FB

FB


Ads

Minggu, 24 Maret 2019

Suling Emas Jilid 058

Kita kembali kepada Kwee Seng yang meninggalkan istana dan terus keluar dari kota raja. Sambil menggerogoti sepotong paha kambing panggang yang ia sambar secara sambil lalu dari dapur istana sebelum keluar, ia berjalan seenaknya di malam hari itu. Tak pernah ia mengaso karena bagi Kwee Seng yang kondisi tubuhnya sudah luar biasa anehnya itu, tidak tidur selama seminggu atau tidak makan selama sebulan bukan apa-apa lagi, juga sebaliknya ia bisa saja tidur tiga hari tiga malam terus-menerus atau sekali makan menghabiskan makanan sepuluh orang!

Kwee Seng masih enak-enak berjalan memasuki hutan setelah matahari muncul mengusir kegelapan malam. Dan pada saat itulah ia mendengar suara orang tertawa-tawa, suara tergelak-gelak yang amat dikenalnya karena itulah suara Si Kakek Cebol!

Mendengar suara Si Cebol, bangkitlah amarah di hati Kwee Seng. Si Kakek Cebol yang kejam! Sekejam-kejamnyalah orang yang berniat merusak muka yang demikian cantiknya seperti muka Puteri Mahkota Tayami! Kakek iblis itu harus diberi hajaran. Dengan tangan kanan memegang tulang paha kambing, tangan kiri menyambar sehelai daun yang kaku dan lebar, Kwee Seng lalu mempercepat langkahnya menghampiri arah suara ketawa.

Kakek cebol itu tampak berdiri dibawah sebatang pohon besar, tertawa-tawa sambil memeriksa muka seorang yang menggeletak di depan kakinya. Ketika Kwee Seng mengenal orang yang menggeletak itu, ia terheran-heran dan kaget, karena orang itu bukan lain adalah Bayisan !

Memang aneh kakek itu, ia membungkuk, mengamat-amati muka Bayisan yang rusak, lalu terpingkal-pingkal ketawa lagi, membungkuk lagi, memeriksa dengan jari-jari tangan, lalu terkekeh-kekeh lagi seperti orang gila.

"Huah-hah-hah, lucu perbuatan si tangan jail iblis siluman ! Muka Si Cantik halus yang kuarah, kiranya malah bocah tolol ini yang terkena ! Heh-heh-heh!"

Makin yakin kini hati Kwee Seng bahwa kakek cebol ini sengaja mengirim obat bubuk beracun untuk merusak muka Tayami, maka ia menjadi makin marah. Di samping kemarahannya, ia pun ingin sekali mengerti mengapa kakek itu hendak berbuat sedemikian kejinya terhadap Tayami. Untuk melihat apa yang akan dilakukan selanjutnya oleh kakek itu Kwee Seng menanti sesaat. Bayisan agaknya pingsan, atau mungkin sudah mati, karena tubuhnya tidak bergerak sama sekali.

Tiba-tiba kakek itu berseru.
"Aiiihhh, bau... bau...! Bau jembel tengik... !"

Terkejutlah Kwee Seng, dengan kening berkerut ia menggerakkan muka ke kana kiri, hidungnya kembang-kempis mencium-cium. Benar-benarkah ia berbau begitu tengik sehingga kehadirannya tercium oleh kakek itu ? Tentu saja pakaiannya yang sudah butut itu tak enak baunya, akan tetapi tidaklah begitu tengik sehingga dapat tercium dari jarak sepuluh meter jauhnya. Ia mendongkol dan berbareng juga kagum.

Kakek cebol itu tentu sengaja memakinya dan kenyataan bahwa kakek itu dapat mengetahui kehadirannya menunjukkan kelihaiannya. Terpaksa ia muncul dari balik pohon dan melangkah maju menghampiri.

Kakek itu berdiri membelakanginya dan kini kakek itu mencak-mencak berjingkrakan sambil mengoceh.

"Wah, baunya, baunya makin keras ! Jembel busuk tengik ini kalau tidak cepat dicuci bersih, bisa meracuni keadaan sekelilingnya. Wah, bau... bau... tak tertahankan... !" Kakek itu lalu berbangkis-bangkis.

Rasa mendongkol di dalam hati Kwee Seng seperti membakar,
"Kakek cebol tua bangka tak sedap dipandang!" Ia memaki. "Sudah mukamu seperti monyet tua, tubuhmu cebol, mulutmu kotor watakmu pun keji seperti ular berbisa !"

Kakek itu kini membalikkan tubuhnya dan menghadapi Kwee Seng, matanya dibelalakkan lebar, mengintai dari balik alisnya yang panjang dan berjuntai ke bawah menutupi mata.

"Jembel tengik, jembel bau, kiranya benar engkau yang mengotori hawa udara di sini ! Ucapanmu tentang muka, tubuh dan mulutku tidak keliru. Memang mukaku seperti monyet, apakah kau mengira bahwa muka monyet itu lebih buruk daripada muka orang. Hah-hah-hah, coba kau tanya kepada monyet betina, muka monyet siapa yang lebih gagah menarik, muka monyet jantan berbulu ataukah mukamu yang licin menjijikkan ! Tubuhku memang cebol, lebih baik cebol daripada merasa tubuhnya besar dan gagah sendiri tapi tanpa isi seperti tubuh yang menggeletak di sini. Tentang mulut kotor, memang kau benar. Mulut manusia mana yang tidak kotor ? Segala macam bangkai dimasukkan ke mulut, sedangkan yang keluar dari mulut pun selalu kotoran-kotoran melulu. Bukankah segala penyakit disebabkan oleh yang masuk melalui mulut, dan bukankah segala cekcok dan ribut disebabkan oleh apa yang keluar melalui mulut? Memang mulut manusia kotor dan bau pula! Huah-hah-hah! Tapi tentang watak keji seperti ular berbisa? Eh, jangan kau menuduh dan memaki sembarangan, bocah jembel!"






Kwee Seng tersenyum mengejek dan menggerogoti sisa daging yang menempel di tulang paha, sedangkan dengan daun lebar ia mengipasi lehernya, padahal hawa udara di pagi hari itu amat dingin.

"Kakek cebol, omonganmu memang tidak keliru dan mendengar omonganmu tadi, agaknya kau tahu juga akan kebenaran. Akan tetapi, kau menyangkal watakmu yang keji berbisa, padahal sudah ada dua macam bukti di depan mata."

Kakek itu meloncat-loncat dan membanting-bantingkan kakinya di atas tanah, mukanya memperlihatkan kejengkelan dan kemarahan.

"Iihh... oohh... aku adalah Bu Tek Lojin! Selamanya belum pernah ada orang berani memaki kepada Bu Tek Lojin. Tapi hari ini kau jembel muda busuk tengik berani bilang bahwa Bu Tek Lojin berwatak keji dan dua buktinya. Heh, bocah, jangan main-main dengan Bu Tek Lojin. Hayo katakan, apa buktinya?"

Diam-diam Kwee Seng terheran-heran. Kakek ini memiliki nama yang hampir sama dengan Bu Kek Siansu, manusia setengah dewa yang suci dan yang tidak membutuhkan apa-apa lagi, yang sudah hampir dapat membebaskan diri sepenuhnya daripada ikatan lahir. Akan tetapi kakek ini namanya saja sudah membayangkan kesombongan. Bu Tek Lojin ! Orang Tua Tanpa Tanding!

Belum pernah Kwee Seng mendengar nama ini. Banyak tokoh-tokoh kang-ouw yang sakti ia kenal, baik mengenal muka maupun hanya mengenal nama, akan tetapi tak pernah ia mendengar nama Bu Tek Lojin! Ada Sin-jiu Couw Pa Ong, Ban-pi Lo-cia, Pat-jiu Sin-ong Liu Gan, Hui-kiam-eng Tan Hui, Kim-tung Lo-kai, disamping tokoh-tokoh besar yang menjadi ketua partai persilatan seperti Kian Hi Hosiang Ketua Siauw-lim-pai, Kim Gan Sianjin Ketua Kun-lun pai, dan lain-lain. Dari mana munculnya kakek cebol yang mengaku bernama Orang Tua Tanpa Tanding ini?

"Huh, tua bangka sombong, kau masih hendak berpura-pura lagi? Bukti pertama sudah jelas tampak di depan mata pada saat ini pun juga. Kau lihat yang menggeletak di depan kakimu itu! Siapa dia? Kau agaknya malah hendak menolongnya, bukan? Tadi kulihat betapa kau menotok beberapa jalan darah untuk mencegah menjalarnya racun di mukanya. Mengapa kau menolong seorang busuk dan jahat seperti Bayisan? Bukankah orang-orang gagah tahu bahwa membantu pekerjaan penjahat sama artinya dengan diri sendiri melakukan kejahatan ? Bukti pertama sudah jelas, kau membantu Bayisan Si Jahat !"

Tiba-tiba kakek cebol yang mengaku bernama Bu Tek Lojin itu tertawa bergelak, kembali tubuhnya meloncat-loncat berjingkrakan seperti seorang anak kecil diberi kembang gula.

"Ho-ho-ho-hah! Ada anak ayam mengejar terbang seekor garuda! Kau anak ayamnya dan aku garudanya!" Ia tertawa-tawa lagi.

Kwee Seng mendongkol sekali. Kakek ini selain lihai ilmunya, juga lihai mulutnya, seperti anak yang nakal sekali. Akan tetapi ia diam saja mendengarkan.

"Bocah, kau tahu apa tentang membantu? Tahu apa tentang menolong? Tahu apa tentang jahat dan baik? Membantu tidak sama dengan menolong, akan tetapi jahat tidak ada bedanya dengan baik, kau tahu??"

Kwee Seng seakan-akan menghadapi teka-teki.
"Kakek sombong, apa bedanya membantu dan menolong?"

"Uuhhh, goblok! Kalau dia ini melakukan sesuatu dan aku ikut-ikutan mendorong agar apa yang ia lakukan itu berhasil, itu namanya membantu. Melihat lebih dulu sebab dan akibat sebelum berbuat, itulah membantu. Tanpa mempedulikan sebab dan akibatnya lalu turun tangan, itulah menolong. Siapapun juga dia, apa sebabnya dan bagaimana akibatnya, tidak peduli, pendeknya harus turun tangan, itulah penolong yang sejati!"

Kakek itu bicaranya seperti orang membaca sajak, pakai irama dan berlagu pula sukar dimengerti.

Akan tetapi Kwee Seng terkejut karena mengenal filsafat ini, biarpun diucapkan seperti sajak berkelakar, namun adalah kata-kata filsafat yang amat dalam! Mulailah ia kagum dan tidak lagi main-main.

"Bu Tek Lojin, sekarang aku ingin tahu, mengapa kau katakan bahwa jahat tidak ada bedanya dengan baik?"

"Ho-ho-hah-hah, memang kau bodoh dan goblok! Semua manusia bodoh dan tolol, termasuk aku! Semua manusia goblok itu merasa diri pintar, termasuk aku! Apa bedanya baik dan buruk? Apa bedanya siang dan malam? Apa bedanya ada tidak ada? Kalau tidak ada matahari, mana ada siang malam? Kalau tidak tahu, mana bisa ada atau tidak ada? Kalau tidak menyayang diri sendiri, mana ada buruk dan baik? Ha-ha-ha! Eh bocah, siapa namamu?"

"Aku yang muda dan bodoh bernama... Kim-mo Taisu!"

Kwee Seng sengaja memakai nama ini untuk menandingi kesombongan Si Kakek. Ia memang telah mempunyai nama poyokan Kim-mo-eng (Pendekar Aneh Berhati Emas), akan tetapi untuk mempergunakan nama Kim-mo-eng, berarti memperkenalkan dirinya sendiri, padahal ia sudah merasa malu untuk menghidupkan lagi nama Kwee Seng yang di anggap sudah mati terpendam di Neraka Bumi, maka kini ia sengaja menamakan dirinya Kim-mo Taisu yang berarti Guru Besar Setan Emas!"

"Wah, wah, namamu hebat! Pandai kau memilih nama, memang memilih nama bebas, boleh pakai apa saja. Dalam hal ini kita cocok, maka aku pun memilih nama Bu Tek Lojin, huah-hah-hah! Eh. Kim-mo Taisu yang tidak patut bernama Kim-mo Taisu karena masih muda, aku Tanya, apakah kau seorang baik?"

Ditanya begini Kwee Seng melengak dan tak dapat menjawab.

"Ha-ha-ha, tentu saja dalam hatimu kau menjawab bahwa kau ini seorang baik. Tidak ada di dunia ini orang yang mengaku dirinya orang jahat. Biarpun mulutnya bilang jahat, hatinya tetap mengaku baik. Jadi, siapakah dia yang baik? Yang baik adalah dirinya sendiri, dan orang yang melakukan sesuatu yang menyenangkan dirinya sendiri, dianggap orang baik pula. Siapakah dia yang dinamakan orang jahat? Yang jahat adalah orang yang melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan dirinya sendiri, nah, mereka ini tentu akan disebut jahat. Baik dan jahat tidak ada, sama saja, yang ada hanya penilaian di hati orang yang membedakan demi kesenangan diri sendiri. Yang menyenangkan diri dianggap baik, yang tidak menyenangkan diri dianggap buruk. Ha-ha-ha-ha! Menolong yang dianggap baik, itu bukan menolong namanya! Bukan menolong orang, melainkan menolong diri sendiri, menyenangkan perasaan sendiri. Mengertikah kau, Kim-mo Taisu yang goblok?"

Di dalam hatinya Kwee Seng kembali terkejut. Kakek cebol ini kiranya bukan sembarangan orang! Betapapun juga, hatinya tidak puas. Kakek ini sifatnya terlalu berandalan, terlalu liar dan bahkan mungkin keliarannya dan suka menggunakan aturannya sendiri itu dapat menimbulkan bahaya bagi orang lain.

"Bu Tek Lojin, kau boleh mengeluarkan alasan apapun juga, boleh kau membongkar-bongkar filsafat untuk mencari kebenaran sendiri. Akan tetapi aku melihat sendiri betapa kau memberi sebungkus bubuk racun kepada Puteri Mahkota Tayami dengan nasihat supaya dia memakai bubuk itu membedaki mukanya. Apa kau mau bilang bahwa perbuatanmu ini termasuk baik? Kau hendak membikin rusak muka yang begitu cantik bukankah itu perbuatan keji sekali? Kalau kau masih mengaku seorang manusia, di mana perikemanusiaanmu?"

"Huah-hah-hah! Memang aku bukan manusia biasa, aku setengah dewa! Tentang pengiriman obat itu, memang ku sengaja, dan memang maksudku baik. Baik sekali! Kau tahu apa yang menyebabkan semua keributan itu? Apa yang menyebabkan pemuda-pemuda tolol itu berlomba dan saling membenci? Tak lain untuk memperebutkan hati Puteri Mahkota! Dan mengapa mereka berlomba memperebutkan hati Puteri Mahkota? Karena dia cantik jelita! Ha-ha-ha! Karena itu aku berusaha melenyapkan kecantikannya. Kecantikan hanya sebatas kulit muka! Kalau obatku dapat mengupas kulit mukanya, hendak kulihat apakah para pemuda itu akan mau memperebutkannya. Inilah namanya menghilangkan akibat dengan membongkar sebabnya!"

"Hemm, membongkar sebab secara merusak tanpa mengenal kasihan seperti itu, benar-benar mencerminkan hatimu yang keji. Kau tua bangka yang benar-benar berhati iblis!"

"Uwaaaahh! Kim-mo Taisu, mulutmu lancang benar! Apa kau mau mengajak aku berkelahi?"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar