FB

FB


Ads

Kamis, 17 Januari 2019

Bukek Siansu Jilid 035

Sin Liong yang datang bersama beruang itu cepat meloncat mendekati Soan Cu merampas pedang dari tangan dara itu dan memondongnya dengan tangan kiri, kemudian sekali meloncat dia telah berada di punggung beruang, lengan kiri memeluk dan menjaga tubuh Soan Cu yang dipangkunya karena dara itu telah menjadi pingsan sedangkan tangan kanan menggerakan pedang dara itu sambil beseru

"Kakak beruang, lawan mereka yang berani mendekat!"

Beruang itu menggereng-gereng dan ketika melihat dari kiri ada sinar menyambar, yaitu sinar pedang yang digerakan oleh Coa Liok Gu sute dari kepala bajak, tiba-tiba kaki depan kiri yang kini dipergunakan seperti tangan itu bergerak menangkis, bukan menangkis pedang melainkan mencengkram kepala Coa Liok Gu.

Tentu saja orang ini kaget dan sekali merendahkan tubuh, membalikan pedang dan siap untuk menyerang lagi. Begitu lengan beruang itu menyambar lawan, dia meloncat ke atas dan menusukan pedangnya mengarah bagian antara kedua mata beruang itu.

"Cringgg...!!"

Pedangnya terpental dan dia harus cepat melempar tubuh ke belakang kalau tidak ingin dadanya robek oleh cakar beruang setelah pedangnya ditangkis oleh Sin Liong tadi.

"Siuuuut...!!"

Senjata ruyung berujung baja di tangan Koan Sek sudah bergerak menyambar dengan ganas, menghantam punggung beruang hitam dengan kecepatan kilat dan dengan tenaga dahsyat.

"Cringgg...! Tranggg...!!"

Dua kali senjata berat itu ditangkis oleh Sin Liong dan dua kali pula kepala bajak itu berseru kaget karena telapak tangannya hampir terkupas kulitnya dan terasa panas dan perih.

Pada saat dia terbelalak dan terheran, beruang itu sudah membalikan tubuh dan sekali kaki depannya yang kanan menampar, kepala bajak itu mencoba menangkis, namun senjatanya terlepas dari pegangannya dan beruang itu sudah menubruknya dan mencengkram ke arah lehernya.

"Kakak beruang, jangan ...!" Sin Liong membentak.

Beruang itu terkejut dan ragu-ragu sehingga kesempatan itu dapat dipergunakan oleh Koan Sek untuk meloncat jauh kebelakang. Dia dan pembantu utamanya, Coa Liok Gu berdiri dengan muka pucat memandang pemuda yang menunggang beruang itu membawa pergi tubuh dara jelita yang pingsan.

Biarpun pedang masih berada di tangannya, Coa Liok Gu tidak lagi berani menyerang karena dia maklum bahwa selain beruang raksasa itu amat kuat, juga pemuda itu memiliki kepandaian yang luar biasa sekali.

Sin Liong merasa bingung dan gelisah menyaksikan pertempuran hebat itu.
"Hentikan pertempuran...!"

Dia berseru berkali-kali namun percuma saja, para bajak laut dan penghuni Pulau Neraka adalah orang-orang kasar yang pada saat itu sedang marah, maka sukar untuk dibujuk.

Tiba-tiba terdengar suara melengking tinggi dan panjang dan suara itu segera disusul suara berdengung-dengung dan berdesis-desis. Dapat dibayangkan betapa kagetnya hati Sin Liong ketika dia melihat datangnya binatang-binatang kecil yang berbisa. Ular, kelabang, kalajengking dan sebangsanya berdatangan dari semua penjuru, merayap cepat seolah-olah digerakan oleh suara melengking itu, dan yang lebih mengerikan lagi, lebah-lebah putih datang pula beterbangan! Saking kagetnya Sin Liong melompat turun dari punggung beruang dan kini beruang itu pun terkejut dan ketakutan, seolah-olah binatang raksasa ini sudah mengerti bahwa bahaya maut datang mengancamnya.

"Uhhh... apa yang terjadi...?" Soan Cu mengeluh dan siuman dari pingsannya.

Melihat dara itu sudah siuman. Sin Liong agak lega.
"Bagaimana lukamu?"

"Nyeri sekali, panas... eh, siapa yang memimpin binatang-binatang berbisa itu?" Soan Cu turun dari pondongan Sin Liong. "Cepat pergunakan obat penolak ini..."






Dia mengeluarkan sebungkus obat penolak dari ikat pinggangnya. Setelah menaburkan obat bubuk di sekeliling mereka bertiga, yaitu Soan Cu, Sin Liong dan beruang betina.

Soan Cu berkata lagi,
"Sin Liong tolong... kau tangkap Si Mata Satu itu...aku membutuhkan obat penawar racun am-gi-nya (senjata gelapnya)...."

Melihat betapa wajah dara itu pucat sekali tanda menderita kenyerian hebat, Sin Liong maklum bahwa tentu dara itu terkena senjata rahasia yang mengandung racun luar biasa sekali. Maka tanpa menjawab tubuhnya mencelat kearah Koan Sek yang masih bengong memandang ke depan, matanya terbelalak ketika melihat betapa anak buahnya mulai menjadi korban pengeroyokan binatang-binatang berbisa.

Maka ketika tubuh Sin Liong menyambar, dia terkejut sekali, mengira bahwa pemuda itu akan menyerangnya. Dia tadi sudah mengambil kembali senjatanya, maka tanpa banyak cakap lagi dia sudah mengayun senjatanya menghantam ke arah Sin Liong. Pemuda ini tadi melepaskan pedangnya, melihat betapa dia disambut serangan dahsyat, cepat dia miringkan tubuhnya, membiarkan senjata berat itu lewat dan secepat kilat kedua tangannya menyambar dan sebelum Koan Sek tahu apa yang terjadi, senjatanya telah terampas dan dibuang oleh pemuda itu sedangkan tubuhnya sudah diangkat dan dipanggul seperti seorang anak kecil saja. Percuma dia meronta, karena pemuda itu sudah meloncat seperti terbang, kembali ke dalam lingkaran obat penolak yang ditaburkan Soan Cu. Koan Sek menggigil.

Selain dia maklum betapa lihainya pemuda ini, juga dia merasa ngeri sekali menyaksikan apa yang terjadi di luar lingkaran obat bubuk itu. Terdengar jerit dan pekik mengerikan. Orang-orang Pulau Neraka telah mundur dan menonton sambil tertawa-tawa.

Akan tetapi anak buah bajak laut itu menghadapi penyerangan binatang-binatang berbisa dan sama sekali mereka tak berdaya. Apalagi penyerangan lebah-lebah putih membuat mereka panik. Mengerikan sekali melihat mereka berkelojotan merintih-rintih dan menangis menggerung-gerung karena tidak tahan menderita rasa nyeri yang menyengati sekujur tubuh.

"Cepat bertindak, halau mereka, Soan Cu!"

Sin Liong berkata dengan alis berkerut. Biarpun yang dikeroyok binatang-binatang itu adalah kaum bajak, namun dia tidak dapat menyaksikan peristiwa mengerikan itu.

Soan Cu menggeleng kepala.
"Tak mungkin. Mereka digerakkan oleh suara melengking itu..."

"Suara apa itu? Siapa yang membunyikan?"

Soan Cu tersenyum dan menggigit bibirnya menahan rasa nyeri. Pahanya seperti dibakar dan rasa nyeri menusuk-nusuk jantung.

"Siapa lagi? Satu-satunya orang yang dapat melakukannya hanyalah Kong-kong... augghh ..." Dara itu roboh pingsan lagi dalam rangkulan Sin Liong.

"Aduh celaka..., binatang-binatang itu...."

Tok-gan-hai-liong Koan Sek menggigil dan dia hendak lari dari tempat itu ketika melihat bagaimana pembantunya, Coa Liok Gu, sudah sibuk memutar pedang untuk berusaha mengusir lebah-lebah putih yang mengeroyoknya.

"Kalau kau keluar dari sini, engkau pun akan mengalami nasib yang sama," Kata Sin Liong, menunjuk ke arah lingkaran putih dari obat penolak. "Binatang-binatang itu tidak berani memasuki lingkaran ini."

Koan Sek memandang dan matanya terbelalak ngeri melihat betapa ular-ular beracun yang bermacam-macam warnanya itu benar saja membalik lagi ketika mendekati garis lingkaran. Bahkan lebah-lebah putih yang terbang dekat, agaknya mencium bau penolak itu dan mereka itu pun terbang membalik, mengamuk dan menyerang para bajak yang berada di luar lingkaran.

Saking ngerinya melihat betapa Coa Liok Gu menjerit dan roboh karena kakinya tergigit seekor ular, kemudian betapa pembantunya yang juga merupakan sutenya melolong-lolong dan bergulingan, dikeroyok banyak sekali binatang yang mengerikan, kepala bajak ini tak dapat lagi menahan dirinya dan dia menjatuhkan diri berlutut!

Sin Liong sendiri merasa ngeri menyaksikan peristiwa yang terjadi disekelilingnya. Kalau saja dia dapat melihat Ouw Kong Ek, tentu dia akan meloncat dan memaksa kakek itu menghentikan pekerjaanya yang kejam, membunuh para bajak seperti itu. Akat tetapi celakanya, suara itu melengking tinggi dan sukar diketahui dari mana datangnya, bahkan kakek itu pun tidak tampak. pula, mana mungkin dia berani meninggalkan Soan Cu yang pingsan itu bersama kepala bajak?

Maka pemuda ini merasa seperti disayat-sayat jantungnya menyaksikan pembunuhan yang amat kejam itu, melihat betapa dua puluh empat orang bajak menemui kematian secara mengerikan, berkelojotan dan melolong-lolong, akhirnya suara jeritan mereka makin lemah dan berubah seperti suara binatang disembelih, kemudian tubuhnya tidak berkelojotan lagi dan binatang-binatang kecil berbisa yang kelaparan itu masih menggerogoti kulit dan daging mereka!

Kemudian tampaklah Ouw Kong Ek, Tocu Pulau Neraka. Kakek ini datang ke tempat itu sambil merangkak dengan susah payah, tubuhnya kelihatan lemah dan kurus, mukanya pucat dan sambil merangkak itu dia meniup sebatang alat tiup terbuat daripada batang alang-alang, menyerupai suling kecil. Pantas saja suaranya melengking tinggi dan aneh.

Beberapa orang anggauta Pulau Neraka segera maju dan mengangkat ketua mereka, memapahnya datang dan kini binatang-binatang itu berangsur-angsur merayap pergi setelah Ouw Kong Ek merobah suara tiupan sulingnya. Akhirya yang tinggal hanya mayat-mayat dua puluh empat orang bajak dalam keadaan mengerikan, dan mayat tujuh orang penghuni Pulau Neraka yang tewas dalam pertempuran.

"Ahhh, engkau pula yang menolong cucuku, Taihiap?" Ouw Kong Ek dituntun anak buahnya datang mendekat.

Sin Liong mengerutkan alisnya.
"To-cu, engkau sungguh kejam, membunuh mereka seperti itu."

Kakek itu terbelalak.
"Aku? kejam? Dan mereka ini...?" Dia menuding ke arah mayat-mayat para bajak laut. "Dan...hei, siapa dia ini? Ah, bukankah dia ini pemimpin mereka?"

Ouw Kong Ek sudah melangkah maju menghampiri Koan Sek yang berdiri dengan muka pucat

"Tahan dulu, Tocu! Memang dia pemimpin bajak, akan tetapi nyawa cucumu berada didalam tangannya!"

"Soan Cu...!" Ouw Kong Ek memandang tubuh dara yang dipondong oleh Sin Liong dan berada dalam keadaan pingsan itu. "Mengapa dia?"

"Terkena senjata beracun." Kemudian dia memandang Koan Sek dan membentak, "hayo kau berikan obat penawar senjata gelapmu!"

Tok-gan-hai-liong Koan Sek adalah seorang yang sudah berpengalaman, seorang yang menjelajah di dunia kang-ouw, maka dia tentu saja cerdik sekali. Tadi ketika menyaksikan betapa semua anak buahnya, juga sutenya, tewas secara mengerikan, dia ketakutan setengah mati dan kehilangan akalnya. Akan tetapi sekarang setelah dia melihat kesempatan untuk menolong diri, timbul kembali keberaniannya dan dia tersenyum.

"Agaknya kita telah salah masuk. Tidak tahu pulau apakah ini dan siapa kalian ini?" tanyanya kepada Sin Liong karena dia merasa jerih sekali menghadapi pemuda yang dia tahu amat lihai dan sama sekali bukan tandingannya itu.

"Kau belum tahu? Ini adalah Pulau Neraka dan dia itu adalah ketuanya." Dia menuding kepada Ouw Kong Ek. "Sedangkan Nona ini adalah cucunya. Maka kau harus cepat memberikan obat penawarnya."

"Ha-ha, mudah saja! Mudah saja memberi obat penawarnya. Aihh, kiranya kami telah memasuki sebuah pulau iblis dengan penghuni-penghuninya seperti iblis pula! Benar-benar kami telah membuat kesalahan besar! Orang muda, mudah saja mengobati luka Nona ini, akan tetapi bagaimana dengan aku sendiri? Anak buahku telah tewas semua dan aku dalam cengkraman kalian!"

"Engkau... engkau akan kusiksa, kucincang sampai hancur!" Ouw Kong Ek membentak.

"Ha-ha-ha, boleh! Lakukan sekarang, karena aku tidak takut mati setelah aku melihat bahwa aku mempunyai banyak teman terutama sekali cucumu. Kalau orang tidak lagi menyayangkan kematian seorang dara jelita muda remaja seperti dia ini, apalagi kematian seorang tua bangka seperti aku. Ha-ha-ha! biarlah aku mati ditemani oleh dara remaja ini!"

Ouw Kong Ek sudah marah sekali, kedua tangannya dikepal sehingga suling batang alang-alang itu hancur di tangannya. Melihat kemarahan ketua Pulau Neraka itu, Sin Liong Berkata,

"Ouw-tocu apa yang dikatakannya benar. Sudah kuperiksa luka cucumu dan ternyata dia terkena racun yang aneh sekali yang belum pernah aku melihatnya. Maka, biarlah kita menukar keselamatannya dengan keselamatan Soan Cu. Betapapun juga, nyawa Soan Cu jauh lebih berharga dari pada kehidupan seorang sesat seperti dia."






Tidak ada komentar:

Posting Komentar