"Kesukaran apa pun akan teecu terima dengan hati rela, karena tiada hasil dapat dicapai tanpa jerih payah, Locianpwe."
Han Ti Ong tersenyum. Memang dia sudah tertarik sekali melihat bocah yang dijuluki Sin-tong ini. Bocah ini sama sekali tidak mengkhawatirkan dirinya sendiri, melainkan untuk keselamatan orang lain yang lemah.
Selain itu, pandang matanya yang tajam dapat melihat bahwa bocah ini memang benar-benar bocah ajaib, memiliki ketajaman otak dan pandangan yang luar biasa, juga memiliki darah dan tulang bersih, bakatnya malah jauh lebih besar daripada dia sendiri! Kalau tadinya dia tidak mau menerima bocah ini sebagai murid adalah karena dia merasa malu terhadap diri sendiri, karena kalau dia mengambil anak ini sebagai murid lalu apa bedanya antara dia dengan tujuh orang yang dihalaunya pergi tadi. Akan tetapi, memang ada bedanya sekarang setelah Sin Liong sendiri yang mengajukan permohonan agar diterima menjadi muridnya.
"Kalau memang sudah bulat kehendakmu menjadi muridku, baiklah, Sin-Liong. Mari kau ikut bersamaku, akan tetapi jangan menyesal kelak. Hayo!" Han Ti Ong kembali membalikkan tubuhnya dan hendak melangkah pergi.
"Suhu, nanti dulu...!"
Pangeran itu mengerutkan alisnya. Lagi-lagi dia mendengar pengaruh yang luar biasa di balik suara anak itu yang memaksanya menoleh!
Dengan suara kesal dia berkata,
"Mau apa lagi?"
"Maaf, Suhu. Teecu mana bisa meninggalkan sebelas buah mayat itu disini begini saja?"
"Habis, apa maumu?"
"Teecu harus mengubur mereka lebih dulu sebelum pergi."
"Kalau aku melarangmu?"
"Teecu tidak percaya bahwa Suhu akan sekejam itu, teecu yakin akan kebaikan budi Suhu. Akan tetapi andaikata Suhu benar melarang teecu, terpaksa teecu akan membangkang dan tetap akan mengubur mayat-mayat ini."
Sepasang mata pangeran itu terbelalak penuh keheranan. Anak berusia tujuh tahun sudah berani memiliki pendirian seperti batu karang kokohnya.
"Murid macam apa kau ini? Belum apa-apa sudah siap membangkang terhadap Guru!"
"Teecu menjadi murid bukan membuta, dan teecu ingin mempelajari ilmu yang baik. Kalau teecu mentaati saja perintah Suhu yang tidak benar, sama saja dengan teecu menyeret Suhu ke dalam kesesatan."
Mata Han Ti Ong makin terbelalak. Hampir dia marah, akan tetapi dia dapat melihat apa yang tersembunyi di balik ucapan yang kelihatan kurang ajar ini dan dia mengangguk-angguk.
"Lakukanlah kehendakmu, aku menunggu."
"Terima kasih! Teecu memang tahu bahwa Suhu seorang sakti yang budiman!" Dengan wajah berseri Sin Liong lalu menggali lubang.
Akan tetapi karena dia hanya seorang anak kecil dan yang dipergunakan menggali hanyalah sebatang cangkul biasa yang kecil pemberian orang-orang dusun dan yang biasa dia pergunakan untuk menggali dan mencari akar obat, maka tentu saja menggali sebuah lubang untuk mengubur sebelas buah mayat bukan merupakan pekerjaan ringan dan mudah!
Mula-mula Han Ti Ong duduk di bawah pohon dan melirik ke arah muridnya itu yang bekerja keras. Disangkanya bahwa tentu bocah itu akan kelelahan dan akan beristirahat. Akan tetapi dia kecele. Sin Liong bekerja terus biarpun kaki tangannya sudah pegal-pegal semua, dan keringat membasahi seluruh tubuh, menetes dari dahinya dan kadang-kadang diusapnya dengan lengan baju. Akan tetapi dia tidak pernah berhenti bekerja.
Sudah setengah hari mencangkul, baru dapat membuat lubang yang hanya cukup untuk dua buah mayat saja. Kalau dilanjutkan, agaknya untuk dapat menggali lubang yang cukup untuk semua mayat, ia harus bekerja selama dua hari dua malam atau lebih!
"Hemm, hatinya lembut tapi kemauannya keras. Benar-benar bocah ajaib."
Han Ti Ong mengomel sendiri dan dia lalu bangkit, dirampasnya cangkul dari tangan muridnya dan tanpa berkata apa-apa lagi dia lalu mencangkul.
Gerakannya amat cepat sekali sehingga Sin Liong yang mundur dan menonton menjadi kabur pandangan matanya karena seolah-olah tubuh gurunya berubah menjadi banyak, semuanya mencangkul dan sebentar saja telah terbuat sebuah lobang yang amat besar dan yang cukup untuk megubur sebelas buah mayat itu. Tentu saja hati Sin Liong girang bukan main dan satu demi satu diangkat, atau lebih tepat diseretnya mayat-mayat itu, dimasukkan ke dalam lubang dan air matanya bercucuran!
Han Ti ong membantu muridnya menguruk atau menutup lubang itu sehingga di tempat itu, di depan gua tempat tinggal Sin Liong, terdapat sebuah kuburan yang besar sekali.
"Sudahlah, sudah mati ditangisipun tidak ada gunanya. Mari kita pergi!"
Sin Liong merasa lengannya dipegang oleh gurunya dan di lain saat dia harus memejamkan matanya karena tubuhnya telah "terbang" dengan amat cepatnya meninggalkan Gunung Jeng-hoa-san, entah kemana!
Akan tetapi setelah merasa terbiasa, Sin Liong berani juga membuka matanya dan dengan penuh kagum dia melihat bahwa dia dikempit oleh suhunya yang berlari cepat seperti angin saja. Dia mengenal pula tempat dimana suhunya melarikan diri yaitu ke sebelah timur Pegunungan Jeng-hoa-san.
Tiba-tiba dia melihat sesuatu, juga hidungnya mencium sesuatu, maka dia cepat berseru,
"Suhu, harap berhenti dulu!"
Han Ti Ong berhenti.
"Ada apa?"
"Suhu, disana itu..." Suara Sin Liong tergetar dan ketika Han Ti Ong menoleh, dia pun merasa jijik sekali.
Yang ditunjuk oleh muridnya itu adalah sekumpulan mayat orang yang sudah menjadi mayat rusak dan bekasnya menunjukkan bahwa mayat-mayat itu tentu diganggu oleh binatang-binatang buas sehingga berserakan kesana-sini.
"Mau apa kau?" Han Ti Ong membentak.
"Suhu apakah kita harus mendiamkan saja mayat-mayat itu? Mereka adalah bekas-bekas manusia seperti kita juga. Kasihan kalau tidak diurus..."
"Wah, kau memang gatal-gatal tangan ! Nah, hendak kulihat apa yang akan kau lakukan terhadap mereka?"
Han Ti Ong menurunkan Sin Liong dan dia sendiri lalu duduk diatas sebuah batu dari tempat agak jauh.
Dia sungguh ingin tahu apa yang akan dilakukan muridnya itu terhadap mayat-mayat yang sudah demikian membusuk, bahkan dari tempat dia duduk pun tercium baunya yang hampir membuatnya muntah.
Dengan langkah lebar Sin Liong menghampiri mayat-mayat itu, sedikit pun tidak kelihatan jijik atau segan. Kemudian, diikuti pandang mata Han Ti Ong yang terheran-heran bocah itu mulai menggali tanah dengan hanya menggunakan sebatang pisau kecil, pisau yang biasanya dipergunakan untuk memotong-motong daun dan akar dan yang agaknya tak pernah terpisah dari saku bajunya.
Anak itu hendak menggali lubang untuk mengubur dua belas buah mayat busuk itu hanya dengan menggunakan sebatang pisau kecil! Hampir saja Han Ti Ong tertawa tergelak saking geli hatinya, juga saking girangnya mendapat kenyataan bahwa muridnya ini benar-benar seorang bocah ajaib yang mempunyai pribadi luhur dan wajar tanpa dibuat-buat! Dengan kagum dia meloncat bangun, lari menghampiri…… yang telah menggali lubang beberapa sentimeter dalamnya.
"Cukup Sin Liong. Lubang itu sudah lebih dari cukup untuk mengubur mereka."
"Ehhh...? Mana mungkin, Suhu...? "
"Ha, kau masih meragukan kelihaian suhumu? Lihat baik-baik!"
Han Ti Ong lalu mengeluarkan sebuah botol dari saku jubahnya, menggunakan ujung sepatunya mencongkel mayat-mayat itu menjadi setumpukan barang busuk, dan dia menuangkan benda cair berwarna kuning dari dalam botol ke atas tumpukan mayat.
Tampak uap mengepul dan tumpukan mayat itu mencair, dalam sekejap mata saja lenyaplah tumpukan mayat itu karena semua, berikut tulang-tulangnya, telah mencair dan cairan itu mengalir ke dalam lubang yang tadi digali Sin Liong. Benar saja, cairan itu memasuki lubang dan meresap ke tanah, tentu saja lubang itu sudah lebih dari cukup untuk menampung cairan itu.
Dengan mata terbelalak penuh kagum, Sin Liong lalu menguruk lagi lubang itu dan berlutut di depan kaki suhunya,
"Suhu, terima kasih atas bantuan Suhu. Suhu sungguh sakti dan budiman."
"Aahhh....!"
Muka Han Ti Ong menjadi merah dan dia mengeluarkan seruan itu untuk menutupi rasa malunya. Mana bisa dia disebut budiman kalau mengubur mayat-mayat itu bukan terjadi atas kehendaknya, melainkan dia "terpaksa" oleh muridnya?
"Kalau aku tidak salah lihat, mereka ini adalah pendekar-pendekar gagah. Sungguh kematian yang menyedihkan dan entah siapa yang dapat membunuh mereka. Mereka kelihatan bukan orang-orang sembarangan yang mudah dibunuh.”
"Mari kita pergi, Sin Liong!"
Kembali murid itu dikempitnya dan Pangeran Sakti itu menggunakan ilmu berlari cepat seperti tadi, melanjutkan perjalanan ke timur menuruni Pegunungan Jeng-hoa-san.
Tak lama kemudian, kembali Sin Liong yang dikempit (dijepit di bawah lengan) berseru,
"Haiii Suhu, harap berhenti dulu...!"
Han Ti Ong menjadi gemas. Akan tetapi dia berhenti juga menurunkan bocah itu dari kempitan di bawah ketiaknya.
"Mau apa lagi kau? Awas, kalau tidak penting sekali, aku akan marah!"
"Lihat disana itu, Suhu. Tidak patutkah kita menolong orang yang sengsara itu? Siapa tahu dia juga sudah mati disana..."
Tanpa menanti jawaban suhunya, Sin Liong sudah lari menghampiri sesosok tubuh yang menggeletak di bawah pohon tak jauh dari situ. Tubuh itu tidak bergerak-gerak, akan tetapi dari tempat ia berdiri, Han Ti Ong mengerti bahwa orang itu belum tewas, agaknya pingsan atau tertidur saja. Dia tersenyum dan melihat muridnya sudah menjatuhkan diri berlutut di depan orang itu.
Betapa kagetnya ketika dia mendengar teriakan muridnya,
"Eihh, Suhu! Dia seorang wanita!"
Han Ti Ong terheran. Dia lalu meloncat ke arah muridnya dan melihat betapa tiba-tiba orang yang disangkanya pingsan itu sudah meloncat bangun dan langsung memukul kepala Sin Liong dengan kekuatan dahsyat.
"Wuuuttt........... plakkk! Augghhh....!!"
Wanita yang mukanya kotor matanya merah dan rambutnya awut-awutan itu menjerit ketika pukulannya tertangkis oleh lengan Han Ti Ong yang amat kuat. Dia terhuyung ke belakang, sejenak memandang Han Ti Ong dan Sin Liong, kemudian menangis tersedu-sedu dan bergulingan diatas tanah menangis seperti seorang anak kecil.
"Jangan....aughhh, jangan....lepaskan aku....lepaskan ...! Jangan bunuh mereka...!"
Sin Liong tertegun dan memandang penuh kasihan. Juga Han Ti Ong memandang dengan terharu, maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang wanita yang berotak miring!
"Toanio (Nyonya), kau kenapakah...?" Sin Liong melangkah ke depan.
Tiba-tiba wanita itu meloncat bangun dan Han Ti Ong sudah siap melindungi muridnya yang sama sekali tidak kelihatan takut itu.
Akan tetapi wanita itu lalu tiba-tiba tertawa terkekeh.
"Hi-hi-hi-hikk!" Aneh sekali, ketika wanita itu tertawa, Han Ti Ong melihat wajah yang amat cantik manis!
Wanita itu adalah seorang gadis muda yang amat cantik, akan tetapi yang entah mengapa telah menjadi gila. Pakaian yang dipakainya adalah pakaian pria yang terlalu besar, rambutnya yang hitam panjang itu riap-riapan tidak diurus, mukanya kotor terkena debu dan air mata, matanya merah dan membengkak.
Han Ti Ong tersenyum. Memang dia sudah tertarik sekali melihat bocah yang dijuluki Sin-tong ini. Bocah ini sama sekali tidak mengkhawatirkan dirinya sendiri, melainkan untuk keselamatan orang lain yang lemah.
Selain itu, pandang matanya yang tajam dapat melihat bahwa bocah ini memang benar-benar bocah ajaib, memiliki ketajaman otak dan pandangan yang luar biasa, juga memiliki darah dan tulang bersih, bakatnya malah jauh lebih besar daripada dia sendiri! Kalau tadinya dia tidak mau menerima bocah ini sebagai murid adalah karena dia merasa malu terhadap diri sendiri, karena kalau dia mengambil anak ini sebagai murid lalu apa bedanya antara dia dengan tujuh orang yang dihalaunya pergi tadi. Akan tetapi, memang ada bedanya sekarang setelah Sin Liong sendiri yang mengajukan permohonan agar diterima menjadi muridnya.
"Kalau memang sudah bulat kehendakmu menjadi muridku, baiklah, Sin-Liong. Mari kau ikut bersamaku, akan tetapi jangan menyesal kelak. Hayo!" Han Ti Ong kembali membalikkan tubuhnya dan hendak melangkah pergi.
"Suhu, nanti dulu...!"
Pangeran itu mengerutkan alisnya. Lagi-lagi dia mendengar pengaruh yang luar biasa di balik suara anak itu yang memaksanya menoleh!
Dengan suara kesal dia berkata,
"Mau apa lagi?"
"Maaf, Suhu. Teecu mana bisa meninggalkan sebelas buah mayat itu disini begini saja?"
"Habis, apa maumu?"
"Teecu harus mengubur mereka lebih dulu sebelum pergi."
"Kalau aku melarangmu?"
"Teecu tidak percaya bahwa Suhu akan sekejam itu, teecu yakin akan kebaikan budi Suhu. Akan tetapi andaikata Suhu benar melarang teecu, terpaksa teecu akan membangkang dan tetap akan mengubur mayat-mayat ini."
Sepasang mata pangeran itu terbelalak penuh keheranan. Anak berusia tujuh tahun sudah berani memiliki pendirian seperti batu karang kokohnya.
"Murid macam apa kau ini? Belum apa-apa sudah siap membangkang terhadap Guru!"
"Teecu menjadi murid bukan membuta, dan teecu ingin mempelajari ilmu yang baik. Kalau teecu mentaati saja perintah Suhu yang tidak benar, sama saja dengan teecu menyeret Suhu ke dalam kesesatan."
Mata Han Ti Ong makin terbelalak. Hampir dia marah, akan tetapi dia dapat melihat apa yang tersembunyi di balik ucapan yang kelihatan kurang ajar ini dan dia mengangguk-angguk.
"Lakukanlah kehendakmu, aku menunggu."
"Terima kasih! Teecu memang tahu bahwa Suhu seorang sakti yang budiman!" Dengan wajah berseri Sin Liong lalu menggali lubang.
Akan tetapi karena dia hanya seorang anak kecil dan yang dipergunakan menggali hanyalah sebatang cangkul biasa yang kecil pemberian orang-orang dusun dan yang biasa dia pergunakan untuk menggali dan mencari akar obat, maka tentu saja menggali sebuah lubang untuk mengubur sebelas buah mayat bukan merupakan pekerjaan ringan dan mudah!
Mula-mula Han Ti Ong duduk di bawah pohon dan melirik ke arah muridnya itu yang bekerja keras. Disangkanya bahwa tentu bocah itu akan kelelahan dan akan beristirahat. Akan tetapi dia kecele. Sin Liong bekerja terus biarpun kaki tangannya sudah pegal-pegal semua, dan keringat membasahi seluruh tubuh, menetes dari dahinya dan kadang-kadang diusapnya dengan lengan baju. Akan tetapi dia tidak pernah berhenti bekerja.
Sudah setengah hari mencangkul, baru dapat membuat lubang yang hanya cukup untuk dua buah mayat saja. Kalau dilanjutkan, agaknya untuk dapat menggali lubang yang cukup untuk semua mayat, ia harus bekerja selama dua hari dua malam atau lebih!
"Hemm, hatinya lembut tapi kemauannya keras. Benar-benar bocah ajaib."
Han Ti Ong mengomel sendiri dan dia lalu bangkit, dirampasnya cangkul dari tangan muridnya dan tanpa berkata apa-apa lagi dia lalu mencangkul.
Gerakannya amat cepat sekali sehingga Sin Liong yang mundur dan menonton menjadi kabur pandangan matanya karena seolah-olah tubuh gurunya berubah menjadi banyak, semuanya mencangkul dan sebentar saja telah terbuat sebuah lobang yang amat besar dan yang cukup untuk megubur sebelas buah mayat itu. Tentu saja hati Sin Liong girang bukan main dan satu demi satu diangkat, atau lebih tepat diseretnya mayat-mayat itu, dimasukkan ke dalam lubang dan air matanya bercucuran!
Han Ti ong membantu muridnya menguruk atau menutup lubang itu sehingga di tempat itu, di depan gua tempat tinggal Sin Liong, terdapat sebuah kuburan yang besar sekali.
"Sudahlah, sudah mati ditangisipun tidak ada gunanya. Mari kita pergi!"
Sin Liong merasa lengannya dipegang oleh gurunya dan di lain saat dia harus memejamkan matanya karena tubuhnya telah "terbang" dengan amat cepatnya meninggalkan Gunung Jeng-hoa-san, entah kemana!
Akan tetapi setelah merasa terbiasa, Sin Liong berani juga membuka matanya dan dengan penuh kagum dia melihat bahwa dia dikempit oleh suhunya yang berlari cepat seperti angin saja. Dia mengenal pula tempat dimana suhunya melarikan diri yaitu ke sebelah timur Pegunungan Jeng-hoa-san.
Tiba-tiba dia melihat sesuatu, juga hidungnya mencium sesuatu, maka dia cepat berseru,
"Suhu, harap berhenti dulu!"
Han Ti Ong berhenti.
"Ada apa?"
"Suhu, disana itu..." Suara Sin Liong tergetar dan ketika Han Ti Ong menoleh, dia pun merasa jijik sekali.
Yang ditunjuk oleh muridnya itu adalah sekumpulan mayat orang yang sudah menjadi mayat rusak dan bekasnya menunjukkan bahwa mayat-mayat itu tentu diganggu oleh binatang-binatang buas sehingga berserakan kesana-sini.
"Mau apa kau?" Han Ti Ong membentak.
"Suhu apakah kita harus mendiamkan saja mayat-mayat itu? Mereka adalah bekas-bekas manusia seperti kita juga. Kasihan kalau tidak diurus..."
"Wah, kau memang gatal-gatal tangan ! Nah, hendak kulihat apa yang akan kau lakukan terhadap mereka?"
Han Ti Ong menurunkan Sin Liong dan dia sendiri lalu duduk diatas sebuah batu dari tempat agak jauh.
Dia sungguh ingin tahu apa yang akan dilakukan muridnya itu terhadap mayat-mayat yang sudah demikian membusuk, bahkan dari tempat dia duduk pun tercium baunya yang hampir membuatnya muntah.
Dengan langkah lebar Sin Liong menghampiri mayat-mayat itu, sedikit pun tidak kelihatan jijik atau segan. Kemudian, diikuti pandang mata Han Ti Ong yang terheran-heran bocah itu mulai menggali tanah dengan hanya menggunakan sebatang pisau kecil, pisau yang biasanya dipergunakan untuk memotong-motong daun dan akar dan yang agaknya tak pernah terpisah dari saku bajunya.
Anak itu hendak menggali lubang untuk mengubur dua belas buah mayat busuk itu hanya dengan menggunakan sebatang pisau kecil! Hampir saja Han Ti Ong tertawa tergelak saking geli hatinya, juga saking girangnya mendapat kenyataan bahwa muridnya ini benar-benar seorang bocah ajaib yang mempunyai pribadi luhur dan wajar tanpa dibuat-buat! Dengan kagum dia meloncat bangun, lari menghampiri…… yang telah menggali lubang beberapa sentimeter dalamnya.
"Cukup Sin Liong. Lubang itu sudah lebih dari cukup untuk mengubur mereka."
"Ehhh...? Mana mungkin, Suhu...? "
"Ha, kau masih meragukan kelihaian suhumu? Lihat baik-baik!"
Han Ti Ong lalu mengeluarkan sebuah botol dari saku jubahnya, menggunakan ujung sepatunya mencongkel mayat-mayat itu menjadi setumpukan barang busuk, dan dia menuangkan benda cair berwarna kuning dari dalam botol ke atas tumpukan mayat.
Tampak uap mengepul dan tumpukan mayat itu mencair, dalam sekejap mata saja lenyaplah tumpukan mayat itu karena semua, berikut tulang-tulangnya, telah mencair dan cairan itu mengalir ke dalam lubang yang tadi digali Sin Liong. Benar saja, cairan itu memasuki lubang dan meresap ke tanah, tentu saja lubang itu sudah lebih dari cukup untuk menampung cairan itu.
Dengan mata terbelalak penuh kagum, Sin Liong lalu menguruk lagi lubang itu dan berlutut di depan kaki suhunya,
"Suhu, terima kasih atas bantuan Suhu. Suhu sungguh sakti dan budiman."
"Aahhh....!"
Muka Han Ti Ong menjadi merah dan dia mengeluarkan seruan itu untuk menutupi rasa malunya. Mana bisa dia disebut budiman kalau mengubur mayat-mayat itu bukan terjadi atas kehendaknya, melainkan dia "terpaksa" oleh muridnya?
"Kalau aku tidak salah lihat, mereka ini adalah pendekar-pendekar gagah. Sungguh kematian yang menyedihkan dan entah siapa yang dapat membunuh mereka. Mereka kelihatan bukan orang-orang sembarangan yang mudah dibunuh.”
"Mari kita pergi, Sin Liong!"
Kembali murid itu dikempitnya dan Pangeran Sakti itu menggunakan ilmu berlari cepat seperti tadi, melanjutkan perjalanan ke timur menuruni Pegunungan Jeng-hoa-san.
Tak lama kemudian, kembali Sin Liong yang dikempit (dijepit di bawah lengan) berseru,
"Haiii Suhu, harap berhenti dulu...!"
Han Ti Ong menjadi gemas. Akan tetapi dia berhenti juga menurunkan bocah itu dari kempitan di bawah ketiaknya.
"Mau apa lagi kau? Awas, kalau tidak penting sekali, aku akan marah!"
"Lihat disana itu, Suhu. Tidak patutkah kita menolong orang yang sengsara itu? Siapa tahu dia juga sudah mati disana..."
Tanpa menanti jawaban suhunya, Sin Liong sudah lari menghampiri sesosok tubuh yang menggeletak di bawah pohon tak jauh dari situ. Tubuh itu tidak bergerak-gerak, akan tetapi dari tempat ia berdiri, Han Ti Ong mengerti bahwa orang itu belum tewas, agaknya pingsan atau tertidur saja. Dia tersenyum dan melihat muridnya sudah menjatuhkan diri berlutut di depan orang itu.
Betapa kagetnya ketika dia mendengar teriakan muridnya,
"Eihh, Suhu! Dia seorang wanita!"
Han Ti Ong terheran. Dia lalu meloncat ke arah muridnya dan melihat betapa tiba-tiba orang yang disangkanya pingsan itu sudah meloncat bangun dan langsung memukul kepala Sin Liong dengan kekuatan dahsyat.
"Wuuuttt........... plakkk! Augghhh....!!"
Wanita yang mukanya kotor matanya merah dan rambutnya awut-awutan itu menjerit ketika pukulannya tertangkis oleh lengan Han Ti Ong yang amat kuat. Dia terhuyung ke belakang, sejenak memandang Han Ti Ong dan Sin Liong, kemudian menangis tersedu-sedu dan bergulingan diatas tanah menangis seperti seorang anak kecil.
"Jangan....aughhh, jangan....lepaskan aku....lepaskan ...! Jangan bunuh mereka...!"
Sin Liong tertegun dan memandang penuh kasihan. Juga Han Ti Ong memandang dengan terharu, maklum bahwa dia berhadapan dengan seorang wanita yang berotak miring!
"Toanio (Nyonya), kau kenapakah...?" Sin Liong melangkah ke depan.
Tiba-tiba wanita itu meloncat bangun dan Han Ti Ong sudah siap melindungi muridnya yang sama sekali tidak kelihatan takut itu.
Akan tetapi wanita itu lalu tiba-tiba tertawa terkekeh.
"Hi-hi-hi-hikk!" Aneh sekali, ketika wanita itu tertawa, Han Ti Ong melihat wajah yang amat cantik manis!
Wanita itu adalah seorang gadis muda yang amat cantik, akan tetapi yang entah mengapa telah menjadi gila. Pakaian yang dipakainya adalah pakaian pria yang terlalu besar, rambutnya yang hitam panjang itu riap-riapan tidak diurus, mukanya kotor terkena debu dan air mata, matanya merah dan membengkak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar