Pertentangan antara para pangeran yang dipelopori oleh dua Pangeran Tua Liong Bin Ong dan Liong Khi Ong disatu pihak dan Perdana Menteri Su yang setia kepada Kaisar, sungguhpun merupakan pertentangan yang tidak terang-terangan, namun telah mendatangkan keadaan yang panas dan kacau di kota raja.
Namun, berkat ketrampilan dan kegagahan Puteri Milana dan pasukah-pasukan yang dipimpin olehnya sebagai bantuan terhadap tugas suaminya, yaitu Perwira Pengawal Han Wi Kong, keadaan di kota raja dapat dibikin tenteram dan aman.
Kedua orang Pangeran Liong tidak berani membuat huru-hara dikota raja karena mereka tahu bahwa pihak Menteri Su dan Puteri Milana yang tentu saja bekerja sama itu hanya menanti sampai ada bukti-bukti pemberontakan mereka untuk dapat turun tangan menentang mereka secara terang-terangan.
Sebagai adik-adik dari Kaisar, tentu saja kedua orang Pangeran Liong ini mempunyai pengaruh yang cukup besar. Tanpa adanya bukti penyelewengan mereka, Kaisar sendiri tidak dapat mengambil tindakan secara begitu saja. Dan mereka cukup cerdik untuk menghapus semua bekas dan bukti pemberontakan mereka, karena mereka memiliki pembantu-pembantu yang amat pandai, orang-orang berilmu tinggi yang mewakili mereka melakukan hubungan dengan luar kota raja.
Pada hari itu, kota raja kelihatan ramai dan banyak pembesar keluar dari gedung masing-masing untuk mengunjungi Istana Pangeran Liong Bin Ong yang merayakan ulang tahunnya yang ke enam puluh!
Diadakan perayaan besar-besaran di dalam istana pangeran tua ini dan tentu saja para bangsawan dan keluarga kerajaan datang semua memenuhi undangan ini. Bahkan Perdana Menteri Su dan Puteri Milana sendiri, merasa tidak enak kalau tidak menghadiri pesta itu, dimana mereka diundang dan termasuk tamu-tamu kehormatan! Bahkan Kaisar sendiri mengirim hadiah ulang tahun dan mewakilkan kehadirannya dan ucapan selamatnya kepada Perdana Menteri Su.
Gedung istana yang besar dan megah itu dipajang meriah dan karena jumlah tamu amat banyak, maka yang datang terlambat terpaksa dipersilakan duduk di kursi-kursi yang diatur diluar ruangan depan, yaitu di dalam taman dan di samping kiri ruangan itu, taman yang sudah dihias dan dirubah menjadi ruangan tamu dengan penerangan cukup dan terlindung tenda-tenda besar.
Sejak siang tadi sampai malam, bunyi alat musik tidak pernah berhenti, dan bau arak wangi sampai dapat tercium oleh penduduk yang berdiri menonton pesta diluar pagar di tepi jalan raya depan istana pangeran itu.
Karena pesta itu diadakan di waktu malam, maka para tamu datang berbondong-bondong mulai sore dan setelah keadaan menjadi gelap dan tempat pesta itu diterangi oleh banyak sekali lampu penerangan, tempat itu telah penuh dengan para tamu.
Juga diluar pagar penuh dengan penduduk yang menonton, sebagian besar anak-anak. Mereka ini tidak hanya ingin mendengarkan musik dan menonton orang pesta, akan tetapi juga ingin sekali melihat orang-orang besar dan bangsawan-bangsawan istana yang pada malam hari itu berkumpul disitu, padahal biasanya amat sukar bagi rakyat untuk menyaksikan mereka.
Mereka memperhatikan para penyambut tamu yang meneriakkan nama tamu yang terhormat sebagai laporan kepada pihak tuan rumah yang menyambut di ruangan agar pihak tuan rumah tahu siapa yang telah datang di pintu gerbang dan mempersiapkan sambutan sesuai dengan kedudukan para tamu terhormat itu.
Sejak tadi, pihak penyambut tamu di depan tiada hentinya meneriakkan nama-nama para bangsawan yang datang berbondong, dari pejabat militer yang tentu berkedudukan panglima sampai kepada pembesar yang merupakan orang-orang penting dalam pemerintahan.
Setiap ada nama bangsawan disebut, orang-orang yang berkerumun di luar memanjangkan leher untuk melihat bagaimana bentuk orangnya, karena banyak yang sudah mereka dengar namanya namun belum pernah melihat orangnya.
“Yang terhormat Perwira Pengawal Han Wi Kong bersama isteri, Yang Mulia Puteri Milana....!”
Seruan ini disambut oleh suara gaduh dan bahkan ada suara tepuk tangan diantara para penonton diluar pagar. Siapakah yang tidak mengenal nama Puteri Milana? Bagi penghuni kota raja, besar kecil semua mengenal nama ini dan merasa kagum serta berterima kasih karena puteri inilah yang selalu menentang para pengacau dan puteri ini yang selalu siap melindungi rakyat apabila terjadi penindasan dari pihak pemerintah atau alat pemerintah yang menyalah gunakan kekuasaannya.
“Hidup Yang Mulia Puteri Milana....!”
Terdengar seruan diantara para penonton itu dan bahkan anak-anak yang berada disitu berebut tempat untuk dapat melihat dengan lebih jelas wajah Puteri Milana yang mereka kagumi dan hormati itu.
Diantara para penonton ini, terdapat dua orang pemuda yang juga memandang dengan mata bersinar-sinar dan wajah berseri-seri kepada puteri yang baru turun dari kereta bersama suaminya, seorang perwira yang tampan dan gagah itu.
Perwira itu adalah Han Wi Kong, seorang pria berusia hampir empat puluh tahun yang bertubuh sedang, berwajah tampan dan pendiam, berpakaian sebagai seorang perwira pengawal dengan sebatang pedang tergantung di pinggangnya. Dengan sikap menyayang dan menghormat dia membantu isterinya turun dari kereta.
Begitu turun dan mendengar sambutan rakyat yang menonton, Puteri Milana menoleh keluar dan mengangkat tangan melambai sambil tersenyum, akan tetapi senyumnya tidak dapat merubah wajahnya yang agak pucat dan dingin.
Dia memang cantik jelita, biarpun usianya sudah tiga puluh tahun lebih namun tubuhnya masih ramping seperti seorang dara belasan tahun, pakaiannya indah namun sederhana dan rambutnya tidak dihias dengan emas permata. Pakaiannya lebih menyerupai pakaian seorang pendekar wanita yang sering melakukan perjalanan jauh, ringkas dan sederhana daripada pakaian seorang puteri cucu kaisar dan isteri perwira.
Sehelai mantel berwarna ungu yang lebar menutupi pakaiannya dan menyembunyikan sebatang pedang yang tergantung di pinggangnya. Warna ungu mantelnya itu cocok sekali dengan warna pakaiannya yang serba kuning dan dengan tenang dia melangkah di samping suaminya, mukanya diangkat dan matanya lurus memandang ke depan, sikapnya tenang sekali padahal semua orang dapat menduga dan dia sendiri tahu bahwa dia memasuki guha macan!
Namun, berkat ketrampilan dan kegagahan Puteri Milana dan pasukah-pasukan yang dipimpin olehnya sebagai bantuan terhadap tugas suaminya, yaitu Perwira Pengawal Han Wi Kong, keadaan di kota raja dapat dibikin tenteram dan aman.
Kedua orang Pangeran Liong tidak berani membuat huru-hara dikota raja karena mereka tahu bahwa pihak Menteri Su dan Puteri Milana yang tentu saja bekerja sama itu hanya menanti sampai ada bukti-bukti pemberontakan mereka untuk dapat turun tangan menentang mereka secara terang-terangan.
Sebagai adik-adik dari Kaisar, tentu saja kedua orang Pangeran Liong ini mempunyai pengaruh yang cukup besar. Tanpa adanya bukti penyelewengan mereka, Kaisar sendiri tidak dapat mengambil tindakan secara begitu saja. Dan mereka cukup cerdik untuk menghapus semua bekas dan bukti pemberontakan mereka, karena mereka memiliki pembantu-pembantu yang amat pandai, orang-orang berilmu tinggi yang mewakili mereka melakukan hubungan dengan luar kota raja.
Pada hari itu, kota raja kelihatan ramai dan banyak pembesar keluar dari gedung masing-masing untuk mengunjungi Istana Pangeran Liong Bin Ong yang merayakan ulang tahunnya yang ke enam puluh!
Diadakan perayaan besar-besaran di dalam istana pangeran tua ini dan tentu saja para bangsawan dan keluarga kerajaan datang semua memenuhi undangan ini. Bahkan Perdana Menteri Su dan Puteri Milana sendiri, merasa tidak enak kalau tidak menghadiri pesta itu, dimana mereka diundang dan termasuk tamu-tamu kehormatan! Bahkan Kaisar sendiri mengirim hadiah ulang tahun dan mewakilkan kehadirannya dan ucapan selamatnya kepada Perdana Menteri Su.
Gedung istana yang besar dan megah itu dipajang meriah dan karena jumlah tamu amat banyak, maka yang datang terlambat terpaksa dipersilakan duduk di kursi-kursi yang diatur diluar ruangan depan, yaitu di dalam taman dan di samping kiri ruangan itu, taman yang sudah dihias dan dirubah menjadi ruangan tamu dengan penerangan cukup dan terlindung tenda-tenda besar.
Sejak siang tadi sampai malam, bunyi alat musik tidak pernah berhenti, dan bau arak wangi sampai dapat tercium oleh penduduk yang berdiri menonton pesta diluar pagar di tepi jalan raya depan istana pangeran itu.
Karena pesta itu diadakan di waktu malam, maka para tamu datang berbondong-bondong mulai sore dan setelah keadaan menjadi gelap dan tempat pesta itu diterangi oleh banyak sekali lampu penerangan, tempat itu telah penuh dengan para tamu.
Juga diluar pagar penuh dengan penduduk yang menonton, sebagian besar anak-anak. Mereka ini tidak hanya ingin mendengarkan musik dan menonton orang pesta, akan tetapi juga ingin sekali melihat orang-orang besar dan bangsawan-bangsawan istana yang pada malam hari itu berkumpul disitu, padahal biasanya amat sukar bagi rakyat untuk menyaksikan mereka.
Mereka memperhatikan para penyambut tamu yang meneriakkan nama tamu yang terhormat sebagai laporan kepada pihak tuan rumah yang menyambut di ruangan agar pihak tuan rumah tahu siapa yang telah datang di pintu gerbang dan mempersiapkan sambutan sesuai dengan kedudukan para tamu terhormat itu.
Sejak tadi, pihak penyambut tamu di depan tiada hentinya meneriakkan nama-nama para bangsawan yang datang berbondong, dari pejabat militer yang tentu berkedudukan panglima sampai kepada pembesar yang merupakan orang-orang penting dalam pemerintahan.
Setiap ada nama bangsawan disebut, orang-orang yang berkerumun di luar memanjangkan leher untuk melihat bagaimana bentuk orangnya, karena banyak yang sudah mereka dengar namanya namun belum pernah melihat orangnya.
“Yang terhormat Perwira Pengawal Han Wi Kong bersama isteri, Yang Mulia Puteri Milana....!”
Seruan ini disambut oleh suara gaduh dan bahkan ada suara tepuk tangan diantara para penonton diluar pagar. Siapakah yang tidak mengenal nama Puteri Milana? Bagi penghuni kota raja, besar kecil semua mengenal nama ini dan merasa kagum serta berterima kasih karena puteri inilah yang selalu menentang para pengacau dan puteri ini yang selalu siap melindungi rakyat apabila terjadi penindasan dari pihak pemerintah atau alat pemerintah yang menyalah gunakan kekuasaannya.
“Hidup Yang Mulia Puteri Milana....!”
Terdengar seruan diantara para penonton itu dan bahkan anak-anak yang berada disitu berebut tempat untuk dapat melihat dengan lebih jelas wajah Puteri Milana yang mereka kagumi dan hormati itu.
Diantara para penonton ini, terdapat dua orang pemuda yang juga memandang dengan mata bersinar-sinar dan wajah berseri-seri kepada puteri yang baru turun dari kereta bersama suaminya, seorang perwira yang tampan dan gagah itu.
Perwira itu adalah Han Wi Kong, seorang pria berusia hampir empat puluh tahun yang bertubuh sedang, berwajah tampan dan pendiam, berpakaian sebagai seorang perwira pengawal dengan sebatang pedang tergantung di pinggangnya. Dengan sikap menyayang dan menghormat dia membantu isterinya turun dari kereta.
Begitu turun dan mendengar sambutan rakyat yang menonton, Puteri Milana menoleh keluar dan mengangkat tangan melambai sambil tersenyum, akan tetapi senyumnya tidak dapat merubah wajahnya yang agak pucat dan dingin.
Dia memang cantik jelita, biarpun usianya sudah tiga puluh tahun lebih namun tubuhnya masih ramping seperti seorang dara belasan tahun, pakaiannya indah namun sederhana dan rambutnya tidak dihias dengan emas permata. Pakaiannya lebih menyerupai pakaian seorang pendekar wanita yang sering melakukan perjalanan jauh, ringkas dan sederhana daripada pakaian seorang puteri cucu kaisar dan isteri perwira.
Sehelai mantel berwarna ungu yang lebar menutupi pakaiannya dan menyembunyikan sebatang pedang yang tergantung di pinggangnya. Warna ungu mantelnya itu cocok sekali dengan warna pakaiannya yang serba kuning dan dengan tenang dia melangkah di samping suaminya, mukanya diangkat dan matanya lurus memandang ke depan, sikapnya tenang sekali padahal semua orang dapat menduga dan dia sendiri tahu bahwa dia memasuki guha macan!
Pangeran Liong Bin Ong menyambut Puteri Milana dan suaminya dengan penuh kehormatan dan dengan wajah berseri dan mulut tersenyum lebar, lalu setelah mereka saling memberi hormat seperti yang semestinya karena pangeran itu masih terhitung paman kakeknya sendiri, Puteri Milana lalu diantar duduk di tempat kehormatan dimana telah duduk Perdana Menteri Su yang menyambut puteri itu dengan pandang mata penuh arti dan mulut tersenyum.
Setelah duduk di kursi yang disediakan untuknya, Milana memandang ke seluruh ruangan itu penuh perhatian. Dia memperoleh kenyataan bahwa pihak tuan rumah telah mengatur sedemikian rupa sehingga golongan yang memihak Kaisar berada disatu kelompok, adapun para bangsawan yang diragukan kesetiaannya duduk tersebar mengelilingi kelompok itu. Seolah-olah kelompok yang setia kepada Kaisar telah dikurung! Namun dia bersikap tenang-tenang saja seolah-olah tidak ada hal yang perlu dirisaukan.
“Wah, Enci (Kakak) Milana hebat sekali, ya?”
Seorang diantara dua pemuda yang berada diantara para penonton berkata sambil menyiku lengan pemuda kedua.
“Memang hebat! Mengapa kita tidak menghadap dia, Bu-te?” kata Suma Kian Lee kepada Suma Kian Bu yang kelihatan girang dan bangga sekali melihat kakaknya.
Dua orang pemuda Pulau Es itu baru saja tiba di kota raja siang tadi dan sebagai dua orang pemuda yang belum pernah melihat kota besar dan seindah itu, mereka menjadi kagum dan berkeliling kota, mengagumi segala keindahan yang amat luar biasa itu. Akhirnya mereka terbawa oleh arus orang yang menuju ke depan istana Pangeran Liong Bin Ong yang sedang mengadakan perayaan itu dan mereka ikut pula menonton.
“Lee-ko, Ibu telah berpesan kepadaku agar aku pandai membawa diri di kota raja, jangan bersikap liar dan tidak sopan, karena hal itu akan memalukan Enci Milana sebagai seorang puteri istana. Aku tidak berani memanggilnya ditempat ini, Koko.”
“Kau benar, Bu-te. Memang tidak pantas, apalagi pakaian kita sudah kotor begini. Enci Milana dihormat sedemikian rupa dan dikagumi rakyat, kalau kita menegurnya dan semua orang mendengar bahwa kita adalah adik-adiknya, tentu akan menimbulkan keributan dan akan memalukan Enci Milana. Kita menonton saja disini dan nanti kalau dia pulang, kita ikuti dan kita menghadap ditempat tinggalnya.”
Kian Bu mengangguk dan kedua orang muda itu lalu menonton ke dalam, bercampur dengan anak-anak dan orang-orang lain. Tentu saja perhatian mereka selalu tertuju kepada Puteri Milana yang tempat duduk kelompoknya agak tinggi sehingga dapat terlihat dari luar.
Sementara itu, sambil kadang-kadang mengangkat cawan arak mengajak para tamunya minum, diam-diam Pangeran Liong Bin Ong tersenyum memandang ke arah kelompok yang duduk di bagian kehormatan. Mereka yang memusuhiku berada disitu, pikirnya melamun. Terutama sekali Perdana Menteri Su dan Puteri Milana, musuh besarnya dan penghalang utamanya. Kalau pada saat itu dia mengerahkan kaki tangannya dan berhasil membunuh mereka, alangkah baiknya!
Akan tetapi tentu saja hal itu akan menimbulkan geger! Sebaiknya digunakan siasat seperti yang telah diaturnya dengan para pembantunya. Betapapun hatinya menyesal mengapa dia tidak dapat membunuh mereka semua itu selagi kesempatan terbuka begini lebar. Sekali dia mengerahkan para pengawal dan pembantunya, mereka yang kini terkurung itu tentu tidak akan mampu lolos!
Tiba-tiba seorang pengawalnya menghampiri pangeran tua ini, memberi hormat dan menyerahkan sepucuk surat tanpa berkata-kata. Pangeran Liong Bin Ong menerima surat itu dan memberi isyarat supaya pengawalnya mundur, kemudian sambil tersenyum dibacanya surat kecil itu.
Mendadak mukanya berubah agak pucat ketika dia membaca surat laporan dari kepala pengawal yang disuruh melakukan penjagaan dan penyelidikan. Tulisan pengawalnya itu adalah seperti berikut :
Menurut hasil penyelidikan, orang-orangnya Puteri Milana telah menyelinap diantara para tamu, para penabuh musik, dan diantara para penonton. Bahkan pasukan istimewa Perwira Han Wi Kong melakukan baris pendam mengurung istana ini.
Pangeran Liong Bin Ong mengusap peluh dengan saputangannya. Untung bahwa semua rencananya membunuh kelompok di tempat kehormatan itu hanyalah merupakan lamunan kosong belaka. Kalau dilaksanakan, sebelum hal itu terjadi, tentu dia telah ditangkap dan istana itu diserbu!
Bukan main cerdiknya Puteri Milana dan dia mengerling ke arah puteri itu dan suaminya dengan sinar mata penuh kebencian. Tentu saja para penjaganya tidak melihat baris pendam yang telah diatur oleh Han Wi Kong. Tentu para anggauta pasukan istimewa itu melakukan pengurungan dengan bersembunyi, hanya siap sewaktu-waktu untuk menyerbu dan melindungi junjungan mereka!
Pangeran Liong Bin Ong masih memandang kepada Milana dan suaminya dengan penuh kemarahan dan kebencian. Akan tetapi karena pada saat itu hidangan sedang dikeluarkan, dia menahan sabar dan bahkan dengan muka dimanis-maniskan dia berdiri dari kursinya, menghampiri para tamu terhormat sambil terbongkok-bongkok dan mempersilakan mereka menikmati hidangan yang dikeluarkan.
Mulailah para tamu makan minum sambil bercakap-cakap dan di bagian para tamu yang kebagian tempat duduk di dalam taman, tampak Suma Kian Lee dan Suma Kian Bu ikut pula makan minum dengan lahapnya di sebuah meja!
Ternyata Suma Kian Bu tidak dapat menahan keinginan hatinya ketika dia melihat para tamu mulai makan minum. Bau arak wangi dan masakan yang masih mengepulkan uap, membuat perutnya yang sudah lapar itu menjadi makin lapar, maka dia menyentuh lengan kakaknya dan memberi isyarat dengan kepala, kemudian tanpa menanti jawaban Suma Kian Lee yang mengerutkan alisnya, Suma Kian Bu pergi keluar dari rombongan para penonton yang memandang orang makan sambil menelan air liur itu.
Kian Bu mengajak Kian Lee kebagian yang sunyi, kemudian mereka menggunakan waktu semua penonton memandang ke dalam, seperti dua ekor burung rajawali mereka meloncati pagar tembok dan menyusup melalui tempat gelap, akhirnya mereka dapat menyelinap masuk dan duduk di kursi paling belakang dari rombongan tamu yang kebagian tempat di taman!
Mereka bersikap biasa saja ketika para pelayan datang membawa hidangan dan mengangguk dengan sikap angkuh seolah-olah mereka juga tamu-tamu kehormatan ketika para pelayan menaruh hidangan dan memandang hidangan-hidangan dan arak yang diatur diatas meja itu dengan sikap angkuh dan acuh tak acuh, dengan pandangan yang jelas menyatakan bahwa mereka telah “biasa” dengan hidangan seperti itu, seperti sikap orang-orang muda bangsawan dan kaya raya.
Akan tetapi begitu para pelayan itu meninggalkan meja mereka untuk melayani para tamu lain, Suma Kian Lee dan Suma Kian Bu segera menyerbu hidangan-hidangan itu dan makan dengan lahapnya karena memang perut mereka sudah lapar dan selamanya mereka belum pernah makan hidangan mahal selezat itu.
Sementara itu, Pangeran Liong Bin Ong sudah memutar otaknya. Rencananya gagal total. Tadinya dia dan anak buahnya telah merencanakan siasat keji untuk membasmi musuh-musuhnya. Rencana ini adalah memancing keributan sehingga terjadi pertempuran seolah-olah pihak pemberontak mengacaukan pestanya dan di dalam kekacauan ini dia akan mengerahkan kaki tangannya yang lihai untuk membunuh Puteri Milana dan Perdana Menteri Su, sedangkan dia telah merencanakan untuk membiarkan dirinya “diculik” oleh pengacau.
Hal ini untuk membuktikan kebersihannya, sehingga selain musuh-musuh yang diseganinya, Perdana Menteri Su dan Puteri Milana dapat ditewaskan, juga Kaisar akan kehilangan kecurigaannya terhadap dirinya. Tentu saja yang “menculiknya” adalah kaki tangannya sendiri dan dia akan mencari akal untuk dapat lolos dari tawanan para penculik, kalau perlu dengan tuntutan penebusan kepada pihak istana.
Akan tetapi, siapa kira, Panglima Han Wi Kong, atau lebih tepat lagi Puteri Milana karena dia menduga keras bahwa puteri itulah yang mengatur semua ini, agaknya telah mencium rahasia itu atau juga telah menduga akan terjadinya sesuatu yang tidak wajar sehingga istana itu dikepung oleh pasukan terpendam sehingga tentu saja rencananya gagal karena kalau dilanjutkan, tentu akan ketahuan bahwa dialah yang mengatur kekacauan itu.
Sambil bersungut-sungut Liong Bin Ong memberi isyarat kepada seorang yang berdiri sebagai penjaga di sudut ruangan. Orang ini sebetulnya adalah kepala pengawalnya yang sejak tadi memandang ke arah majikannya setelah dia menyuruh seorang pengawal menyerahkan laporan tertulisnya.
Melihat kepala pengawal itu memandang kepadanya, Pangeran Liong Bin Ong lalu mengangkat tangan kanannya ke atas, menekuk semua jari tangannya kecuali jari tengah dan telunjuk. Ini merupakan isyarat rahasia bahwa dia menghendaki agar “siasat ke dua” dijalankan, karena siasat pertama gagal total.
Memang, sebagai seorang ahli siasat, Pangeran Liong Bin Ong dan anak buahnya telah mengatur rencana selengkapnya, yaitu telah direncanakan siasat cadangan untuk merubah rencana kalau yang pertama gagal.
Rencana ini akan mempergunakan siasat ke dua, tidak lagi untuk membunuh Perdana Menteri Su dan Puteri Milana. Tak mungkin lagi dilakukan rencana pembunuhan setelah Puteri Milana dengan cerdiknya mengatur barisan pendam mengurung istana, bahkan menyelundupkan pengawal-pengawalnya kedalam para tamu, para penonton bahkan ahli-ahli musik yang sedang menghibur para tamu.
Akan tetapi siasat kedua dapat dijalankan, yaitu untuk membuat pihak Puteri Milana malu di depan para tamu bangsawan, yaitu dengan jalan mengadu kepandaian antara jago-jago yang telah dipersiapkan oleh Pangeran Liong Bin Ong sebelumnya, dan pihak tamu kehormatan yang akan ditantang dengan jalan halus.
Kalau sampai berhasil memancing kemarahan Puteri Milana dan puteri yang perkasa itu turun tangan sendiri, itulah yang diharapkan karena hal itu berarti bahwa siasat mereka berhasil. Kalau Sang Puteri maju, maka hanya ada dua kerugian di pihak Puteri Milana.
Kalau Sang Puteri kalah, jelas hal ini yang dikehendaki Pangeran Liong Bin Ong, apalagi kalau dalam pertandingan itu Puteri Milana sampai dapat ditewaskan. Andaikata sebaliknya, karena puteri itu memang amat lihai, setidaknya puteri itu telah merendahkan diri melayani jagoan-jagoan, dan merendahkan derajatnya sebagai puteri cucu Kaisar dan tentu hal ini akan mudah dijadikan bahan menghasut Kaisar agar Kaisar yang tua itu membenci cucunya yang dianggap mencemarkan kehormatan keluarga kerajaan!
Setelah semua tamu selesai makan, Pangeran Liong Bin Ong diam-diam memberi isyarat. Tak lama kemudian, dari rombongan tamu yang berada di dalam taman, berdirilah dua orang, yang seorang bertubuh tinggi besar bermuka hitam dan kelihatan kasar dan kuat sekali, sedangkan orang kedua tinggi kurus dengan muka kuning mata sipit, langkahnya gontai seperti orang lemah.
Kedua orang ini seperti orang mabuk berjalan menuju ke tempat kehormatan, lalu menjatuhkan diri berlutut diatas lantai ditengah ruangan yang memang telah dipersiapkan untuk menjadi tempat gelanggang adu kepandaian dimana hanya terdapat meja besar tempat menyimpan semua hadiah dan sumbangan.
Kedua orang itu menghadap kepada Pangeran Liong Bin Ong dan Si Tinggi Kurus yang berkata dengan suara melengking nyaring sehingga terdengar oleh semua yang hadir, terutama sekali oleh mereka yang duduk di panggung kehormatan karena kedua orang itu berlutut menghadap ke situ.
“Mohon paduka sudi mengampunkan kami berdua. Akan tetapi kami berdua menagih janji paduka untuk menguji kami di depan para tamu yang mulia agar dapat memutuskan apakah kami patut menjadi pengawal pribadi paduka yang dapat dipercaya.”
Semua orang tentu saja memandang dan selain merasa heran juga berkhawatir melihat keberanian dua orang itu mengganggu pesta dan tentu Pangeran Liong Bin Ong akan marah sekali.
Akan tetapi pangeran itu hanya memandang dengan tersenyum, sedangkan yang menjadi marah adalah Pangeran Liong Khi Ong yang tadi mendekati kakaknya, tak lama setelah pengawal mengantar surat. Pangeran Liong Khi Ong bangkit berdiri dari kursinya dan sambil menudingkan telunjuknya kepada kedua orang itu dia membentak,
“Manusia-manusia kurang ajar! Berani kalian mengganggu pesta dengan bicara tentang pekerjaan?”
Pangeran Liong Khi Ong sudah menoleh kepada pengawal untuk memberi perintah menangkap mereka, akan tetapi tiba-tiba Pangeran Liong Bin Ong memegang lengan adiknya itu dan berkata nyaring sehingga semua tamu mendengar suaranya,
“Jangan persalahkan mereka! Memang aku sudah berjanji kepada mereka untuk menguji mereka dalam pesta ini!” Kemudian Pangeran Liong Bin Ong bangkit berdiri dan menghadapi para tamu di bagian kehormatan sambil berkata, “Cu-wi sekalian yang mulia. Di dalam keadaan terancam oleh pengacauan-pengacauan para pemberontak suku bangsa di luar tapal batas, kita perlu sekali menghimpun tenaga untuk menjadi pengawal-pengawal dan melindungi kita.”
Puteri Milana dan Perdana Menteri Su saling bertukar pandang dan Puteri Milana menahan senyum mengejek. Betapa tak tahu malu pangeran tua yang menjadi paman kakeknya itu. Sudah terang, biarpun belum ada bukti, bahwa kedua orang Pangeran Liong itulah yang mengandalkan semua pemberontak suku bangsa, sekarang masih berani bicara seperti itu!
“Dua orang saudara dari dunia kang-ouw ini mendengar bahwa kami sedang membutuhkan tenaga pengawal-pengawal yang sakti. Kemarin dulu mereka datang menghadap kami dan melamar pekerjaan menjadi pengawal pribadi. Karena kami sedang menghadapi perayaan, maka kami memutuskan untuk menguji mereka pada saat pesta ini, sekalian untuk memeriahkan suasana pesta. Karena kami mengerti bahwa pada saat inilah terkumpul semua tokoh gagah perkasa yang tentu akan sudi turun tangan membantu kami untuk menguji mereka berdua apakah benar mereka memiliki kepandaian dan patut menjadi pengawal pribadi kami. Yang tinggi besar bermuka hitam ini adalah Yauw Siu, seorang jagoan dari Pantai Po-hai!”
Si Muka Hitam bangkit berdiri dan dengan mengerahkan tenaga membuat otot-otot lengan dan lehernya tampak menggembung, dia membungkuk dan memberi hormat ke empat penjuru.
“Yang tinggi kurus bermuka kuning adalah Sun Giam, jagoan dari pegunungan selatan,” kata pula Pangeran Liong Bin Ong dan Si Tinggi Kurus juga memberi hormat ke empat penjuru.
“Silakan jika diantara Cu-wi ada yang suka membantu kami untuk menguji kedua orang calon pengawal ini!”
Pangeran Liong Bin Ong menutup kata-katanya lalu duduk kembali. Suasana menjadi sunyi sekali. Biarpun terdengarnya seperti seorang yang minta bantuan menguji dan sekaligus memeriahkan suasana pesta, namun bagi mereka yang diam-diam menentang pangeran ini, jelas terasa bahwa pangeran itu mengajukan dua orang jagoannya untuk menantang!
Betapapun, diantara para tamu kehormatan tidak ada yang sudi untuk memenuhi tantangan ini, karena mereka tidak sudi merendahkan diri melawan orang-orang yang dianggapnya rendah itu.
Kesunyian yang mencekam sekali dan tampak Puteri Milana menahan senyum, girang bahwa pancingan pangeran tua itu tidak berhasil. Dua orang jagoan yang kini masih berdiri itu memandang ke sekeliling, dan kelihatan bingung karena tidak ada yang menyambut tantangan Pangeran Liong Bin Ong. Timbullah kesombongan dalam hati Yauw Siu yang mengira bahwa diamnya para tamu ini adalah karena mereka gentar kepadanya! Maka sambil mengangkat dada dia berkata nyaring setelah tertawa,
“Ha-ha-ha, harap para orang gagah yang hadir disini tidak khawatir karena saya Yauw Siu yang berjuluk Hek-bin Tiat-liong (Naga Besar Bermuka Hitam) tidak perlu membunuh dalam pi-bu (mengadu kepandaian)!”
Tiba-tiba tampak seorang pembesar bangkit dari kursinya, pembesar ini gemuk dan dia adalah seorang pembesar sastrawan yang berwenang memeriksa hasil ujian para calon sastrawan, seorang pembesar yang mata duitan dan tentu saja suka makan sogokan para calon sastrawan yang mengikuti ujian. Sambil tersenyum pembesar ini menjura ke arah Pangeran Liong Bin Ong dan berkata,
“Harap paduka maafkan saya. Melihat bahwa tidak ada orang yang suka membantu paduka untuk menguji kedua orang calon pengawal itu, bagaimana kalau saya mengajukan lima orang pengawal pribadi saya? Kedua orang itu kelihatan gagah perkasa dan tentu lihai sekali, maka tidak tahu apakah mereka berani menghadapi lima orang pengawal saya.”
Sebelum Pangeran Liong Bin Ong menjawab, Yauw Siu si Muka Hitam sudah cepat menjawab,
“Boleh sekali! Silakan lima orang itu maju berbareng dan akan saya tandingi sendiri, tidak perlu Saudara Sun Giam turun tangan!”
Jawaban ini memancing suara berisik dari para tamu yang menganggap orang muka hitam itu sombong sekali. Akan tetapi Pangeran Liong Bin Ong melambaikan tangan dan mengangguk tanda setuju.
Pembesar itu lalu menggapai ke belakang, maka muncullah lima orang pengawalnya yang berpakaian seragam biru, lima orang berusia tiga puluhan tahun dan kesemuanya bertubuh tegap dan gagah. Setelah menjura dengan penuh hormat kepada semua yang hadir, lima orang itu melangkah maju menghadapi Yauw Siu, sedangkan Sun Giam sambil menyeringai sudah mundur dan duduk di atas lantai di pinggiran.
Yauw Siu sudah menghadapi lima orang gagah itu sambil tersenyum lebar, kemudian terdengar dia bertanya,
“Sebelum kita mulai, bolehkah saya bertanya Ngo-wi (Anda Berlima) ini murid-murid dari partai manakah?”
Pertanyaan itu sungguh terdengar menantang dan tinggi hati, akan tetapi seorang diantara lima orang pengawal itu menjawab,
“Kami adalah murid-murid dari Gak-bukoan (Perguruan Silat Gak) di Seng-kun.”
“Ahhh! Ha-ha-ha, jadi Ngo-wi adalah murid-murid dari Gak-kauwsu? Bagus sekali! Aku sudah mengenal baik guru kalian itu dan tahu bahwa guru kalian mengandalkan ilmu menghimpun tenaga yang amat kuat di kedua lengannya dan terkenal dengan Ilmu Pukulan Pek-lek-jiu (Tangan Halilintar), bukan?”
Lima orang itu mengangguk dan Si Muka Hitam melanjutkan,
“Kalau begitu, biarlah kalian menguji tenagaku dan sebaliknya aku akan menguji apakah benar-benar kalian telah mempelajari ilmu secara baik-baik dari Gak-kauwsu.”
Dia memberi isyarat kepada Sun Giam dan orang tinggi kurus ini melemparkan segulung tali yang besar dan kuat kepada temannya.
Yauw Siu lalu menyerahkan tali itu kepada lima orang pengawal sambil berkata,
“Harap Ngo-wi suka mengikat kedua kaki dan tangan, juga pinggangku, kemudian Ngo-wi disatu pihak menarik dan aku di lain pihak mempertahankan. Dengan demikian kita mengadu tenaga satu lawan lima. Bukankah ini menarik sekali dan mengingat akan hubungan diantara kita, tidak perlu ada yang sampai roboh terluka atau tewas?”
Si Muka Hitam yang sombong itu ternyata pandai bicara dan pandai pula berlagak sehingga menarik perhatian para tamu.
“Bagus! Itu adil sekali! Hayo kalian cepat lakukan!” dari tempat duduknya, pembesar sastrawan itu bertepuk tangan gembira.
Tentu saja hatinya menjadi lega dan dia mengharapkan kemenangan lima orang pengawalnya karena pertandingan yang ditentukan oleh Si Muka Hitam sendiri itu menguntungkan pihaknya.
Lima orang itu cepat memenuhi permintaan Yauw Siu. Pergelanaan kaki dan tangan, juga pinggang Si Muka Hitam itu diikat dengan tali, kamudian mereka berlima memegang ujung tali di depan Si Muka Hitam.
Semua tamu menonton dengan gembira, bahkan diantara para pembesar itu kini sibuk bertaruh sehingga keadaan menjadi berisik dan gembira. Dua orang pangeran tua saling pandang dan tersenyum-senyum, kadang-kadang mereka melirik ke arah Perdana Menteri Su dan Puteri Milana yang kelihatan masih tenang-tenang saja.
“Siap....! Tarik....!”
Tiba-tiba Yauw Siu berteriak dan lima orang pengawal itu sudah mengerahkan tenaganya menarik tali yang mengikat tubuh Si Muka Hitam.
Yauw Siu berdiri dengan tegak, mengerahkan tenaganya sehingga mukanya berubah menjadi makin hitam, urat-urat yang tampak di lengan dan leher yang tidak tertutup pakaian itu menggembung besar, matanya melotot dan betapapun lima orang lawannya membetot dan mengerahkan tenaga sekuatnya, tetap saja tubuh Si Tinggi Besar itu tidak bergoyang sedikitpun!
“Tahan....!”
Yauw Siu memekik keras dan kedua tangannya digerakkan ke belakang. Dua orang pengawal yang memegang dua ujung tali yang mengikat tangannya itu terhuyung ke depan. Kembali Yauw Siu berseru dan kedua kakinya melangkah mundur, juga mengakibatkan dua orang pengawal lain terbawa dan terhuyung, kemudian dia mengeluarkan bentakan keras, tubuhnya meloncat ke belakang dan lima orang itu jatuh tertelungkup dan terseret!
Tepuk tangan dan sorak memuji bergemuruh menyambut kemenangan Yauw Siu ini, yang sambil tertawa-tawa menggunakan jari-jari tangannya yang besar dan kuat untuk memutus-mutuskan tali yang mengikat kedua kaki, tangan dan pinggangnya. Kembali demonstrasi tenaga yang amat kuat ini memancing tepuk tangan gemuruh. Yauw Siu mengangguk dan membungkuk keempat penjuru menerima sambutan dan pujian itu.
Setelah duduk di kursi yang disediakan untuknya, Milana memandang ke seluruh ruangan itu penuh perhatian. Dia memperoleh kenyataan bahwa pihak tuan rumah telah mengatur sedemikian rupa sehingga golongan yang memihak Kaisar berada disatu kelompok, adapun para bangsawan yang diragukan kesetiaannya duduk tersebar mengelilingi kelompok itu. Seolah-olah kelompok yang setia kepada Kaisar telah dikurung! Namun dia bersikap tenang-tenang saja seolah-olah tidak ada hal yang perlu dirisaukan.
“Wah, Enci (Kakak) Milana hebat sekali, ya?”
Seorang diantara dua pemuda yang berada diantara para penonton berkata sambil menyiku lengan pemuda kedua.
“Memang hebat! Mengapa kita tidak menghadap dia, Bu-te?” kata Suma Kian Lee kepada Suma Kian Bu yang kelihatan girang dan bangga sekali melihat kakaknya.
Dua orang pemuda Pulau Es itu baru saja tiba di kota raja siang tadi dan sebagai dua orang pemuda yang belum pernah melihat kota besar dan seindah itu, mereka menjadi kagum dan berkeliling kota, mengagumi segala keindahan yang amat luar biasa itu. Akhirnya mereka terbawa oleh arus orang yang menuju ke depan istana Pangeran Liong Bin Ong yang sedang mengadakan perayaan itu dan mereka ikut pula menonton.
“Lee-ko, Ibu telah berpesan kepadaku agar aku pandai membawa diri di kota raja, jangan bersikap liar dan tidak sopan, karena hal itu akan memalukan Enci Milana sebagai seorang puteri istana. Aku tidak berani memanggilnya ditempat ini, Koko.”
“Kau benar, Bu-te. Memang tidak pantas, apalagi pakaian kita sudah kotor begini. Enci Milana dihormat sedemikian rupa dan dikagumi rakyat, kalau kita menegurnya dan semua orang mendengar bahwa kita adalah adik-adiknya, tentu akan menimbulkan keributan dan akan memalukan Enci Milana. Kita menonton saja disini dan nanti kalau dia pulang, kita ikuti dan kita menghadap ditempat tinggalnya.”
Kian Bu mengangguk dan kedua orang muda itu lalu menonton ke dalam, bercampur dengan anak-anak dan orang-orang lain. Tentu saja perhatian mereka selalu tertuju kepada Puteri Milana yang tempat duduk kelompoknya agak tinggi sehingga dapat terlihat dari luar.
Sementara itu, sambil kadang-kadang mengangkat cawan arak mengajak para tamunya minum, diam-diam Pangeran Liong Bin Ong tersenyum memandang ke arah kelompok yang duduk di bagian kehormatan. Mereka yang memusuhiku berada disitu, pikirnya melamun. Terutama sekali Perdana Menteri Su dan Puteri Milana, musuh besarnya dan penghalang utamanya. Kalau pada saat itu dia mengerahkan kaki tangannya dan berhasil membunuh mereka, alangkah baiknya!
Akan tetapi tentu saja hal itu akan menimbulkan geger! Sebaiknya digunakan siasat seperti yang telah diaturnya dengan para pembantunya. Betapapun hatinya menyesal mengapa dia tidak dapat membunuh mereka semua itu selagi kesempatan terbuka begini lebar. Sekali dia mengerahkan para pengawal dan pembantunya, mereka yang kini terkurung itu tentu tidak akan mampu lolos!
Tiba-tiba seorang pengawalnya menghampiri pangeran tua ini, memberi hormat dan menyerahkan sepucuk surat tanpa berkata-kata. Pangeran Liong Bin Ong menerima surat itu dan memberi isyarat supaya pengawalnya mundur, kemudian sambil tersenyum dibacanya surat kecil itu.
Mendadak mukanya berubah agak pucat ketika dia membaca surat laporan dari kepala pengawal yang disuruh melakukan penjagaan dan penyelidikan. Tulisan pengawalnya itu adalah seperti berikut :
Menurut hasil penyelidikan, orang-orangnya Puteri Milana telah menyelinap diantara para tamu, para penabuh musik, dan diantara para penonton. Bahkan pasukan istimewa Perwira Han Wi Kong melakukan baris pendam mengurung istana ini.
Pangeran Liong Bin Ong mengusap peluh dengan saputangannya. Untung bahwa semua rencananya membunuh kelompok di tempat kehormatan itu hanyalah merupakan lamunan kosong belaka. Kalau dilaksanakan, sebelum hal itu terjadi, tentu dia telah ditangkap dan istana itu diserbu!
Bukan main cerdiknya Puteri Milana dan dia mengerling ke arah puteri itu dan suaminya dengan sinar mata penuh kebencian. Tentu saja para penjaganya tidak melihat baris pendam yang telah diatur oleh Han Wi Kong. Tentu para anggauta pasukan istimewa itu melakukan pengurungan dengan bersembunyi, hanya siap sewaktu-waktu untuk menyerbu dan melindungi junjungan mereka!
Pangeran Liong Bin Ong masih memandang kepada Milana dan suaminya dengan penuh kemarahan dan kebencian. Akan tetapi karena pada saat itu hidangan sedang dikeluarkan, dia menahan sabar dan bahkan dengan muka dimanis-maniskan dia berdiri dari kursinya, menghampiri para tamu terhormat sambil terbongkok-bongkok dan mempersilakan mereka menikmati hidangan yang dikeluarkan.
Mulailah para tamu makan minum sambil bercakap-cakap dan di bagian para tamu yang kebagian tempat duduk di dalam taman, tampak Suma Kian Lee dan Suma Kian Bu ikut pula makan minum dengan lahapnya di sebuah meja!
Ternyata Suma Kian Bu tidak dapat menahan keinginan hatinya ketika dia melihat para tamu mulai makan minum. Bau arak wangi dan masakan yang masih mengepulkan uap, membuat perutnya yang sudah lapar itu menjadi makin lapar, maka dia menyentuh lengan kakaknya dan memberi isyarat dengan kepala, kemudian tanpa menanti jawaban Suma Kian Lee yang mengerutkan alisnya, Suma Kian Bu pergi keluar dari rombongan para penonton yang memandang orang makan sambil menelan air liur itu.
Kian Bu mengajak Kian Lee kebagian yang sunyi, kemudian mereka menggunakan waktu semua penonton memandang ke dalam, seperti dua ekor burung rajawali mereka meloncati pagar tembok dan menyusup melalui tempat gelap, akhirnya mereka dapat menyelinap masuk dan duduk di kursi paling belakang dari rombongan tamu yang kebagian tempat di taman!
Mereka bersikap biasa saja ketika para pelayan datang membawa hidangan dan mengangguk dengan sikap angkuh seolah-olah mereka juga tamu-tamu kehormatan ketika para pelayan menaruh hidangan dan memandang hidangan-hidangan dan arak yang diatur diatas meja itu dengan sikap angkuh dan acuh tak acuh, dengan pandangan yang jelas menyatakan bahwa mereka telah “biasa” dengan hidangan seperti itu, seperti sikap orang-orang muda bangsawan dan kaya raya.
Akan tetapi begitu para pelayan itu meninggalkan meja mereka untuk melayani para tamu lain, Suma Kian Lee dan Suma Kian Bu segera menyerbu hidangan-hidangan itu dan makan dengan lahapnya karena memang perut mereka sudah lapar dan selamanya mereka belum pernah makan hidangan mahal selezat itu.
Sementara itu, Pangeran Liong Bin Ong sudah memutar otaknya. Rencananya gagal total. Tadinya dia dan anak buahnya telah merencanakan siasat keji untuk membasmi musuh-musuhnya. Rencana ini adalah memancing keributan sehingga terjadi pertempuran seolah-olah pihak pemberontak mengacaukan pestanya dan di dalam kekacauan ini dia akan mengerahkan kaki tangannya yang lihai untuk membunuh Puteri Milana dan Perdana Menteri Su, sedangkan dia telah merencanakan untuk membiarkan dirinya “diculik” oleh pengacau.
Hal ini untuk membuktikan kebersihannya, sehingga selain musuh-musuh yang diseganinya, Perdana Menteri Su dan Puteri Milana dapat ditewaskan, juga Kaisar akan kehilangan kecurigaannya terhadap dirinya. Tentu saja yang “menculiknya” adalah kaki tangannya sendiri dan dia akan mencari akal untuk dapat lolos dari tawanan para penculik, kalau perlu dengan tuntutan penebusan kepada pihak istana.
Akan tetapi, siapa kira, Panglima Han Wi Kong, atau lebih tepat lagi Puteri Milana karena dia menduga keras bahwa puteri itulah yang mengatur semua ini, agaknya telah mencium rahasia itu atau juga telah menduga akan terjadinya sesuatu yang tidak wajar sehingga istana itu dikepung oleh pasukan terpendam sehingga tentu saja rencananya gagal karena kalau dilanjutkan, tentu akan ketahuan bahwa dialah yang mengatur kekacauan itu.
Sambil bersungut-sungut Liong Bin Ong memberi isyarat kepada seorang yang berdiri sebagai penjaga di sudut ruangan. Orang ini sebetulnya adalah kepala pengawalnya yang sejak tadi memandang ke arah majikannya setelah dia menyuruh seorang pengawal menyerahkan laporan tertulisnya.
Melihat kepala pengawal itu memandang kepadanya, Pangeran Liong Bin Ong lalu mengangkat tangan kanannya ke atas, menekuk semua jari tangannya kecuali jari tengah dan telunjuk. Ini merupakan isyarat rahasia bahwa dia menghendaki agar “siasat ke dua” dijalankan, karena siasat pertama gagal total.
Memang, sebagai seorang ahli siasat, Pangeran Liong Bin Ong dan anak buahnya telah mengatur rencana selengkapnya, yaitu telah direncanakan siasat cadangan untuk merubah rencana kalau yang pertama gagal.
Rencana ini akan mempergunakan siasat ke dua, tidak lagi untuk membunuh Perdana Menteri Su dan Puteri Milana. Tak mungkin lagi dilakukan rencana pembunuhan setelah Puteri Milana dengan cerdiknya mengatur barisan pendam mengurung istana, bahkan menyelundupkan pengawal-pengawalnya kedalam para tamu, para penonton bahkan ahli-ahli musik yang sedang menghibur para tamu.
Akan tetapi siasat kedua dapat dijalankan, yaitu untuk membuat pihak Puteri Milana malu di depan para tamu bangsawan, yaitu dengan jalan mengadu kepandaian antara jago-jago yang telah dipersiapkan oleh Pangeran Liong Bin Ong sebelumnya, dan pihak tamu kehormatan yang akan ditantang dengan jalan halus.
Kalau sampai berhasil memancing kemarahan Puteri Milana dan puteri yang perkasa itu turun tangan sendiri, itulah yang diharapkan karena hal itu berarti bahwa siasat mereka berhasil. Kalau Sang Puteri maju, maka hanya ada dua kerugian di pihak Puteri Milana.
Kalau Sang Puteri kalah, jelas hal ini yang dikehendaki Pangeran Liong Bin Ong, apalagi kalau dalam pertandingan itu Puteri Milana sampai dapat ditewaskan. Andaikata sebaliknya, karena puteri itu memang amat lihai, setidaknya puteri itu telah merendahkan diri melayani jagoan-jagoan, dan merendahkan derajatnya sebagai puteri cucu Kaisar dan tentu hal ini akan mudah dijadikan bahan menghasut Kaisar agar Kaisar yang tua itu membenci cucunya yang dianggap mencemarkan kehormatan keluarga kerajaan!
Setelah semua tamu selesai makan, Pangeran Liong Bin Ong diam-diam memberi isyarat. Tak lama kemudian, dari rombongan tamu yang berada di dalam taman, berdirilah dua orang, yang seorang bertubuh tinggi besar bermuka hitam dan kelihatan kasar dan kuat sekali, sedangkan orang kedua tinggi kurus dengan muka kuning mata sipit, langkahnya gontai seperti orang lemah.
Kedua orang ini seperti orang mabuk berjalan menuju ke tempat kehormatan, lalu menjatuhkan diri berlutut diatas lantai ditengah ruangan yang memang telah dipersiapkan untuk menjadi tempat gelanggang adu kepandaian dimana hanya terdapat meja besar tempat menyimpan semua hadiah dan sumbangan.
Kedua orang itu menghadap kepada Pangeran Liong Bin Ong dan Si Tinggi Kurus yang berkata dengan suara melengking nyaring sehingga terdengar oleh semua yang hadir, terutama sekali oleh mereka yang duduk di panggung kehormatan karena kedua orang itu berlutut menghadap ke situ.
“Mohon paduka sudi mengampunkan kami berdua. Akan tetapi kami berdua menagih janji paduka untuk menguji kami di depan para tamu yang mulia agar dapat memutuskan apakah kami patut menjadi pengawal pribadi paduka yang dapat dipercaya.”
Semua orang tentu saja memandang dan selain merasa heran juga berkhawatir melihat keberanian dua orang itu mengganggu pesta dan tentu Pangeran Liong Bin Ong akan marah sekali.
Akan tetapi pangeran itu hanya memandang dengan tersenyum, sedangkan yang menjadi marah adalah Pangeran Liong Khi Ong yang tadi mendekati kakaknya, tak lama setelah pengawal mengantar surat. Pangeran Liong Khi Ong bangkit berdiri dari kursinya dan sambil menudingkan telunjuknya kepada kedua orang itu dia membentak,
“Manusia-manusia kurang ajar! Berani kalian mengganggu pesta dengan bicara tentang pekerjaan?”
Pangeran Liong Khi Ong sudah menoleh kepada pengawal untuk memberi perintah menangkap mereka, akan tetapi tiba-tiba Pangeran Liong Bin Ong memegang lengan adiknya itu dan berkata nyaring sehingga semua tamu mendengar suaranya,
“Jangan persalahkan mereka! Memang aku sudah berjanji kepada mereka untuk menguji mereka dalam pesta ini!” Kemudian Pangeran Liong Bin Ong bangkit berdiri dan menghadapi para tamu di bagian kehormatan sambil berkata, “Cu-wi sekalian yang mulia. Di dalam keadaan terancam oleh pengacauan-pengacauan para pemberontak suku bangsa di luar tapal batas, kita perlu sekali menghimpun tenaga untuk menjadi pengawal-pengawal dan melindungi kita.”
Puteri Milana dan Perdana Menteri Su saling bertukar pandang dan Puteri Milana menahan senyum mengejek. Betapa tak tahu malu pangeran tua yang menjadi paman kakeknya itu. Sudah terang, biarpun belum ada bukti, bahwa kedua orang Pangeran Liong itulah yang mengandalkan semua pemberontak suku bangsa, sekarang masih berani bicara seperti itu!
“Dua orang saudara dari dunia kang-ouw ini mendengar bahwa kami sedang membutuhkan tenaga pengawal-pengawal yang sakti. Kemarin dulu mereka datang menghadap kami dan melamar pekerjaan menjadi pengawal pribadi. Karena kami sedang menghadapi perayaan, maka kami memutuskan untuk menguji mereka pada saat pesta ini, sekalian untuk memeriahkan suasana pesta. Karena kami mengerti bahwa pada saat inilah terkumpul semua tokoh gagah perkasa yang tentu akan sudi turun tangan membantu kami untuk menguji mereka berdua apakah benar mereka memiliki kepandaian dan patut menjadi pengawal pribadi kami. Yang tinggi besar bermuka hitam ini adalah Yauw Siu, seorang jagoan dari Pantai Po-hai!”
Si Muka Hitam bangkit berdiri dan dengan mengerahkan tenaga membuat otot-otot lengan dan lehernya tampak menggembung, dia membungkuk dan memberi hormat ke empat penjuru.
“Yang tinggi kurus bermuka kuning adalah Sun Giam, jagoan dari pegunungan selatan,” kata pula Pangeran Liong Bin Ong dan Si Tinggi Kurus juga memberi hormat ke empat penjuru.
“Silakan jika diantara Cu-wi ada yang suka membantu kami untuk menguji kedua orang calon pengawal ini!”
Pangeran Liong Bin Ong menutup kata-katanya lalu duduk kembali. Suasana menjadi sunyi sekali. Biarpun terdengarnya seperti seorang yang minta bantuan menguji dan sekaligus memeriahkan suasana pesta, namun bagi mereka yang diam-diam menentang pangeran ini, jelas terasa bahwa pangeran itu mengajukan dua orang jagoannya untuk menantang!
Betapapun, diantara para tamu kehormatan tidak ada yang sudi untuk memenuhi tantangan ini, karena mereka tidak sudi merendahkan diri melawan orang-orang yang dianggapnya rendah itu.
Kesunyian yang mencekam sekali dan tampak Puteri Milana menahan senyum, girang bahwa pancingan pangeran tua itu tidak berhasil. Dua orang jagoan yang kini masih berdiri itu memandang ke sekeliling, dan kelihatan bingung karena tidak ada yang menyambut tantangan Pangeran Liong Bin Ong. Timbullah kesombongan dalam hati Yauw Siu yang mengira bahwa diamnya para tamu ini adalah karena mereka gentar kepadanya! Maka sambil mengangkat dada dia berkata nyaring setelah tertawa,
“Ha-ha-ha, harap para orang gagah yang hadir disini tidak khawatir karena saya Yauw Siu yang berjuluk Hek-bin Tiat-liong (Naga Besar Bermuka Hitam) tidak perlu membunuh dalam pi-bu (mengadu kepandaian)!”
Tiba-tiba tampak seorang pembesar bangkit dari kursinya, pembesar ini gemuk dan dia adalah seorang pembesar sastrawan yang berwenang memeriksa hasil ujian para calon sastrawan, seorang pembesar yang mata duitan dan tentu saja suka makan sogokan para calon sastrawan yang mengikuti ujian. Sambil tersenyum pembesar ini menjura ke arah Pangeran Liong Bin Ong dan berkata,
“Harap paduka maafkan saya. Melihat bahwa tidak ada orang yang suka membantu paduka untuk menguji kedua orang calon pengawal itu, bagaimana kalau saya mengajukan lima orang pengawal pribadi saya? Kedua orang itu kelihatan gagah perkasa dan tentu lihai sekali, maka tidak tahu apakah mereka berani menghadapi lima orang pengawal saya.”
Sebelum Pangeran Liong Bin Ong menjawab, Yauw Siu si Muka Hitam sudah cepat menjawab,
“Boleh sekali! Silakan lima orang itu maju berbareng dan akan saya tandingi sendiri, tidak perlu Saudara Sun Giam turun tangan!”
Jawaban ini memancing suara berisik dari para tamu yang menganggap orang muka hitam itu sombong sekali. Akan tetapi Pangeran Liong Bin Ong melambaikan tangan dan mengangguk tanda setuju.
Pembesar itu lalu menggapai ke belakang, maka muncullah lima orang pengawalnya yang berpakaian seragam biru, lima orang berusia tiga puluhan tahun dan kesemuanya bertubuh tegap dan gagah. Setelah menjura dengan penuh hormat kepada semua yang hadir, lima orang itu melangkah maju menghadapi Yauw Siu, sedangkan Sun Giam sambil menyeringai sudah mundur dan duduk di atas lantai di pinggiran.
Yauw Siu sudah menghadapi lima orang gagah itu sambil tersenyum lebar, kemudian terdengar dia bertanya,
“Sebelum kita mulai, bolehkah saya bertanya Ngo-wi (Anda Berlima) ini murid-murid dari partai manakah?”
Pertanyaan itu sungguh terdengar menantang dan tinggi hati, akan tetapi seorang diantara lima orang pengawal itu menjawab,
“Kami adalah murid-murid dari Gak-bukoan (Perguruan Silat Gak) di Seng-kun.”
“Ahhh! Ha-ha-ha, jadi Ngo-wi adalah murid-murid dari Gak-kauwsu? Bagus sekali! Aku sudah mengenal baik guru kalian itu dan tahu bahwa guru kalian mengandalkan ilmu menghimpun tenaga yang amat kuat di kedua lengannya dan terkenal dengan Ilmu Pukulan Pek-lek-jiu (Tangan Halilintar), bukan?”
Lima orang itu mengangguk dan Si Muka Hitam melanjutkan,
“Kalau begitu, biarlah kalian menguji tenagaku dan sebaliknya aku akan menguji apakah benar-benar kalian telah mempelajari ilmu secara baik-baik dari Gak-kauwsu.”
Dia memberi isyarat kepada Sun Giam dan orang tinggi kurus ini melemparkan segulung tali yang besar dan kuat kepada temannya.
Yauw Siu lalu menyerahkan tali itu kepada lima orang pengawal sambil berkata,
“Harap Ngo-wi suka mengikat kedua kaki dan tangan, juga pinggangku, kemudian Ngo-wi disatu pihak menarik dan aku di lain pihak mempertahankan. Dengan demikian kita mengadu tenaga satu lawan lima. Bukankah ini menarik sekali dan mengingat akan hubungan diantara kita, tidak perlu ada yang sampai roboh terluka atau tewas?”
Si Muka Hitam yang sombong itu ternyata pandai bicara dan pandai pula berlagak sehingga menarik perhatian para tamu.
“Bagus! Itu adil sekali! Hayo kalian cepat lakukan!” dari tempat duduknya, pembesar sastrawan itu bertepuk tangan gembira.
Tentu saja hatinya menjadi lega dan dia mengharapkan kemenangan lima orang pengawalnya karena pertandingan yang ditentukan oleh Si Muka Hitam sendiri itu menguntungkan pihaknya.
Lima orang itu cepat memenuhi permintaan Yauw Siu. Pergelanaan kaki dan tangan, juga pinggang Si Muka Hitam itu diikat dengan tali, kamudian mereka berlima memegang ujung tali di depan Si Muka Hitam.
Semua tamu menonton dengan gembira, bahkan diantara para pembesar itu kini sibuk bertaruh sehingga keadaan menjadi berisik dan gembira. Dua orang pangeran tua saling pandang dan tersenyum-senyum, kadang-kadang mereka melirik ke arah Perdana Menteri Su dan Puteri Milana yang kelihatan masih tenang-tenang saja.
“Siap....! Tarik....!”
Tiba-tiba Yauw Siu berteriak dan lima orang pengawal itu sudah mengerahkan tenaganya menarik tali yang mengikat tubuh Si Muka Hitam.
Yauw Siu berdiri dengan tegak, mengerahkan tenaganya sehingga mukanya berubah menjadi makin hitam, urat-urat yang tampak di lengan dan leher yang tidak tertutup pakaian itu menggembung besar, matanya melotot dan betapapun lima orang lawannya membetot dan mengerahkan tenaga sekuatnya, tetap saja tubuh Si Tinggi Besar itu tidak bergoyang sedikitpun!
“Tahan....!”
Yauw Siu memekik keras dan kedua tangannya digerakkan ke belakang. Dua orang pengawal yang memegang dua ujung tali yang mengikat tangannya itu terhuyung ke depan. Kembali Yauw Siu berseru dan kedua kakinya melangkah mundur, juga mengakibatkan dua orang pengawal lain terbawa dan terhuyung, kemudian dia mengeluarkan bentakan keras, tubuhnya meloncat ke belakang dan lima orang itu jatuh tertelungkup dan terseret!
Tepuk tangan dan sorak memuji bergemuruh menyambut kemenangan Yauw Siu ini, yang sambil tertawa-tawa menggunakan jari-jari tangannya yang besar dan kuat untuk memutus-mutuskan tali yang mengikat kedua kaki, tangan dan pinggangnya. Kembali demonstrasi tenaga yang amat kuat ini memancing tepuk tangan gemuruh. Yauw Siu mengangguk dan membungkuk keempat penjuru menerima sambutan dan pujian itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar