FB

FB


Ads

Rabu, 08 Juli 2015

Suling Emas & Naga Siluman Jilid 055

“Terima kasih atas pertolonganmu, Taihiap. Bolehkah kami mengenalmu dan mengetahui namamu yang terhormat?” Pangeran itu sudah menegur dengan sikap ramah dan halus.

Tek Hoat mengangkat mukanya memandang dan sejenak mereka saling pandang, keduanya terkejut karena kalau pangeran itu menatap sepasang mata yang mencorong penuh kekuatan, sebaliknya Tek Hoat melihat sepasang mata yang bersinar lembut namun mengandung wibawa yang membuat setiap orang akan tunduk hatinya. Maka diapun cepat menjura dengan hormat.

“Paduka adalah seorang pangeran yang terhormat dan mengagumkan, sedangkan saya hanyalah seorang jembel hina yang tidak pantas dikenal oleh Paduka. Selamat tinggal dan maafkan saya!”

Setelah berkata demikian, kembali dia mengangkat kedua tangan memberi hormat lalu berkelebatlah dia dan lenyap dari tempat itu! Souw Kee An yang menyaksikan semua ini, cepat mendekati pangeran dan berkata lirih,

“Pangeran, sungguh Thian telah selalu melindungi Paduka. Orang yang seperti pengemis tadi tentulah seorang diantara pendekar-pendekar sakti. Kepandaiannya hebat bukan main.”

Pangeran itu mengangguk-angguk, lalu menggumam,
“Aku kasihan kepadanya....”

Souw Kee An merasa heran, akan tetapi dia tidak berani banyak bertanya karena pangeran itu seperti bicara pada diri sendiri, maka dia melanjutkan keterangannya,

“Dan perampok-perampok itu jelas bukan perampok biasa. Wanita-wanita bertopeng itu amat lihai, apalagi perampok yang bertubuh tinggi besar seperti raksasa itu, dia memiliki ilmu yang luar biasa. Syukurlah bahwa Thian masih selalu melindungi Paduka.”

Akan tetapi pangeran itu tidak kelihatan seperti orang yang baru saja terlepas dari bahaya maut, tidak menjadi lega dan bersyukur seperti komandan pasukan pengawalnya. Dia hanya berkata dengan nada suara gembira,

“Ah pengalaman yang mengasyikan sekali tadi itu!”

Kuda yang mati terpanah itu diganti kuda lain dan biarpun atas kereta itu sudah rusak, namun kereta itu masih dapat berjalan. Perjalanan dilanjutkan dan lewat tengah hari mereka tiba di pantai laut. Ternyata tempat itu, pantai laut dekat muara Sungai Huai, sudah ramai dengan orang-orang yang hendak menyeberang ke Kim-coa-to. Dan di situ telah tersedia sebuah perahu besar yang indah, perahu milik majikan Pulau Kim-coa-to yang sengaja dikirim ke situ untuk menyambut pangeran!

Ouw Yan Hui, majikan Pulau Kim-coa-to, adalah seorang wanita yang amat kaya-raya. Di pulau itu sendiri, terutama di dalam gedung yang seperti istana dan amat besar itu, tidak ada seorang pun laki-laki. Semua pelayannya adalah wanita belaka, wanita-wanita muda yang cantik-cantik.

Akan tetapi hal ini bukan berarti bahwa dia tidak mempunyai pembantu-pembantu pria. Mereka itu ada banyak, akan tetapi mereka adalah yang bekerja di bagian luar, yang mengurus perahu, berjaga di tepi pulau dan sebagainya. Tanpa seijin Ouw Yan Hui, tidak boleh mereka itu memasuki gedung, kecuali para penjaga kalau memang ada keperluan penting.

Perahu besar yang dikirim untuk menjemput pangeran itu lengkap dengan anak buahnya, sebuah perahu yang indah dan kokoh kuat. Para anak buahnya berbaris dengan rapi dan pemimpin mereka menyambut Sang Pangeran dengan hormat dan mempersilakan Sang Pangeran untuk segera menaiki perahu.






Akan tetapi, tidak semua pengawal dapat naik ke perahu itu, karena jumlah mereka terlalu banyak. Maka, hanya pangeran bersama Souw Kee An dan dua orang pembantunya yang dapat naik ke perahu itu, sedangkan delapan belas orang pengawal lain termasuk yang terluka, terpaksa mengikuti perahu itu dengan perahu lain.

Kehadiran Sang Pangeran di situ menjadi tontonan. Mereka yang hendak pergi ke Kim-coa-to juga menonton dan diam-diam di antara mereka itu yang mempunyai niat mempersunting Sang Puteri di Kim-coa-to menjadi kecil hatinya melihat kehadiran pangeran mahkota. Mana mungkin mereka bersaing melawan pangeran mahkota dari kerajaan? Perbandingan yang tidak adil sama sekali!

Setelah perahu besar indah itu bergerak dan mulai berlayar, maka perahu-perahu lain juga mulai meninggalkan pantai dan beberapa buah perahu di antara mereka sengaja berlayar dekat-dekat dengan perahu besar itu, agaknya untuk “membonceng” kebesaran Sang Pangeran. Ada pula beberapa buah perahu layar kecil, yaitu perahu-perahu nelayan biasa yang berlayar untuk mencari ikan dan tidak ada sangkut-pautnya sama sekali dengan keramaian pesta yang diadakan di Pulau Kim-coa-to.

Setelah perahu berlayar, hati Komandan Souw Kee An merasa lega sekali. Setidaknya, pangeran yang dikawalnya sudah aman sekarang sampai tiba di pulau itu. Akan tetapi, kalau sudah tiba di pulau itu berarti pihak majikan pulau yang bertanggung jawab kalau terjadi sesuatu dan mengingat akan kelihaian pemilik pulau yang berjuluk Bu-eng-kwi itu, dan betapa tentu akan banyak berkumpul orang-orang pandai, kiranya tidak akan ada yang berani mengganggu pangeran di pulau itu.

Kini Souw Kee An dapat duduk dengan hati lega, melihat betapa pangeran itu memandang ke arah air laut yang bergelombang dan berkilauan tertimpa sinar matahari yang sudah agak miring ke barat. Dia melihat ada dua buah perahu nelayan terlalu mendekati perahu besar akan tetapi tidak terjadi sesuatu yang mencurigakan. Tiba-tiba saja, terdengar teriakan-teriakan di dalam perahu dan perahu besar itu mulai oleng! Kiranya ada air masuk dari dasar perahu yang tiba-tiba saja bocor!

“Ada orang melubangi dasar perahu!” terdengar para anak buah perahu berteriak-teriak dan sibuklah mereka.

Perahu itu terguncang dan oleng, dan pada saat itu, dari perahu-perahu nelayan tadi berloncatanlah orang-orang dengan pakaian ringkas, dengan muka bertopeng lagi, ke atas perahu besar! Tentu saja Souw Kee An cepat menyambut dan dengan sebuah tendangan kilat dia menjatuhkan seorang di antara mereka kembali ke bawah perahu, ke dalam air. Akan tetapi anak buah perahu besar itu bukanlah lawan orang-orang yang berloncatan ke atas perahu.

“Hai, apa yang kau lakukan ini? Lepaskan aku!” terdengar Sang Pangeran membentak.

Souw Kee Ang menoleh dan terkejut melihat Sang Pangeran sudah diringkus oleh seorang bertopeng. Dia meloncat untuk menolong, akan tetapi perahunya miring tiba-tiba dan dia pun terguling, untung ke dalam perahu, tidak keluar! Dan pada saat itu, pangeran sudah dibawa loncat oleh penangkapnya ke atas perahu nelayan kecil itu. Lalu terdengar suitan-suitan dan semua orang bertopeng berloncatan ke atas dua perahu nelayan kecil itu yang segera di dayung pergi dan terbawa oleh layar mereka yang berkembang.

“Kejar....!”

Souw Kee An meloncat ke arah perahu yang ditumpangi oleh anak buahnya yang tadi hanya menonton dengan bingung, tidak tahu harus berbuat apa. Loncatan yang dilakukan oleh Souw Kee An tadi adalah loncatan yang jauh dan berbahaya karena kurang semeter saja dia tentu akan terjatuh ke air yang bergelombang. Juga anak buah perahu besar sudah cepat dapat menggunakan alat untuk membuang semua air yang masuk ke dalam perahu dan menambal dasar perahu yang bocor, dan ternyata dibor dari bawah perahu itu.

Akan tetapi pada saat itu, para penjahat yang menculik pangeran itu melepaskan anak panah berapi ke arah perahu yang ditumpangi para pengawal yang mengejar dua perahu nelayan, juga layar dari perahu besar menjadi sasaran. Dalam beberapa menit saja layar-layar itu terbakar dan perahunya tentu saja tidak dapat maju cepat kalau hanya dengan kekuatan dayung pada saat air berombak besar seperti itu.

Souw Kee An membanting-banting kakinya melihat betapa dua perahu nelayan kecil itu dengan cepatnya berlayar kembali ke daratan, membawa pangeran yang dikawalnya.

“Celaka, hayo kembali ke darat!” bentaknya berkali-kali dan dia sendiri ikut bantu mendayung.

Peristiwa ini menggegerkan keadaan di situ. Bahkan perahu-perahu lain menjadi ketakutan, ada yang melanjutkan perjalanannya ke Kim-coa-to, ada pula yang ikut kembali ke darat!

Dua buah perahu nelayan kecil itu dapat berlayar amat cepatnya, sedangkan perahu-perahu lainnya hanya maju perlahan-lahan. Ada dua perahu layar lain yang mencoba mengejar, akan tetapi mereka inipun dilumpuhkan oleh anak panah berapi yang mambakar layar mereka.

Setelah tiba di daratan, Souw Kee An yang wajahnya menjadi pucat itu hanya menemukan dua perahu nelayan tadi sedangkan semua penjahat itu lenyap, membawa pangeran bersama mereka. Dapat dibayangkan betapa bingung hati Souw Kee An. Dia cepat mengatur pasukannya untuk mencari-cari Sang Pangeran, bahkan dia lalu mengutus seorang anak buah untuk minta bantuan pasukan dari kepala daerah di Tung-king untuk membantu mencari pangeran yang terculik orang.

Betapapun dia hendak merahasiakan lenyapnya pangeran yang terculik ini, namun karena peristiwa itu disaksikan oleh banyak orang luar, sebentar saja berita itu tersiar ke mana-mana dan tentu saja sekeliling daerah Tung-ting menjadi gempar.

**** 055 ****