FB

FB


Ads

Kamis, 31 Januari 2019

Bukek Siansu Jilid 068

Habislah riwayat hidup Bu Swi Liang, putera Lu-san lojin Bu Si Kang yang gagah perkasa itu. Memang patut disayangkan karena sebenarnya dahulu Bu Swi Liang adalah seorang pemuda yang baik dan gagah perkasa, yang dididik oleh ayahnya sejak kecil agar menjadi seorang pendekar yang selalu membela kebenaran dan keadilan.

Memang, keadaan sekeliling amat mempengaruhi jalan hidup seseorang. Hal ini tidaklah berarti bahwa sekeliling yang bersalah sehingga menyeret seseorang ke jalan sesat seperti halnya Bu Swi Liang. Sebetulnya, yang bersalah adalah dirinya sendiri! Orang yang mengenal diri sendiri akan selalu dalam keadaan waspada dan sadar sehingga berada di dalam lingkungan apa pun juga dia akan selalu mengamati tingkah laku sendiri lahir batin setiap saat, tak mungkin terseret atau ternoda, seperti emas murni atau bunga teratai, biar berada di lumpur akan tetapi tetap bersih!

Sebaliknya, orang yang tidak mau mengamati dirinya sendiri setiap saat, akan mudah lupa karena "akunya" menonjol dan Si Aku ini memang selalu ingin menang sendiri, ingin enak dan senang sendiri, sehingga untuk memenuhi segala keinginannya itu, diri terseret dan mudah terjeblos ke dalam jurang penuh dengan ular-ular berbisa bernama iri, dendam, benci, sombong, duka, dan lain-lain yang kesemuanya berakhir dengan kesengsaraan.

Pasukan yang kuat dipimpin seorang perwira tinggi membawa perintah penangkapan dari Kaisar sendiri. Namun mereka terlambat. The Kwat Lin, Ketua Bu-tong-pai yang baru dan hendak ditangkap itu, telah melarikan diri bersama anak buah yang setia kepadanya.

Hal ini tidaklah mengherankan. Sebelum Swi Liang membuka rahasia pemberontakannya, The Kwat Lin telah lebih dulu mendengar bahwa muridnya telah gagal dan ditangkap. Dia merasa kecewa sekali, akan tetapi dia juga maklum akan bahaya yang mengancam dirinya. Kalau sampai pasukan pemerintah menyerang Bu-tong-pai, tentu saja dia tidak mungkin dapat melawan pasukan yang besar itu. Maka diam-diam dia lalu lolos dari Bu-tong-san, bersama anak buahnya yang setia dia lalu melarikan diri ke Rawa Bangkai yang menjadi markas ke dua dari komplotan ini.

Seperti diketahui, Kiam-mo Cai-li Liok Si yang menjadi datuk kaum sesat itu telah ditaklukannya dan telah menjadi sekutunya, dan tempat tinggal datuk wanita ini, Rawa Bangkai, di kaki Pengunungan Luliang-san, menjadi markas ke dua. Ketika menghadapi bahaya penangkapan dari kota raja, tentu saja Kwat Lin lalu melarikan diri ke tempat yang merupakan daerah berbahaya dan rahasia itu. Pelarian dari Bu-tong-pai ini diterima dengan baik oleh Kiam-mo Cai-li Liok Si yang memperoleh kesempatan menonjolkan jasanya. Segera Rawa Bangkai dijaga dengan kuat sekali dan Liok Si menghibur The Kwat Lin atas kegagalan muridnya.

"Aku hanya merasa kecewa sekali mengenangkan murid-muridku," kata The Kwat Lin dengan suara gemas. "Swi Nio telah mengkhianatiku, lari dengan seorang mata-mata musuh entah dari mana dan pengharapanku tadinya tinggal kepada Swi Liang. Dia sampai terbuka rahasianya dan tertangkap, hal itu katakanlah sebagai suatu kegagalan yang menyedihkan. Akan tetapi mengapa dia membocorkan rahasia Pangeran Tang Sin Ong sehingga Pangeran itu pun dihukum mati. Dengan matinya Pangeran Tang Sin Ong habislah harapan kita!" The Kwat Lin menghela napas panjang dan mengepal tinjunya dengan hati gemas.

"Aihhh, seorang yang memiliki ilmu kepandaian seperti Pangcu, mengapa mudah sekali putus asa?" Liok Si mencela.

"Hem, Cai-li, jangan kau menyebutku Pangcu lagi. Aku bukan lagi Ketua Bu-tong-pai setelah kini menjadi pelarian pemerintah. Dan aku tidak membutuhkan perkumpulan itu. Siapa yang tidak akan putus asa? Cita-cita kita kandas setengah jalan. Betapapun tinggi kepandaian kita, menghadapi pasukan pemerintah yang puluhan laksa banyaknya, kita dapat berbuat apakah?"

Kiam-mo Cai-li tersenyum. Dia maklum bahwa wanita yang amat lihai ini memiliki cita-cita yang besar sekali.

"The-pangcu.... eh, Lihiap, seorang dengan kepandaian seperti engkau tentu dapat mencari kedudukan dengan mudah sekali."

"Hemm, mana mungkin? Pemerintah telah menganggapku sebagai pemberontak dan aku akan selalu menjadi pelarian dan buruan pemerintah. Pula, aku adalah seorang bekas ratu, oleh karena itu. Cita-citaku hanya satu, ialah aku akan berusaha sekuat tenaga agar puteraku memperoleh kedudukan yang sepadan dengan darah keturunannya."

Kiam-mo Cai-li mengangguk-angguk.
"Memang sepatutnya.... sepatutnya...., dan aku bersedia membantumu asal kelak kau tidak akan melupakan bantuanku."

The Kwat Lin memegang tangan datuk wanita itu dan memandang tajam.
"Kiam-mo Cai-li, kita bukan anak-anak kecil lagi, kita sama-sama wanita dan kita saling mengetahui isi hati masing-masing. Engkau sudah banyak menolongku, masihkah engkau menyangsikan bahwa aku menganggapmu sebagai tangan dan kaki sendiri dan kita akan senasib sependeritaan, bahkan sehidup semati?"






Kiam-mo Cai-li tersenyum dan mengangguk.
"Aku tahu bahwa engkau adalah seorang wanita yang selain berilmu tinggi, juga berkemauan keras dan bercita-cita tinggi, The-lihiap. Kita tidak perlu putus asa dengan kegagalan muridmu. Masih ada jalan lain yang kurasa akan lebih menguntungkan kita."

"Bagaimana?"

"Bersekutu dengan An Lu Shan!"

The Kwat Lin memandang wajah Kiam-mo Cai-li dengan alis berkerut. Majikan Rawa Bangkai itu tersenyum dan diam-diam The Kwat Lin harus memuji bahwa wanita yang usianya sudah lima puluh tahun itu kalau tersenyum kelihatan masih muda dan masih cantik.

Kata-kata Kiam-mo Cai-li mengejutkan hatinya dan sekaligus menimbulkan kecurigaannya. Sudah terang bahwa mereka menjadi saingan An Lu Shan, bagaimana sekarang dapat bersekutu dengan Panglima itu? Bahkan yang menyalakan api pemberontakan dalam dada Pangeran Tang Sin Ong adalah karena merasa iri hati kepada An Lu Shan yang disuka oleh kaisar dan selalu dibela oleh Yang Kui Hui. Dan sekarang, sekutunya ini mengusulkan untuk bersekutu dengan An Lu Shan!

"Cai-li, apa maksudmu?" tanyanya, suaranya membentak dan matanya memandang tajam menyelidik.

"Aih, The-lihiap, aku tahu mengapa engkau terkejut. Akan tetapi bukankah para cerdik pandai jaman dahulu pernah berkata bahwa orang cerdik harus pandai memilih kawan? Demi tercapainya cita-cita, kalau perlu kawan menjadi lawan dan lawan berbalik menjadi kawan!"

Berseri wajah The Kwat Lin dan dia memandang kagum.
"Kau benar, Cai-li. Kau benar dan cerdik sekali! Akan tetapi, mungkinkah dia mau?"

"Jangan khawatir. Aku sudah lama mengenal baik Panglima kasar itu. Di balik semua langkahnya menjilat Kaisar dan Yang Kui Hui, dia bercita-cita merebut kekuasaan Kaisar. Dan pada waktu ini dia amat membutuhkan bantuan orang-orang pandai, tentu saja dia akan menerima kita dengan tangan terbuka."

The Kwat Lin berdebar-debar dan menggosok-gosok pipinya yang berkulit halus itu dengan tangannya, nampaknya ragu-ragu.

"Akan tetapi, bagaimana kita dapat mengadakan hubungan?"

"Aku akan menyuruh anak buahku, harap kau suka tulis surat untuk disampaikan kepada An Lu Shan. Sebaiknya begini isinya."

Wanita cerdik Kiam-mo Cai-li berunding dengan The Kwat Lin, mengulurkan tangan kepada An Lu Shan mengajak bersekutu melalui sehelai surat yang ditulis oleh tangan halus The Kwat Lin. Dalam hal menggunakan siasat, kiranya wanita lebih cerdik dari pada pria, dan hal ini dibuktikan oleh The Kwat Lin dan Kiam-mo Cai-li Liok Si.

Sebulan kemudian tampak lima orang muncul di tepi rawa yang sunyi itu. Mereka ini terdiri dari empat orang pria dan seorang wanita, kesemuanya kelihatan gagah perkasa dan tangkas.

Rawa ini amat luas, sunyi dan terkenal berbahaya sekali. Kelihatannya tidak berbahaya, hanya merupakan genangan air yang amat luas seperti telaga besar, namun air itu tertutup oleh rumput dan bermacam tetumbuhan kecil sehingga kadang-kadang tidak nampak airnya. Bahkan seolah-olah tertutup oleh lapisan tanah tipis dan inilah yang berbahaya sekali.

Manusia maupun binatang yang berani mendekati rawa dan salah injak, mengira bahwa tanah berumput itu keras, akan terperosok ke dalam air berlumpur yang mempunyai daya penyedot sehingga sekali kaki terbenam, disedot ke bawah dan sukar ditarik ke atas lagi. Air berlumpur itu dalam sekali dan karena amat lembik, maka seolah-olah menyedot kaki, padahal kaki orang atau binatang itu tenggelam terus secara perlahan-lahan dan lupur itu memang mempunyai daya lekat sehingga kaki seolah-olah disedot dan ditahan, sukar untuk ditarik kembali ke atas. Selain bahaya yang merupakan perangkap-perangkap maut dari alam ini, juga di situ terdapat banyak ular dan binatang berbisa lain yang bersembunyi di antara rumput-rumput dan tetumbuhan lain.

Jauh dari rawa, tampak ditengah-tengah rawa itu sebuah pulau dan di situ terdapat bangunan-bangunan yang tampak dari jauh. Namun, tidak ada orang dari luar rawa yang berani mencoba untuk mendekati pulau ini, karena selain jalan menuju ke situ harus menyeberangi rawa maut itu, juga telah terkenal bahwa bangunan-bangunan itu adalah sarang dari iblis betina yang ditakuti semua orang, yaitu Kiam-mo cai-li.

Karena seringkali terdapat bangkai-bangkai binatang yang terperosok ke dalam perangkap alam sekitar rawa, juga bahkan kadang-kadang tampak mayat manusia-manusia yang sampai membusuk dimakan lumpur, maka terkenallah rawa itu dengan sebutan Rawa Bangkai!

Karena Kiam-mo-Cai-li yang cerdik itu melarang para anak buahnya untuk mengganggu rakyat di sekitar tempat itu, maka tidak akan ada alasan bagi alat pemerintah untuk memusuhinya, pula pembesar setempat merasa ngeri untuk menentang iblis betina itu. Dengan demikian, datuk kaum sesat ini hidup aman dan tenteram di kaki Pegunungan Lu-liang-san itu, tempat ini menjadi tempat pesembunyian yang baik sekali bagi The Kwat Lin dan anak buahnya.

Kita kembali kepada lima orang yang pada hari itu berada di tepi rawa. Tiga orang di antara mereka laki-laki tua berusia antara lima puluh sampai enam puluh tahun. Seorang lagi adalah laki-laki berusia tiga puluh tahun, berwajah tampan gagah dan bertubuh tegap, sedangkan wanita itu masih muda, seorang gadis berusia paling banyak enam belas tahun, tubuhnya langsing dan wajahnya manis namun sepasang matanya mengandung sinar keras.

Wanita itu bukan lain adalah Bu Swi Nio dan laki-laki muda tampan gagah itu adalah penolongnya ketika dia hendak membunuh diri setelah malam itu dia diperkosa oleh Pangeran Tang Sin Ong! Bagaimana dia sekarang bersama laki-laki dan tiga orang kakek dapat berada di tepi Rawa Bangkai?

Malam itu, setelah diperkosa oleh Pangeran Tang Sin Ong dalam keadaan mabok dan tidak sadar, Swi Nio hendak membunuh diri dengan pedang, akan tetapi dia dicegah oleh laki-laki yang ternyata adalah seorang mata-mata dari An Lu Shan. Dia dapat diingatkan oleh laki-laki itu bahwa membunuh diri bukanlah jalan terbaik untuk membalas sakit hati, maka Swi Nio lalu ikut dengan orang itu dan menjadi petunjuk jalan sehingga mata-mata itu berhasil menyelamatkan diri bersama Swi Nio, keluar dari tembok Bu-tong-pai.

Kedua orang ini tanpa bicara melarikan diri terus dengan cepatnya sampai matahari naik tinggi dan mereka tiba di kaki Pegunungan Bu-tong-san, barulah mereka berhenti mengaso di dalam sebuah hutan lebat. Begitu duduk di bawah pohon melepaskan lelah, Swi Nio teringat akan nasib yang menimpa dirinya, maka serta merta dia menangis mengguguk.

Laki-laki itu memandang ke arahnya dan menghela napas panjang, mengepal tinju dan hanya mendiamkannya saja karena pengalamannya membuat dia mengerti bahwa dalam keadaan berduka seperti itu, tidak ada obat yang lebih baik bagi gadis itu kecuali tangis dan air mata yang bercucuran.

Setelah agak mereda tangis Swi Nio, dia berkata,
"Nona, seperti kukatakan pagi tadi, tidak perlulah hal yang telah terjadi dan yang telah lalu ditangisi dan disedihkan. Yang penting, kita melihat ke depan. Jalan hidup masih lebar dan terbentang luas di depan kita. Mengubur diri dengan kedukaan saja tidak ada artinya dan pula hanya akan melemahkan semangat kita yang perlu kita pupuk untuk dapat membalas kepada orang-orang yang telah merusak hidup kita."

Kata-kata yang dikeluarkan dengan suara gagah ini membuat Swi Nio mengangkat mukanya yang pucat dan basah, memandang. Mereka berdua saling pandang sejenak, keduanya baru melihat nyata akan wajah masing-masing. Wajah pria itu menimbulkan kepercayaan di hati Swi Nio sedangkan wajah gadis itu menbuat jantung laki-laki itu berdebar dan tertarik.

"Kau siapakah?" Akhirnya Swi Nio bertanya.

"Sudah kukatakan kepadamu, aku adalah seorang mata-mata, seorang kepercayaan Jenderal An Lu Shan. Namaku Liem Toan Kie. Dalam penyelidikanku di Bu-tong-pai, aku telah mengenal namamu, Nona. Engkau adalah Nona Bu Swi Nio, bersama kakakmu Bu Swi Liang engkau adalah murid dari Ketua Bu-tong-pai yang baru. Aku pun telah mengetahui akan nasibmu semalam...."

"Ahhh....! Si Jahanam Tang Sin Ong....! Engkau benar! Aku tidak perlu berputus asa, aku tidak perlu mengubur diri dalam kedukaan, aku harus berusaha untuk membalas semua penghinaan ini. Akan kubunuh Si Jahanam Tang Sin Ong!" Gadis itu mengepal kedua tangannya dengan penuh kemarahan.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar