FB

FB


Ads

Kamis, 28 Maret 2019

Suling Emas Jilid 067

Lu Sian tersenyum kepada anak itu.
"Anak baik, mari kau ikut aku pulang menemui Ayahmu."

Akan tetapi anak itu diam saja, bergerak maju pun tidak, hanya memandang dengan penuh pertanyaan dan ragu-ragu, agaknya tidak percaya kepada Lu Sian. Akan tetapi ketika Lu Sian memondongnya, anak itu pun menurut saja, tidak membantah.

"Nah, sudah beres urusan kita, aku pergi Pouw-pangcu!" kata Lu Sian sambil melangkah keluar.

"Harap sampaikan hormatku kepada Beng-kauwcu!"

Kata Pouw Kee Lui tanpa mempedulikan sikap para pembantunya yang kelihatan penasaran. Setelah Lu Sian pergi jauh tak tampak bayangannya lagi, barulah Pouw Kee Lui menghadapi para pembantunya sambil berkata, suaranya keren.

"Kalian mau apa?"

"Pangcu, sudah banyak anak buah kita celaka oleh wanita itu, pula, apakah kematian anak buah kita di tangan Tan Hui harus didiamkan saja? Bukankah hal ini, biarpun kami tahu bahwa Pangcu sengaja mengalah, akan dipandang oleh dunia kang-ouw bahwa kita telah dikalahkan oleh Tan Hui dan seorang temannya siluman betina? Bukankah Khong-sim Kai-pang akan menjadi bahan tertawaan dan..."

"Desss!"

Pouw Kee Lui mengayun tangannya dan Si Pembicara itu, seorang pengemis tua, jatuh tersungkur, giginya yang tinggal beberapa buah itu meloncat keluar dari mulutnya yang berdarah.

"kau tua bangka tahu apakah? Kalian tidak tahu orang macam apakah aku ini sehingga mudah dikalahkan oleh Tan Hui dan wanita itu? Akan tetapi kalian harus menggunakan akal cerdik, tidak seperti kerbau gila asal berani menerjang saja tanpa perhitungan. Apakah kalian tidak tahu bahwa Beng-kauwcu adalah perkumpulan agama yang amat besar dan berpengaruh, menjadi tulang punggung dari Nan-cao? Ketua Beng-kauw adalah Koksu Negara Nan-cao yang dalam sedetik bisa mengumpulkan laksaan orang tentara! Kita Khong-sim Kai-pang sama sekali bukanlah lawan Beng-kauw, seperti anak kijang melawan harimau! Apakah kekuatan Khong-sim Kai-pang yang dulu dipimpin oleh seorang tua bangka lemah model Yu Jin Tianglo? Phuh, hanya dua ratusan orang! Sebelum kita menjadi besar dan kuat, jangan bertingkah hendak menentang Beng-kauw dengan jalan mencelakai puteri ketuanya. Sungguh tolol perbuatan begitu, berarti bunuh diri!"

Tercengang para pimpinan pengemis. Baru sekarang mereka mendengar keterangan yang begitu banyak isi dan alasannya. Makin tertarik mereka dan kagum akan pandangan ketua baru ini yang luas.

"Kami mentaati segala perintah Pangcu. Mohon penjelasan." Kata Si Kepala Besar.

Pouw Kee Lui tertawa bergelak.
"Di seluruh dunia ini, entah berapa banyaknya pengemis macam kalian yang sesungguhnya merupakan kekuatan yang besar. Akan tetapi kalian hanya berpisah-pisah secara berkelompok, merupakan kai-pang-kai-pang yang tidak ada artinya. Kalian lihat saja, aku akan menaklukkan semua kai-pang di seluruh negeri, dengan Khong-sim Kai-pang menjadi golongan teratas. Setelah itu, barulah kita menjadi kuat, dengan anak buah yang puluhan ribu orang banyaknya. Baru setelah itu, Beng-kauw dan yang lain-lain tak usah kita pandang lagi! Ha-ha-ha!"

Para pimpinan pengemis menjadi terkejut dan kagum. Memang tak pernah mereka memikirkan hal ini, dan dengan ketua seperti Pouw-pangcu ini, agaknya niat itu bukan mimpi belaka. Dahulu ketika Yu Jin Tianglo masih menjadi ketua mereka, perkumpulan Khong-sim Kai-pang sudah terkenal paling kuat. Apalagi Pouw-pangcu ini kepandaiannya jauh melebihi Yu Jin Tianglo! Maka mereka lalu tunduk mendengarkan uraian Pouw Kee Lui tentang rencananya hendak menundukkan para kai-pang, menjatuhkan ketua mereka dan kalau ada ketua kai-pang yang tidak tunduk akan dibunuhnya.

Sementara itu, sambil memondong anak perempuan Hui-kiam-eng Tan Hui, Lu Sian berlari cepat mempergunakan gin-kangnya menuju kembali ke dusun yang terletak tiga puluh li lebih, di mana ia meninggalkan pakaiannya di rumah penginapan. Anak perempuan itu tidur dalam pondongannya. Menjelang tengah malam, sampailah ia di dusun itu, terus saja ia langsung menuju ke pondok penginapan dengan niat menanti di situ sampai Tan Hui datang.






Akan tetapi pada saat itu, ia melihat banyak orang di ruangan depan penginapan. Kiranya Tan Hui baru saja kembali setelah menyelesaikan bantuannya pada para piauwsu. Pendekar ini berhasil mengalahkan para perampok dan merampas kembali barang-barang berharga yang menjadi tanggungan para pengawal.

Dengan cepat Lu Sian menyelinap ke tempat gelap dan berindap-indap menghampiri rumah penginapan. Ia tidak dapat melihat jelas, akan tetapi dapat mendengar percakapan mereka. Terdengar suara seorang laki-laki yang parau, dan mudah dimengerti bahwa laki-laki itu sedang mengomeli Tan Hui, karena ucapannya begini.

"Dasar kau yang tidak mentaati nasihat orang tua! Kalau dulu-dulu kau suka menikah lagi dengan gadis pilihanku, tentu kau tidak akan merantau meninggalkan anakmu sehingga takkan terjadi urusan ini! Kau tahu sendiri betapa Lian-ji (Anak Lian) amat mencinta Siok Lan, dan dia masih terhitung saudara sepupu mendiang isterimu. Tidak akan ada wanita yang lebih tepat daripada Siok Lan untuk menjadi ibu Lian-ji..."

"Paman, harap jangan terlalu memarahi kakak Tan Hui, dia sedang menguatirkan anak Lian..."

Terdengar suara wanita, suaranya menggetar penuh perasaan dan tiba-tiba Lu Sian menjadi cemburu sekali.

Ketika ia mengintai, di bawah sinar lampu tampaklah seorang laki-laki tua dan seorang gadis cantik di dalam ruangan itu, masih ada beberapa orang lain yang berpakaian piauwsu. Adapun Tan Hui duduk menunjang dagu di atas bangku.

Setelah menarik napas panjang berkali-kali, Tan Hui akhirnya meloncat bangun dan berkata,

"Aku harus menyusulnya sekarang juga! Orang lain berusaha menolong Anakku, bagaimana aku bisa tinggal diam saja?"

"Kau terluka dan lelah, mana boleh pergi lagi menghadapi lawan tangguh? Tunggu sampai besok pagi juga belum terlambat." Kata suara parau.

"Akan tetapi Lauw-ko, Nona Lu pergi seorang diri, dan Khong-sim Kai-pang amat berbahaya, banyak orangnya yang pandai."

Pada saat itu, terdengar suara anak kecil berteriak.
"Ayah...! Ayah...!"

Dan anak perempuan yang tadi digendong Lu Sian meronta dari pondongan lalu lari masuk.

"Lian-ji...!"

Seruan ini sekaligus keluar dari mulut mereka yang berada di ruangan, disusul tangis seorang wanita yang memeluk anak itu.

"Lian-ji! Syukur kepada Thian bahwa kau selamat, Nak..."

"Bibi Lan...!"

Anak itu menangis dalam pelukan gadis cantik, sedangkan Tan Hui yang sudah meloncat dekat membelai rambut kepala puterinya dengan wajah berseri.

Kemudian Tan Hui menghadap ke arah pintu dan berkata,
"Adik Lu Sian, silahkan masuk!"

Akan tetapi tidak ada orang yang masuk, tidak ada suara. Tan Hui terheran dan cepat meloncat keluar. Ia melihat bayangan Lu Sian terhuyung-huyung keluar dari halaman depan.

"Adik Lu Sian...!" Tan Hui mengejar dan ia berseru kaget ketika melihat tubuh nona itu terguling roboh. Cepat ia meloncat dekat dan memondong tubuh itu. "Kau... terluka...?" bisiknya.

Sambil merintih kesakitan Lu Sian berkata lirih.
"... punggungku... terkena... jarum beracun...!" Lalu ia menjerit dan pingsan.

Kagetlah semua orang melihat Tan Hui datang memondong tubuh seorang wanita cantik yang pingsan.

"Inilah Nona Lu Sian yang telah menolong Lian-ji dan membawanya pulang. Akan tetapi ia terluka parah, terkena racun. Lauw-ko, harap suka menjaga dan mengantar pulang Anak Lian lebih dulu ke rumah, biar Adik Siok Lan menemaninya. Aku harus mengantar Nona Lu Sian ini ke seorang ahli pengobatan racun, sekarang juga!"

Orang yang suaranya parau itu adalah kakak dari mendiang isteri Tan Hui. Melihat Tan Hui memondong tubuh seorang wanita cantik seperti itu, ia mengerutkan keningnya dan berkata.

"Mengapa susah-susah? Apakah tidak lebih baik dirawat di penginapan sini lalu memanggil tabib?"

"Ah, kau tidak tahu, Lauw-ko. Luka jarum beracun amat berbahaya, dan hanya ahli-ahli saja yang dapat mengobatinya. Sudahlah, Nona ini telah menyelamatkan anakku sampai mengorbankan diri, bagaimana aku dapat ragu-tagu lagi untuk menolongnya? Harap Lauwko suka menjaga Lian-ji baik-baik, dan Adik Siok Lan, aku mohon bantuanmu menemani keponakanmu."

Setelah berkata demikian, sambil kedua lengan memondong tubuh Lu Sian yang lemas. Tan Hui berkelebat dan sebentar saja ia sudah berada di luar rumah penginapan.

"Tan-taihiap, sekali lagi kami menghaturkan terima kasih atas bantuanmu dan maafkan kami yang tidak mampu balas menolong Tai-hiap yang menghadapi kesukaran."

Seorang diantara para piauwsu itu berteriak, namun Tan Hui tidak mempedulikan mereka, dengan kecepatan luar biasa ia telah menggunakan gin-kangnya untuk berlari cepat meninggalkan dusun itu.

Setengah malam penuh ia berlari cepat, bahkan pada keesokan harinya ia masih kelihatan berlari-lari cepat keluar masuk hutan dan dusun. Setelah matahari naik tinggi, Tan Hui memasuki sebuah dusun yang sunyi dan tiba-tiba ia mendengar Lu Sian mengeluh dan Tan Hui girang sekali karena tadinya ia merasa kuatir melihat Lu Sian tidak pernah bergerak dalam pondongannya, dan wajahnya pucat.

"Bagaimana, Sian-moi? Sakit sekalikah?" Ia berhenti sambil memandang wajah orang dalam pondongannya.

Lu Sian membuka mata, mengeluh lagi perlahan, lalu mengangguk.
"Tan Hui Koko, kau hendak bawa aku ke manakah?"

"Di Lembah Sungai Yang-ce bagian selatan, ada seorang ahli pengobatan racun yang tinggal di kota I-kiang. Kalau aku berlari cepat, dalam tiga hari akan sampai di sana, dan kau tentu akan tertolong."

Lu Sian menggeleng kepala sambil mengerutkan alisnya yang hitam panjag dan bagus bentuknya.

"Percuma, Koko, akan terlambat..."

Kaget sekali Tan Hui mendengar hal ini, ia seorang ahli pedang dan ahli gin-kang, tidak banyak mengetahui tentang senjata-senjata beracun, maka ia menjadi kaget dan gugup.

"Ah... kalau begitu... bagaimana baiknya Moi-moi?"

Sejenak Lu Sian diam saja, berpikir, lalu bertanya.
"Tan Hui Koko, mengapa kau membingungkan keadaanku? Kalau aku sampai mati pun kau tidak akan rugi apa-apa!"

"Ah, jangan kau bilang begitu, Moi-moi. Kau telah mengorbankan diri untuk menolong puteriku. Aku bersedia mengorbankan nyawa untuk membalas budimu yang amat besar itu."

"Hemm, jadi hanya karena ingin membalas budi? Andaikata aku tidak menolong anakmu, tentu sekarang kau sudah tinggalkan aku mati kering di pinggir jalan tanpa peduli sedikit pun, bukan?"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar