FB

FB


Ads

Selasa, 09 Desember 2014

Pendekar Super Sakti Jilid 043

Hebat sekali memang keadaan tubuh Han Han, kehebatan yang tidak wajar lagi. Semenjak kepalanya dibenturkan oleh perwira yang memperkosa ibunya, terjadi ketidak wajaran dalam tubuhnya, menimbulkan kekuatan kemauan yang dapat mengalahkan kekuatan jasmani dan dengan sendirinya juga dapat memaksa jasmaninya melakukan hal-hal yang tidak semestinya dapat dilakukan manusia biasa.

Dalam keadaan tertotok tadi, dia sama sekali tidak mampu bergerak, bahkan tidak mampu mengerahkan sin-kang. Akan tetapi kekuatan kemauannya yang luar biasa, terdorong oleh kemarahannya dan kekhawatirannya memikirkan Lulu, membuat ia mampu mengerahkan sin-kangnya sehingga ia dapat membebaskan totokan pada tubuhnya dan sekaligus juga membebaskan totokan dan pencetan yang menimbulkan rasa nyeri-nyeri dan gatal-gatal tadi.

Begitu dapat bergerak lagi, Han Han lalu meloncat hendak pergi dari situ mengejar Ouwyang Seng yang membawa lari adiknya. Melihat ini, Setan Botak dan Iblis Muka Kuda yang tadinya bengong dan terkesima saking kagetnya melihat pemuda itu tiba-tiba dapat bebas, cepat meloncat dan melakukan pengejaran.

Han Han tidak terluka parah di dalam tubuhnya, namun seluruh tubuhnya sakit-sakit akibat pertandingan tadi, maka larinya tidaklah secepat biasanya. Andaikata tidak demikian sekalipun, tentu sukar baginya untuk dapat melarikan diri dari dua orang datuk hitam itu.

“Kau hendak lari ke mana?” GakLiat mengejek.

“Hemmm, jangan harap dapat melarikan diri!” Ma-bin Lomo juga mengejek.

Mendengar suara mereka amat dekat di belakangnya, Han Han maklum bahwa lari pun memang tiada gunanya. Ia teringat akan sesuatu, teringat akan pengalaman-pengalamannya ketika kecil, betapa suaranya kadang-kadang dapat mempengaruhi orang. Hal itu dahulu ia anggap tak masuk akal dan hanya kebetulan saja, akan tetapi dalam keadaan tersudut seperti ini, tiada salahnya mencoba-coba. Ia mengumpulkan seluruh kekuatan kemauannya, kemudian tiba-tiba membalik dan membentak.

“Berhenti kalian!”

Dua orang kakek yang sama sekali tidak menyangka akan dibentak seperti itu, kaget sekali dan mereka berhenti seperti arca, memandang sepasang mata Han Han yang mengeluarkan sinar kilat ketika pemuda itu membalikkan tubuh. Melihat keadaan mereka, Han Han “mendapat hati” dan ia berkata lagi dengan suara penuh wibawa karena didasari kemauan yang amat kuat.

“Gak Liat dan Siangkoan Lee, bukankah kalian saling bermusuhan? Siapa tidak menyerang dulu akan celaka!”

Gak Liat dan Siangkoan Lee seperti kemasukan kilat, mereka membalik, saling pandang dengan mata penuh kemarahan.

“Setan Botak. Engkau musuhku!”

“Iblis Muka Kuda, aku harus membunuhmu!”

Kedua orang tokoh besar dalam golongan kaum sesat itu segera saling hantam sendiri! Karena Gak Liat mempergunakan Hwi-yang Sin-ciang sedangkan Siangkoan Lee mempergunakan Swat-im Sin-ciang tentu saja baku hantam antara dua orang datuk hitam itu amatlah hebatnya dan dua kali gebrakan saja mereka berdua terjengkang ke belakang.

Karena mereka berdua memang telah memiliki kekuatan sinkang dan kekuatan batin yang tinggi, maka pengaruh luar biasa dari pandang mata dan bentakan Han Han itupun hanya sebentar saja menguasai mereka.

Setelah terjengkang barulah mereka terheran-heran mengapa mereka saling serang sendiri, dan ketika mereka memandang ternyata pemuda itu telah lari agak jauh! Tentu saja tergopoh-gopoh dua orang kakek itu mengejar sambil menyumpah-nyumpah. Mereka menjadi penasaran dan marah, dan tanpa bicara keduanya mengambil keputusan untuk menangkap dan menyiksa bocah itu sampai mati kalau tidak mau bicara tentang Pulau Es.

Han Han maklum bahwa kembali dua orang kakek itu sudah mengejar dekat. Ia tidak berani lagi mencoba kekuatan mujijat bentakannya, karena terbukti bahwa mereka itu kini sudah tidak terpengaruh lagi. Ia berlari terus dan tiba di sebuah lereng gunung yang banyak jurang-jurang dalam di kanan-kirinya. Celaka, pikirnya, ke mana lagi harus melarikan diri? Ah, melarikan diri pun tidak ada gunanya dan ia tidak tahu ke mana Lulu dibawa pergi Ouwyang Seng.






Daripada berlari yang akhirnya tentu tersusul pula, lebih baik melawan mati-matian. Pikiran ini membuat ia nekat lalu membalikkan tubuhnya dan begitu dua orang lawannya datang dekat, dialah yang mendahului menerjang maju dan mengirim pukulan dengan kedua tangannya. Pukulannya ampuh sekali dan terpaksa dua orang kakek itu meloncat ke samping sambil mengibaskan lengan menangkis. Kembali Han Han dikeroyok dua dan betapapun ia melawan mati-matian, sebentar saja ia sudah terdesak lagi.

Kedua orang kakek itu selain berkepandaian tinggi, juga merupakan orang-orang cerdik dan banyak pengalaman. Mereka segera mengerti bahwa dalam hal ilmu silat, Han Han masih belum mahir, dan pemuda ini hanya memiliki sin-kang yang benar-benar amat hebat di samping kekuatan mujijat yang menimbulkan wibawa dan dapat mempengaruhi orang lain.

Karena itu, mereka segera mempergunakan ilmu silat untuk mendesak dan kini tubuh Han Han montang-manting karena harus menerima hantaman-hantaman yang tak dapat ia elakkan atau tangkis lagi. Ia terhuyung ke sana ke mari, dijadikan seperti sebuah bola dipermainkan dua orang anak-anak atau seekor tikus dipermainkan dua ekor kucing yang tidak segera membunuhnya, melainkan hendak menyiksanya.

Memang orang-orang seperti Setan Botak dan Iblis Muka Kuda ini memiliki watak sadis yang luar biasa. Mereka itu tak pernah memiliki hati jujur, tidak pernah memiliki rasa kasihan, bahkan melihat orang lain menderita dan tersiksa, timbul semacam rasa puas dan gembira, sebaliknya menyaksikan orang lain senang dan bahagia, hati mereka tidak senang, iri hati dan dangki.

Karena inilah maka mereka itu menjadi datuk-datuk golongan hitam, orang-orang yang sudah tidak mengenal lagi baik atau buruk, atau tidak mempedulikannya, yang berbuat semata-mata demi kesenangan dan keuntungan diri sendiri saja.

Han Han yang merasa betapa tubuhnya seperti akan pecah, rasa nyeri membuat kepalanya pening berdenyut-denyut tetap membungkam dan tidak mau bicara sama sekali, apalagi bicara tentang Pulau Es. Dia malah menggigit bibir sampai berdarah menahan rasa nyeri, dan masih terus melakukan perlawanan sejadinya yang tentu saja tidak ada artinya bagi kedua orang kakek itu.

Sebuah pukulah Kang-thouw-kwi Gak Liat yang mengenai leher Han Han membuat pemuda ini terpelanting dan sesaat tak dapat bangun karena pandang matanya berkunang-kunang dan segala sesuatu seperti berpusingan. Terpaksa Han Han memejamkan mata dan menanti pukulan maut.

“Masihkah engkau berkeras tidak mau memberi tahu tentang Pulau Es?”

Ma-bin Lo-mo membentak dan tubuhnya sudah mendoyong ke depan untuk memberi pukulan maut yang akan menghancurkan kepala Han Han yang kini sudah tak mampu melindungi dirinya lagi itu.

Han Han tidak mau menjawab, bahkan kini ia membuka kedua matanya, terbelalak memandang kepada dua orang kakek itu karena ia hendak menghadapi kematiannya dengan mata terbuka agar dapat melihat bagaimana caranya dia mati!

Dua orang kakek yang sudah hilang harapan dan kesabaran untuk membujuk Han Han itu menggerakkan tangan, seolah-olah hendak berlumba pula menikmati kesenangan membunuh pemuda keras kepala itu. Kedua tangan mereka bergerak memukul ke arah kepala Han Han dan.... tubuh mereka terpental ke belakang dan terbanting cukup keras ke atas tanah.

Han Han terbelalak penuh keheranan dan kekaguman ketika ia melihat searang kakek tua renta yang berambut panjang terurai tidak diurus, pakaian sederhana bukan seperti pakaian lagi, berkaki telanjang, berdiri tak jauh dari tempat itu.

Kakek tua renta itu patutnya seorang yang hidupnya terlantar, seorang jembel tua, dan yang membuat Han Han kagum adalah wajah kakek itu yang masih kelihatan tampan dan mencerminkan ketenangan dan kedamalan hati yang mujijat. Kakek itu berdiri dan tersenyum memandang dua orang datuk golongan hitam itu.

Kang-thouw-kwi dan Ma-bin Lo-mo yang juga terkejut sekali meloncat bangun dan ketika mereka melihat kakek tua renta yang bertubuh tinggi besar itu, mereka mengeluarkan seruan tertahan, sejenak tubuh mereka menegang seolah-olah hendak menerjang kakek tua renta itu, akan tetapi ternyata tidak demikian karena mereka membalikkan tubuh dan.... lari cepat meninggalkan tempat itu.

Han Han menjadi heran sekali, akan tetapi tidak sempat bertanya karena kakek tua renta itu pun sudah melangkah pergi perlahan-lahan dari tempat itu tanpa mengeluarkan sepatah pun kata-kata.

Han Han baru mengeluarkan rintihan perlahan setelah dua orang iblis itu pergi dan tidak ada orang lain di tempat itu. Seluruh tubuhnya terasa sakit-sakit, tulang-tulangnya seperti remuk rasanya. Akan tetapi lebih sakit lagi karena memikirkan Lulu. Ia bangun dan bersila, mengerahkan sin-kangnya sehingga hawa yang hangat menjalar di seluruh tububnya mengurangi rasa sakit. Akan tetapi karena teringat akan adiknya, tidak lama kemudian ia bangkit berdiri, agak terhuyung dan pening. Mulutnya berbisik.

“Ouwyang Seng, awas engkau kalau mengganggu Lulu....”

Ia tahu bahwa Ouwyang Seng tinggal di kota raja. Tentu adiknya itu dibawa ke kota raja. Ia harus mengejar secepatnya ke kota raja. Pikiran ini membuat ia melompat ke depan, agaknya ingin ia dengan sekali lompatan dapat menyusul Ouwyang Seng. Akan tetapi ia mengeluh dan terguling, menggeletak pingsan di pinggir jurang, nyaris tubuhnya terguling ke jurang kalau saja tidak ada sebuah batu menghalang tubuhnya yang menelungkup.

**** 43 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar