FB

FB


Ads

Senin, 06 Juli 2015

Suling Emas & Naga Siluman Jilid 041

Wanita itu menoleh dan memandang keluar pondok, ke arah puncak yang jauh.
“Entahlah, aku hendak pergi menurutkan kata hatiku. Aku sudah tidak tinggal dalam Lembah Suling Emas, maka aku bebas pergi ke manapun juga. Dan aku mungkin tidak akan kembali lagi ke tempat ini untuk selamanya.”

“Tapi.... tapi ke mana Subo pergi? Agar teecu dapat tahu dan dapat menyusul kelak.”

“Mau apa kau menyusulku? Engkau kembalilah ke tempat asalmu, ke dunia ramai di timur. Aku akan merantau di pegunungan ini, Pegunungan Himalaya yang maha luas....”

“Subo akan pergi mencari Bu-taihiap?”

Tiba-tlba wanita itu bergerak dan tahu-tahu lengan tangan Yu Hwi sudah dicengkeramnya,
“Bagaimana kau tahu?”

Yu Hwi tidak kaget dan juga tidak takut, melainkan tersenyum.
“Subo demikian dekat dengan teecu, sudah seperti Ibu sendiri atau kakak sendiri. Subo pernah bercerita tentang Bu-taihiap, dan teecu tahu bahwa Subo masih mencintanya. Maka begitu Subo mengatakan hendak merantau ke Pegunungan Himalaya, siapa lagi yang Subo cari kecuali Bu-taihiap?”

Wanita itu mengangguk lesu,
“Engkau memang cerdik sekali, muridku. Akan tetapi.... aku berhak menikmati hidupku, berhak meraih cintaku....“

“Demikian pula teecu, Subo.”

“Aku tahu, akan tetapi engkau akan sengsara kalau menjadi keluarga di Lembah Suling Emas.... tapi kau cerdik, engkau lebih cerdik daripada aku, semoga saja kau berhasil mengatasi hal itu. Nah, kau berangkatlah mencari See-thian Coa-ong, muridku, aku pun akan pergi sekarang juga.”

Dua orang wanita itu sejenak saling berpandangan, kemudian mereka saling rangkul untuk beberapa lamanya.

“Hati-hatilah engkau, muridku.” kata Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu lirih dan mereka lalu saling melepaskan rangkulan dan berpisahlah mereka.

“Akan tetapi janji itu masih kurang beberapa hari lagi, Subo.” Yu Hwi berkata ketika mereka akan berpisah.

“Memang, kurang sebulan lagi. Nah, aku pergi dulu, selamat tinggal, Yu Hwi.”

“Selamat jalan, Subo, harap Subo jaga baik-baik diri Subo.” kata dara itu dengan hati terharu.

Memang, subonya berhak menikmati hidupnya, berhak meraih cintanya. Akan tetapi, pria yang dicinta oleh subonya itu sudah beristeri! Diam-diam dia merasa kasihan sekali kepada wanita yang menjadi gurunya itu.

Setelah tiba waktunya, kurang lebih sebulan kemudian, berangkatlah Yu Hwi mencari See-thian Coa-ong di tempat pertapaan kakek itu. Dia berangkat dengan hati besar karena selain dia percaya kepada diri sendiri dan merasa yakin akan dapat mengalahkan murid Raja Ular itu, juga dia merasa tenang karena dia tahu bahwa diam-diam kekasihnya atau juga paman gurunya, Cu Kang Bu, diam-diam membayanginya dari jauh seperti yang telah dijanjikan oleh pendekar sakti itu.

Kang Bu tidak mau datang berterang membantu Yu Hwi karena hal ini amat merendahkan nama keluarga Lembah Suling Emas yang terkenal, maka dia hendak melindungi kekasihnya secara diam-diam saja.

Akan tetapi betapa kecewa hati Yu Hwi ketika dia tiba di tempat pertapaan kakek itu, seperti yang diberitahukan subonya, dia hanya mendapatkan kakek itu seorang saja! See-thian Coa-ong bangkit berdiri, menyambut kedatangannya dan kakek ini berkata ramah,

“Jadi engkau adalah murid Cui-beng Sian-li, Nona? Memang hari ini adalah hari perjanjian antara Gurumu dan aku untuk saling menguji kepandaian murid masing-masing, untuk menentukan siapa di antara kami yang lebih becus mengajar murid. Akan tetapi sayang, muridku itu telah pergi setahun yang lalu. Ah, dia masih kanak-kanak, tidak dapat bertahan menanti sampai lima tahun, Nona, dan dia telah pergi....” Kakek itu menarik napas panjang. “Oleh karena itu, biarlah aku tua bangka yang tiada gunanya ini sekarang mengaku kalah kepada Subomu, Cui-beng Sian-li karena aku tidak dapat memenuhi janji.”

Yu Hwi mengerutkan alisnya, hatinya kecewa dan dia merasa penasaran sekali. Dia tahu bahwa gurunya memang suka kepadanya dan suka pula mengajarkan ilmu-ilmu silat kepadanya, akan tetapi di samping itu, gurunya mengajarnya selama lima tahun juga dengan maksud agar dia dapat mengalahkan murid kakek ini.

Dan sekarang, harapan dari subonya itu dikesampingkan begitu saja, dengan sedemikian mudahnya seolah-olah janji itu hanya main-main belaka. Bagaimana dia akan menjawab kalau subonya kelak bertemu dengan dia dan bertanya tentang pertandingan itu? Lalu apa buktinya terhadap subonya yang telah dengan susah payah melatihnya selama lima tahun itu?

“See-thian Coa-ong, mana mungkin engkau membatalkan janji selama lima tahun dengan demikian mudahnya? Kalau memang muridmu itu takut menghadapi aku, mengapa engkau membuat janji lima tahun yang lalu? Kalau begitu, biarlah engkau saja mewakili muridmu dan aku mewakili Guruku! Pertandingan lima tahun yang lalu kita lanjutkan sekarang.”

“Ah, jangan begitu, Nona. Mana mungkin aku yang tua bangka ini melawan engkau yang masih muda? Lawanmu adalah muridku, dan karena muridku kini tidak ada....“

“Maka engkau yang menjadi wakilnya, See-thian Coa-ong. Majulah!” Yu Hwi menantang.

Kakek itu menggeleng kepala.
“Aku sudah tua....”

“Kalau begitu kau berlututlah menghadap ke barat dan mengaku kepada Subo bahwa engkau kalah olehnya!” kata Yu Hwi.

Kakek itu tersenyum.
“Eh, mana mungkin ini? Aku mengaku kalah cara mengajar murid, bukan kalah bertanding.”






“Kalau begitu sambutlah ini. Haiittt....!”

Yu Hwi mengeluarkan suara melengking sebelum menyerang, kemudian dia menerjang maju mengirim serangan kepada kakek itu!

“Ehh....!”

See-thian Coa-ong cepat mengelak sehingga serangan pertama itu luput akan tetapi Yu Hwi sudah menerjangnya lagi kalang-kabut sehingga kakek itu harus cepat mengelak dan menangkis karena serangan-serangan yang dilakukan oleh gadis itu sama sekali tidak boleh dipandang ringan. Kepandaian Yu Hwi pada waktu itu telah mencapai tingkat tinggi sekali sehingga tidak sembarang orang akan mampu bertahan terhadap serangan-serangan yang dilakukan untuk memaksakan kemenangan ini.

Akan tetapi See-thian Coa-ong adalah seorang pertapa sakti yang tingkat kepandaiannya seimbang dengan tingkat Cui-beng Sian-li, maka tentu saja dia mampu melindungi dirinya dari serangkaian serangan yang dilakukan oleh Yu Hwi. Akan tetapi karena kakek ini sama sekali tidak pernah membalas serangan-serangan itu, dan hanya bertahan saja, maka sudah tentu dia segera terdesak hebat dan berloncatan mundur sambil beberapa kali menangkis.

Pada saat itu, nampak sesosok tubuh ramping berlari-lari mendatangi dari jauh menuju ketempat itu dan setelah dekat, terdengar suara orang yang datang ini berseru keras.

“Siapa berani menghina Suhu?”

Yang datang itu bukan lain adalah Ci Sian! Seperti kita ketahui, Ci Sian ditolong oleh Pendekar Suling Emas Kam Hong, kemudian ketika mereka saling menceritakan pengalaman, Ci Sian bercerita kepada pendekar itu tentang diri Yu Hwi, calon isteri yang dicari-cari oleh pendekar itu. Mendengar ini, Kam Hong menjadi girang sekali dan dia minta kepada Ci Sian untuk mengantarkan dia menemui Yu Hwi di kaki Bukit Lembah Suling Emas. Selain ingin bertemu dengan Yu Hwi, juga Kam Hong tertarik sekali mendengar tentang lembah yang bernama Lembah Suling Emas itu dan ingin menyelidikinya.

Di sepanjang perjalanan, mulailah Kam Hong memberi petunjuk-petunjuk kepada Ci Sian dalam ilmu silat, terutama sekali untuk memberi dasar kepada dara ini agar dapat menerima ilmu-ilmu yang mereka dapatkan bersama dari catatan di tubuh kakek kuno! Bahkan Kam Hong mulai melatih Ci Sian cara memainkan suling, dan untuk memudahkan latihan, Kam Hong membuatkan sebuah suling bambu gading untuk dara itu.

Karena tempat pertapaan See-thian Coa-ong berada di antara perjalanan menuju ke Lembah Suling Emas, maka Ci Sian mengajak Kam Hong untuk singgah di tempat pertapaan kakek itu karena dia hendak menjenguknya. Ketika dari jauh dia melihat suhunya sedang diserang oleh seorang wanita, dan suhunya itu hanya mengelak dan menangkis tanpa membalas, Ci Sian terkejut dan marah sekali, maka berlarilah dia secepatnya ke tempat itu meninggalkan Kam Hong sambil berteriak-teriak marah.

Mendengar teriakan itu, Yu Hwi meloncat ke belakang dan See-thian Coaong berseru girang sekali,

“Ci Sian....!”

Sementara itu, Ci Sian sudah mengenal Yu Hwi dan dia berkata,
“Hemm, kiranya engkau yang menyerang Suhu? Suhu, mengapa dia menyerang Suhu?”

“Ci Sian, lupakah kau? Hari ini adalah hari perjanjian antara Gurumu dan Gurunya. Syukur engkau datang....”

“Ah, kiranya begitu? Bagus, aku sudah datang. Engkau Yu Hwi murid Ciu-beng Sian-li, bukan? Hayo, akulah lawanmu, jangan menghina orang tua!”

Yu Hwi tersenyum mengejek, memandang kepada dara yang cantik itu, cantik dan muda, kelihatan masih hijau maka tentu saja dia tidak gentar.

“Bagus, memang engkau yang kucari untuk menentukan guru siapa yang lebih pandai. Aku menyerang Gurumu sebagai penggantimu, gara-gara engkau ketakutan dan melarikan diri setahun yang lalu!”

“Apa? Aku melarikan diri? Aihhh, engkaulah manusia yang paling sombong di dunia ini, yang paling tak tahu diri, kejam dan angkuh!”

Ci Sian teringat betapa wanita ini telah meninggalkan Kam Hong dan menyia-nyiakan kesetiaan Kam Hong, membuat pendekar itu selama bertahun-tahun menderita.

Yu Hwi terbelalak, tidak mengerti mengapa dara remaja itu agaknya amat marah dan benci kepadanya!

“Hemm, tidak perlu banyak mulut, kalau memang ada kepandaian, kau majulah!” tantangnya.

“Baik, baik! Aku akan melawanmu sampai selaksa jurus!” bentak Ci Sian dan dua orang wanita yang sama-sama cantik manis itu sudah saling terjang, entah siapa yang lebih dulu menyerang karena keduanya sudah sama-sama menyerang!

Tentu saja mereka berdua juga terkejut dan kini mereka keduanya mengelak. Terjadilah kini pertempuran yang amat seru dan hebat, jauh bedanya dengan tadi ketika Yu Hwi menyerang See-thian Coa-ong karena kakek itu sama sekali tidak membalas. Kini kedua orang muda itu saling serang dengan dahsyatnya!

See-thian Coa-ong sudah duduk bersila dengan wajah berseri dan mata bersinar-sinar. Kakek ini memang mempunyai semacam penyakit, yaitu suka sekali nonton orang bertanding silat dan suka pula bertanding sendiri mengadu kepandaian, bukan bertanding didasari marah atau benci, melainkan semata-mata suka bersilat dan bertanding silat, seperti bertanding olah raga, lupa bahwa bertanding silat sama sekali tidak dapat disamakan dengan pertandingan olah raga atau catur umpamanya karena dalam Ilmu silat terdapat ancaman-ancaman maut yang mengerikan.

Sedikit pun tidak ada sikap berat sebelah atau ingin membantu muridnya dalam hati Coa-ong, sungguhpun, seperti seorang botoh adu jago, dia ingin melihat muridnya menang. Baginya, kalah menang, luka atau mati sekalipun dalam adu ilmu silat, bukan apa-apa dan bukan hal yang dapat dibuat sesalan!

Pertandingan silat itu sungguh hebat bukan main. Setelah menerima petunjuk-petunjuk dari kekasihnya, yaitu Cu Kang Bu, Ilmu kepandaian Yu Hwi meningkat hebat. Dia bersilat dengan ilmu silat yang dipelajari dari subonya, yang memang sengaja dilatihnya dengan tekun untuk menghadapi murid See-thian Coa-ong, yaitu Ilmu Silat Pat-hong-sin-kun.

Di samping mainkan ilmu silat yang banyak ragamnya, yang kedudukan kakinya mengatur kedudukan Pat-kwa ini, Yu Hwi juga mempergunakan tenaga sin-kang untuk melancarkan pukulan dari Ilmu Kiam-to Sin-Ciang sehingga kedua tangannya itu seolah-olah berubah menjadi pedang dan golok! Hebatnya ilmu ini bukan kepalang!

Akan tetapi lawannya, Ci Sian, biar pun masih muda, akan tetapi memang sudah memiliki ilmu kepandaian yang hebat pula. Tidak percuma See-thian Coa-ong menggemblengnya selama empat tahun dan menurunkan Ilmu Sin-coa Thian-te-ciang (Ilmu Silat Bumi Langit Ular Sakti) yang hebat.

Ilmu ini adalah ciptaan See-thian Coa-ong sendiri, digabung dari Ilmu Silat Thian-te-kun dengan gerakan-gerakan binatang ular yang lincah! Karena dia sendiri merupakan seorang pawang ular yang sudah dijuluki Raja Ular, tentu saja dia mengenal baik gerakan-gerakan ular dan dia mengambil bagian-bagian yang amat lincah dari gerakan-gerakan ular yang bertarung dan menciptakan gerakan-gerakan ini menjadi ilmu silat digabungkan dengan Ilmu Silat Thian-te-kun.

Maka kini setelah Ci Sian mainkan Ilmu Silat Sin-coa Thian-te ciang, gerakan-gerakannya amat aneh, lincah dan tidak menduga-duga sehingga Yu Hwi sendiri sampai menjadi kaget dan kagum. Akan tetapi, andaikata dara remaja ini tidak menerima petunjuk-petunjuk dari Kam Hong, tentu dia akan kalah menghadapi ilmu silat Yu Hwi yang lebih matang. Baiknya, latihan-latihan yang diberikan Kam Hong baru-baru ini telah membangkitkan sin-kang yang luar biasa dalam diri Ci Sian sehingga dia mampu mengimbangi pukulan-pukulan Kiam-to Sin-ciang dari lawan yang amat berbahaya itu.

Maka terkejut dan kagumlah Yu Hwi ketika sambaran angin pukulan Kiam-to Sin-ciang darinya dapat terpental kembali oleh hawa yang keluar dari kedua tangan dara remaja itu ketika menangkisnya.

Bukan main serunya pertandingan antara dua orang gadis itu, sehingga Kam Hong sendiri yang nonton dari jauh merasa kagum. Tak disangkanya bahwa Yu Hwi, tunangannya yang bertahun-tahun tak pernah di jumpainya itu, kini telah menjadi seorang wanita yang matang dan semakin cantik bahkan telah memiliki kepandaian yang tinggi.

Akan tetapi dia juga kagum melihat Ci Sian, kagum dan bangga bahwa dara remaja itu ternyata mampu menghadapi Yu Hwi yang demikian lihainya! Dia melihat bakat yang amat baik pada diri Ci Sian dan mengambil keputusan untuk menurunkan Ilmu-ilmu yang mereka dapat dari tubuh jenazah kuno itu, karena Ci Sian juga berjasa dalam menemukan rahasia ilmu-ilmu itu.

Juga See-thian Coa-ong kegirangan bukan main menyaksikan pertandingan seru itu. Dia menggerak-gerakkan kedua tangannya, seperti seorang anak kecil yang nonton adu jago atau adu jangkerik dan tidak dapat menahan emosinya, ikut menjotos jika melihat muridnya menyerang dan ikut mengelak kalau melihat ada pukulan menyambar ke arah muridnya. Sungguh menggelikan dan lucu sekali tingkah kakek yang gila tontonan adu silat ini!

Hanya seorang yang menonton pertandingan itu dengan alis berkerut dan hati gelisah. Orang ini bukan lain adalah Cu Kang Bu! Dia adalah seorang pendekar sakti dan tentu saja dengan mudah dia dapat mengikuti jalannya pertandingan dan maklum bahwa kekasihnya tidak kalah oleh lawannya. Akan tetapi dia melihat pula bahwa tidak mudahlah bagi kekasihnya untuk mengalahkan lawan, karena dara remaja itu memang lihai sekali, terutama memiliki dasar gin-kang dan sin-kang yang aneh dan kuat.

Sebagai seorang yang sedang jatuh cinta dan tergila-gila, tentu saja dia merasa amat khawatir kalau-kalau kekasihnya itu terluka. Membayangkan Yu Hwi terluka mendatangkan rasa ngeri dalam hatinya, maka diam-diam dia lalu mengerahkan khi-kangnya dan bibirnya bergerak-gerak sedikit. Biarpun tidak ada suara yang keluar, namun nampaklah perobahan pada pertempuran itu!

Yu Hwi terkejut ketika tiba-tiba dia mendengarkan bisikan-bisikan di dekat telinganya. Dia tidak tahu suara siapa itu, karena hanya terdengar lirih berbisik-bisik seperti suara angin bermain pada daun-daun pohon, namun jelas sekali tertangkap olehnya dan ketika dia mendengar bahwa bisikan-bisikan itu merupakan petunjuk-petunjuk untuk gerakan-gerakan selanjutnya, giranglah hatinya karena dia dapat menduga bahwa siapa lagi kalau bukan Kang Bu yang memberi petunjuk kepadanya? Maka dia lalu bergerak mengikuti petunjuk ini dan dalam beberapa jurus saja dia telah berhasil menampar pundak Ci Sian sehingga dara remaja ini terpelanting.

Memang tidak tepat benar kenanya, akan tetapi setidaknya dia telah mampu mengenai tubuh lawan, maka dia mendesak lagi dengan penuh semangat sambil mentaati bisikan-bisikan yang memberi petunjuk itu!

Melihat ini, See-thian Coa-ong terkejut dan mengeluh, akan tetapi tiba-tiba dia merasa girang ketika dalam keadaan terdesak dan terhuyung, tiba-tiba saja kaki Ci Sian bergerak sedemikian rupa dan ujung sepatunya dapat mencium betis lawan, membuat Yu Hwi juga terhuyung!

Kiranya dalam keadaan terdesak itu, tiba-tiba Ci Sian mendengar suara bisikan yang amat jelas, memberi petunjuk kepadanya dan dia pun tahu bahwa suara itu tentu suara Kam Hong, karena siapakah yang demikian saktinya untuk memberi petunjuk kepadanya? Suhunya tidak mungkin mau melakukan hal itu karena suhunya itu memang luar biasa “sportipnya”, tidak mau berlaku curang. Dan memang dugaannya itu benar.

Kam Hong amat khawatir menyaksikan keadaannya, apalagi ketika pendekar ini melihat seorang pria muda yang berdiri jauh di belakang Yu Hwi dan dia cepat mengheningkan cipta. Dia dapat merasakan getaran-getaran kuat datang dari pria itu, maka dia terkejut bukan main karena maklumlah dia bahwa pria itu amat lihai dan sedang mengirimkan suara dari jauh untuk membantu Yu Hwi! Maka, dia pun cepat mengerahkan khi-kang untuk membantu Ci Sian sehingga tanpa diduga-duga oleh Yu Hwi, Ci Sian yang kena ditampar pundaknya itu mampu membalas dan dapat menendang betis lawan.

Kini terjadi pertandingan yang semakin hebat. Gerakan-gerakan mereka menjadi semakin aneh, akan tetapi setiap serangan amat hebat dan ganas, menyimpang dari gerakan semula, akan tetapi hebatnya, masing-masing lawan dapat saja menghindarkan diri dan membalas pula dengan serangan yang tidak kalah aneh dan dahsyatnya!

Kini See-thian Coa-ong berhenti menggerak-gerakkan kedua tangannya dan matanya terbelalak memandang ke arah pertempuran itu. Mulutnya ternganga karena dia melihat hal yang luar biasa sekali, yang hampir tak dapat dipercayanya. Dia seperti melihat betapa dua orang wanita itu berobah menjadi dua orang lain karena kini pertandingan itu berlangsung dengan hebatnya, dengan gerakan-gerakan yang amat aneh. Muridnya itu sama sekali tidak lagi menggerakkan ilmu Sin-coa Thian-te-ciang lagi! Dan gerakan lawan muridnya itu pun amat anehnya!

Yu Hwi dan Ci Sian kini hanya bergerak menurutkan petunjuk bisikan-bisikan itu saja, dan ternyata dengan menurut petunjuk-petunjuk itu, mereka masing-masing dapat selalu menghindarkan diri dari serangan lawan yang amat dahsyat, maka mereka lalu menurut secara membuta, maklum bahwa mereka masing-masing dituntun oleh petunjuk-petunjuk yang dilakukan oleh orang yang memiliki tingkat jauh lebih tinggi daripada mereka!

Cu Kang Bu merasa terkejut bukan main menyaksikan kelihaian dara remaja itu. Akan tetapi dia segera melihat Kam Hong berdiri jauh di belakang Ci Sian dan maklumlah dia bahwa ada orang pandai yang melakukan hal yang sama dengan dia, yaitu membantu dara remaja itu dengan melalui Ilmu Coa-im-jip-bit (Mengirim Suara Dari Jauh). Dia merasa penasaran dan makin memperhebat petunjuknya, akan tetapi betapa kagetnya ketika melihat bahwa dara remaja itu selalu dapat menghindarkan diri, bahkan membalas dengan serangan-serangan yang tidak kalah dahsyatnya!

Juga Kam Hong menjadi kagum dan maklum bahwa orang yang membantu Yu Hwi itu benar-benar sakti dan luar biasa sekali!

Tiba-tiba terdengar suara teriakan nyaring sekali, menggetarkan seluruh tempat itu dan membuat dua orang wanita yang sedang bertanding itu terkejut dan meloncat mundur. Tiba-tiba saja di situ sudah berdiri Cu Han Bu yang tadi mengeluarkan teriakan nyaring, sikapnya tenang, akan tetapi suaranya mengandung penuh wibawa ketika dia berkata.

“Hentikan semua pertandingan bodoh ini!”

Semua orang memandang kepada pendekar ini, seorang pria berusia empat puluh lima tahun, berpakaian sederhana, bertubuh tegap dan sedang, rambutnya sudah banyak putihnya dan rambut itu digelung ke atas, tidak dikuncir seperti pada umumnya di jaman itu.

Inilah Cu Han Bu yang berjuluk Kim-kong-sian (Dewa Sinar Emas), tokoh pertama dari Lembah Suling Emas, dan biarpun pakaian dan sikapnya sederhana, namun sungguh dia berwibawa sekali sehingga Kam Hong yang juga sudah menghampiri tempat itu memandang kagum.

Dua orang itu, Cu Han Bu dan Cu Kang Bu, benar-benar merupakan dua orang pria yang hebat, dengan sinar mata yang mencorong membayangkan tenaga dalam yang amat hebat.

Sementara itu, See-thian Coa-ong juga terkejut melihat munculnya dua orang laki-laki gagah lain, yaitu Cu Kang Bu dan Kam Hong. Cepat dia bangkit berdiri dan menghampiri Cu Han Bu, memandang penuh perhatian lalu menjura dengan hormat.

“Harap maafkan, kalau mataku yang sudah lamur ini tidak salah lihat, apakah saya berhadapan dengan Kim-siauw San-kok-cu (Majikan Lembah Gunung Suling Emas) yang berjuluk dan bernama Kim-kong-sian Cu Han Bu?”

Cu Han Bu memandang kepada kakek itu dengan sikap dingin akan tetapi cukup hormat. Dan membalas penghormatan kakek itu dan berkata, suaranya cukup ramah.

“Harap See-thian Coa-ong tidak terlalu sungkan. Saya memang Cu Han Bu dan dia itu adik saya Cu Kang Bu.” Dia menuding ke arah adiknya agaknya yang tinggi besar dan gagah perkasa itu.

“Aihh, Ban-kin-sian (Dewa Bertenaga Selaksa Kati)? Sungguh merupakan penghormatan besar bagiku dapat berjumpa dengan tokoh-tokoh besar Lembah Suling Emas!” kata See-thian Coa-ong dan Kang Bu membalas penghormatan orang dengan sikap bersahaja.

Mendengar semua ini, Kam Hong menjadi semakin kagum. Dua orang itu memang hebat, pikirnya dan semakin tertariklah dia mendengar bahwa mereka berdua itu adalah majikan-majikan atau tokoh-tokoh Lembah Suling Emas.

“Coa-ong, kami sudah mendengar akan persaingan seperti kanak-kanak antara engkau dan Toaso kami.”

“Wah, wah.... Cui-beng Sian-li memang hebat dan bersemangat sekali, telah membuat perlumbaan yang menggembirakan, sayang dia tidak hadir....” kata kakek itu tersenyum.

“Dia sudah pergi dan tidak berada di daerah lembah lagi, Coa-ong. Oleh karena itu, habislah sudah semua perjanjian dan perlumbaanmu dengan dia. Kami harap agar engkau suka menghentikan persaingan bodoh itu. Engkau dan Toaso telah melakukan permainan berbahaya, sehingga murid-murid diadu, bahkan engkau telah minta bantuan orang pandai. Perbuatanmu itu dapat membuahkan permusuhan-permusuhan!”

Kata Cu Han Bu dengan suara menegur dan dia menoleh dan memandang ke arah Kam Hong yang sejak tadi memandang kepada mereka dan kepada Yu Hwi yang kini berdiri dekat sekali dengan Kang Bu.

“Minta bantuan orang pandai? Ah, aku tidak minta bantuan siapapun juga....!”

See-thian Coa-ong berseru dan kini dia pun memandang kepada Kam Hong yang berdiri dekat Ci Sian dengan heran. Melihat betapa Ci Sian nampaknya akrab dengan pemuda berpakaian sastrawan itu, dia menegur,

“Ci Sian, muridku, siapakah temanmu itu?”

Kini Kam Hong melangkah maju dan dengan penuh hormat dia menjura kepada See-thian Coa-ong dan kepada dua orang pendekar sakti itu. Suaranya halus dan tenang ketika dia berkata.

“Harap Sam-wi tidak salah mengerti. Sesungguhya saya tidak hendak mencampuri urusan Locianpwe ini, dan kedatangan saya di sini adalah untuk urusan pribadi. Maafkan saya!”

Dia lalu melangkah maju dan berdiri menghadapi Yu Hwi, memandang dengan tajam sampai beberapa lama. Yu Hwi melangkah mudur dan tanpa disengaja tangannya menyentuh tangan Kang Bu yang menggenggam tangan itu.

“Moi-moi, kuharap dengan hormat dan sangat agar engkau suka ikut bersamaku.”

Kam Hong berkata dengan singkat saja karena dia tidak ingin banyak bicara dengan Yu Hwi di depan begitu banyak orang asing. Wajah Yu Hwi sebentar pucat sebentar merah memandang kepada Kam Hong, kemudian dia menoleh kepada Kang Bu, memegang tangan yang besar itu makin kuat dan dia memandang lagi kepada Kam Hong, lalu berkata suaranya lirih namun tegas,

“Aku tidak mau pergi bersamamu!”

Kam Hong mengerutkan alisnya. Tidak mungkin dia bicara banyak di depan banyak orang yang semua memandang kepadanya dan kepada Yu Hwi itu, karena yang akan dibicarakan adalah urusan pribadi. Dia merasa heran mengapa Yu Hwi tidak mau mengerti akan hal ini dan mengapa gadis itu masih bersikap begitu keras kepala seperti seorang anak kecil saja.

“Dinda Yu Hwi, bertahun-tahun aku mencarimu dan setelah kita bertemu, mengapa kau bersikap begini? Aku hanya ingin bicara denganmu, dan orang-orang tua di rumah menanti-nanti.”

“Aku tidak mau pulang! Aku tidak mau bicara lagi tentang urusan kita!” Yu Hwi berkata di dalam suaranya terkandung isak.

“Hwi-moi....” Kam Hong hendak membujuk. Betapapun juga, baik perjodohan itu dilanjutkan atau dibatalkan, mereka harus dibicarakan dengan baik-baik di depan para orang tua yang menjodohkan mereka.

Tiba-tiba terdengar suara lantang dan nyaring, besar dan kasar akan tetapi mengandung keterbukaan.

“Memaksa seseorang yang tidak mau apalagi kalau yang dipaksa itu seorang wanita, merupakan perbuatan rendah dan pengecut!”

Kam Hong yang tadinya memandang kepada Yu Hwi, perlahan-lahan mengalihkan pandangannya dan kini dia memandang kepada wajah yang gagah perkasa itu. Sejenak dua pasang mata yang mencorong seperti mata naga-naga sakti itu saling pandang, seolah-olah dua orang pendekar sakti ini sudah saling serang melalui sinar mata mereka dan keduanya tidak ada yang mau tunduk, keduanya memiliki kekuatan pandang mata yang luar biasa. Kam Hong tersenyum tenang dan suaranya juga halus ketika dia berkata,

“Mencampuri urusan pribadi orang lain merupakan perbuatan yang lebih rendah lagi selain tidak sopan sama sekali.”

Kembali suasana hening menegangkan setelah terdengar kata-kata yang sama menusuknya ini. Kang Bu nampak terkejut dan dia memandang kepada kekasihnya yang berdiri di dekatnya, lalu bertanya lirih,

“Yu Hwi, diakah orangnya....?”

Pertanyaan yang hanya dimengerti oleh mereka berdua dan Yu Hwi mengangguk. Melihat kenyataan, wajah Kang Bu menjadi merah sekali dan tahulah dia bahwa dia yang berada di fihak salah. Pria yang tampan dan lembut berpakaian sastrawan ini kiranya adalah tunangan Yu Hwi! Tentu saja, dia, sebagai orang luar, sama sekali tidak berhak mencampuri pembicaraan atau urusan antara dua orang tunangan!

Kang Bu adalah seorang gagah, maka kini dia merasa terpukul dan tidak berani bicara lagi, hanya memandang kepada Kam Hong dengan sinar mata tak senang dan mengepal tinjunya yang besar, tidak tahu harus berkata apa atau bertindak apa!

Sejak tadi, Ci Sian memperhatikan kesemuanya itu. Diam-diam dia merasa kasihan sekali kepada Kam Hong dan menyesalkan sikap Yu Hwi yang demikian keras kepala. Apa sih hebatnya perempuan ini sehingga berani bersikap demikian angkuh terhadap Kam Hong?

Menurut penilaiannya, Yu Hwi belum pantas menjadi calon isteri Kam Hong, sama sekali belum pantas! Lalu dia melihat sikap Kang Bu, melihat betapa Kang Bu dan Yu Hwi saling berpegang tangan dan mengertilah dara ini. Hatinya terasa panas sekali dan tiba-tiba dia terkekeh.