FB

FB


Ads

Kamis, 14 Februari 2019

Bukek Siansu Jilid 096

"Lihat kakaknya yang menjadi perdana menteri itu. Diam-diam mengadakan perundingan dengan orang-orang Tibet. Dialah bersama adiknya ular cantik itu yang menjadi pengkhianat dan menjual negara. Coba ingat, bukankah An Lu Shan diambil anak oleh Yang Kui Hui? Padahal diam-diam menjadi kekasihnya? Negara telah dijual oleh Yang Kui Hui, diberikan kepada kekasihnya, An Lu Shan. Dan sekarang agaknya Yang Kok Tiong hendak menjual keselamatan Kaisar kepada orang-orang Tibet! Aduhhh, sungguh membuat orang hampir mati penasaran. kaisar dipermainkan seperti itu, namun tinggal diam karena mabok oleh kecantikan Yang Kui Hui iblis betina yang keji itu!" demikian Liem Toan Ki menambah minyak dalam api yang mulai dikobarkan oleh Swi Nio.

Memang para anggauta pasukan sudah gelisah dan kehilangan ketenangan. Mereka merasa sengsara dan nasib mereka masih belum dapat ditentukan bagaimana. Mungkin saja mereka semua akan mati konyol jika sampai dapat disusul oleh pasukan-pasukan pemberontak. Mendengar hasutan-hasutan itu, mereka menjadi makin gelisah dan akhirnya terdengarlah teriakan-teriakan yang diam-diam didahului oleh Swi Nio dan Toan Ki.

"Gantung pengkhianat!"

"Bunuh penjual negara!"

"Seret Yang Kok Tiong!"

"Yang Kok Tiong pengkhianat, harus dihukum mati!"

"Sebelum penjual negara itu mampus, kami tidak mau pergi!"

Teriakan-teriakan ini makin hebat dan kini seluruh pasukan sudah bangkit, mengacung-acungkan kepalan dan senjata ke arah bangunan-bangunan di mana rombongan bangsawan itu berada.

Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Kaisar ketika mendengar teriakan-teriakan itu. Juga yang lain-lain menjadi kaget setengah mati, terutama Yang Kok Tiong sendiri. Dia sedang berunding dengan orang-orang Tibet, ketika tiba-tiba Kaisar bersama pengawal-pengawal pribadi memasuki tempat itu. Kaisar kelihatan marah.

"Siapa mereka ini??" bentaknya sambil menuding ke arah tujuh orang Tibet yang berada di situ.

"Hamba....hamba sedang berunding.... minta pertolongan Pemerintah Tibet," jawab Yang Kok Tiong.

"Tangkap orang-orang Tibet itu! Siapa tahu mereka adalah mata-mata perampok!"

Perintah Kaisar ini diturut oleh para pengawal dan ditangkaplah tujuh orang Tibet itu yang tidak berani melakukan perlawanan. Sementara itu, teriakan-teriakan di luar menuntut kematian Yang Kok Tiong makin menghebat. Berbondong-bondong datanglah para pembantu Kaisar, berkumpul di tempat Yang Kok Tiong yang duduk dengan muka pucat mendengar tuntutan para pasukan di luar.

Di depan mata semua orang, tanpa malu-malu Yang Kui Hui menubruk dan merangkul leher Kaisar sambil menangis.

"Sudilah Paduka menolong kakakku.... harap Paduka menyelamatkan kakakku..." Selir itu menangis.

Didekap dan ditangisi selirnya yang tercinta, kaisar yang tua itu segera menghardik kepada kepala pengawal pribadinya,

"Tangkap si pembuat ribut itu!"

Komandan pengawal itu berdiri tegak dan menjawab,
"Ampun, Sri Baginda. Akan tetapi yang ribut adalah seluruh pasukan pengawal!"

"Junjungan hamba ...... tolonglah kakakku..... selamatkan dia ......!" Yang Kui Hui menangis.

Yang Kok Tiong juga menjatuhkan diri berlutut di depan kaki Kaisar.
"Hamba hanya dapat mengharapkan kebijaksanan Paduka dan menaruh nyawa hamba di dalam telapak tangan Paduka ....!"

"Seret Yang Kok Tiong si pengkhianat keluar!" terdengar teriakan dari luar.

"Keluarkan jahanam itu, kalau tidak kami menyerbu ke dalam!" Suara ini diikuti suara pintu digedor-gedor dari luar.






"Tangkap dia...!!" Kaisar memerintah dan menudingkan telunjuknya keluar.

Komandan pengawal hendak membuka daun pintu, akan tetapi tiba-tiba dari luar meloncat masuk pengawal yang menjaga di luar, mukanya pucat dan tubuhnya menggigil lalu dia menjatuhkan diri di atas lantai menghadap Kaisar sambil berkata,

"Mereka.... mereka..... akan menyerbu.....!"

Oleh kepala pengawal, Kaisar dan rombongannya dikawal naik ke loteng. Kemudian Kaisar keluar dan memandang kepada pasukannya yang memberontak di luar itu. Begitu melihat munculnya Kaisar, para anak buah pasuka berteriak kacau balau, menuntut agar Yang Kok Tiong diberikan kepada mereka.

Kepala pengawal yang melihat gelagat buruk, diam-diam lalu menotok perdana menteri itu dan membawanya turun lagi di luar tahunya Kaisar, kemudian dia membuka pintu dan mendorong perdana menteri itu ke luar. Banyak tangan yang penuh dendam kebencian menyambut, tubuh Yang Kok Tiong di seret-seret, hujan pukulan dan makian, penghinaan dan ludah ditujukan kepadanya.

Ketika Yang Kui Hui yang mendengar teriakan-teriakan kakaknya itu keluar mendekati Kaisar dan menjenguk ke bawah, dia menjerit dan merangkul Kaisar, menangis. Kaisar sendiri terbelalak memandang betapa perdana menterinya itu, kakak dari selirnya, disiksa oleh pasukan, dipukuli dan dimaki-maki.

"Tolonglah kakakku..... tolonglah dia...." Yang Kui Hui merintih dan menangis.

Kaisar lalu berseru ke bawah dengan suara lantang,
"Haiii! Semua anggauta pasukanku....! Tahan.....! Jangan lanjutkan perbuatan gila itu!"

"Berhenti....! Kalian iblis-iblis jahat.......! Uh-huuuuhhh-huuuu....!!"

Yang Kui Hui juga menjerit-jerit dan akhirnya menutupi mukanya, demikian pula Kaisar ketika melihat betapa Yang Kok Tiong sudah rebah dan tidak berkutik lagi, dengan tubuh hancur dan penuh darah.

Tiba-tiba dari dalam rombongan pasukan dan orang-orang dusun yang banyak berkumpul di tempat itu terdengar suara nyaring seorang laki-laki,

"Seret iblis betina Yang Kui Hui....! Dialah biang keladinya! Dialah yang menjatuhkan kerajaan dengan menggoda Sri Baginda! Semenjak ada dia, kerajaan menjadi lemah dan dikuasai oleh pengkhianat-pengkhianat!"

Disusul suara wanita,
"Bunuh kuntilanak itu! Dia siluman betina! Dia Tiat Ki ke dua ....! Dia berjinah dengan An Lu Shan, dia mengumpulkan keluarganya untuk menguasai kerajaan! Dia harus dihukum gantung.....!”

Suara ini adalah suara Bu Swi Nio yang ingin membalas kematian kakaknya. Dia menyebut-nyebut nama tokoh wanita Tiat Ki, yang dalam dongeng sejarah adalah seekor siluman rase yang menjelma wanita menjadi selir Kaisar dan menyeret kerajaan ke dalam kehancuran pula.

Mendengar teriakan-teriakan menghasut dari Liem Toan Ki dan Bu Swi Nio ini, pasukan yang haus darah dan yang tidak puas itu lalu berteriak-teriak, menuding-nuding kepada Yang Kui Hui sambil menuntut agar wanita cantik itu digantung!

"Tidak....!! Kalian gila semua! Tidaaaakkk....!!"

Kaisar memeluk tubuh selirnya yang pucat dan hampir pingsan itu, lalu menariknya masuk, diikuti teriakan-teriakan para anak buah pasukan dan rakyat setempat.

Kaisar dengan muka merah karena marahnya merangkul Yang Kui Hui yang menangis terisak-isak itu, diikuti oleh rombongan. Semua anggauta rombongan memandang dengan muka pucat, apalagi mereka mendengar suara ribut-ribut di luar rumah dan kini pintu digedor-gedor lagi.

"Gantung Yang Kui Hui.....!"

"Bunuh siluman itu.....!"

"Kalau tidak, rumah ini kami bakar!!"

Tentu saja Kaisar dan yang lain menjadi makin panik. Kaisar menjatuhkan diri di atas kursi, mukanya pucat dan keringatnya bercucuran membasahinya, sementara itu Yang Kui Hui berlutut di dekat kursi Kaisar, memeluk kaki Kaisar dan memperlihatkan sikap yang memelas (menimbulkan iba) sekali, tubuhnya gemetar karena suara-suara dari luar yang terdengar, suara menuntut kematiannya itu seperti ujung pedang-pedang yang ditusuk-tusukkan ke ulu hatinya.

Gedoran pintu makin keras, teriakan-teriakan makin hebat sementara Kaisar menanti hasil para komandan pasukan pengawal yang tadi keluar untuk menyabarkan anak buahnya. Penantian yang mencekam dan menegangkan urat syaraf.

Tiba-tiba, ketika para komandan pasukan keluar dan bicara, suara-suara teriakan dan gedoran pintu terhenti. Hati Kaisar lega, dia menunduk dan saling pandang dengan kekasihnya. Sepasang mata yang indah itu yang tak pernah kehilangan daya pengaruh yang membuat Kaisar terpesona, kini berlinang air mata.

Akan tetapi hanya sejenak saja hati mereka terhibur dan harapan mereka timbul, karena tiba-tiba terdengar teriakan-teriakan lebih keras lagi disusul gedoran pada pintu dan dinding dan tak lama kemudian, kepala pengawal dan para pembantunya masuk dengan muka pucat, serta merta menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar.

"Hamba siap menerima hukuman karena hamba sekalian tidak berhasil menundukkan kemarahan mereka," kata komandan pengawal sambil menunduk.

Kaisar bangkit berdiri dan pada saat itu terdengar suara,
"Bunuh siluman Yang Kui Hui! Kalau tidak, mari kita bunuh saja semua!"

"Tidak! Tidaaaaaakkk....! Persetan....!!"

Kaisar berteriak dan lengan kirinya merangkul leher selirnya, seolah-olah dia hendak melindungi kekasih tercinta itu.

"Dor-dor-dorrrr...." pintu digedor dari luar.

"Hancurkan saja Raja lalim dan lemah....!"

"Bakar saja rumah ini kalau Yang Kui Hui tidak dihukum mati!"

Keadaan sudah amat berbahaya dan menegangkan. Semua bangsawan yang berada di situ sudah menjadi pucat. Pangeran mahkota segera menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar.

"Dalam keadaan seperti ini, mengapa Paduka masih kukuh?" putera mahkota itu menangis.

Para pembesar yang setia kepada kaisar juga membujuk, bahkan kepala thaikam yang menjadi kepercayaan Kaisar dan yang diam-diam secara pribadi memusuhi Yang Kui Hui, berkata,

"Harap Paduka suka mempertimbangkan dengan tenang. Memang menyakitkan hati sekali tuntutan mereka. namun, mereka tidak dapat dibendung dan kalau ditolak, tentu Paduka akan terancam bahaya, bahkan seluruh keluarga Paduka. Apakah Paduka hendak mengorbankan keselamatan Paduka sendiri dan seluruh keluarga hanya untuk satu orang yang toh tidak akan dapat Paduka selamatkan juga?"

Putera mahkota menoleh kepada Yang Kui Hui dan berkata, suaranya keras dan penuh tuntutan,

"Seorang yang selama puluhan tahun memperoleh kemuliaan dan anugerah kebaikan Kaisar, apakah di waktu terancam lalu melupakan budi yang besarnya melebihi nyawa itu?"

Yang Kui Hui menjadi pucat wajahnya dan dia menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar, memeluk kaki Kaisar sambil menangis dan berkata,

"Biarlah hamba membalas segala budi kebaikan Paduka....."

"Tidak....! Tidak....ohhh, Kui Hui, tidak....! Jangan....!"

Akan tetapi banyak tangan merenggut tubuh selir cantik itu dari pelukan Kaisar, lalu menyerahkannya kepada kepala thaikam. Selir itu diseret oleh kepala thaikam ke atas pagoda dan tak lama kemudian, terdengarlah sorak-sorai para pasukan melihat tubuh selir cantik jelita itu tergantung di pagoda, tergantung lehernya dan berkelojotan sebentar lalu terdiam.

"Hidup kaisar....!!"

"Biang keladi kelemahan telah tewas....!!"






Tidak ada komentar:

Posting Komentar