FB

FB


Ads

Sabtu, 12 Januari 2019

Bukek Siansu Jilid 022

"kau dari mana?"

"Dari Pulau Es...."

Belasan orang itu mendengus dan kelihatan marah sekali. Si Brewok mengangkat tinggi senjata golok besarnya dan membentak,

"kalau begitu kau harus mampus!"

"Nanti dulu, harap Cuwi bersabar." Sin Liong cepat berseru dan mengangkat tangan kirinya ke atas, "Aku bukan musuh dari Cuwi, sudah kukatakan bahwa aku datang bukan untuk bermusuh, mengapa Cuwi hendak membunuhku?"

Pada saat itu, muncul pula lima orang, dan terdengar seruan heran dari seorang di antara mereka, yang bertubuh tinggi besar,

"Ehh, bukankah ini Kwa-kongcu dari Pulau Es?"

Sin Liong memandang dan merasa girang sekali ketika mengenal orang itu yang bukan lain adalah Bouw Tang Kui, penghuni Pulau Es yang dihukum buang ke Pulau Neraka karena telah mencuri batu mustika hijau!

"Bouw-lopek!" serunya girang. "Aku datang untuk mencari Swat Hong yang juga sudah dibuang ke sini!"

"Apa??" Bouw Tang Kui berteriak, lalu berkata kepada Si Brewok yang agaknya menjadi pemimpin rombongan itu. "Dia adalah seorang yang telah membelaku, membela Lu Kiat dan Sia Gin Hwa ketika dijatuhi hukuman buang. Dia seorang pemuda yang tak setuju dengan hukum di Pulau Es, biarpun dia adalah murid Raja Han Ti Ong sendiri."

"Apa...??" Mereka kelihatan terkejut mendengar ini. "Muridnya...?"

"Benar," jawab Bouw Tang Kui. "Dan kita bukanlah lawannya."

Si Brewok meragu. "Kalau begitu, kita bawa dia kepada To-cu (Majikan Pulau)!"

Bouw Tang Kui melangkah maju.
"Harap Kongcu menurut saja kami hadapkan kepada To-cu sehingga Kongcu dapat bicara sendiri dengannya."

Sin Liong mengangguk. Memang menghadapi orang-orang kasar ini akan berbahaya sekali karena mereka sukar diajak bicara. Kalau dia dapat bicara dengan Majikan Pulau yang tentu merupakan tokoh yang paling pandai, dia akan dapat minta keterangan apakah Swat Hong telah berada di pulau itu. Dia mengangguk dan beberapa orang penghuni Pulau Neraka lalu menyalakan obor.

Sin Liong sendiri membuang rantingnya, mengenakan lagi jubahnya dan mengikuti rombongan belasan orang itu memasuki hutan. Di sepanjang jalan dia melihat tempat-tempat berbahaya, lumpur-lumpur yang tertutup rumput tinggi, pasir-pasir berpusing yang dapat menyedot apa saja yang menginjaknya, pohon-pohon yang aneh dengan buah-buah yang kelihatan lezat namun dari baunya dia tahu bahwa buah itu mengandung racun jahat, dan lain-lain. Benar-benar pulau yang amat aneh dan berbahaya, fikirnya. Pantas kalau disebut Pulau Neraka, dan diam-diam dia mencela kekejaman Kerajaan Pulau Es yang membuang orang-orang bersalah ke tempat seperti ini.

Dari keadaan orang-orang yang menangkapnya ini, hanya Bouw Tang Kui seorang yang kelihatan masih normal. Hal ini mungkin karena raksaksa ini baru beberapa bulan saja dibuang ke sini, sedangkan yang lain-lain, biarpun dapat mempertahankan hidupnya, namun telah berubah menjadi orang-orang liar yang agaknya telah berubah pula watak dan ingatanya!

Dan selain menjadi orang-orang yang tidak normal agaknya mereka telah menguasai ilmu yang dahsyat dan mengerikan, yaitu ilmu menguasai binatang-binatang berbisa di pulau itu. Buktinya, biarpun mereka berjalan di hutan penuh binatang berbisa itu tanpa sepatu tidak ada seekor pun yang berani menyerang mereka. Akhirnya dengan menggunakan ketajaman pandang mata dan penciuman hidungnya Sin Liong maklum bahwa orang-orang ini telah menggunakan semacam obat yang agaknya digosok-gosokan ke seluruh kaki mereka sehingga binatang itu menyingkir begitu mereka mendekat.

Tak disangkanya sama sekali, ketika mereka tiba di tengah jalan, di situ terdapat tanah lapang yang luas dan tampak sebuah rumah besar, dikelilingi pondok-pondok kayu sederhana. lampu-lampu dinyalakan terang dan Sin Liong dibawa ke sebuah ruangan yang luas di mana telah menanti ketua pulau itu yang disebut To-cu (Majikan Pulau).






Ruangan itu luasnya lebih dari sepuluh meter persegi, dikelilingi banyak orang yang memegang bermacam senjata dan yang sikapnya semua penuh curiga dan permusuhan, kecuali Bouw Tang Kui, Sia Gin Hwa, Lu Kiat dan belasan orang lagi yang belum lama dibuang kesitu sehingga mereka ini mengenal Sin Liong sebagai murid Han Ti Ong yang selalu baik kepada mereka, bahkan banyak di antara mereka yang pernah diobati oleh pemuda ini.

"Hayo berlutut di depan tocu!" kata Si Brewok sambil mendorong Sin Liong ke depan.

Akan tetapi Sin Liong dengan tenang berdiri di depan To-cu itu dan memandang penuh perhatian. Orang ini sudah tua, sedikitnya tentu ada enam puluh tahun usianya. Kepalanya besar sekali, tubuhnya kurus kecil sehingga kelihatan lucu, seperti seekor singa jantan yang duduk di kursi! Sepasang matanya bersinar-sinar, mulutnya menyeringai.

Sebetulnya wajahnya tampan, akan tetapi karena sikapnya yang ganas itu membuat wajahnya kelihatan menyeramkan dan menakutkan. Pakaiannya tidak seperti pakaian sebagian besar penghuni Pulau Neraka yang butut, melainkan pakaian dari kain yang baru dan bersih.

Kursinya terbuat dari tulang-tulang berukir, dan di kedua lengan kursinya dihias dengan rangka ular dengan moncongnya ternganga lebar memperlihatkan gigi yang runcing melengkung. Di sebelah kanan ketua Pulau Neraka ini duduk seorang anak perempuan yang tadinya hampir membuat Sin Liong salah kira. Anak itu usianya sebaya dengan Swat Hong, seorang anak perempuan yang cantik dan tersenyum-senyum, sikapnya kelihatannya gembira dan mungkin karena sebaya maka kelihatanya mirip dengan Swat Hong. Hampir saja Sin Liong tadi memanggilnya ketika mula-mula memasuki ruangan. Ketika melihat betapa pemuda tawanan itu memandangnnya penuh perhatian, anak perempuan itu tersenyum-senyum.

Melihat Sin Liong tidak mau berlutut di depannya, kakek itu memandang tajam, kemudian berkata perlahan, suaranya rendah,

"Hemmm, kau tidak mau berlutut, ya? Hendak kulihat kalau kedua lututmu patah, kau berlutut atau tidak?"

Berkata demikian, tiba-tiba tangan kakek itu menyambar sebatang toya dari tangan seorang penjaga, menekuk toya itu sehingga patah tengahnya dan sekali dia menggerakan tangan, sepasang potong toya itu menyambar ke arah kedua kaki Sin Liong!

Pemuda itu terkejut, akan tetapi bersikap tenang. Dia maklum bahwa ketua Pulau Neraka itu bermaksud menggunakan lemparan tongkat untuk membikin sambungan lututnya terlepas. Maka dia cepat menggerakan kedua kakinya, meloncat ke atas, kemudian setelah melihat kedua toya berkelebat ke bawah kaki dia menggunakan kedua kakinya menginjak. Sepasang tongkat pendek itu menancap di atas lantai dan pemuda itu berdiri di atas kedua ujung tongkat dengan tubuh tegak dan bersikap seolah-olah tak pernah terjadi sesuatu!

"Waduhhh, dia hebat sekali, kong-kong (Kakek)!" anak perempuan yang tadi tersenyum-senyum itu bersorak penuh kagum, padahal anak buah Pulau Neraka memandang marah karena mengangap bahwa pemuda itu mengejek ketua mereka.

"Hebat apa! Permainan kanak-kanak seperti itu!" Kakek berkepala besar itu mendengus marah.

"Kong-kong juga bisa? Ajarkan aku kalau begitu!" anak perempuan itu berkata dengan sikap dan suara manja.

"Hushh! Diamlah kau!" kakek itu membentak dan sejak tadi matanya tidak pernah berpindah dari Sin Liong.

Dibentak seperti itu, anak perempuan itu cemberut dan mukanya merah, menahan tangis. Sin Liong merasa kasihan lalu meloncat turun dan berkata menghibur,

"Adik yang manis, jangan berduka. Biarlah kalau ada kesempatan aku akan mengajarkannya kepadamu."

Anak perempuan itu memandang Sin Liong dengan mata terbelalak, kemudian lenyaplah kemuraman wajahnya yang manja menjadi berseri-seri kembali.

"Orang muda yang bersikap dan bermulut lancang! Siapa engkau yang mengandalkan sedikit kepandaian untuk mengacau Pulau Neraka?"

Kakek itu membentak, menahan kemarahannya karena dia merasa direndahkan sekali ketika serangan sepasang tongkatnya tadi gagal dan dihadapi oleh pemuda itu secara luar biasa.

Sin Liong cepat memberi hormat dengan menjura dalam-dalam, kemudian dia berkata dengan suara tenang,

"Harap To-cu suka memaafkan kedatanganku ke Pulau Neraka ini. Seperti telah kukatakan kepada semua penghuni Pulau Neraka kedatanganku sama sekali tidak mengandung niat buruk atau hendak bermusuhan. Aku bernama Kwa Sin Liong dan ...."

"Dia murid Han Ti Ong!" tiba-tiba Si Brewok berkata lantang.

Ucapan ini disambut dengan suara berisik dari semua oang yang berada di situ karena mereka sudah menjadi marah sekali. Semua orang yang berada disitu adalah orang-orang buangan dari Pulau Es, semenjak raja pertama sehingga sudah tinggal disitu selama tiga keturunan, ada orang buangan baru dan ada pula yang merupakan turunan dari orang-orang buangan lama, akan tetapi kesemuanya mempunyai rasa benci dan dendam pada satu nama, yaitu Pulau Es!

Maka begitu mendengar pemuda tampan dan tenang ini adalah murid Han Ti Ong, raja terakhir dari Pulau Es, dapat dibayangkan kemarahan hati mereka. Dengan pandang mata mereka yang liar mereka hendak mencabik-cabik dan membunuh pemuda itu yang dianggapnya seorang musuh besar, dan andaikata mereka itu tidak takut kepada ketua mereka, tentu mereka telah menyerbu untuk melaksanakan niat yang terbayang dalam pandang mata mereka itu.

"Akan tetapi dia selalu menentang Han Ti Ong, menentang pembuangan ke Pulau Neraka!" terdengar suara beberapa orang membela, yaitu suara Bouw Tang Kui, Lu Kiat, Sia Gin Hwa dan beberapa orang buangan baru yang lain.

"Bunuh saja dia!"

"Seret murid Han Ti Ong!"

"Jadikan dia mangsa ular!"

Kakek bekepala besar itu mengangkat kedua lengannya ke atas dan membentak,
"Diam...!!"

Sin Liong kembali terkejut. Ketika mengeluarkan suara bentakan tadi ketua Pulau Neraka agaknya telah mengerahkan khikangnya sehingga dia sendiri yang berdiri di depan kakek itu merasa betapa kedua kakinya tergetar!

Mengertilah dia bahwa ketua Pulau Neraka ini benar-benar memiliki ilmu kepandaian tinggi dan tahulah dia bahwa dia telah memasuki sarang naga dan berada dalam keadaan terancam. Namun Sin Liong tidak merasa takut sedikitpun juga karena dia merasa bahwa dia tidak melakukan suatu kesalahan terhadap mereka ini. Maka kembali dia menjura kepada ketua Pulau Neraka sambil berkata,

"To-cu, sekali lagi kujelaskan bahwa kedatanganku ini sama sekali tidak mengandung niat buruk dan kalau tidak ada perlu sekali pasti aku tidak akan berani menginjakan kaki ke pulau ini. Aku datang untuk mencari Sumoiku yang bernama Han Swat Hong puteri Suhu....."

Sin Liong menghentikan kata-katanya karena teringat bahwa dia telah kelepasan bicara, akan tetapi karena sudah terlanjur maka tak mungkin kata-kata itu ditariknya kembali.

"Puteri Han Ti Ong...??" Ketua Pulau Neraka berseru keras sekali sampai mengagetkan semua orang. "Kau mencari puteri Han Ti Ong di sini?"

Sin Liong berkata,
"Benar, To-cu. Karena aku menduga bahwa dia berada di sini maka aku menyusul ke sini."

"Tangkap puteri Han Ti Ong!"

"Bunuh dia!"

"Gantung puterinya!"

Kini Sin Liong mengangkat kedua lengannya dan sambil mengerahkan khikangnya dia beseru,

"Harap Cu-wi diam!"

Dan diamlah semua orang. Di antara mereka yang memiliki kepandaian tinggi, termasuk ketua Pulau Neraka, kagum sekali karena orang muda yang belum dewasa benar ini ternyata memiliki kekuatan khikang yang amat hebat!






Tidak ada komentar:

Posting Komentar