FB

FB


Ads

Senin, 03 Agustus 2015

Suling Emas & Naga Siluman Jilid 118

Dia maju dengan tenang. Kakek raksasa yang kepalanya botak ini nampak gagah dengan mantelnya yang merah, dan kini dia menanggalkan mantel merahnya dan melemparkan mantel itu kepada Ji-ok. Dia sendiri dengan kedua kaki terpentang lebar, kedua lututnya agak ditekuk dan kedua lengannya membuat silang di depan dada, yang kanan miring di depan dahi, yang kiri miring di depan dada, sikapnya seperti seorang pendeta sedang melakukan sembahyang dengan sikap aneh.

“Biar aku yang menghadapi tua bangka Nepal ini!” kata Kao Cin Liong dan majunya Cin Liong melegakan hati Kam Hong.

Dibandingkan dengan Cin Liong, mungkin sumoinya masih kalah, dan biarpun di pihak musuh Sam-ok merupakan orang terakhir, namun dia tahu bahwa bekas Koksu Nepal ini mempunyai banyak tipu muslihat sehingga kalau Ci Sian yang melayani dia, hal itu amat berbahaya. Berbeda kalau Cin Liong yang menyambut kakek itu, karena biarpun masih muda, namun Cin Liong juga seorang yang memiliki banyak pengalaman dan mengenal banyak siasat-siasat licik pihak musuh.

“Baiklah, Saudara Kao Cin Liong. Kau lawan Sam-ok dan hati-hatilah terhadap akal busuk!” kata Kam Hong.

Cin Liong melangkah maju dengan tenang. Di bawah sinar obor yang banyak dinyalakan itu, pemuda ini nampak tegap dan gagah perkasa sekali. Wajahnya yang bundar itu nampak halus dan tampan, sepasang matanya yang lebar bersinar-sinar dan tahi lalat kecil di bawah telinga kirinya itu menambah kewibawaannya. Ketenangan pemuda ini nampak pada senyumnya, seolah-olah dia sama sekali tidak merasa jerih menghadapi lawan yang sudah amat tersohor karena kelihaiannya ini.

Masih begitu muda sudah memperoleh kepercayaan Kaisar, maka dapat dibayangkan betapa hebatnya pemuda ini. Sam-ok juga merasa agak terkejut ketika melihat bahwa jenderal muda itu yang maju. Dia tahu akan kelihaian pemuda ini. Baru mengingat bahwa pemuda ini adalah putera tunggal dari Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir saja sudah membuat dia menjadi agak ngeri. Akan tetapi, dia segera dapat mengusir perasaan ini dengan keyakinan akan kepandaian sendiri.

Betapapun juga, pemuda ini bukanlah Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir, pikirnya, melainkan seorang yang masih muda dan tentu masih hijau pula dalam pengalaman.

“Ha-ha-ha!” Sam-ok tertawa bergelak untuk membesarkan hati. “Inikah Jenderal Muda Kao Cin Liong yang terkenal itu? Ha-ha, orang muda, sudah rela benarkah engkau untuk mati konyol maka engkau berani melawanku?”

“Ban Hwa Sengjin! Engkau telah berdosa terhadap pemerintah dan negara ketika engkau menjadi Koksu Nepal, dan engkau berdosa terhadap rakyat ketika engkau menjadi Sam-ok. Dosamu sudah terlampau bertumpuk, terlampau banyak maka sudah sewajarnyalah kalau sekarang engkau menerima hukuman dari tanganku sendiri! Majulah!”

Sebelum maju tadi Cin Liong telah menitipkan pedangnya kepada Hong Bu dan kini dia menghadapi lawan dengan tangan kosong. Dia tahu bahwa Sam-ok adalah seorang yang memiliki ilmu silat yang sudah agak tinggi tingkatnya maka datuk ini tidak lagi mengandalkan senjata. Dan karena dia sendiri pun murid ayah kandungnya yang memiliki ilmu silat tangan kosong pula, maka dia menghadapi lawan dengan tangan kosong.

Dia berdiri tegak lurus, mula-mula kedua lengannya tergantung lurus di kanan kiri, lalu diangkatnya sampai ke pinggang dengan jari-jari terbuka dan ibu jari ditekuk ke telapakan, perlahan-lahan lengannya diangkat ke atas lalu setelah sampai di atas kepala ditarik ke bawah sambil mengerahkan tenaga sin-kang. Kedua lengannya itu nampak tergetar halus, dan kini tubuhnya penuh dengan saluran sin-kang yang dahsyat!

Sam-ok mengeluarkan suara menggereng dan karena gerengan ini mengandung getaran tenaga khi-kang yang amat kuat, maka para perajurit yang mengepung tempat itu untuk nonton perkelahian itu menjadi terkejut dan tubuh mereka menggigil. Sam-ok menyusul gerengannya ini dengan terjangan dahsyat, kedua lengannya yang panjang dan besar itu bergerak cepat dan tahu-tahu dia telah mengirim serangan beruntun sampai empat kali, memukul dengan kedua tangan dari atas ke bawah disusul cengkeraman dari kanan kiri.

Cin Liong juga bergerak cepat, kedua lengannya sudah menangkis dua pukulan pertama dan menghadapi cengkeraman dari kanan kiri itu dia meloncat ke belakang sambil membalik dan tiba-tiba saja tubuhnya berputar dan dia pun sudah membalas dengan sebuah tendangan kilat yang mengarah dagu lawan.

Ketika Sam-ok menggerakkan tangan hendak menangkap kaki yang menendangnya, Cin Liong menarik kembali kakinya dan tubuhnya meluncur ke depan, tangan kanan menotok ke arah pusar dan tangan kiri mencengkeram ke arah ubun-ubun kepala botak itu! Dia telah mulai menggunakan jurus-jurus dari Ilmu Silat Sin-liong Ciang-hoat yang hebat. Karena dia tahu bahwa lawannya adalah seorang yang lihai, maka pemuda ini tidak mau membuang waktu dengan mengeluarkan ilmu silat lain, melainkan langsung mengeluarkan ilmu ciptaan kakek gurunya, yaitu Si Dewa Bongkok itu.

Sesungguhnya Ilmu Sin-liong Ciang-hoat asalnya adalah ilmu ciptaan Dewa Bongkok yang khas, yaitu untuk seorang yang berlengan tunggal. Akan tetapi Kao Kok Cu, Si Naga Sakti Gurun Pasir telah menyempurnakan ilmu tangan kosong ini untuk puteranya, sehingga kini yang dikuasai oleh Kao Cin Liong adalah ilmu silat tangan kosong yang cocok untuk di mainkan oleh seorang yang berlengan utuh, walaupun dasarnya masih ilmu asli.

Justeru karena dasarnya adalah ilmu silat yang tadinya diperuntukkan seorang yang berlengan buntung, maka setelah kini dimainkan oleh Cin Liong, gerakan-gerakannya amat aneh dan tak dapat diduga-duga oleh musuh. Kadang-kadang pemuda itu hanya menggerakkan tangan kanannya saja, dan tangan kirinya bergantung mati, akan tetapi pada detik-detik yang sama sekali tidak disangka oleh lawan, tiba-tiba saja tangan kirinya bergerak mengirim serangan susulan, serangan maut yang amat dahsyat, lebih dahsyat daripada serangan-serangan tangan kanannya!

Biarpun Sam-ok seorang yang tinggi ilmunya, namun menghadapi ilmu silat ini dia merasa bingung juga sehingga setelah lewat lima puluh jurus, dia kurang cepat mengelak dan tamparan tangan kiri yang tadinya tergantung mati itu sempat mengenai pundak kanannya, membuat tubuh yang tinggi besar itu terhuyung ke belakang. Sam-ok meloncat untuk mengatur keseimbangan badannya dan mulutnya menyeringai menahan rasa nyeri yang membuat separuh tubuhnya sebelah kanan seperti lumpuh sejenak.

“Haiiiikkk!” Tiba-tiba Sam-ok menubruk ke depan.

Cin Liong mengelak dengan loncatan ke kiri, akan tetapi tiba-tiba dari lengan baju yang lebar itu meluncur sinar-sinar hitam yang lembut menuju ke seluruh tubuh Cin Liong dari atas ke bawah! itulah jarum-jarum rahasia beracun yang dilepas dari jarak dekat sekali!

Dan ini merupakan satu di antara kecurangan-kecurangan Sam-ok. Akan tetapi, sejak tadi Cin Liong memang sudah waspada terhadap serangan gelap, maka begitu melihat sinar hitam menyambar dia sudah meloncat tinggi sehingga semua jarum lewat di bawah kakinya. Cin Liong bukan sembarangan meloncat, melainkan meloncat ke depan dan kini dari atas dia terjun menyerang ke arah kepala lawan dengan menggunakan kedua kakinya!






Sam-ok terkejut bukan main. Tak disangkanya bahwa pemuda itu selain dapat menghindarkan semua jarumnya, juga memiliki gin-kang sedemikian hebatnya sehingga sambil mengelak kini bahkan langsung menyerang. Cepat dia secara terpaksa menggulingkan tubuhnya ke atas tanah sehingga serangan dari atas itu pun tidak mengenai sasaran dan begitu dia meloncat bangkit lagi, Sam-ok sudah mengeluarkan ilmunya yang paling diandalkan karena aneh dan tangguhnya.

Tubuhnya tiba-tiba berpusing seperti sebuah gasing dan terus berpusing, sehingga tubuh itu tidak nampak lagi. Dan dari gerakan berpusing ini dengan cepat bagaikan kilat menyambar, ada serangan-serangan mencuat yang menuju ke arah lawan.

Cin Liong menggerakkan kaki tangan menangkis, akan tetapi karena pusingan tubuh lawan itu mendatangkan angin dahsyat, dan karena serangan yang mencuat dari tubuh yang berputar cepat itu sukar diikuti dengan pandangan mata, maka Cin Liong terkena sambaran pukulan yang mengarah lambungnya. Tangkisannya menyeleweng dan biarpun dia tidak terkena pukulan langsung, namun tetap saja dia terdorong sampai hampir terjengkang dan merasa betapa paha kanannya panas oleh hawa pukulan lawan. Hanya dengan melempar diri ke belakang dan berjungkir balik saja pemuda itu dapat menyelamatkan diri dan tidak sampai roboh terjengkang.

Melihat hebatnya lawan, Cin Liong tiba-tiba mendekam di atas tanah dan ketika lawan yang berpusing itu mendekatinya, mendadak pemuda itu mengeluarkan suara melengking dahsyat dan tubuhnya meluncur dari bawah dengan pukulan kedua tangan didorongkan ke depan. Itulah pukulan dari Ilmu Sin-liong Hok-te yang amat hebat dari Istana Gurun Pasir!

“Desss....!”

Karena hebatnya pukulan itu, Sam-ok mana mampu mengelak? Terpaksa dia menangkis dengan pengerahan seluruh tenaganya dan akibatnya, tubuhnya terlempar dan terbanting keras sekali! Itulah hebatnya pukulan Ilmu Sin-liong Hok-te (Naga Sakti Mendekam di Bumi). Kalau tadi Sam-ok mempergunakan tenaga lembut, tidak mempergunakan tangkisan tenaga kasar, dia pun akan celaka kalau Cin Liong juga mempergunakan tenaga Im.

Tubuh yang tinggi besar itu terguling-guling dan akhirnya dapat meloncat bangkit kembali, berdiri agak bergoyang-goyang dan di ujung bibir kakek itu nampak darah segar yang keluar dari mulutnya! Dengan bajunya, Sam-ok menghapus darah itu dan mukanya berubah merah sekali.

Dia menggereng nyaring, gerengan yang keluar dari dalam perutnya saking marahnya dan tiba-tiba dia merenggut ke arah lehernya. Nampak sinar berkilauan ketika tangannya sudah memegang seuntai rantai hitam yang tadinya dipakai sebagai kalung lehernya. Rantai ini adalah untaian batu-batu hitam dari Nepal yang diuntai dengan tali baja yang amat kuat!

Jarang sekali Sam-ok mempergunakan senjata dalam perkelahian menghadapi lawan yang bagaimana pandai sekalipun. Ilmu silatnya sudah sangat tinggi, tenaga sin-kangnya amat kuatnya sehingga tanpa bantuan senjata pun dia sudah merupakan seorang yang sukar dikalahkan. Akan tetapi, sekali ini dia bertemu tanding, bahkan dia telah menderita guncangan dalam tubuh yang membuatnya terluka, maka tanpa malu-malu lagi dia mengeluarkan senjata simpanannya yang tadinya dipakainya sebagai sebuah kalung jimat!

Menurut kepercayaan tahyul di Nepal, batu-batu hitam yang dipakainya sebagai kalung itu mempunyai daya kekuatan, untuk menolak penyakit dan malapetaka. Selain itu, juga batu-batu hitam itu keras sekali dan kuat, dapat menahan senjata pusaka lawan yang bagaimanapun ampuh sekalipun.

“Trrrik.... wirr.... wirr!”

Senjata aneh itu mengeluarkan bunyi berketrik ketika digerakkan dan angin dahsyat menyambar ganas ke arah Sin Liong. Pemuda ini terkejut sekali dan mengelak, akan tetapi sinar hitam itu mengejarnya terus, terpaksa untuk menangkis, tidak berani langsung menangkis dengan lengannya karena dia belum mengenal sifat senjata lawan. Akan tetapi, biarpun lengan bajunya itu hanya merupakan kain saja, di dalam tangan pemuda ini berubah menjadi senjata penangkis yang ampuh dan kuat sekali.

“Prattt!”

Tangkisan ujung lengan baju dari Cin Liong itu membuat serangan Sam-ok gagal dan sinar hitam senjata rantainya itu menyeleweng, akan tetapi pemuda itu terkejut bukan main ketika melihat betapa ujung lengan bajunya pecah-pecah! Dan kini sinar hitam itu telah menyambar lagi bertubi-tubi, mengarah kepalanya dan ujung sinar hitam itu dapat melakukan serangan totokan ke arah jalan darah yang mematikan. Maka Cin Liong segera mengelak dan berloncatan ke sana-sini, dan terdesak hebat oleh sinar hitam yang mengeluarkan bunyi berketrikan itu.

“Cin Liong, nih terima pedangmu!”

Tiba-tiba terdengar Hong Bu berseru dan nampak sinar terang ketika pedang Cin Liong yang tadi dititipkan kepada pemuda itu telah dicabut oleh Hong Bu dan dilemparkannya kepada jenderal muda itu. Cin Liong cepat menyambut pedangnya dengan tangan kanan.

“Terima kasih, Hong Bu!” katanya gembira dan seketika pedang itu diputar-putarnya di tangannya, berubah menjadi sinar bergulung-gulung menyilaukan mata ketika tertimpa sinar obor.

Pedang itu adalah sebuah pedang yang baik karena pedang itu merupakan pedang pemberian Kaisar sebagai tanda pangkatnya. Seperti juga Sam-ok, putera Pendekar Naga Sakti Gurun Pasir ini sebetulnya tidak lagi memerlukan senjata untuk membantunya dalam perkelahian. Akan tetapi karena lawannya yang tangguh itu mempergunakan senjata yang aneh dan yang mungkin saja dapat melukai lengannya, maka tentu saja dia merasa gembira untuk mempergunakan pedangnya menghadapi senjata lawan.

Sam-ok masih terus mendesak dengan senjatanya yang diputar-putar dan menghujani lawannya dengan serangan-serangan maut. Cin Liong juga memutar pedangnya dan menyambut serangan itu dengan pedangnya sambil mengerahkan tenaganya.

“Tranggg.... cringggg....!”

Keduanya melompat ke belakang ketika merasa betapa telapak tangan mereka panas dan nyeri, seolah-olah kulitnya terkupas. Mereka masing-masing memeriksa senjata sendiri, akan tetapi hati mereka lega melihat bahwa senjata mereka tidak rusak oleh benturan yang hebat tadi. Mereka gembira karena senjatanya dapat menahan senjata lawan, keduanya lalu saling terjang lagi dengan dahsyatnya.

Tubuh mereka lenyap terbungkus gulungan sinar hitam dan sinar terang dari pedang Cin Liong, dan kedua sinar yang bergulung-gulung itu saling belit, saling tekan dalam sebuah pertempuran yang amat seru. Semua orang yang menyaksikan pertandingan ini, diam-diam merasa tegang bukan main karena memang jaranglah terdapat perkelahian antara dua orang yang demikian lihainya.

Yang menegangkan adalah karena kedua pihak tidak mau turun tangan membantu teman. Pihak Hek-i Mo-ong tentu saja tidak berani melakukan ini sebagai pihak yang lebih lemah atau yang lebih sedikit jumlah temannya, sebaliknya pihak Kam Hong dan kawan-kawannya tentu tidak mau melanggar perjanjian sebagai pendekar-pendekar yang menjunjung tinggi kehormatan dan kegagahan.

Maka semua orang tahu bahwa pertandingan antara Sam-ok dan Cin Liong ini, seperti juga pertandingan lain yang akan terjadi antara kedua pihak, merupakan perkelahian mati-matian tanpa dapat mengharapkan bantuan orang lain.

Kembali puluhan jurus lewat dengan cepat dan kedua pihak belum juga mampu saling melukai, apalagi merobohkan. Cin Liong yang maklum akan kelihaian lawan, menggerakkan tubuh dan pedangnya dengan tenang dan hati-hati, sebaliknya Sam-ok yang memang merasa gelisah karena maklum bahwa pihaknya kalah kuat dan telah terkepung, menyerang dengan penuh nafsu. Melihat betapa pertahanan pemuda itu amat tangguhnya, dia menjadi penasaran.

Tiba-tiba, ketika kedua senjata itu saling bertemu di udara, Sam-ok menggerakkan pergelangan tangannya, dan senjata rantai batu hitam itu segera bergerak membelit-belit pedang di tangan Cin Liong, seperti seekor ular. Kedua senjata itu tak dapat terlepas kembali dan mereka kini saling tarik-menarik dan tiba-tiba kaki kanan Cin Liong terpeleset karena dia menginjak batu yang basah dan licin. Pemuda itu terjatuh miring di atas tanah. Tentu saja semua temannya menahan teriakan kaget melihat hal ini.

Melihat kesempatan yang amat baik baginya ini, Sam-ok menjadi girang sekali dan dia pun lalu menubruk ke bawah, tangan kirinya bergerak mencengkeram ke arah kepala pemuda itu! Hebat bukan main serangan ini dan semua orang tahu bahwa sekali kepala itu terkena cengkeraman jari-jari tangan yang kuat itu, tentu pemuda itu akan tewas seketika!

Melihat ini, Ci Sian tentu sudah meloncat kalau saja suhengnya tidak memegang lengannya. Hong Bu juga mengepal tinju dan matanya melotot memandang ke arah sahabatnya itu yang rebah miring dan kepalanya terancam cengkeraman yang mengandung ancaman maut itu.

Sam-ok tidak tahu, juga para ahli silat di situ tidak ada yang tahu bahwa ketika terjatuh tadi, otomatis Cin Liong mengatur gerakan jurus dari ilmu silat sakti Sin-liong Hok-te. Ilmu silat ini memang meminjam kekuatan bumi dan dilakukan dengan banyak mendekam di atas tanah.

Maka ketika Sam-ok menyerangnya dengan cengkeraman tangan ke arah kepalanya, sebenarnya Cin Liong sudah siap siaga dengan jurus ilmu silatnya yang ampuh. Dia cepat menggerakkan kepalanya menyingkir dan tangan Sam-ok itu kini mencengkeram pundaknya dan pada saat itu juga, tiba-tiba dari bawah, tangan kiri pemuda ini meluncur dengan dahsyat mengirim serangan-serangan pukulan mendadak.

“Dessss....!”

Terdengar gerengan serak dari mulut Sam-ok ketika tubuh raksasa itu terlempar sampai tiga meter lebih, terbanting jatuh ke atas tanah! Sam-ok merangkak bangun, berdiri dan terhuyung-huyung, memandang dengan mata melotot kearah Cin Liong, tangan kiri mencengkeram dadanya yang terpukul, tangan kanan mengangkat rantainya tinggi-tinggi, sikapnya seperti hendak menyerang. Akan tetapi, tiba-tiba mulutnya terbuka dan menyemburkan darah segar, kedua kakinya terkulai dan dia pun roboh menelungkup dan nyawanya melayang meninggalkan tubuhnya!

Cin Liong bangkit dan menyeringai, tangan kirinya memegangi pundak kanannya yang tadi kena dicengkeram lawan. Cu Kang Bu yang pandai dalam hal pengobatan, cepat meloncat mendekatinya dan memeriksa pundaknya. Untung hanya luka daging saja, dan tenaga sin-kang telah melindungi tulang pundak itu sehingga tidak remuk. Cu Kang Bu cepat memberi sebuah pel merah untuk ditelan oleh jenderal muda itu dan luka di pundaknya ditempeli koyok hitam.

Kemenangan jenderal muda ini disambut sorak-sorai oleh para pasukan, akan tetapi Toa-ok, Ji-ok, dan Hek-i Mo-ong mengerutkan alis dan muka mereka sebentar pucat sebentar merah. Tiba-tiba Ji-ok mengeluarkan pekik melengking nyaring dan ia sudah meloncat ke depan, lalu ia menoleh kepada Hek-i Mo-ong sambil berkata,

“Biarkan aku menebus nyawa Sam-te!”

Nenek bertopeng tengkorak ini adalah seorang datuk kaum sesat yang kejam sekali sehingga ia mampu memperoleh julukan Si Jahat ke Dua. Akan tetapi kini melihat betapa Sam-ok tewas di depan matanya, hatinya terasa seperti disayat dan ia sakit hati sekali. Kini, Ji-ok Kui-bin Nio-nio sudah berdiri tegak, tubuhnya yang kecil ramping seperti tubuh orang muda itu bergoyang-goyang, dadanya turun naik terbawa tarikan napas panjang karena kemarahannya, sepasang mata di balik topeng tengkorak itu seperti dua titik api yang mencorong, rambutnya yang sudah putih semua riap-riapan, sebagian menutupi muka tengkorak, kedua tangannya yang berkuku runcing bertolak pinggang, sikapnya menantang sekali.

“Bocah-bocah sombong, majulah dan terimalah kematian di tanganku!” bentaknya menantang.

Ci Sian melangkah maju dan berkata kepada suhengnya,
“Suheng, ia adalah satu-satunya wanita di pihak lawan seperti juga aku di pihak kita. Biarkan aku menghadapi iblis betina ini!”

Kam Hong mengerutkan alisnya. Tentu saja diam-diam dia merasa khawatir sekali akan keselamatan gadis yang amat dicintanya ini, dan dia pun tahu akan kelihaian Ji-ok. Akan tetapi, di antara lawan yang masih tinggal tiga orang, kiranya Ji-ok masih terhitung yang paling lemah dibandingkan dengan Toa-ok, dan Hek-i Mo-ong, dan selain itu, dia pun maklum bahwa sumoinya sekarang sama sekali tidak boleh disamakan dengan sumoinya setahun yang lalu.

Sumoinya telah mewarisi ilmu sin-kang dari Pulau Es ketika digembleng oleh pendekar sakti Suma Kian Bu, dan dibandingkan dengan dirinya, sumoinya hanya kalah setingkat saja. Maka dia pun merasa yakin bahwa sumoinya akan mampu menandingi Ji-ok Kui-bin Nio-nio. Maka dia pun mengangguk.

“Hati-hati, Sumoi. Hadapi ia dengan tenang saja, karena engkau tidak akan kalah!”

Katanya memperingatkan sumoinya bahwa menghadapi seorang datuk kaum sesat yang tentu saja memiliki banyak pengalaman bertanding dan juga mempunyai banyak tipu muslihat, harus dilakukan dengan penuh ketenangan dan kepercayaan kepada diri sendiri. Terburu nafsu menghadapi orang seperti Ji-ok ini bisa celaka sendiri. Ci Sian mengangguk dan tersenyum.

“Suheng, aku tidak akan membikin malu dan kecewa padamu,” katanya dan janji ini mengelus hati Kam Hong yang merasa terharu dan juga berbahagia sekali.

Ci Sian kini menghadapi Ji-ok dan ia telah mencabut suling emasnya. Dara ini sekarang telah menjadi seorang gadis dewasa. Wajahnya yang bulat manis itu masih membayangkan kelincahan dan kejenakaan, sinar matanya penuh keberanian dan senyum mulutnya masih membayangkan kenakalan remajanya walaupun sikapnya kini nampak tenang dan membayangkan kematangan pengalaman-pengalaman yang selama ini dihadapinya. Mukanya yang bulat itu nampak amat manis ketika diangkatnya suling melintang depan. dada dan matanya memandang kepada lawan dengan tajam, kedua kakinya agak terpentang dan jari telunjuk dan tengah tangan kiri menyentuh ujung sulingnya yang melintang.

Melihat bahwa yang maju dan hendak melawannya hanya seorang gadis yang nampaknya masih remaja itu, Ji-ok mengeluarkan suara tertawa mengejek, lalu ia mendengus dengan suara memandang rendah sekali, sikap yang disengaja untuk menjatuhkan nyali lawan.

“Hi-hik, bocah ini yang hendak menandingiku? Apakah tidak sayang kalau gadis secantik dan semuda ini harus mampus di tanganku? Bocah manis, lebih baik kalau lekas berlutut minta ampun dan nenekmu mungkin akan menaruh kasihan kepadamu!”

Ucapan ini selain hendak merendahkan dan mengecilkan nyali lawan, juga disengaja dikeluarkan untuk membakar hati lawan, agar marah, kemarahan yang mengawali pertandingan berarti merugikan sekali dan hal ini diketahui dengan baik oleh Ci Sian yang selain menerima gemblengan Kam Hong, juga pernah digembleng oleh seorang pendekar sakti seperti Suma Kian Bu. Maka, mendengar ucapan dan melihat sikap nenek itu, ia tetap tersenyum, bahkan mengambil sikap seperti seorang dewasa melihat tingkah laku seorang anak kecil yang nakal.

“Ji-ok Kui-bin Nio-nio,” katanya lantang, “Sudah lama aku mendengar bahwa engkau adalah seorang nenek yang amat kejam seperti siluman, banyak membunuh anak-anak kecil untuk kau hisap darah dan otaknya. Kejahatanmu sudah melampaui takaran dan engkau sudah layak untuk mati sampai seratus kali. Maka sekarang, sudah tiba saatnya engkau menebus dosa-dosamu di dasar neraka menyusul Sam-ok yang sudah mendahuluimu dan sedang menantimu di ambang pintu neraka. Bersiaplah engkau, wahai nenek iblis!”

Kini terjadilah senjata makan tuan. Senjata yang dipergunakan oleh Ji-ok, yaitu kata-kata untuk memancing kemarahan lawan, ternyata dipergunakan pula oleh Ci Sian yang cerdik. Dara ini maklum akan kelemahan lawan pada saat itu, maka ia sengaja mengingatkannya tentang kematian Sam-ok. Di luar kesadarannya sendiri, mendengar ucapan ini, Ji-ok teringat akan kematian Sam-ok dan ia menjadi marah bukan main.

Sambil mengeluarkan suara mendengus karena tidak mampu lagi mengeluarkan kata-kata saking marahnya, nenek ini sudah menggerakkan tubuhnya dan tangan kirinya yang berkuku panjang itu telah melakukan penyerangan dahsyat, mencengkeram ke arah muka Ci Sian!

Ci Sian tersenyum mengejek dan cepat mengelak sambil menggerakkan sulingnya menotok ke arah sambungan siku lengan nenek yang menyerangnya itu dari samping, memaksa Ji-ok untuk cepat menarik kembali lengannya yang melakukan penyerangan tadi. Mereka segera mulai serang-menyerang dengan sengit dan terjadilah perkelahian yang tidak kalah serunya dibandingkan dengan pertandingan pertama antara Cin Liong dan Sam-ok tadi.

Pelampiasan kemarahan merupakan pembuangan kekuatan batin yang amat besar, merupakan penghamburan energi yang sungguh sia-sia. Orang yang melampiaskan kemarahan melalui kata-kata keras atau tindakan-tindakan kekerasan, tentu akan merasa betapa sesudahnya dia akan kehabisan tenaga, lemas lahir batin. Oleh karena itu, orang yang mampu menghadapi nafsu-nafsu yang muncul seperti nafsu amarah, tanpa menghamburkan kekuatan dahsyat itu melalui pelampiasan, berarti akan menyimpan kekuatan batin yang kuat. Bukan mengendalikan kemarahan, melainkan menghadapinya dan memandangnya dengan wajar dan waspada dan sadar, tidak dikuasai olehnya. Pengendalian kemarahan hanya akan meredakan nafsu itu untuk sementara waktu saja.

Ji-ok telah dikuasai nafsu kemarahan sendiri, dan kemarahannya ini semakin melonjak saja ketika ia mendapatkan kenyataan betapa ia tidak mampu mengalahkan lawan yang dianggapnya masih bocah ingusan ini, betapapun ia telah mengerahkan seluruh tenaga dan memeras seluruh kepandaiannya.

Bahkan sebaliknya, serangan-serangan balasan dari suling emas itu sungguh membuat ia kadang-kadang terkejut dan beberapa kali nyaris terkena totokan ujung suling emas. Lebih dari itu pula, setelah lewat puluhan jurus, suling emas itu selain mengeluarkan serangan yang amat berbahaya, juga mengeluarkan suara melengking tinggi rendah seperti ditiup mulut yang tidak nampak, dan di dalam suara ini terkandung tenaga khi-kang yang amat kuat, membuat kepalanya pening dan pengumpulan tenaganya kadang-kadang membuyar!

Ji-ok yang biasanya amat yakin akan kemampuan sendiri, yang biasanya memandang rendah kepada pihak lawan, sekali ini merasa penasaran bukan main dan hal ini mendorong kemarahannya menjadi semakin memuncak sampai napasnya terengah-engah dan dari atas kepala yang penuh rambut putih itu mengepul uap putih yang tebal!

“Mampuslah engkau! Haiiittt....!”

Tiba-tiba nenek itu merendahkan dirinya untuk membiarkan suling itu meluncur lewat, lalu kakinya mengirim tendangan kilat ke arah dada Ci Sian. Bukan sembarang tendangan karena tendangan itu dilakukan sambil meloncat dan merupakan tendangan berantai, dilakukan oleh kaki bersepatu yang dilapisi besi meruncing itu. Bertubi-tubi kedua kaki itu menendang, dan setiap kaki dapat melakukan tendangan berantai sampai tiga empat kali mengarah bagian-bagian berbahaya dari tubuh lawan!

Terdengar suara “tak-tuk-tak-tuk” ketika Ci Sian mengelak dan menangkis dengan sulingnya sampai akhirnya nenek itu terpaksa menghentikan serangan tendangan berantai yang selain tidak berhasil, juga membuat kedua kaki yang terbungkus sepatu itu terasa nyeri bertemu dengan suling emas. Akan tetapi masih dua kali ia menendang dan sekali ini, dari pinggiran ujung sepatunya menyambar sinar kecil-kecil merah ke arah tubuh Ci Sian!

“Tring-tring-tring....!”

Paku-paku berwarna merah yang mengandung racun itu runtuh semua ketika tertangkis suling dan dengan marah Ci Sian memutar sulingnya, menggunakan jurus yang ampuh dari Kim-siauw Kiam-sut untuk balas menyerang. Gulungan sinar keemasan dari suling itu menghimpit dan nenek itu terpaksa berloncatan mundur karena terdesak oleh serangan suling berubi-tubi yang mengeluarkan bunyi melengking tinggi itu.

Untuk menghindarkan diri dari serangan suling bertubi-tubi yang sinarnya menggulung dirinya itu, terpaksa Ji-ok harus melempar tubuhnya ke belakang, ke atas tanah lalu ia bergulingan sampai jauh. Ketika Ci Sian yang melihat lawan bergulingan menjauhi ini mengejar dengan serangan sulingnya, dengan hati girang karena lawannya memperlihatkan kelemahan, tiba-tiba saja Ji-ok melakukan penyerangan dari bawah, mempergunakan ilmunya yang ampuh, yaitu Kiam-ci (Jari Pedang). Telunjuknya menusuk atau menotok, mengeluarkan suara bercicitan seperti tikus terjepit dan dari telunjuk tangannya itu keluarlah sinar berkilat yang mengandung hawa dingin sekali!

Melihat telunjuk lawan menuju ke arah tenggorokannya, dan merasakan hawa dingin yang menyambar, Ci Sian lalu menggerakkan tangan kirinya menangkis sambil mengerahkan Hwi-yang Sin-kang atau sin-kang yang mengandung hawa panas yang pernah dilatihnya dari Pendekar Pulau Es Suma Kian Bu.

“Tasss....!”

Pertemuan dua tenaga yang saling bertentangan itu merupakan benturan keras lawan keras. Akibatnya, keduanya terdorong ke belakang, Ji-ok merasa betapa seluruh lengannya tergetar dan panas sekali, sebaliknya Ci Sian cepat mengerahkan sin-kang untuk melawan hawa dingin yang menyusup ke tubuh melalui tangan yang menangkis tadi.

Betapapun, girang juga hati Ji-ok melihat betapa ilmunya yang hebat itu sempat membuat lawan tangguh ini terhuyung, maka ia pun sudah meloncat ke depan lagi sambil menyerang dengan ilmu Kiam-ci secara dahsyat dan bertubi-tubi.

Menghadapi serangan aneh dan amat berbahaya ini, Ci Sian cepat menggerakkan dan memutar sulingnya dengan tangan kanan, dan tangan kirinya membantu, bukan hanya untuk menangkis, melainkan juga untuk menyerang dengan pukulan-pukulan jarak jauh untuk mengimbangi serangan lawan. Tentu saja ia sudah mempergunakan tenaga gabungan Im dan Yang dari Pulau Es yang pernah diajarkan Suma Kian Bu kepadanya.

Kini pertandingan itu berjalan lebih seru, akan tetapi juga aneh karena jarak antara mereka agak jauh dan agaknya kedua tangan mereka tidak pernah saling menyentuh akan tetapi di antara dua orang wanita ini menyambar-nyambar hawa pukulan yang mengeluarkan bunyi bercicitan dan juga terasa betapa angin pukulan yang kadang-kadang dingin bukan main, kadang-kadang panas, menyambar-nyambar ke semua jurusan. Hebat memang perkelahian itu dan semua orang yang menonton menjadi kagum sekali.

Terutama Kam Hong, pendekar ini bangga bukan main. Sumoinya itu, setelah memiliki sin-kang gabungan dari Pulau Es, benar-benar menjadi seorang wanita yang amat hebat!