FB

FB


Ads

Sabtu, 05 Januari 2019

Bukek Siansu Jilid 007

"Nah, kesinilah, Tampan. Mendekatlah, kekasih. Kau perlu dihajar agar tidak suka memaki lagi!"

Laki-laki itu sudah membuka mulut hendak memaki lagi, akan tetapi libatan rambut pada lehernya makin erat sehingga dia tidak dapat bernapas, kemudian rambut itu menariknya mendekat kepada wanita yang tersenyum-senyum itu!

Kini laki-laki itu sudah berada dekat sekali. Tercium olehnya bau wangi yang aneh dan memabokkan, akan tetapi karena lehernya terbelit kuat-kuat, dan napasnya tak dapat lancar, maka dia terpaksa menjulurkan lidahnya keluar.

"Aihhh, kau perlu diberi sedikit hajaran, Tampan!"

Empat orang pendekar yang tertotok melihat dengan mata terbelalak penuh kengerian betapa wanita itu kini mendekatkan muka sute mereka yang termuda.

Mereka melihat tubuh sute mereka berkelojotan sedikit seperti menahan sakit, mata sute mereka terbelalak, Tak dapat terlihat oleh empat orang pendekar itu betapa wanita itu yang kejam dan keji seperti iblis, telah menggunakan giginya untuk menggigit sampai terluka lidah sute mereka yang terjulur keluar, kemudian menghisap darah dari luka di lidah itu!

Mereka berempat hanya melihat betapa wanita itu memejamkan mata, baru sekarang mereka melihat wanita itu memejamkan mata, kelihatan penuh nikmat, akan tetapi wajah sute mereka makin pucat dan mata sute mereka yang terbelalak itu membayangkan kenyerian dan ketakutan yang hebat. Agaknya wanita itu tidak puas karena darah yang dihisapnya kurang banyak, maka kini dia melepaskan mulut pemuda itu dan pindah ke leher si Pemuda. Dapat dibayangkan betapa kaget empat orang pendekar itu melihat bahwa mulut sute mereka penuh warna merah darah!

"Sute...!!!" Mereka berseru akan tetapi tidak dapat menggerakkan kaki tangan mereka.

Sute mereka meronta-ronta seperti ayam disembelih, matanya melotot memandang ke arah para suhengnya seperti orang minta tolong, kemudian tubuhnya berkelojotan ketika wanita itu kelihatan jelas menghisap-hisap, ternyata bahwa urat besar di lehernya telah ditembusi gigi yang meruncing dan kini dengan sepuasnya wanita itu menghisap darah yang membanjir keluar dari urat di leher itu!

Mata yang melotot itu makin hilang sinarnya dan pudar, wajahnya makin pucat dan akhirnya tubuh yang meregang-regang itu lemas. Orang termuda itu pingsan karena kehilangan banyak darah, takut dan ngeri. Kiam-mo Cai-li melepaskan libatan rambutnya dan tubuh itu terguling roboh, terlentang dengan muka pucat dan napas terengah-engah.

"Sute...!"

Kembali mereka mengeluh dan dengan penuh kengerian mereka melihat betapa wanita itu menggunakan lidahnya yang kecil merah dan meruncing itu untuk menjilati darah yang masih belepotan di bibirnya yang menjadi makin merah. Wajahnya kemerahan, segar seperti kembang mendapat siraman, berseri-seri dan ketika dia mendekati empat orang itu, mereka terbelalak penuh kengerian.

Akan tetapi, wanita itu tidak menyerang mereka, agaknya dia sudah puas menghisap darah orang termuda tadi. Hanya kini kedua tangannya bergerak-gerak dan sekali renggut saja pakaian empat orang itu telah koyak-koyak. Kemudian dia bangkit berdiri, dengan gerakan memikat, dia membuka pakaiannya sambil menari-nari! Empat orang itu membuang muka dengan perasaan ngeri dan sebal!

"Kalian layanilah aku, puaskanlah aku, senangkan hatiku dan aku akan membebaskan kalian berlima. Aku hanya ingin mendapatkan cinta kalian, aku tidak menginginkan nyawa kalian."






"Cih, siluman betina! Kau anggap kami ini orang-orang apa? Kami adalah murid Hoa-san-pai yang tidak takut mati. Seribu kali lebih baik mampus daripada memenuhi seleramu yang terkutuk melayani nafsumu yang menjijikan!" kata empat orang itu saling susul dan saling bantu.

Kiam-mo Cai-li tersenyum.
"Hi-hik, begitukah? Kalau begitu, baiklah, kalian melayani aku sampai mampus!"

Dia lalu membungkuk dan menarik lengan seorang di antara mereka, kemudian menggunakan kuku jari kelingking kiri menggurat beberapa tempat di punggung dan tengkuk pria ini. Orang itu menggigil, menggigit bibir menahan sakit, akan tetapi karena dia tidak mampu mengerahkan sinkang, dia tidak dapat melawan pengaruh hebat yang menggetarkan tubuhnya melalui luka-luka goresan kuku beracun dari kelingking itu. Mukanya menjadi merah, juga matanya menjadi merah dan napasnya terengah-engah. Tiga orang pendekar yang lain memandang penuh kekhawatiran dan kengerian

Tiba-tiba wanita itu terkekeh, menggunakan tangan membebaskan totokan sehingga orang itu dapat menggerakkan kaki tangannya dan terjadilah hal yang membuat tiga orang pendekar yang masih rebah lumpuh itu terbelalak penuh kengerian. mereka melihat Sute mereka itu seperti seorang gila menerkam dan mendekap tubuh wanita itu!

Dengan mata terbelalak mereka melihat betapa wanita itu menyambutnya dengan kedua lengan terbuka, bergulingan di atas rumput kemudian mengalihkan mulutnya yang lebar ke leher Sute mereka! Mereka bertiga terpaksa memejamkan mata agar tidak usah menyaksikan peristiwa yang memalukan dan terkutuk itu.

Mereka mengerti bahwa Sute mereka melakukan hal terkutuk itu karena terpengaruh oleh racun yang diguratkan oleh kuku jari kelingking si iblis betina, dan mereka tahu pula bahwa Sute mereka yang diamuk pengaruh jahanam itu tidak tahu bahwa darahnya dihisap oleh wanita itu yang seperti telah dilakukan pada orang pertama tadi kini juga menghisap darahnya sepuas hatinya.

Dapat diduga lebih dahulu bahwa tiga orang yang lain juga mengalami siksaan yang sama tanpa dapat berdaya apa-apa tanpa dapat melawan. Hal ini dilakukan berturut-turut oleh Kiam-mo Cai-li dan tiga hari tiga malam kemudian, dia meninggalkan tempat itu sambil menjilat-jilat bibirnya penuh kepuasan.

Setelah dia melempar kerling ke arah lima tubuh yang sudah menjadi mayat semua itu, bergegas dia pergi mendaki Jeng-hoa-san untuk mencari Sin-tong yang amat diinginkan.

Lima orang Kee-san Ngo-hohan itu mengalami kematian yang amat mengerikan. Tubuh mereka kehabisan darah, kulit mengeriput. Mereka seperti lima ekor lalat yang terjebak ke sarang laba-laba dan setelah semua darah mereka disedot habis oleh laba-laba, mayat mereka yang sudah kering dan habis sarinya itu dilemparkan begitu saja.

**** 007 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar