Kedua burung rajawali itu meluncur turun dan setelah tidak begitu tinggi tampak oleh Kwi Hong betapa pulau itu dikelilingi tepi laut yang merupakan tebing-tebing batu karang, sedangkan secara aneh sekali ombak besar menghantam tepi pantai dengan dahsyat dari segala penjuru. Dia bergidik. Pulau yang buruk dan menyeramkan. Bagaimana mungkin ada perahu dapat mendarat di pulau ini kalau ombaknya demikian besar? Tentu perahu itu akan dihempaskan ke batu karang dan hancur lebur!
Kini tampak rumah-rumah di pulau itu. Gentengnya terbuat dari kayu yang hitam pula, atau dicat hitam? Dan begitu burung itu menukik turun dan hinggap di pekarangan sebuah rumah besar seperti istana, tampak banyak orang berlarian datang menyambut.
Tiba-tiba Kwi Hong tertawa saking geli hatinya. Dia melihat wajah anak yang bernama Keng In itu biasa saja seperti orang lain, hanya ibunya yang mengaku Majikan Pulau Neraka itu wajahnya berwarna putih seperti kapur, seperti dicat putih.
Kini, orang-orang yang lari berdatangan itu memiliki wajah yang beraneka warna. Ada yang mukanya berwarna hitam seperti arang, ada yang biru, ada yang merah, ungu, hijau, kuning. Akan tetapi terbanyak adalah warna-warna yang gelap, sedangkan muka yang berwarna terang, terutama yang kuning, tidak banyak. Tidak ada seorang pun yang berwarna putih mukanya seperti wanita ibu Keng In itu.
“Hi-hi-hik! Alangkah lucunya. Mengapa kalian penghuni-penghuni Pulau Neraka mencat muka kalian? Apakah hari ini akan diadakan pesta dan panggung sandiwara dan kalian semua ikut bermain?”
Semua orang yang datang menyambut To-cu mereka itu melotot mendengar ucapan ini. Seorang wanita cantik, yang mukanya berwarna merah muda sehingga warna ini amat menguntungkan karena menambah kecantikannya, bertanya.
“Twanio, siapakah bocah kurang ajar ini?”
Dari pandang mata semua orang, jelas bahwa pertanyaan yang diajukan kepada ketua ini mewakili suara hati semua orang.
“Dia? Dia ini adalah murid dan juga keponakan dari Pendekar Siluman....”
Mendengat wanita itu menyebut julukan gurunya yang amat tidak disuka-nya, Kwi Hong memotong cepat,
“Beliau adalah Pendekar Super Sakti tanpa tanding, To-cu dari Pulau Es yang terkenal di seluruh pelosok dunia!”
Akan tetapi ucapannya itu seolah-olah tidak terdengar oleh mereka karena mendengar disebutnya nama Pendekar Siluman itu saja para penghuni Pulau Neraka sudah menjadi amat terkejut dan saling pandang. Dari sinar mata mereka jelas tampak betapa mereka itu terkejut dan jerih. Melihat ini, Kwi Hong melanjutkan kata-katanya.
“Awas kalian kalau mengganggu aku! Guruku akan datang dan membasmi Pulau Neraka ini beserta seluruh penghuninya!”
Akan tetapi Ketua Pulau Neraka itu dengan tenang berkata,
“Kwi Hong, engkau anak kecil tahu apa? Tidak perlu membuka mulut besar karena aku sengaja membawamu ke sini agar Gurumu datang. Hendak kulihat apakah dia akan mampu merampasmu kembali. Dan engkau bebas di sini, mau kemanapun boleh.”
Kwi Hong cepat memutar tubuhnya menghadapi wanita mukra putih itu.
“Aku boleh pergi?”
Wanita itu tersenyum.
“Silakan!”
“Terima kasih!” Kwi Hong lalu meloncat dan lari pergi meninggalkan pekarangan rumah itu.
“Biarkan dia pergi ke mana dia suka, akan tetapi awasi baik-baik agar dia tidak sampai celaka. Persiapkan anak panah dan semua senjata rahasia. Begitu ada burung garuda muncul di atas pulau, sambut dengan anak panah dan senjata-senjata rahasia, terutama anak panah berapi. Kalau Pendekar Siluman mampu menerobos masuk ke Pulau Neraka, aku sendiri yang akan menandinginya!”
Para penghuni pulau itu bubar dan sibuk melaksanakan perintah Ketua mereka. Mereka kelihatan panik karena nama besar Pendekar Super Sakti sudah lama mereka dengar dan mereka rata-rata merasa jerih terhadap pendekar itu.
Yang kelihatan tenang hanyalah Si Ketua dan beberapa orang yang tingkatnya sudah tinggi, yaitu mereka yang mukanya berwarna kuning, hijau pupus atau merah muda. Penjagaan ketat dilakukan siang malam, dan persiapan menyambut lawan istimewa itu dilakukan dengan rapi.
Dengan hati girang Kwi Hong berlari keluar dari kelompok bangunan itu, memasuki sebuah hutan. Tidak disangkanya bahwa Ketua Pulau Neraka itu demikian baik hati sehingga dia diperbolehkan pergi begitu saja!
Tiba-tiba ia berhenti berlari dan memandang terbelalak ke depan karena di depannya menghadang barisan ular yang berwarna merah dan hitam, bukan main banyaknya! Ada ribuan ekor dan mereka mengeluarkan suara mendesis-desis dan tampak uap hitam keluar dari moncong mereka!
Kwi Hong menggigil dan cepat membelok ke kanan, akan tetapi dimanapun penuh ular, demikian pula di kiri. Terpaksa ia memutar tubuhnya dan lari ke lain jurusan. Melihat sebuah hutan lain yang berdekatan, dia masuk dan hatinya lega karena tidak melihat ular seekor pun. Akan tetapi, hutan ini amat gelap dan tidak ada lorong bekas kaki manusia, maka ia masuk secara ngawur saja.
Tiba-tiba terdengar suara mengaung yang makin lama makin keras. Suara itu seolah-olah datang dari segenap penjuru, membuat telinga-nya serasa akan pecah dan kepalanya pening. Selagi ia kebingungan, tiba-tiba ia melihat ribuan ekor lebah berwarna hitam beterbangan mengejarnya! Celaka, pikirnya.
Lebah tidak seperti ular yang dapat ditinggal lari begitu saja. Tentu akan mengejarnya dengan kecepatan terbang dan kalau dia dikeroyok, celaka! Ia membalikkan tubuhnya dan lari hendak keluar dari hutan. Akan tetapi betapa kagetnya ketika dia tidak tahu lagi mana jalan keluar. Lama ia berlari cepat dengan ribuan lebah terbang mengejarnya, dan dia masih belum keluar dari hutan, bahkan mungkin tersesat makin dalam!
Kini tampak rumah-rumah di pulau itu. Gentengnya terbuat dari kayu yang hitam pula, atau dicat hitam? Dan begitu burung itu menukik turun dan hinggap di pekarangan sebuah rumah besar seperti istana, tampak banyak orang berlarian datang menyambut.
Tiba-tiba Kwi Hong tertawa saking geli hatinya. Dia melihat wajah anak yang bernama Keng In itu biasa saja seperti orang lain, hanya ibunya yang mengaku Majikan Pulau Neraka itu wajahnya berwarna putih seperti kapur, seperti dicat putih.
Kini, orang-orang yang lari berdatangan itu memiliki wajah yang beraneka warna. Ada yang mukanya berwarna hitam seperti arang, ada yang biru, ada yang merah, ungu, hijau, kuning. Akan tetapi terbanyak adalah warna-warna yang gelap, sedangkan muka yang berwarna terang, terutama yang kuning, tidak banyak. Tidak ada seorang pun yang berwarna putih mukanya seperti wanita ibu Keng In itu.
“Hi-hi-hik! Alangkah lucunya. Mengapa kalian penghuni-penghuni Pulau Neraka mencat muka kalian? Apakah hari ini akan diadakan pesta dan panggung sandiwara dan kalian semua ikut bermain?”
Semua orang yang datang menyambut To-cu mereka itu melotot mendengar ucapan ini. Seorang wanita cantik, yang mukanya berwarna merah muda sehingga warna ini amat menguntungkan karena menambah kecantikannya, bertanya.
“Twanio, siapakah bocah kurang ajar ini?”
Dari pandang mata semua orang, jelas bahwa pertanyaan yang diajukan kepada ketua ini mewakili suara hati semua orang.
“Dia? Dia ini adalah murid dan juga keponakan dari Pendekar Siluman....”
Mendengat wanita itu menyebut julukan gurunya yang amat tidak disuka-nya, Kwi Hong memotong cepat,
“Beliau adalah Pendekar Super Sakti tanpa tanding, To-cu dari Pulau Es yang terkenal di seluruh pelosok dunia!”
Akan tetapi ucapannya itu seolah-olah tidak terdengar oleh mereka karena mendengar disebutnya nama Pendekar Siluman itu saja para penghuni Pulau Neraka sudah menjadi amat terkejut dan saling pandang. Dari sinar mata mereka jelas tampak betapa mereka itu terkejut dan jerih. Melihat ini, Kwi Hong melanjutkan kata-katanya.
“Awas kalian kalau mengganggu aku! Guruku akan datang dan membasmi Pulau Neraka ini beserta seluruh penghuninya!”
Akan tetapi Ketua Pulau Neraka itu dengan tenang berkata,
“Kwi Hong, engkau anak kecil tahu apa? Tidak perlu membuka mulut besar karena aku sengaja membawamu ke sini agar Gurumu datang. Hendak kulihat apakah dia akan mampu merampasmu kembali. Dan engkau bebas di sini, mau kemanapun boleh.”
Kwi Hong cepat memutar tubuhnya menghadapi wanita mukra putih itu.
“Aku boleh pergi?”
Wanita itu tersenyum.
“Silakan!”
“Terima kasih!” Kwi Hong lalu meloncat dan lari pergi meninggalkan pekarangan rumah itu.
“Biarkan dia pergi ke mana dia suka, akan tetapi awasi baik-baik agar dia tidak sampai celaka. Persiapkan anak panah dan semua senjata rahasia. Begitu ada burung garuda muncul di atas pulau, sambut dengan anak panah dan senjata-senjata rahasia, terutama anak panah berapi. Kalau Pendekar Siluman mampu menerobos masuk ke Pulau Neraka, aku sendiri yang akan menandinginya!”
Para penghuni pulau itu bubar dan sibuk melaksanakan perintah Ketua mereka. Mereka kelihatan panik karena nama besar Pendekar Super Sakti sudah lama mereka dengar dan mereka rata-rata merasa jerih terhadap pendekar itu.
Yang kelihatan tenang hanyalah Si Ketua dan beberapa orang yang tingkatnya sudah tinggi, yaitu mereka yang mukanya berwarna kuning, hijau pupus atau merah muda. Penjagaan ketat dilakukan siang malam, dan persiapan menyambut lawan istimewa itu dilakukan dengan rapi.
Dengan hati girang Kwi Hong berlari keluar dari kelompok bangunan itu, memasuki sebuah hutan. Tidak disangkanya bahwa Ketua Pulau Neraka itu demikian baik hati sehingga dia diperbolehkan pergi begitu saja!
Tiba-tiba ia berhenti berlari dan memandang terbelalak ke depan karena di depannya menghadang barisan ular yang berwarna merah dan hitam, bukan main banyaknya! Ada ribuan ekor dan mereka mengeluarkan suara mendesis-desis dan tampak uap hitam keluar dari moncong mereka!
Kwi Hong menggigil dan cepat membelok ke kanan, akan tetapi dimanapun penuh ular, demikian pula di kiri. Terpaksa ia memutar tubuhnya dan lari ke lain jurusan. Melihat sebuah hutan lain yang berdekatan, dia masuk dan hatinya lega karena tidak melihat ular seekor pun. Akan tetapi, hutan ini amat gelap dan tidak ada lorong bekas kaki manusia, maka ia masuk secara ngawur saja.
Tiba-tiba terdengar suara mengaung yang makin lama makin keras. Suara itu seolah-olah datang dari segenap penjuru, membuat telinga-nya serasa akan pecah dan kepalanya pening. Selagi ia kebingungan, tiba-tiba ia melihat ribuan ekor lebah berwarna hitam beterbangan mengejarnya! Celaka, pikirnya.
Lebah tidak seperti ular yang dapat ditinggal lari begitu saja. Tentu akan mengejarnya dengan kecepatan terbang dan kalau dia dikeroyok, celaka! Ia membalikkan tubuhnya dan lari hendak keluar dari hutan. Akan tetapi betapa kagetnya ketika dia tidak tahu lagi mana jalan keluar. Lama ia berlari cepat dengan ribuan lebah terbang mengejarnya, dan dia masih belum keluar dari hutan, bahkan mungkin tersesat makin dalam!
Ketika lebah-lebah itu sudah dekat sekali, ia mencium bau amis dan wangi. Makin takutlah dia karena maklum bahwa lebah-lebah itu adalah binatang berbisa, jangankan dikeroyok begitu banyak. Disengat oleh seekor pun bisa berbahaya.
Saking bingung dan gugupnya, ia tersandung dan jatuh menelungkup. Lebah-lebah sudah mengiang di atas kepalanya sehingga dengan hati ngeri Kwi Hong menggunakan kedua tangan menutupi kepalanya. Kedua matanya dipejamkan dan hatinya mengeluh,
“Mati aku sekarang!”
Akan tetapi, tiba-tiba suara itu menghilang berbareng dengan timbulnya suara melengking tinggi seperti suara suling. Ia membuka mata dan bangkit duduk. Ribuan ekor lebah berbisa itu benar-benar telah pergi dan tampak olehnya sesosok bayangan seorang laki-laki tua bermuka hijau pupus berkelebat pergi ke arah kiri.
Dia mengerti bahwa tentu orang itu mengusir lebah dengan tiupan suling, maka ia pun mengikuti bayangan orang Pulau Neraka yang menolongnya itu. Benar dugaannya, orang itu memegang suling dan agaknya sengaja menanti dia karena beberapa kali berhenti agar Kwi Hong tidak sampai tertinggal.
Kiranya jalan keluar dari hutan itu tidaklah semudah ketika masuk. Laki-laki tua itu membelok ke kiri, ke kanan, sampai berulang kali, ada kalanya seperti memutar dan bahkan mengambil arah yang bertentangan dengan arah tadi. Kwi Hong mengikuti terus dan betapa girang serta heran hatinya ketika dalam waktu sebentar saja dia sudah keluar dari hutan!
Akan tetapi kakek muka hijau itu pun sudah lenyap. Kwi Hong dapat mengerti bahwa tentu kakek itu diperintah oleh ketuanya untuk menolong dia, maka kembali ia merasa berterima kasih dan tidak mengerti mengapa Ketua atau Majikan Pulau Neraka itu mula-mula menculiknya kemudian kini membolehkan dia pergi malah menyuruh orang menolongnya dari bahaya maut.
Dia berjalan terus, mengambil jurusan yang berlawanan dengan hutan-hutan yang dimasukinya tadi. Ia melihat daerah yang berbatu dan ke sanalah ia menuju. Biarpun batu-batu itu kelihatan hitam menyeramkan, namun dia tidak takut. Dia harus keluar dan pergi dari pulau ini.
Kakinya mulai terasa lelah, namun Kwi Hong tidak mau berhenti dan mendaki pegunungan kecil dari batu-batu karang hitam itu. Ketika ia tiba di bagian yang paling tinggi, tampaklah air laut membentang luas jauh di depan bawah. Dari tempat itu kelihatan air laut tenang dan hanya di pantai tampak membuas putih. Hatinya menjadi girang, akan tetapi begitu ia mulai menuruni batu-batu itu, tiba-tiba ia tersentak kaget mendengar suara menggereng yang menggetarkan batu karang yang diinjaknya.
Ketika ia memandang ke bawah, ia terpekik dan mukanya menjadi pucat. Di depannya, di antara batu-batu karang itu, terdapat binatang-biatang yang bentuknya seperti cecak, akan tetapi besar sekali, panjangnya dari dua meter sampai tiga meter. Ada ratusan ekor banyak-nya, baris memenuhi jalan di depannya, dengan mulut terbuka, lidahnya keluar masuk dan tampak gigi yang runcing mengerikan.
“Ohhhh....!”
Kwi Hong cepat membalikkan tubuhnya dan lari pergi dengan maksud mengambil jalan lain yang tidak melalui tempat berbahaya itu. Dilihatnya daerah yang penuh dengan tanaman menjalar dan kelihatannya bersih, tidak terdapat binatang-banatang buas.
Ke sinilah ia berlari. Akan tetapi tiba-tiba ia menjerit karena ketika kakinya menyentuh tanaman menjalar itu, tiba-tiba kedua kakinya terlibat dan tanaman itu seperti hidup! Ujung ranting-ranting tanaman yang lemas dan panjang itu seperti tangan-tangan setan menyergap-nya dan melibat seluruh tubuhnya dengan kekuatan yang luar biasa, seolah-olah memiliki daya menempel dan menyedot.
Kwi Hong meronta-ronta, menggunakan kekuatan kaki tangannya untuk melepaskan diri, namun sia-sia karena lilitan “tangan-tangan” tanaman itu makin erat saja. Dan dilihatnya tanaman yang tumbuh di sekitarnya sudah bergerak-gerak seolah-olah tanaman-tanaman itu hidup dan kini berusaha untuk melepaskan diri dari tanah dan mengeroyoknya!
“Iiiihhh....!” Ia menjerit ketika sehelai di antara “tangan-tangan” itu merayap dan akan melilit lehernya.
Pada saat itu tampak berkelebat sinar hitam, terdengar suara keras dan tanaman yang melilitnya itu jebol dari tanah berikut akar-akarnya. Begitu jebol, tanaman itu seolah-olah kehilangan tenaganya dan dengan mudah Kwi Hong melepaskan diri lalu meloncat menjauhi tanaman-tanaman berbahaya itu. Dia merasa betapa kulit bagian tubuh yang terlilit tadi terasa gatal-gatal panas, tanda bahwa tanaman itu pun mengandung racun jahat!
Dia tidak peduli lagi ketika melihat sesosok bayangan berkelebat pergi, hanya dapat menduga bahwa tentu bayangan itu yang tadi menolongnya. Dia lari cepat, ingin menjauhi tempat berbahaya itu secepat mungkin. Kini hanya tinggal satu jurusan lagi yang dapat ia ambil. Kembali ke belakang berarti kembali ke perkampungan penghuni. Ke kiri berarti memasuki hutan-hutan yang penuh binatang-binatang berbisa, di antaranya ular-ular dan lebah yang telah dijumpainya.
Entah binatang-binatang berbisa mengerikan apalagi yang berada di situ, dia tidak mampu membayangkan. Kalau ke kanan berarti dia harus melalui tanaman-tanaman hidup itu atau binatang-binatang cecak raksasa! Kini dia berlari ke depan, satu-satunya daerah yang belum dilaluinya. Tampak dari atas daerah ini seperti daerah aman karena tidak tampak tanaman, tidak ada binatang hidup, melainkan pasir bersih yang terus membentang sampai ke laut. Itulah agaknya jalan keluar!
Betapa girang hatinya ketika ia sudah menuruni pegunungan dan tiba di daerah pasir itu. Bersih tidak ada bahaya. Biarpun dia sudah lelah sekali dan napasnya masih terengah karena merasa ngeri oleh pengalamannya tadi, namun dalam girangnya Kwi Hong tidak merasakan kelelahannya dan ia berlari terus, hendak mencapai tepi laut secepatnya. Pasir yang terbentang luas dan selalu tertimpa sinar matahari itu terasa hangat dan lunak.
“Aihhhh....!”
Tiba-tiba Kwi Hong menjerit karena kakinya amblas ke dalam pasir sampai selutut tingginya. Cepat ia berusaha menarik kaki kirinya yang terjeblos ini ke atas, akan tetapi begitu ia mempergunakan tenaga pada kaki kanan untuk menekan pasir dan menarik kaki kirinya, kini kaki kanannya juga ambles ke bawah, malah melewati lututnya!
Ia terkejut sekali, mengerahkan tenaga untuk keluar. Akan tetapi, makin banyak ia mengeluarkan tenaga, makin dalam kedua kakinya amblas ke dalam pasir sehingga setelah tubuhnya masuk ke pasir sampai pinggang, Kwi Hong diam tak berani bergerak lagi dan hanya memandang ke sekeliling dengan mata terbelalak seperti kelinci masuk perangkap!
Keadaan sekelilingnya sunyi, yang ada hanya pasir dan terdengar lapat-lapat mendeburnya ombak di pantai depan. Tiba-tiba terdengar suara gerengan keras. Ia memutar tubuh atas dan terbelalak memandang dengan hati penuh kengerian. Seekor binatang seperti anjing hutan datang berlari, matanya merah, moncongnya menggereng-gereng dan binatang itu lari ke arah dia terbenam di pasir! Tak dapat diragukan lagi niat yang terbayang di mata binatang itu, tentu akan menerkamnya!
Binatang itu meloncat, Kwi Hong menjerit dan dengan mata terbelalak ia melihat betapa kaki binatang itu amblas pula ke dalam pasir, hanya dalam jarak dua meter di sebelah kirinya! Kini binatang itu melolong-lolong, meronta-ronta namun tubuhnya makin amblas ke bawah. Makin dalam sehingga yang tampak hanya lehernya saja. Binatang itu memandang kepadanya dengan marah dan gerengannya makin hebat.
Seolah-olah terasa oleh Kwi Hong hawa panas yang menyembur dari mulut yang terbuka lebar itu. Kwi Hong hampir pingsan, matanya tak pernah berkedip memandang binatang itu yang ternyata adalah seekor anjing srigala yang berbulu hitam. Tubuh binatang itu makin amblas, lolongannya makin dahsyat dan akhirnya gerengannya berhenti karena kepalanya mulai terbenam, mulutnya kemasukan pasir, hidungnya, matanya dan akhirnya yang tampak hanya ujung kedua telinganya yang masih bergerak-gerak dalam sekarat. Akhirnya kedua ujung telinganya itu pun lenyap. Binatang itu telah ditelan pasir, tanpa meninggalkan bekas!
“Tolong....!”
Kwi Hong menjerit dengan hati penuh kengerian ketika ia merasa betapa tubuhnya makin amblas, agaknya kakinya disedot dan ditarik sesuatu. Berdiri bulu kuduknya karena timbul dugaannya bahwa srigala itu telah menjadi setan dan kini setan penasaran itu menarik kedua kakinya ke bawah!
Dia tidak tahu bahwa tempat itu memang amat berbahaya daripada daerah lain di pulau itu. Ancaman bahaya lain tampak di depan mata, sedikitnya orang dapat menjaga diri. Akan tetapi bahaya pasir ini tidak tampak, kelihatan tenang dan aman, akan tetapi, sekali orang terperosok ke dalamnya, pasir di bawah yang bergerak itu akan menyedot tubuh sampai terbenam di dalamnya dan tentu saja akan mati!
Karena panik dan tubuhnya menegang, Kwi Hong terhisap makin dalam, kini dia terbenam sampai ke dada! Tiba-tiba terdengar suara “wirrrr!” Dan sinar hitam menyambar, tahu-tahu dada dan kedua lengannya telah terbelit sehelai tali sutera hitam dan tubuhnya ditarik keluar dari pasir!
Dia menengok dan melihat wanita cantik bermuka putih. Majikan Pulau Neraka, telah berdiri kurang lebih sepuluh meter di sebelah kanan-nya dan menggunakan tali sutera hitam untuk membetotnya. Sebentar saja tubuh-nya sudah tertarik keluar dan diseret sampai ke depan kaki wanita itu yang melepaskan libatan tali suteranya.
“Ohhhh.... ahhhh....”
Kwi Hong merangkak bangun sambil terengah-engah, kemudian ia berdiri di depan wanita itu yang menggulung talinya dan melibatkan di pinggangnya yang ramping sambil memandang kepadanya.
“Aku mengerti sekarang.....” Kwi Hong berkata marah. “Kiranya engkau tidak sebaik yang kuduga! Engkau sengaja membebaskan aku karena yakin bahwa aku tidak akan dapat pergi dari pulau setan ini! Engkau sengaja mempermainkan aku!”
“Sudah puaskah engkau sekarang? Jangankan engkau, biar Gurumu sekali pun belum tentu dapat memasuki dan keluar dari pulau ini. Aku membebaskan engkau karena tahu bahwa lari dari sini tidak mungkin. Masih banyak lagi bahaya-bahaya yang lebih hebat daripada yang kau lihat tadi. Ada rawa-rawa yang mengeluarkan uap beracun, binatang-binatang sebesar harimau sampai sekecil semut yang gigitannya mengandung bisa maut, tanah-tanah yang dapat merekah dan mengubur manusia hidup-hidup. Ini adalah Pulau Neraka, tahu? Kau kutahan di sini untuk melihat apakah Gurumu akan mampu merampasmu kembali.”
Kwi Hong bergidik, kemudian berkurang kemarahannya terhadap wanita itu. Dalam dunia kang-ouw, tidaklah aneh kalau seorang tokoh menggunakan siasat memancing datangnya lawan dengan penculikan seperti yang dilakukan atas diri-nya. Betapapun juga, ia harus mengaku bahwa dia tidak menerima perlakuan yang tidak baik.
“Sungguh mengherankan. Kalau Pulau Neraka ini begini berbahaya, melebihi gambaran neraka sendiri, mengapa kalian suka menjadi penghuni di sini?”
Tanyanya sambil memandang wajah jelita yang berwarna putih itu, diam-diam menduga-duga apakah warna pada muka mereka itu disebabkan oleh keadaan pulau yang amat mengerikan ini.
“Engkau takkan mengerti. Marilah kita pulang. Engkau tentu lelah dan amat lapar bukan?”
Kwi Hong mengerutkan keningnya.
“Lelah dan lapar tidak penting. Yang penting, kapan engkau hendak membebaskan aku dari pulau jahanam ini?”
“Engkau anak baik, berani dan patut menjadi murid Pendekar Siluman....”
“Pendekar Super Sakti!” Kwi Hong memotong.
Wanita aneh itu tersenyum.
“Baiklah Pendekar Super Sakti. Kapan engkau bebas, tergantung dari Gurumu. Kalau dia tidak berhasil merampasmu kembali, aku akan senang sekali kalau engkau menjadi muridku, menjadi teman puteraku.”
“Aku tidak sudi! Terutama sekali tidak sudi menjadi teman anakmu yang kurang ajar itu!”
Sejenak wanita itu mengerutkan alis-nya dan sepasang mata yang lebar itu mengeluarkan sinar berapi, akan tetapi tidak lama ia dapat menguasai kemarahannya dan berkata.
“Dia nakal dan manja, akan tetapi tidak kurang ajar. Marilah!”
Kwi Hong merasa kecewa bahwa dia tidak berhasil membikin marah wanita aneh ini dan tanpa menjawab ia lalu mengikuti wanita itu pergi dari situ. Sungguh amat mengherankan. Wanita itu mengambil jalan membelak-belok tidak karuan, akan tetapi sebentar saja mereka sudah tiba di depan gedung besar seperti istana yang temboknya bercat hitam itu! Anak laki-laki bernama Keng In itu datang berlari-lari menyambut mereka dan begitu melihat Kwi Hong, ia tertawa dan mengejek.
“Aha, engkau datang lagi? Tadinya kusangka engkau akan dapat keluar dari pulau ini!”
“Keng In, mulai sekarang engkau tidak boleh bersikap kurang ajar dan mengganggu Kwi Hong. Dia tawanan kita, akan tetapi juga tamu terhormat. Kau ajak dia bermain-main dengan baik, akan tetapi tidak boleh kau ganggu. Kalau sampai engkau mengganggunya dan dia menghajarmu, aku tidak akan membelamu!”
Wanita itu berkata dan Keng In membelalakkan mata memandang ibunya seperti orang kaget dan heran karena selamanya ibunya tidak pernah menegur-nya dengan kata-kata keras, kemudian wajahnya menjadi muram dan kecewa, mulutnya merengut, akan tetapi dia mengangguk dan bibirnya menjawab lirih,
“Baik, Ibu.”
Di dalam hatinya, diam-diam Kwi Hong merasa puas. Rasakan kau sekarang, pikirnya! Akan tetapi karena dia merasa tidak enak hati terhadap wanita itu, dia diam saja dan tidak membantah ketika diajak makan. Melihat keadaan di pulau yang menyeramkan itu, Kwi Hong tadinya tidak mengharapkan makanan yang baik. Akan tetapi betapa heran dia dan juga girang hatinya ketika menghadapi meja, dia melihat hidangan yang serba lezat dan mahal!
Baru masakan ikan udang dan kepiting serta penghuni laut lainnya saja sudah ada belasan macam, belum daging binatang darat dan sayur mayur yang serba lengkap. Benar-benar seperti hidangan dalam istana raja!
Karena perutnya lapar, dan wataknya bebas tidak malu-malu, Kwi Hong tanpa sungkan makan hidangan yang disukainya, diam-diam memuji karena selain serba lengkap, juga masakan-nya amat enak, tidak kalah oleh masakan di Pulau Es!
Sudah satu minggu Kwi Hong tinggal di Pulau Neraka. Dia mendapat perlakuan yang baik, mendapat kamar di sebelah kiri, kamar ketuanya sendiri dengan pintu tembusan. Keng In tinggal di kamar sebelah kanan. Agaknya Ketua Pulau Neraka itu hendak mengawasi sendiri kepada Kwi Hong, siap untuk mempertahankan apabila Suma Han datang!
Namun Kwi Hong mendapat kebebasan penuh, hanya kemana dia pergi, perlu ada yang diam-diam mengawasinya, terutama tokoh-tokoh muka kuning yang kedudukannya sudah tinggi.
Mentaati perintah ibunya, kini Keng In tidak lagi suka mengganggunya, bahkan setelah kenal, anak laki-laki ini merupakan teman yang cukup menyenangkan. Otaknya cerdas sekali dan Kwi Hong mendapat banyak keterangan mengenai pulau mengerikan itu dari Keng In. Di pulau itu terdapat sekawanan burung rajawali yang dijinakkan, jumlahnya ada sembilan ekor.
Burung-burung itu dilatih sedemikian rupa sehingga hanya mentaati perintah wanita majikan pulau, puteranya, dan empat orang tokoh muka kuning saja. Terhadap perintah lain orang, burung-burung ini tidak peduli, apalagi terhadap perintah Kwi Hong yang mereka anggap sebagai musuh!
Maka lenyaplah harapan Kwi Hong untuk dapat melarikan diri dengan bantuan seekor di antara burung-burung itu. Demikian terlatih burung-burung itu sehingga mereka tidak mau menerima makanan yang diberikan Kwi Hong.
Pulau itu berpenghuni kurang lebih lima puluh orang. Selain Keng In, ada pula belasan orang anak-anak laki perempuan, akan tetapi karena mereka itu adalah anak-anak dari para anak buah pulau, tentu saja mereka takut mendekati Keng In yang di situ seolah-olah menjadi semacam “pangeran”. Betapapun juga, ada beberapa orang di antara mereka yang menjadi teman Keng In dan kini sudah berkenalan pula dengan Kwi Hong.
“Semua orang di sini mengecat muka-nya, mengapa engkau dan anak-anak itu tidak?” Pada suatu hari Kwi Hong bertanya kepada Keng In.
“Mengecat muka? Ah, betapa bodoh anggapan itu. Warna-warna pada muka penghuni Pulau Neraka menjadi tanda akan kedudukan mereka, karena warna itu timbul setelah sinkang mereka meningkat tinggi. Makin terang warnanya, makin tinggi ilmu kepandaian dan kedudukan mereka.”
“Ahh, kalau begitu, Ibumu yang mempunyai warna putih merupakan orang yang paling pandai?”
“Tentu saja! Tidak ada yang dapat menandingi Ibu. Kemudian menyusul para tokoh bermuka kuning dan merah muda, hijau pupus dan selanjutnya, makin gelap warna mukanya, makin rendah kedudukannya. Yang tinggal di pulau ini adalah anggauta yang sudah memiliki kepandaian, sudah melatih ilmu sin-kang yang khas sehingga ada warna timbul di mukanya. Masih ada puluhan anggauta paling rendah yang belum berhasil memiliki sin-kang sehingga mukanya berwarna, dan mereka itu belum boleh tinggal di pulau, melainkan di sekitar Pulau Neraka, yaitu di pulau-pulau kecil dan sewaktu-waktu kalau tenaga mereka dibutuhkan, baru mereka dipanggil. Yang berhasil, mula-mula mukanya hitam, lalu merah dan selanjutnya, jangan kau memandang rendah. Warna-warna itu menandakan bahwa kami telah memiliki sin-kang khas Pulau Neraka yang amat lihai!”
“Hemmm..... dan engkau sendiri mengapa belum memiliki warna pada mukamu?”
Keng In mengerutkan alisnya.
“Sebelum berusia lima belas tahun, anak-anak tidak boleh mempelajari sin-kang itu, bisa membahayakan nyawanya. Sin-kang itu dilatih dengan minum racun-racun dahsyat setiap hari! Tentu saja anak-anak dari mereka yang sudah berwarna muka-nya boleh tinggal di sini.”
Kwi Hong teringat akan segala macam binatang dan tetumbuhan beracun di pulau ini dan dia bergidik. Ia maklum bahwa memang penghuni Pulau Neraka memiliki ilmu kepandaian tinggi dan mendengar cara berlatih sin-kang sambil minum racun itu, dia dapat membayangkan betapa hebat ilmu mereka. Akan tetapi dia masih merasa yakin bahwa gurunya akan mampu menandingi mereka semua, bahkan Si Wanita Muka Putih ibu Keng In.
“Kenapa begitu jahat, memaksa orang-orang di gunung mengumpulkan obat-obat setiap bulan?”
“Eh, kau tahu juga?”
“Tentu saja, kalau tidak masa aku menyerangmu. Aku telah menyelidiki secara diam-diam di punggung garudaku dan menyaksikan kesibukan mereka, melihat pula betapa di antara mereka ada yang membunuh diri karena tidak dapat mengumpulkan akar dan daun obat secukupnya. Mengapa kau begitu jahat?”
“Itu adalah perintah Ibuku. Mereka itu terlalu sombong, tidak mau mengalah bahkan melukai anggauta kami yang mencari obat. Kami amat membutuhkan akar-akar dan daun-daun obat itu. Engkau melihat sendiri keadaan di pulau ini. Banyak racun yang berbahaya mengancam kami, bahkan hawa yang kami hisap setiap saat telah keracunan. Tanpa obat-obat yang tepat untuk memusnahkan racun, bagaimana kami bisa hidup?”
Kwi Hong mengangguk-angguk. Kini dia mengerti dan tidak bisa menyalahkan mereka. Gadis cilik yang hidup di Pulau Es ini pun mengerti akan kebenaran yang dipergunakan sebagai hak yang lebih kuat untuk hidup kalau perlu dengan menekan atau membunuh yang lemah. Hukum rimba berlaku di tempat-tempat yang berbahaya di mana mahluk harus menjaga diri sendiri dari bahaya-bahaya yang mengancam dan di mana satu-satunya yang dibutuhkan hanya kekuatan dan kemenangan!
Keadaan seperti itu memaksa manusia mengandalkan kekuatan untuk hidup dan hal ini menjadi kebiasaan membentuk watak orang-orang kang-ouw yang tidak suka akan segala macam aturan!
Saking bingung dan gugupnya, ia tersandung dan jatuh menelungkup. Lebah-lebah sudah mengiang di atas kepalanya sehingga dengan hati ngeri Kwi Hong menggunakan kedua tangan menutupi kepalanya. Kedua matanya dipejamkan dan hatinya mengeluh,
“Mati aku sekarang!”
Akan tetapi, tiba-tiba suara itu menghilang berbareng dengan timbulnya suara melengking tinggi seperti suara suling. Ia membuka mata dan bangkit duduk. Ribuan ekor lebah berbisa itu benar-benar telah pergi dan tampak olehnya sesosok bayangan seorang laki-laki tua bermuka hijau pupus berkelebat pergi ke arah kiri.
Dia mengerti bahwa tentu orang itu mengusir lebah dengan tiupan suling, maka ia pun mengikuti bayangan orang Pulau Neraka yang menolongnya itu. Benar dugaannya, orang itu memegang suling dan agaknya sengaja menanti dia karena beberapa kali berhenti agar Kwi Hong tidak sampai tertinggal.
Kiranya jalan keluar dari hutan itu tidaklah semudah ketika masuk. Laki-laki tua itu membelok ke kiri, ke kanan, sampai berulang kali, ada kalanya seperti memutar dan bahkan mengambil arah yang bertentangan dengan arah tadi. Kwi Hong mengikuti terus dan betapa girang serta heran hatinya ketika dalam waktu sebentar saja dia sudah keluar dari hutan!
Akan tetapi kakek muka hijau itu pun sudah lenyap. Kwi Hong dapat mengerti bahwa tentu kakek itu diperintah oleh ketuanya untuk menolong dia, maka kembali ia merasa berterima kasih dan tidak mengerti mengapa Ketua atau Majikan Pulau Neraka itu mula-mula menculiknya kemudian kini membolehkan dia pergi malah menyuruh orang menolongnya dari bahaya maut.
Dia berjalan terus, mengambil jurusan yang berlawanan dengan hutan-hutan yang dimasukinya tadi. Ia melihat daerah yang berbatu dan ke sanalah ia menuju. Biarpun batu-batu itu kelihatan hitam menyeramkan, namun dia tidak takut. Dia harus keluar dan pergi dari pulau ini.
Kakinya mulai terasa lelah, namun Kwi Hong tidak mau berhenti dan mendaki pegunungan kecil dari batu-batu karang hitam itu. Ketika ia tiba di bagian yang paling tinggi, tampaklah air laut membentang luas jauh di depan bawah. Dari tempat itu kelihatan air laut tenang dan hanya di pantai tampak membuas putih. Hatinya menjadi girang, akan tetapi begitu ia mulai menuruni batu-batu itu, tiba-tiba ia tersentak kaget mendengar suara menggereng yang menggetarkan batu karang yang diinjaknya.
Ketika ia memandang ke bawah, ia terpekik dan mukanya menjadi pucat. Di depannya, di antara batu-batu karang itu, terdapat binatang-biatang yang bentuknya seperti cecak, akan tetapi besar sekali, panjangnya dari dua meter sampai tiga meter. Ada ratusan ekor banyak-nya, baris memenuhi jalan di depannya, dengan mulut terbuka, lidahnya keluar masuk dan tampak gigi yang runcing mengerikan.
“Ohhhh....!”
Kwi Hong cepat membalikkan tubuhnya dan lari pergi dengan maksud mengambil jalan lain yang tidak melalui tempat berbahaya itu. Dilihatnya daerah yang penuh dengan tanaman menjalar dan kelihatannya bersih, tidak terdapat binatang-banatang buas.
Ke sinilah ia berlari. Akan tetapi tiba-tiba ia menjerit karena ketika kakinya menyentuh tanaman menjalar itu, tiba-tiba kedua kakinya terlibat dan tanaman itu seperti hidup! Ujung ranting-ranting tanaman yang lemas dan panjang itu seperti tangan-tangan setan menyergap-nya dan melibat seluruh tubuhnya dengan kekuatan yang luar biasa, seolah-olah memiliki daya menempel dan menyedot.
Kwi Hong meronta-ronta, menggunakan kekuatan kaki tangannya untuk melepaskan diri, namun sia-sia karena lilitan “tangan-tangan” tanaman itu makin erat saja. Dan dilihatnya tanaman yang tumbuh di sekitarnya sudah bergerak-gerak seolah-olah tanaman-tanaman itu hidup dan kini berusaha untuk melepaskan diri dari tanah dan mengeroyoknya!
“Iiiihhh....!” Ia menjerit ketika sehelai di antara “tangan-tangan” itu merayap dan akan melilit lehernya.
Pada saat itu tampak berkelebat sinar hitam, terdengar suara keras dan tanaman yang melilitnya itu jebol dari tanah berikut akar-akarnya. Begitu jebol, tanaman itu seolah-olah kehilangan tenaganya dan dengan mudah Kwi Hong melepaskan diri lalu meloncat menjauhi tanaman-tanaman berbahaya itu. Dia merasa betapa kulit bagian tubuh yang terlilit tadi terasa gatal-gatal panas, tanda bahwa tanaman itu pun mengandung racun jahat!
Dia tidak peduli lagi ketika melihat sesosok bayangan berkelebat pergi, hanya dapat menduga bahwa tentu bayangan itu yang tadi menolongnya. Dia lari cepat, ingin menjauhi tempat berbahaya itu secepat mungkin. Kini hanya tinggal satu jurusan lagi yang dapat ia ambil. Kembali ke belakang berarti kembali ke perkampungan penghuni. Ke kiri berarti memasuki hutan-hutan yang penuh binatang-binatang berbisa, di antaranya ular-ular dan lebah yang telah dijumpainya.
Entah binatang-binatang berbisa mengerikan apalagi yang berada di situ, dia tidak mampu membayangkan. Kalau ke kanan berarti dia harus melalui tanaman-tanaman hidup itu atau binatang-binatang cecak raksasa! Kini dia berlari ke depan, satu-satunya daerah yang belum dilaluinya. Tampak dari atas daerah ini seperti daerah aman karena tidak tampak tanaman, tidak ada binatang hidup, melainkan pasir bersih yang terus membentang sampai ke laut. Itulah agaknya jalan keluar!
Betapa girang hatinya ketika ia sudah menuruni pegunungan dan tiba di daerah pasir itu. Bersih tidak ada bahaya. Biarpun dia sudah lelah sekali dan napasnya masih terengah karena merasa ngeri oleh pengalamannya tadi, namun dalam girangnya Kwi Hong tidak merasakan kelelahannya dan ia berlari terus, hendak mencapai tepi laut secepatnya. Pasir yang terbentang luas dan selalu tertimpa sinar matahari itu terasa hangat dan lunak.
“Aihhhh....!”
Tiba-tiba Kwi Hong menjerit karena kakinya amblas ke dalam pasir sampai selutut tingginya. Cepat ia berusaha menarik kaki kirinya yang terjeblos ini ke atas, akan tetapi begitu ia mempergunakan tenaga pada kaki kanan untuk menekan pasir dan menarik kaki kirinya, kini kaki kanannya juga ambles ke bawah, malah melewati lututnya!
Ia terkejut sekali, mengerahkan tenaga untuk keluar. Akan tetapi, makin banyak ia mengeluarkan tenaga, makin dalam kedua kakinya amblas ke dalam pasir sehingga setelah tubuhnya masuk ke pasir sampai pinggang, Kwi Hong diam tak berani bergerak lagi dan hanya memandang ke sekeliling dengan mata terbelalak seperti kelinci masuk perangkap!
Keadaan sekelilingnya sunyi, yang ada hanya pasir dan terdengar lapat-lapat mendeburnya ombak di pantai depan. Tiba-tiba terdengar suara gerengan keras. Ia memutar tubuh atas dan terbelalak memandang dengan hati penuh kengerian. Seekor binatang seperti anjing hutan datang berlari, matanya merah, moncongnya menggereng-gereng dan binatang itu lari ke arah dia terbenam di pasir! Tak dapat diragukan lagi niat yang terbayang di mata binatang itu, tentu akan menerkamnya!
Binatang itu meloncat, Kwi Hong menjerit dan dengan mata terbelalak ia melihat betapa kaki binatang itu amblas pula ke dalam pasir, hanya dalam jarak dua meter di sebelah kirinya! Kini binatang itu melolong-lolong, meronta-ronta namun tubuhnya makin amblas ke bawah. Makin dalam sehingga yang tampak hanya lehernya saja. Binatang itu memandang kepadanya dengan marah dan gerengannya makin hebat.
Seolah-olah terasa oleh Kwi Hong hawa panas yang menyembur dari mulut yang terbuka lebar itu. Kwi Hong hampir pingsan, matanya tak pernah berkedip memandang binatang itu yang ternyata adalah seekor anjing srigala yang berbulu hitam. Tubuh binatang itu makin amblas, lolongannya makin dahsyat dan akhirnya gerengannya berhenti karena kepalanya mulai terbenam, mulutnya kemasukan pasir, hidungnya, matanya dan akhirnya yang tampak hanya ujung kedua telinganya yang masih bergerak-gerak dalam sekarat. Akhirnya kedua ujung telinganya itu pun lenyap. Binatang itu telah ditelan pasir, tanpa meninggalkan bekas!
“Tolong....!”
Kwi Hong menjerit dengan hati penuh kengerian ketika ia merasa betapa tubuhnya makin amblas, agaknya kakinya disedot dan ditarik sesuatu. Berdiri bulu kuduknya karena timbul dugaannya bahwa srigala itu telah menjadi setan dan kini setan penasaran itu menarik kedua kakinya ke bawah!
Dia tidak tahu bahwa tempat itu memang amat berbahaya daripada daerah lain di pulau itu. Ancaman bahaya lain tampak di depan mata, sedikitnya orang dapat menjaga diri. Akan tetapi bahaya pasir ini tidak tampak, kelihatan tenang dan aman, akan tetapi, sekali orang terperosok ke dalamnya, pasir di bawah yang bergerak itu akan menyedot tubuh sampai terbenam di dalamnya dan tentu saja akan mati!
Karena panik dan tubuhnya menegang, Kwi Hong terhisap makin dalam, kini dia terbenam sampai ke dada! Tiba-tiba terdengar suara “wirrrr!” Dan sinar hitam menyambar, tahu-tahu dada dan kedua lengannya telah terbelit sehelai tali sutera hitam dan tubuhnya ditarik keluar dari pasir!
Dia menengok dan melihat wanita cantik bermuka putih. Majikan Pulau Neraka, telah berdiri kurang lebih sepuluh meter di sebelah kanan-nya dan menggunakan tali sutera hitam untuk membetotnya. Sebentar saja tubuh-nya sudah tertarik keluar dan diseret sampai ke depan kaki wanita itu yang melepaskan libatan tali suteranya.
“Ohhhh.... ahhhh....”
Kwi Hong merangkak bangun sambil terengah-engah, kemudian ia berdiri di depan wanita itu yang menggulung talinya dan melibatkan di pinggangnya yang ramping sambil memandang kepadanya.
“Aku mengerti sekarang.....” Kwi Hong berkata marah. “Kiranya engkau tidak sebaik yang kuduga! Engkau sengaja membebaskan aku karena yakin bahwa aku tidak akan dapat pergi dari pulau setan ini! Engkau sengaja mempermainkan aku!”
“Sudah puaskah engkau sekarang? Jangankan engkau, biar Gurumu sekali pun belum tentu dapat memasuki dan keluar dari pulau ini. Aku membebaskan engkau karena tahu bahwa lari dari sini tidak mungkin. Masih banyak lagi bahaya-bahaya yang lebih hebat daripada yang kau lihat tadi. Ada rawa-rawa yang mengeluarkan uap beracun, binatang-binatang sebesar harimau sampai sekecil semut yang gigitannya mengandung bisa maut, tanah-tanah yang dapat merekah dan mengubur manusia hidup-hidup. Ini adalah Pulau Neraka, tahu? Kau kutahan di sini untuk melihat apakah Gurumu akan mampu merampasmu kembali.”
Kwi Hong bergidik, kemudian berkurang kemarahannya terhadap wanita itu. Dalam dunia kang-ouw, tidaklah aneh kalau seorang tokoh menggunakan siasat memancing datangnya lawan dengan penculikan seperti yang dilakukan atas diri-nya. Betapapun juga, ia harus mengaku bahwa dia tidak menerima perlakuan yang tidak baik.
“Sungguh mengherankan. Kalau Pulau Neraka ini begini berbahaya, melebihi gambaran neraka sendiri, mengapa kalian suka menjadi penghuni di sini?”
Tanyanya sambil memandang wajah jelita yang berwarna putih itu, diam-diam menduga-duga apakah warna pada muka mereka itu disebabkan oleh keadaan pulau yang amat mengerikan ini.
“Engkau takkan mengerti. Marilah kita pulang. Engkau tentu lelah dan amat lapar bukan?”
Kwi Hong mengerutkan keningnya.
“Lelah dan lapar tidak penting. Yang penting, kapan engkau hendak membebaskan aku dari pulau jahanam ini?”
“Engkau anak baik, berani dan patut menjadi murid Pendekar Siluman....”
“Pendekar Super Sakti!” Kwi Hong memotong.
Wanita aneh itu tersenyum.
“Baiklah Pendekar Super Sakti. Kapan engkau bebas, tergantung dari Gurumu. Kalau dia tidak berhasil merampasmu kembali, aku akan senang sekali kalau engkau menjadi muridku, menjadi teman puteraku.”
“Aku tidak sudi! Terutama sekali tidak sudi menjadi teman anakmu yang kurang ajar itu!”
Sejenak wanita itu mengerutkan alis-nya dan sepasang mata yang lebar itu mengeluarkan sinar berapi, akan tetapi tidak lama ia dapat menguasai kemarahannya dan berkata.
“Dia nakal dan manja, akan tetapi tidak kurang ajar. Marilah!”
Kwi Hong merasa kecewa bahwa dia tidak berhasil membikin marah wanita aneh ini dan tanpa menjawab ia lalu mengikuti wanita itu pergi dari situ. Sungguh amat mengherankan. Wanita itu mengambil jalan membelak-belok tidak karuan, akan tetapi sebentar saja mereka sudah tiba di depan gedung besar seperti istana yang temboknya bercat hitam itu! Anak laki-laki bernama Keng In itu datang berlari-lari menyambut mereka dan begitu melihat Kwi Hong, ia tertawa dan mengejek.
“Aha, engkau datang lagi? Tadinya kusangka engkau akan dapat keluar dari pulau ini!”
“Keng In, mulai sekarang engkau tidak boleh bersikap kurang ajar dan mengganggu Kwi Hong. Dia tawanan kita, akan tetapi juga tamu terhormat. Kau ajak dia bermain-main dengan baik, akan tetapi tidak boleh kau ganggu. Kalau sampai engkau mengganggunya dan dia menghajarmu, aku tidak akan membelamu!”
Wanita itu berkata dan Keng In membelalakkan mata memandang ibunya seperti orang kaget dan heran karena selamanya ibunya tidak pernah menegur-nya dengan kata-kata keras, kemudian wajahnya menjadi muram dan kecewa, mulutnya merengut, akan tetapi dia mengangguk dan bibirnya menjawab lirih,
“Baik, Ibu.”
Di dalam hatinya, diam-diam Kwi Hong merasa puas. Rasakan kau sekarang, pikirnya! Akan tetapi karena dia merasa tidak enak hati terhadap wanita itu, dia diam saja dan tidak membantah ketika diajak makan. Melihat keadaan di pulau yang menyeramkan itu, Kwi Hong tadinya tidak mengharapkan makanan yang baik. Akan tetapi betapa heran dia dan juga girang hatinya ketika menghadapi meja, dia melihat hidangan yang serba lezat dan mahal!
Baru masakan ikan udang dan kepiting serta penghuni laut lainnya saja sudah ada belasan macam, belum daging binatang darat dan sayur mayur yang serba lengkap. Benar-benar seperti hidangan dalam istana raja!
Karena perutnya lapar, dan wataknya bebas tidak malu-malu, Kwi Hong tanpa sungkan makan hidangan yang disukainya, diam-diam memuji karena selain serba lengkap, juga masakan-nya amat enak, tidak kalah oleh masakan di Pulau Es!
Sudah satu minggu Kwi Hong tinggal di Pulau Neraka. Dia mendapat perlakuan yang baik, mendapat kamar di sebelah kiri, kamar ketuanya sendiri dengan pintu tembusan. Keng In tinggal di kamar sebelah kanan. Agaknya Ketua Pulau Neraka itu hendak mengawasi sendiri kepada Kwi Hong, siap untuk mempertahankan apabila Suma Han datang!
Namun Kwi Hong mendapat kebebasan penuh, hanya kemana dia pergi, perlu ada yang diam-diam mengawasinya, terutama tokoh-tokoh muka kuning yang kedudukannya sudah tinggi.
Mentaati perintah ibunya, kini Keng In tidak lagi suka mengganggunya, bahkan setelah kenal, anak laki-laki ini merupakan teman yang cukup menyenangkan. Otaknya cerdas sekali dan Kwi Hong mendapat banyak keterangan mengenai pulau mengerikan itu dari Keng In. Di pulau itu terdapat sekawanan burung rajawali yang dijinakkan, jumlahnya ada sembilan ekor.
Burung-burung itu dilatih sedemikian rupa sehingga hanya mentaati perintah wanita majikan pulau, puteranya, dan empat orang tokoh muka kuning saja. Terhadap perintah lain orang, burung-burung ini tidak peduli, apalagi terhadap perintah Kwi Hong yang mereka anggap sebagai musuh!
Maka lenyaplah harapan Kwi Hong untuk dapat melarikan diri dengan bantuan seekor di antara burung-burung itu. Demikian terlatih burung-burung itu sehingga mereka tidak mau menerima makanan yang diberikan Kwi Hong.
Pulau itu berpenghuni kurang lebih lima puluh orang. Selain Keng In, ada pula belasan orang anak-anak laki perempuan, akan tetapi karena mereka itu adalah anak-anak dari para anak buah pulau, tentu saja mereka takut mendekati Keng In yang di situ seolah-olah menjadi semacam “pangeran”. Betapapun juga, ada beberapa orang di antara mereka yang menjadi teman Keng In dan kini sudah berkenalan pula dengan Kwi Hong.
“Semua orang di sini mengecat muka-nya, mengapa engkau dan anak-anak itu tidak?” Pada suatu hari Kwi Hong bertanya kepada Keng In.
“Mengecat muka? Ah, betapa bodoh anggapan itu. Warna-warna pada muka penghuni Pulau Neraka menjadi tanda akan kedudukan mereka, karena warna itu timbul setelah sinkang mereka meningkat tinggi. Makin terang warnanya, makin tinggi ilmu kepandaian dan kedudukan mereka.”
“Ahh, kalau begitu, Ibumu yang mempunyai warna putih merupakan orang yang paling pandai?”
“Tentu saja! Tidak ada yang dapat menandingi Ibu. Kemudian menyusul para tokoh bermuka kuning dan merah muda, hijau pupus dan selanjutnya, makin gelap warna mukanya, makin rendah kedudukannya. Yang tinggal di pulau ini adalah anggauta yang sudah memiliki kepandaian, sudah melatih ilmu sin-kang yang khas sehingga ada warna timbul di mukanya. Masih ada puluhan anggauta paling rendah yang belum berhasil memiliki sin-kang sehingga mukanya berwarna, dan mereka itu belum boleh tinggal di pulau, melainkan di sekitar Pulau Neraka, yaitu di pulau-pulau kecil dan sewaktu-waktu kalau tenaga mereka dibutuhkan, baru mereka dipanggil. Yang berhasil, mula-mula mukanya hitam, lalu merah dan selanjutnya, jangan kau memandang rendah. Warna-warna itu menandakan bahwa kami telah memiliki sin-kang khas Pulau Neraka yang amat lihai!”
“Hemmm..... dan engkau sendiri mengapa belum memiliki warna pada mukamu?”
Keng In mengerutkan alisnya.
“Sebelum berusia lima belas tahun, anak-anak tidak boleh mempelajari sin-kang itu, bisa membahayakan nyawanya. Sin-kang itu dilatih dengan minum racun-racun dahsyat setiap hari! Tentu saja anak-anak dari mereka yang sudah berwarna muka-nya boleh tinggal di sini.”
Kwi Hong teringat akan segala macam binatang dan tetumbuhan beracun di pulau ini dan dia bergidik. Ia maklum bahwa memang penghuni Pulau Neraka memiliki ilmu kepandaian tinggi dan mendengar cara berlatih sin-kang sambil minum racun itu, dia dapat membayangkan betapa hebat ilmu mereka. Akan tetapi dia masih merasa yakin bahwa gurunya akan mampu menandingi mereka semua, bahkan Si Wanita Muka Putih ibu Keng In.
“Kenapa begitu jahat, memaksa orang-orang di gunung mengumpulkan obat-obat setiap bulan?”
“Eh, kau tahu juga?”
“Tentu saja, kalau tidak masa aku menyerangmu. Aku telah menyelidiki secara diam-diam di punggung garudaku dan menyaksikan kesibukan mereka, melihat pula betapa di antara mereka ada yang membunuh diri karena tidak dapat mengumpulkan akar dan daun obat secukupnya. Mengapa kau begitu jahat?”
“Itu adalah perintah Ibuku. Mereka itu terlalu sombong, tidak mau mengalah bahkan melukai anggauta kami yang mencari obat. Kami amat membutuhkan akar-akar dan daun-daun obat itu. Engkau melihat sendiri keadaan di pulau ini. Banyak racun yang berbahaya mengancam kami, bahkan hawa yang kami hisap setiap saat telah keracunan. Tanpa obat-obat yang tepat untuk memusnahkan racun, bagaimana kami bisa hidup?”
Kwi Hong mengangguk-angguk. Kini dia mengerti dan tidak bisa menyalahkan mereka. Gadis cilik yang hidup di Pulau Es ini pun mengerti akan kebenaran yang dipergunakan sebagai hak yang lebih kuat untuk hidup kalau perlu dengan menekan atau membunuh yang lemah. Hukum rimba berlaku di tempat-tempat yang berbahaya di mana mahluk harus menjaga diri sendiri dari bahaya-bahaya yang mengancam dan di mana satu-satunya yang dibutuhkan hanya kekuatan dan kemenangan!
Keadaan seperti itu memaksa manusia mengandalkan kekuatan untuk hidup dan hal ini menjadi kebiasaan membentuk watak orang-orang kang-ouw yang tidak suka akan segala macam aturan!
**** 017 ****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar