FB

FB


Ads

Senin, 24 Juni 2019

Cinta Bernoda Darah Jilid 091

Liu Lu Sian tersenyum, lalu melangkah maju sampai dekat sekali dengan Siang-mou Sin-ni.

“Bocah! Sekali menggerakkan tangan, aku mampu melempar nyawamu ke neraka! Akan tetapi mengingat beberapa orang di Hou-han, aku masih mengampunimu. Nah, kau mau apa? Mau menyerangku dengan rambutmu? Boleh, lakukanlah!”

Tantangan yang menghina sekali.
“Wanita tak kenal budi! Di Hou-han kami memperlakukan kau sebagai orang mulia, menyuguhkan pria-pria yang paling tampan, jejaka-jejaka paling gagah untukmu. Tapi kau membalas dengan penghinaan! Jangan kira Siang-mou Sin-ni masih seperti sepuluh tahun yang lalu. Terimalah ini!”

Tiba-tiba Siang-mou Sin-ni menggerakkan kepalanya dan rambutnya yang gemuk hitam dan panjang itu menyambar, merupakan puluhan pecut yang luar biasa kuat dan lihainya. Setiap pecut yang terbuat dari puluhan sampai ratusan helai rambut itu mengarah jalan darah mematikan di tubuh Liu Lu Sian!

Perlu diketahui bahwa meskipun Siang-mou Sin-ni memang sejak kecil melatih diri dengan ilmu silat tinggi, namun ilmu menggunakan rambut ini ia dapat dari Liu Lu Sian. Tentu saja ilmu ini biarpun amat berbahaya bagi orang lain, namun bagi Liu Lu Sian bukan apa-apa lagi. Wanita ini tiba-tiba merendahkan tubuhnya, dari mulutnya keluar lengking tinggi mengerikan, kedua tangannya bergerak-gerak ke depan dan.... pecut-pecut rambut itu berkibar-kibar membalik dan menghantam Siang-mou Sin-ni sendiri!

“Ayaaaaa!”

Siang-mou Sin-ni kaget dan cepat ia melompat ke atas dan berjungkir balik beberapa kali untuk melenyapkan daya serangan membalik tadi. Ketika ia turun di atas tanah, ternyata sebagian rambutnya yang panjang telah bodol dan berhamburan di atas tanah. Wajahnya berubah pucat, giginya berkerut, matanya mendelik.

“Liu Lu Sian! Kau besar hati karena berada di tempat sendiri. Andaikata aku dapat mengalahkanmu, tentu aku akan menghadapi perlawanan anakmu si Suling Emas dan orang-orang Beng-kauw. Aku tunggu nanti Go-gwe Cap-go di puncak Thai-san!”

Setelah berkata demikian, Siang-mou Sin-ni berkelebat cepat menghilang dari situ. Tentu saja para utusan Hou-han menjadi sibuk, cepat meninggalkan tempat itu pula tanpa sempat berpamit lagi.

“Bu Song! Kesini kau....!”

Liu Lu Sian kini menoleh kepada Suling Emas dan memanggil dengan suara halus lembut.

Suling Emas berdiri terkesima. Sejak tadi pelbagai perasaan mengaduk hatinya dan teringatlah ia akan masa dahulu di waktu ia masih kecil. Sering kali ayah ibunya saling cekcok. Ketika ibunya pergi, diam-diam ia merasa sedih sekali, karena betapapun juga, ia lebih cinta ibunya daripada ayahnya. Oleh karena itulah, ketika ayahnya menikah lagi, timbul rasa bencinya kepada ayahnya dan rasa sayangnya terhadap ibunya makin menghebat. Di dalam hatinya timbul perasaan bahwa antara ibu dan ayahnya, ayahnyalah yang salah (baca cerita SULING EMAS). Oleh karena itu ia minggat meninggalkan ayahnya yang telah menikah lagi.

Pada waktu ibunya pergi meninggalkan ayahnya, ia masih terlalu kecil untuk dapat mengerti sebab-sebabnya. Sekarang, setelah iblis wanita yang mengerikan dan mengaku ibunya itu muncul, ia menjadi kecewa dan duka bukan main. Beginikah wanita yang menjadi ibu kandungnya? Kejam, aneh, mengerikan, dan tidak malu? Apalagi kalau ia teringat akan ucapan Siang-mou Sin-ni tadi di depan ibunya.

Ibunya di Hou-han diperlakukan sebagai orang mulia, disuguhi pria-pria paling tampan, jejaka-jejaka paling gagah? Memuakkan! Dan ucapan itu oleh Siang-mou Sin-ni diucapkan dengan lantang di depan demikian banyak orang tokoh kang-ouw! Dan ibunya tidak membantahnya!

“Bu Song, anakku, ke sinilah. Aku Ibumu, aku rindu kepadamu!”

Ucapan ini mengagetkan hatinya, menyeret ia turun daripada lamunannya. Hatinya seperti diawut-awut, kecewa, sedih, terharu. Bagaikan seorang terkena pesona, kedua kakinya melangkah maju di luar kehendak hatinya, maju menghampiri wanita tua cantik jelita yang bertahun-tahun ini menjadi lamunannya, menjadi bayangan yang dirindukannya.

Liu Lu Sian memeluk pundaknya yang lebar.
“Bu Song anakku.... ah, kau sudah begini gagah perkasa! Hi-hi, kau pria paling gagah di seluruh Nan-cao, di seluruh dunia. Kaulah yang patut memimpin Beng-kauw. Dengan kau sebagai kaisar di Nan-cao, dan aku yang akan memimpin Beng-kauw. Dengan kau sebagai kaisar dan aku sebagai Beng-kauwcu, Nan-cao akan menjadi negara terkuat di dunia.”






“Ahhhhh....!”

Suling Emas terkejut sekali dan tanpa disengaja ia merenggutkan dirinya terlepas dari pelukan ibunya, memandang terbelalak.

Liu Lu Sian menyambar lengan Suling Emas, ditariknya mendekat lalu ia menciumi pipi pemuda itu dengan hidung dan mulutnya sampai mengeluarkan suara berkecupan. Suling Emas menjadi bingung dan sedih, karena perbuatan ibunya itu disaksikan oleh sekian banyak orang dan tampak tidak patut sekali, akan tetapi keharuan hatinya yang amat besar membuat ia tak mampu bergerak dan di hati kecilnya ada perasaan bahagia melihat kasih sayang ibunya yang demikian besar terhadap dirinya.

“Hi-hik, anakku yang gagah perkasa, yang tampan, kepandaianmu hebat juga. Kau patut menjadi Kaisar Nan-cao.”

Tiba-tiba ia melepaskan puteranya dan melangkah lebar menghadap Beng-kauwcu dan Kaisar Nan-cao yang duduk dengan muka berubah dan kedua tangan memegangi lengan kursi masing-masing dengan hati tegang.

“Paman Liu Mo, kursi yang kau duduki itu adalah kursiku! Kau orang tua benar-benar keterlaluan dan tak tahu malu sekali. Kapankah ayah mewariskan kedudukan Beng-kauwcu kepadamu? Akulah yang berhak mewarisi kedudukan ketua Beng-kauw, bukan kau! Kau telah merampas hak lain orang!”

Muka Beng-kauwcu Liu Mo sebentar merah sebentar pucat, kedua tangannya yang terletak di atas lengan kursi tampak menggetar. Akan tetapi setelah menarik napas panjang tiga kali, ia berhasil menekan perasaannya dan dengan suara tenang penuh kesabaran ia berkata.

“Lu Sian, tidak ada yang merampas kedudukan Beng-kauwcu. Kedudukan itu tidak pernah dijadikan perebutan di antara kita. Dahulu kau pergi meninggalkan kami, betapapun kami mencarimu, tidak juga berhasil. Ayahmu meninggal dunia dan kau tidak berada disini. Hanya aku yang berada di sini dan aku dipilih menggantikan kedudukan Kauwcu, sama sekah bukan merampas. Kalau sekarang kau menghendakinya, aku pun tidak akan kukuh mempertahankan kursi kedudukan itu, Lu Sian.”

Liu Lu Sian tertawa.
“Hi-hi-hik, tentu saja harus kau berikan kepadaku, suka maupun tidak. Andaikata tidak kau berikan, apa sih sukarnya merampas kembali dari tangan kau orang tua? Aku harus menjadi Kauwcu dan dengan kekuasaanku, aku mengangkat puteraku Bu Song menjadi kaisar di Nan-cao!”

“Enci Lu Sian, kau terlalu menghina Ayah!”

Tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan Liu Hwee sudah melompat ke depan Liu Lu Sian sambil menyerangnya dengan senjatanya yang luar biasa, yaitu sepasang cambuk lemas yang ujungnya diberi bola kecil.

“Hi-hik, bocah ingusan mau kurang ajar? Satu kali aku beri ampun di terowongan ketika kau bermain gila dengan laki-laki, sekarang aku tidak mau memberi ampun!”

Teriak Liu Lu Sian, tubuhnya berkelebatan dan di lain saat ia telah berhasil menjambret sebuah di antara sepasang cambuk itu dan sekali renggut cambuk itu pindah tangan!

Dengan sikap mengejek ia melempar cambuk ke samping, kemudian melihat cambuk ke dua menyambarnya, ia menangkap ujungnya lagi dan menarik. Liu Hwee mempertahankan, akan tetapi ia tidak kuat dan tubuhnya terhuyung-huyung.

Sambil tertawa-tawa Liu Lu Sian menarik-narik cambuk itu ke sana ke mari dan ke manapun juga ia menarik, tubuh Liu Hwee terbawa, terhuyung-huyung. Terlambat gadis ini ketika hendak melepaskan cambuknya karena entah bagaimana, cambuk itu sudah melibat pergelangan tangannya dan ia terpaksa terseret ke sana ke mari ketika cambuknya ditarik-tarik.

“Lepaskan dia, wanita jahat!”

Terdengar bentakan dan Bu Sin sudah menerjang dengan pukulan kedua tangannya yang diarahkan punggung Liu Lu Sian. Pemuda ini tidak dapat menahan kemarahannya ketika melihat betapa Liu Hwee, gadis yang telah merampas hatinya itu, dibuat permainan oleh Liu Lu Sian, malah agaknya keselamatannya terancam bahaya.

“Hi-hik, laki-laki ini sudah tergila-gila kepadamu, Liu Hwee!”

Wanita berambut panjang itu terkekeh dan tangannya bergerak hendak menangkap lengan Bu Sin.

“Ihhhh....!”

Liu Lu Sian berseru kaget ketika tangannya tergetar dan terpental tak berhasil menangkap lengan Bu Sin. Ini adalah karena pemuda itu mempergunakan tenaga sakti yang ia pelajari dari kakek di air terjun.

Namun hanya segebrakan saja tenaga saktinya dapat mengagetkan Liu Lu Sian karena di lain saat, segumpal rambut menyambar dan memukul pinggangnya. Bu Sin merasa seakan-akan terpukul sebatang toya yang terbuat daripada baja. Pinggangnya sakit dan ia terpelanting roboh.

“Kau kejam!”

Liu Hwee berseru, menyerang lagi dengan cambuknya yang tadi dilepaskan Liu Lu Siang namun kembali rambut kepala wanita tua itu bergerak dan robohlah Liu Hwee terjungkal dekat Bu Sin.

“Hi-hi-hik, bocah-bocah cilik sudah main cinta-cintaan, biarlah kalian mati bersama agar menjadi dewa-dewi di kahyangan!”

Akan tetapi pada saat itu tampak bayangan hitam berkelebat dan rambut kepala yang sudah menyambar ke arah tubuh Bu Sin dan Liu Hwee itu buyar seperti tertiup angin keras. Liu Lu Sian kaget, akan tetapi ketika melihat bahwa yang berdiri di depannya adalah Suling Emas, wajahnya berseri-seri dan tertawa kagum.

“Bagus! Kau hebat sekali, anakku!”

“Ibu,” kata Suling Emas dengan suara berat. Memang dalam keadaan seperti itu, mulutnya serasa berat menyebut ibu kepada wanita ini, “Harap jangan turun tangan membunuhi orang.”

“Ha-ha-hi-hi-hik! Paman Liu Mo, kau dengar ucapan anakku itu? Begitu gagah perkasa dia, begitu tampan, dan begitu bijaksana. Dia patut menjadi kaisar di Nan-cao, dan aku ketua Beng-kauw. Kau akan kuangkat menjadi penasihat, dan kaisar boneka ini biarlah menjadi perdana menteri anakku!”

Hebat ucapan ini dan semua orang menjadi tegang. Para tamu diam-diam merasa tegang gembira karena mengharapkan menyaksikan peristiwa yang hebat. Akan tetapi para anggauta Beng-kauw memandang bingung. Mereka merasa serba susah. Betapapun juga, wanita itu adalah puteri tunggal mendiang Pat-jiu Sin-ong Liu Gan, pendiri dan tokoh utama Beng-kauw!

“Ibu, tidak boleh kau bilang begitu....!” Suling Emas berseru dengan suara penuh kesedihan.

“Eh, apa kau bilang?” Liu Lu Sian membentak sambil memandang dengan matanya yang bening tajam.

Ketika bertemu pandang dengan ibunya, diam-diam Suling Emas terkejut dan berduka. Sinar mata ibunya itu, sinar mata yang keluar dari sepasang mata yang amat bening dan indah, bukanlah sinar mata manusla yang sehat jiwanya!

“Ibu, harap kau jangan mengganggu kedudukan Kakek Liu Mo. Dan aku.... aku tidak mau menjadi kaisar. Sri Baginda yang sekarang menjadi kaisar sudah cukup bijaksana dan tepat....”

“Apa? Jangan kau ikut-ikut! Kau anak kecil tahu apa? Hayo minggir!”

Wanita itu membuat gerakan mengancam, seakan-akan seorang ibu mengancam dan menakut-nakuti anaknya yang masih kecil. Suling Emas menarik napas panjang dan melangkah minggir dengan muka merah. Ia merasa malu dan sedih. Terasa ada orang menyentuh tangannya dan ketika ia menengok, ia melihat Bu Sin memandangnya dengan pandang mata penuh iba. Ia menarik kembali tangannya dan membuang muka, lalu meramkan kedua matanya.

Bu Sin tidak berani lagi mengganggu. Pemuda ini tadi telah terlepas dari bahaya maut bersama Liu Hwee dan cepat mereka sudah mengundurkan diri. Luka pukulan segumpal rambut pada punggungnya tidak berat dan ia bersyukur bahwa Suling Emas tadi keburu datang menolong, kalau tidak, dia dan Liu Hwee tentu akan tewas di tangan wanita iblis itu.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar