FB

FB


Ads

Jumat, 19 Desember 2014

Pendekar Super Sakti Jilid 056

Betapa ingin mata memandang mesra
Betapa ingin jari tangan membelai sayang
betapa ingin hati menjeritkan cinta
namun Siansu berkata: bebaskan dirimu
dari pada ikatan nafsu!
Mungkinkah pria dipisahkan dari wanita?
Tanpa adanya perpaduan Im dan Yang
dunia takkan pernah tercipta
betapapun juga,
cinta segitiga tak membahagiakan
menyenangkan yang satu
menyusahkan yang lain
akibatnya hanya perpecahan dan permusuhan
ikatan persaudaraan dilupakan
akhirnya yang ada hanyalah duka dan sengsara.
Kesimpulannya, benarlah pesan Siansu bahwa sengsaralah buah daripada nafsu!

Ketika Han Han mengucapkan syair ini dengan suara lantang dan jelas, nenek itu memandangnya dengan bengong dan menggantungkan pandang mata pada bibir Han Han yang bergerak-gerak. Kemudian, setelah Han Han menghabiskan syair, keadaan menjadi sunyi dan nenek itu kembali menarik napas panjang.

“Ahhh, seolah-olah aku mendengar dia sendiri membacakan tulisan syairnya! Dialah yang menulis itu, Sie Han dan dapat kubayangkan betapa dia menulisnya dengan hati bercucuran darah. Kasihan Han Ki suheng!”

“Apakah yang terjadi di antara subo (Ibu Guru) bertiga?”

Han Han yang makin terseret dan tertarik kini merasa dirinya dekat dengan nenek itu dan otomatis ia tidak lagi menyebut locianpwe melainkan menyebut subo!

“Apa yang terjadi? Telah tersurat dalam syair Koai-lojin Kam Han Ki tadi! Engkau tidak perlu tahu, muridku, urusan itu adalah urusan yang menyangkut kepribadian dan akan tetap menjadi rahasia kami.” (Baca:ISTANA PULAU ES).






“Ahhhh....!” Han Han tak dapat menahan seruan kecewa ini.

Nenek itu tersenyum dan makin jelaslah kini persamaan antara wajah keriputan ini dengan wajah cantik jelita dari patung di dalam Istana Pulau Es.

“Asmara gagal hanya merupakan cerita sedih. Engkau yang masih bersih dan hatimu belum disentuh tangan asmara yang jahil perlu apa tahu akan hal itu? Pendeknya, terjadi kekusutan dalam pertalian saudara kami bertiga, atau lebih tepat, antara Maya Suci dan aku. Dari dua orang kakak beradik seperguruan yang saling mencinta, kami berubah menjadi dua orang musuh, seperti dua ekor harimau memperebutkan kelinci. Kami bertanding dan aku lengah, sebelah kakiku buntung....”

“Yang mana, subo? Teecu tidak dapat membedakan, yang kanan ataukah yang kiri?”

Kembali nenek itu tersenyum dan kini Han Han merasa yakin bahwa sesungguhnya nenek buntung yang mengaku bernama Khu Siauw Bwee ini sesungguhnya merupakan seorang yang amat halus budi dan peramah, hanya menjadi “beku” di luarnya, mungkin karena penderitaan batin yang hebat.

“Yang kiri, Sie Han. Kelak kalau engkau sudah mempelajari ilmu ciptaanku, engkau pun akan dapat mengubah kaki buntung menjadi kaki tunggal. Setelah kakiku buntung sebelah, Maya Suci menjadi menyesal seperti gila, lalu membunuh diri.”

“Membunuh diri?”

Han Han terbelalak, teringat ia akan patung wanita yang luar biasa cantiknya, yang telah mendatangkan perasaan aneh di dadanya ketika memandang patung itu, perasaan cinta dan tergila-gila.

“Begitulah agaknya, dia melempar dirinya ke dalam jurang yang amat curam. Dan demikianlah, kami tiga murid Bu Kek Siansu yang tadinya rukun dan setia penuh kasih sayang, menjadi terpecah-pecah. Maya suci mungkin mati mungkin tidak, akan tetapi selama delapan puluh tahun aku tidak lagi mendengar tentang dia. Juga aku tidak pernah mendengar tentang dia.... ah, surat-suratnya....” Sepasang mata itu menjadi basah akan tetapi mulutnya tersenyum bahagia.

Han Han termenung. Teringat ia akan segala penuturan Im-yang Seng-cu tentang nenek-moyangnya. Dia adalah cucu Jai-hwa-sian Suma Hoat, Si Dewa Pemerkosa Wanita, manusia cabul dan sesat. Dalam darahnya mengalir darah Suma yang terkutuk dan jahat.

Akan tetapi, juga mengalir darah keturunan keluarga Kam, keluarga pendekar sakti Suling Emas. Dan kini, penghuni Pulau Es yang merupakan manusia setengah dewa, manusia rahasia yang disebut oleh orang-orang kang-ouw dengan sebutan Koai-lojin (Orang Tua Aneh), ternyata bernama Kam Han Ki, keponakan Suling Emas, jadi ada hubungan darah dengan dia sendiri!

Dorongan perasaan Han Han membuat ia menggerak-gerakkan bibir hendak memperkenalkan diri, akan tetapi ia teringat bahwa hal itu adalah urusan pribadi dan tidak ada sangkut pautnya dengan nenek yang menjadi gurunya ini. Pula, dia sudah mengambil keputusan, untuk selanjutnya menggunakan she Sie tidak mau memakai she Suma yang amat dibencinya itu. Lebih baik dia tidak mengaku kepada siapapun juga bahwa dia masih keturunan keluarga Suma yang sama sekali tidak boleh dibanggakan.

Nenek itu kini tersenyum lagi.
“Orang-orang di dunia kang-ouw tidak ada yang mengenalku dan tentu menganggap aku telah tewas karena selama delapan puluh tahun aku bersembunyi di sini. Demikian pula dengan Maya Suci, mungkin dia sudah mati karena tidak pernah muncul di dunia. Hanya suheng yang melanjutkan sepak terjang guru kami. Dahulu, guru kami Bu Kek Siansu selalu merantau dan melakukan hal-hal yang luar biasa, melindungi yang benar dan menyadarkan yang salah. Dahulu, nama Bu Kek Siansu kadang-kadang disebut Koai-lojin, dan sekarang pun suheng disebut orang Koai-lojin sehingga tidak ada yang tahu siapa sebenarnya Koai-lojin (Orang Tua Aneh). Mungkin juga suhu, mungkin juga suheng!”

“Subo, apakah.... apakah sukong Bu Kek Siansu itu masih hidup? Teecu pernah mendengar dongeng bahwa beliau telah menjadi seorang kakek tua renta di jamannya pendekar sakti Suling Emas. Kalau begitu, berapakah usianya?”

Nenek itu menggeleng-geleng kepala.
“Tidak ada manusia yang mengetahuinya. Beliau boleh jadi masih hidup, boleh jadi sudah tiada. Dan tidak ada perlunya bagi kita untuk mengetahui akan hal itu. Yang penting sekarang, engkau akan kulatih dengan ilmu silat yang kuciptakan selama puluhan tahun di sini, ilmu yang khusus untuk seorang yang berkaki satu. Mari, kau ikutlah!”

Han Han tidak berani bertanya-tanya lagi dan segera bangkit lalu berloncatan dibantu tongkatnya keluar dari pondok mengikuti gurunya. Nenek itu memang buntung seperti dia, namun gerakannya cepat dan lincah sekali, jauh melebihi gerakan orang yang tidak buntung kakinya.

Dia berloncatan dengan payah dibantu tongkatnya, akan tetapi nenek itu berloncatan tanpa dibantu tongkat, dan kakinya seperti ada pernya, menotol-notol tanah tanpa mengeluarkan suara dan tubuhnya begitu ringan seperti terbang saja, makin lama makin jauh dan cepat loncatannya.

Dengan susah payah Han Han mengikuti nenek itu dan baru sekarang ia mendapat kenyataan bahwa daerah tempat tinggal nenek itu merupakan daerah yang amat aneh, daerah penuh batu-batu licin hitam, akan tetapi anehnya, di antara batu-batu itu dapat tumbuh pohon-pohon dan yang jarang terdapat di daerah tanah biasa.

Nenek itu berhenti di sebuah telaga yang mempunyai air jernih kebiruan, akan tetapi juga penuh pula dengan batu-batu yang licin menghitam, permukaannya mengkilap tertimpa cahaya matahari.

Setelah Han Han dapat menyusulnya dan pemuda ini berdiri di dekatnya, nenek buntung itu lalu berkata,

“Berapa lama engkau berada di Pulau Es?”

“Kurang lebih enam tahun, subo.”

“Apa saja yang kau pelajari selama itu?”

“Maaf, subo. Teecu memang bodoh. Kitab-kitab di sana terlalu tinggi bagi teecu, bahkan setiap kali teecu berusaha melatih diri dengan petunjuk kitab di sana, teecu jatuh sakit dan peredaran darah teecu menjadi kacau. Yang cocok hanya kitab-kitab peninggalan Ma-bin Lo-mo dan kitab-kitab Siang-mo-kiam.”

“Eh, Siang-mo-kiam? Can Ji Kun dan Ok Yan Hwa? Kau ketemu dengan mereka dan menerima warisan kitab mereka pula? Mereka adalah murid-murid pendekar sakti wanita Mutiara Hitam, kau tahu?” Khu Siauw Bwee, nenek itu, makin heran dan terkejut saja mendengar pengakuan Han Han tadi.

Secara singkat Han Han lalu menuturkan pengalamannya ketika bertemu dengan Sepasang Pedang Iblis yang saling bunuh dan yang menyerahkan kitab kepadanya, kemudian menceritakan pula betapa selama enam tahun di Pulau Es, dia hanya mencurahkan tenaga dan perhatiannya untuk melatih sin-kang, sedangkan dalam hal ilmu silat, biarpun ia membaca banyak kitab-kitab di situ, namun karena tidak ada yang membimbing, dia tidak dapat memetik hasilnya.

Mendengar ini, nenek itu menggeleng-geleng kepala penuh takjub.
“Dan tanpa kepandaian silat, hanya mengandalkan sin-kang saja, engkau berani menentang orang-orang macam Kang-thouw-kwi, Ma-bin Lo-mo dan Toat-beng Ciu-sian-li? Gila benar! Akan tetapi ada untungnya bagimu, Sie Han. Ilmu ciptaanku ini adalah khusus untuk orang buntung sehingga orang yang berkaki dua tidak akan mungkin dapat mempelajarinya dengan sempurna. Andaikata engkau sebelum buntung sudah mempelajari banyak ilmu silat, tentu saja ilmu silat biasa bukan untuk orang buntung, agaknya tidak akan mudah bagimu untuk mempelajari ilmuku ini, karena engkau akan terpengaruh oleh ilmu-ilmu silat biasa.

Aku sendiri, karena sebelum buntung telah menjadi seorang ahli silat yang sukar dicari bandingnya, baru setelah delapan puluh tahun dapat menciptakan ilmu ini. Engkau masih kosong dan telah memiliki dasar sin-kang yang kuat. Bagus sekali. Engkau akan cocok sekali dan dapat jauh lebih mudah mempelajarinya dari siapapun juga. Nah, sekarang aku hendak mencoba dulu kekuatan sin-kangmu. Engkau telah kuat menangkis pukulanku, akan tetapi aku masih belum yakin akan ukuran kekuatanmu, apakah perlu ditambah atau tidak. Masukkan tanganmu di dalam air ini dan kerahkan sin-kangmu melawanku.”

Han Han meniru gurunya yang duduk di atas batu. Gurunya telah memasukkan tangan kirinya kedalam air, sebatas siku. Ia pun lalu mengulur tangan kanannya, dimasukkan ke dalam air telaga di dekat batu yang didudukinya itu. Terkejutlah ia ketika merasa betapa air itu amat dinginnya. Tadinya, ia mengira bahwa memang air telaga itu dingin, akan tetapi ketika merasa betapa air itu makin lama makin dingin, tahulah dia bahwa rasa dingin itu adalah akibat pengerahan tenaga sakti Im-kang dari gurunya yang lihai.

“Pertahankan dan lawanlah!”

Gurunya berkata dan tiba-tiba air itu menjadi begitu dinginnya sampai membeku dan berubah menjadi es sehingga tangan Han Han tidak dapat dicabut kembali! Han Han terkejut dan cepat ia mengerahkan tenaga sin-kangnya. Dia maklum bahwa gurunya mempergunakan Im-kang dan untuk melawannya ia lalu mengerahkan sin-kangnya, menggunakan tenaga Yang-kang.

Seperti telah diketahui, dahulu Han Han melatih Yang-kang menurut ilmu Hwi-yang Sin-ciang dari Si Kepala Botak Gak Liat dengan merendam tangan di air masakan batu bintang yang mendidih, bahkan di dalam api, kemudian ia memperdalam dan memperkuat sin-kangnya di Pulau Es.

Biarpun bertahun-tahun melatih diri dengan sin-kang, kiranya tingkat Han Han tidak akan mungkin dapat melawan tingkat Khu Siauw Bwee murid Bu Kek Siansu ke tiga ini kalau tidak terjadi ketidak wajaran dalam tubuh Han Han sebagai akibat malam terkutuk ketika ibu dan encinya diperkosa para perwira Mancu itu. Karena ia dibenturkan ke dinding pada saat ia dalam keadaan marah, mendendam dan batinnya tertekan, terjadi kekacauan susunan syaraf dalam tubuhnya yang mendatangkan kekuatan-kekuatan mujijat.

Air yang tadinya membeku dan amat dingin itu, kini makin lama makin mencair dan hawa dingin perlahan-lahan berubah menjadi hangat, bahkan tak lama kemudian, setelah mengerahkan seluruh tenaga sehingga mukanya berubah merah, air itu mulai mendidih! Hanya air di sekitar kedua tangan mereka saja, yaitu yang dekat batu, yang terpengaruh sin-kang Han Han yang amat hebat.

Khu Siauw Bwee diam-diam menjadi kaget, heran dan kagum sekali. Akan tetapi nenek ini masih belum puas dan tiba-tiba ia mengubah sin-kangnya, mengerahkan Yang-kang sehingga air itu menjadi makin panas mendidih yang takkan tertahankan oleh kulit manusia biasa.

“Lawanlah yang ini!” serunya dengan pandang mata berseri saking girangnya.

Ketika merasa betapa air itu menjadi amat panas dan wajah gurunya yang tadi agak pucat kehijauan ketika mengerahkan Im-kang kini berubah menjadi merah, tahulah Han Han bahwa gurunya sudah mengubah sin-kangnya, menjadi Yang-kang. Maka dia pun cepat mengubah sin-kangnya, menjadi tenaga dingin yang amat kuat untuk melawan tenaga panas gurunya.

Pertandingan adu tenaga sakti ini berjalan amat lama, namun akhirnya nenek itu merasa puas dan harus mengakui bahwa muridnya ini memiliki dasar kekuatan sin-kang yang tidak lumrah! Ia menghentikan ujiannya lalu berkata.

“Sekarang kau lihatlah baik-baik. Inilah ilmu silat yang kuciptakan semenjak kakiku buntung.”

Nenek itu tiba-tiba mengeluarkan suara melengking dan.... lenyaplah dia dari atas batu di depan Han Han! Pemuda ini terkejut dan cepat memandang ke depan.

“Aihhhhh....!”

Ia melongo dan matanya terbelalak, mulutnya ternganga ketika akhirnya ia dapat menemukan gurunya dengan pandang matanya. Akan tetapi tetap saja ia tidak dapat melihat dengan jelas dan hanya melihat sinar dan bayangan berkelebatan dari batu ke batu, cepatnya bukan main, seperti kilat menyambar.

Bayangan gurunya itu seperti sebuah mainan bola yang dilontarkan kian kemari, dari sebuah batu melayang ke batu lain, akan tetapi tidak ada sedetik lamanya hinggap di sebuah batu karena begitu menotolkan kaki turun terus mencelat lagi ke jurusan lain, kadang-kadang ke belakang, ke depan, ke kiri dan ada kalanya ke atas.

Kecepatannya melebihi gerakan seekor burung walet! Makin dipandang, makin pening dan berkunang pandang mata Han Han. Tiba-tiba sinar berkelebatan lenyap dan gurunya telah berdiri kembali di sampingnya, di atas batu sambil tersenyum, sedikit pun tidak kelihatan lelah.

“Bagaimana kau lihat?”

Han Han menjatuhkan diri berlutut.
“Hebat luar biasa.... akan tetapi, bagaimana teecu akan dapat mempelajari ilmu sehebat itu, subo?”

“Bisa, tentu saja bisa, apalagi engkau memiliki kemauan keras dan memilik sin-kang yang lebih dari cukup.”

“Teecu amat bodoh, subo. Dua buah kitab dari suhu dan subo Siang-mo-kiam saja yang sudah teecu hafalkan di luar kepala, hanya dapat teecu petik tentang pelajaran sin-kangnya, sedangkan pelajaran ilmu silat pedangnya teecu sama sekali tidak dapat melatihnya,” kata Han Han menggeleng kepala.

“Karena engkau belum punya dasar, Han-ji (Anak Han). Akan tetapi setelah engkau berlatih dengan ilmuku, kelak engkau akan dapat mempelajari ilmu silat yang bagaimanapun juga. Dengar baik-baik. Ilmu ciptaanku ini kuberi nama Soan-hong-lui-kun (Ilmu Silat Badai dan Kilat). Aku menciptakannya menjadi gerakan-gerakan kilat yang berdasarkan ilmu gaya yang hanya dimiliki dan dirasakan oleh orang buntung berkaki satu seperti kita.

Karena kaki kita buntung dan hanya sebuah, tiap kali kita bergerak lalu menghentikan gerakan kita tidak dapat langsung berdiri tegak seperti orang berkaki utuh. Kita akan terdorong oleh gerakan kita sendiri sehingga terhuyung ke depan, ke belakang atau ke kanan kiri menurut gerak dorongan dari mana kita datang, selalu bergoyang-goyang untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.

Sebuah bola pun akan lama sekali baru dapat diam, dan begitu bergerak, bola itu akan bergoyang-goyang ke kanan kiri sampai dapat keseimbangan baru diam. Nah, gaya inilah yang kupakai sebagai landasan sehingga terciptalah Ilmu Silat Soan-hong-lui-kun ini. Ilmu ini hanya dapat dikuasai dan dirasakan oleh manusia kaki satu, sukar diselami dan dipelajari oleh orang yang kakinya utuh.”

Han Han mengangguk-angguk. Pemuda ini memang pada dasarnya memiliki kecerdikan yang menonjol, apalagi perubahan mujijat dalam dirinya membuat ia memiliki kekuatan otak yang tidak lumrah manusia maka sekali mendengarkan ia sudah dapat menangkap inti sari yang dimaksudkan oleh penjelasan Khu Siauw Bwee.

“Karena ada tenaga mendorong oleh gerakan pertama, maka timbullah daya tolak yang dapat kita pergunakan untuk bergerak lagi, atau menyambung gerakan pertama kita itu. Gerakan berlandaskan daya tolak ini lebih hebat karena kita dapat meminjam gerak dorongan ditambah gin-kang kita sendiri, maka begitu kita menggunakan daya tolak untuk melakukan gerakan ke dua, gerakan kita akan menjadi lebih cepat. Gerakan ke tiga, ke empat dan selanjutnya akan makin cepat. Seperti sebuah bola karet yang kita ketukkan ke atas lantai dengan tangan, makin lama akan melambung makin cepat, demikian pula gerak silat dari Soan-hong-lui-kun ini memiliki kecepatan yang tak terbatas.

Karena itu, hal yang paling sukar dan paling penting dikuasai adalah penggunaan jurus-jurus yang akan menahan gerakan daya tolak berantai ini. Karena kalau hal ini tidak kau kuasai benar-benar, engkau akan menjadi permainan dari kekuatan daya tolak berantai itu sehingga engkau sendiri takkan dapat menghentikan gerakanmu sehingga tentu saja engkau akan mudah celaka di tangan lawan!

Soan-hong-lui-kun ini kubagi menjadi tujuh puluh dua jurus, dan nanti mulai jurus ke tiga puluh tujuh, separuh dari ilmu silat ini, engkau akan mulai kulatih dengan penguasaan gerakan yang timbul dari daya tolak berantai ini.”

Demikianlah, mulai saat itu, Han Han digembleng oleh nenek buntung yang luar biasa itu, sedikit demi sedikit, sejurus demi sejurus. Han Han memiliki kemauan yang hebat dan ketekunan yang mentakjubkan, sehingga biarpun nenek itu sendiri amat bersemangat melatih muridnya, ia masih kadang-kadang menggeleng kepala penuh kagum menyaksikan ketekunan dan keuletan muridnya.

Seperti juga dalam hal kekuatan sin-kang, ia harus mengakui bahwa dalam hal kebulatan tekad dan besarnya kemauan, ia tidak dapat menandingi muridnya ini! Makin sayanglah ia kepada Han Han, apalagi ketika muridnya itu ia minta menceritakan riwayatnya, ia merasa betapa riwayat hidup muridnya itu malah lebih mengenaskan daripada riwayatnya sendiri. Ia melihat munculnya seorang manusia yang lebih besar daripada dia, dan bertekad untuk menurunkan semua kepandaiannya kepada Han Han.

Makin lama Han Han berlatih di bawah gemblengan Khu Siauw Bwee, makin terbukalah matanya bahwa sebetulnya, sebelum ia berlatih silat di bawah bimbingan gurunya yang baru, ia telah mempunyai banyak ilmu, hanya ilmu-ilmu itu terpendam dan hanya diketahui teorinya belaka. Kini, ia mulai dapat melatih semua ilmu yang pemah ia pelajari, bahkan permainan pedang dari kitab-kitab peninggalan Sepasang Pedang Iblis yang bernama Siang-mo Kiam-sut, yaitu penggabungan dari ilmu Pedang Iblis Jantan dan Iblis Betina, kini dapat ia mainkan dengan tongkatnya!

Setahun lamanya Han Han tekun melatih diri dengan Ilmu Soan-hong-lui-kun. Ketekunannya sungguh tidak lumrah manusia. Dia tidak peduli akan siang atau malam, pagi maupun sore, terus berlatih, hanya makan kalau perutnya sudah tidak dapat menahan lapar, hanya tidur kalau matanya sudah tak mau dibuka, dan hanya mengaso kalau tubuhnya sudah tidak dapat digerakkannya lagi saking lelahnya.

Dengan semangat dan ketekunan seperti ini, tidaklah mengherankan kalau dalam waktu setahun saja sudah dapat menguasai ilmu silat itu dan pada pagi hari itu tubuhnya sudah tampak berkelebatan dari batu ke batu dan dia sudah berlatih Ilmu Silat Soan-hong-liu-kun. Tubuh yang berkelebatan seperti hampir tidak tampak, karena terlalu cepat. Baru saja tampak di atas batu sini, tahu-tahu sudah lenyap dan berada di batu sebelah sana, terus bergerak dan terus berpindah, tongkat di tangan kiri dan cara ia meloncat seperti terbang saja, makin lama makin cepat.

Biarpun dia sedang berlatih dengan gerakan-gerakan kilat, pandang matanya yang amat tajam dapat melihat berkelebatnya bayangan yang telah berdiri di atas batu dan memperhatikan gerakan-gerakannya. Han Han makin bersemangat dan ia mulai bersilat lagi, mengulang dari jurus pertama sampai jurus terakhir, tujuh puluh dua jurus ia mainkan sebaik-baiknya.

Diam-diam Khu Siauw Bwee kagum dan terkejut bukan main. Pemuda yang menjadi muridnya itu benar-benar amat luar biasa! Ilmu yang ia ciptakan, selama puluhan tahun, kini dapat dikuasai muridnya dalam waktu setahun saja!

“Bagus, muridku Han Han! Bagus sekali! Engkau telah berhasil menguasai Soan-hong-lui-kun hanya dalam waktu setahun! Dengan ilmu ini, kiranya akan jarang dapat ditemukan orang yang akan mampu menandingimu. Betapapun juga, di dunia terdapat banyak orang lihai dan sayanglah kalau semua ilmu yang pernah kau pelajari teorinya tidak kau latih prakteknya. Karena itu, mulai sekarang kau latihlah semua ilmu yang kau ketahui, ditambah ilmu silat yang pernah kau pelalari, agar kau menguasai semua silat tinggi sehingga kelak tidak canggung menghadapi lawan berat.”

Han Han berlutut di depan gurunya.
“Terima kasih atas semua petunjuk subo dan teecu akan mentaati semua perintah subo.”

Demikianlah, mulai hari itu, Han Han melatih ilmu silat-ilmu silat tinggi yang pernah ia pelajari dari kitab-kitab di Pulau Es, juga Ilmu Pedang Siang-mo Kiam-sut ia sempurnakan latihannya di bawah petunjuk gurunya.

**** 56 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar