kau tidak lihat sesuatu yang ajaib? Dia tidak marah malah menyayangkan dirimu, bukankah itu ajaib?"

"Anak yang luar biasa dia..." terdengar Liu Bwee berkata lirih dan kini Swan Hong juga memandang Sin Liong. Akan tetapi dia masih merasa tidak puas dan berkata,

"Dia tidak marah karena takut dan pengecut, Ayah!"

"He, Sin Liong, apakah engkau takut kepada Swat Hong ini?" Han Ti Ong berteriak kepada Sin Liong.

Anak ini menggeleng kepala.
"Suhu mengerti bahwa teecu tidak takut terhadap apa pun dan siapa pun."

Swat Hong membusungkan dadanya yang masih gepeng itu, menegakkan kepalanya dan menantang,

"Bocah sombong, kalau kau tidak takut, hayo kau lawan aku!" Dia sudah siap memasang kuda-kuda.

Sin Liong menggeleng kepalanya.
"Adik yang baik, aku tidak akan menggunakan kepandaian apapun juga untuk melakukan kekerasan terhadap orang lain, apalagi terhadap seorang anak-anak seperti engkau."

Gadis cilik itu sudah menerjang maju, dipandang oleh Sin Liong dengan sikap tenang saja, berkedip pun tidak menghadapi serangan anak perempuan itu. Tiba-tiba tubuh Swat Hong terhuyung ke belakang dan ternyata lengannya sudah ditangkap oleh ibunya dan ditarik ke belakang.

"Swat Hong, kau terlalu sekali! Seharusnya kau minta maaf kepada Suhengmu itu!"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar