FB

FB


Ads

Senin, 06 Juli 2015

Suling Emas & Naga Siluman Jilid 049

“Suaramu tadi kaku dan wajahmu.... ah, aku berani bersumpah bahwa engkau tadi, baru saja, sedang dilanda kemarahan besar. Kenapa sih?”

Kam Hong merasa betapa wajahnya menjadi panas, maka cepat-cepat dia mengerahkan sin-kang untuk menahan agar wajahnya tidak berubah merah. Dia tersenyum lagi dan cepat mencari alasan untuk sikapnya tadi,

“Ah, aku hanya tidak setuju melihat sikap Nona Cu tadi, menarik-narik Hong Bu seperti itu....”

“Memang gadis banci itu amat menjemukan! Dia kelihatan begitu manja dan mesra kepada Hong Bu, seolah-olah....”

“Memang Nona itu amat mencinta Hong Bu, apakah engkau tidak dapat menduganya?”

Kam Hong berkata dengan cepat dan agaknya kata-kata ini merupakan berita menyenangkan yang harus disampaikan secepatnya kepada Ci Sian. Dara itu memandang kepada Kam Hong dengan alis berkerut, agaknya berita itu tidak menyenangkan hatinya.

“Hemm, bagaimana engkau bisa tahu, Suheng?” tanyanya, tidak rela membayangkan bahwa di antara pemuda seperti Hong Bu itu terdapat cinta kasih dengan gadis seperti Cu Pek In.

“Ahh, sudah nampak dengan jelas sekali, bagaimana aku tidak akan tahu? Lihat sikapnya, ketika memandang kepada Hong Bu, ketika bicara, dan cara dia menggandeng tangan pemuda itu....”

“Huh dasar banci tak tahu malu! Akan tetapi, belum tentu kalau Hong Bu juga cinta padanya, Suheng.”

Kini, Kam Hong mengerutkan alisnya. Memang demiklanlah kenyataan yang dilihatnya. Hong Bu agaknya tidak mencinta Pek In, sebaliknya dia khawatir kalau pemuda itu jatuh cinta kepada Ci Sian. Akan tetapi dia tidak mau bicara tentang ini.

“Entah, Sumoi. Akan tetapi, harus kuakui bahwa Hong Bu memiliki ilmu kepandaian yang hebat sekali....”

“Aku sudah tahu, Suheng. Aku pernah mendengar suara pedangnya yang mengaung-aung ketika aku lewat di sini, suara itu keluar menembus batu besar yang menutup guha ini. Dan dia mendorong batu besar ini dengan satu tangan saja. Sekarang aku tahu bahwa dia.... sengaja membiarkan dirinya kena pukul olehku kemarin....”

“Engkau memukulnya?”

Ci Sian lalu menceritakan pertemuannya dengan Hong Bu yang mengira dia Pek In sedangkan dia sendiri menyangka Kam Hong yang berada di balik batu.

“Kami memang saling mengenal begitu bertemu muka, Suheng. Akan tetapi ketika dia mengaku bahwa dia adalah murid keluarga Cu, aku segera menganggapnya musuh dan menyerangnya. Dia tidak pernah melawan, akhirnya aku dapat memukul dadanya sampai dia terpelanting, dan lalu kami berbaik. Sekarang aku tahu bahwa dia agaknya kemarin sengaja membiarkan dirinya terpukul. Suheng, dia adalah murid keluarga Cu itu! Dialah yang mewarisi pedang pusaka itu, juga ilmu pedang pusaka....”

“Benar sekali kuduga akan hal itu ketika aku tahu bahwa dia adalah suheng Nona Cu. Dan melihat cara dia bermain pedang, aku pun dapat menduga bahwa tentu itulah ilmu yang dimaksudkan oleh Cu Han Bu. Hemm.... Ilmu Koai-liong Kiam-sut itu memang hebat dan agaknya memang dapat merupakan lawan tangguh sekali dari Kim-siauw Kiam-sut kita, Sumoi.”






“Tidak mungkin!”

“Apa maksudmu, Sumoi”

“Tidak mungkin Hong Bu mau memusuhi kita! Dia seorang yang baik, tidak seperti keluarga Cu.”

Kam Hong menarik napas panjang lagi. Kenapa hatinya merasa tidak enak mendengar dara ini memuji diri Hong Bu? Padahal, dia sendiri pun harus mengakui kebenaran ucapan itu. Hong Bu adalah seorang pemuda yang gagah perkasa dan baik.

“Mungkin saja dia sendiri tidak, akan tetapi bagaimana kalau masih ada anggauta atau murid keluarga Cu yang lain, yang memiliki ilmu pedang itu dan kelak berusaha mengalahkan Kim-siauw Kiam-sut kita!”

“Akan kita hadapi! Kim-siauw Kiam-sut kita tidak harus kalah!”

“Bagus sekali semangat itu, Sumoi. Akan tetapi untuk membuktikan hal itu, ada syaratnya, yaitu bahwa kita harus mempelajari ilmu kita sebaik mungkin sampai sempurna. Nah, mulai sekarang kau tekunlah berlatih, Sumoi.”

“Baik, Suheng.”

“Dan aku pun akan kembali ke timur, bagaimana.... bagaimana dengan engkau, Sumoi?”

“Ke timur....?” Ci Sian terkejut karena tak pernah terpikirkan olehnya bahwa dia akan mendengar kata-kata ini. “Kenapa Suheng?”

“Aih, Sumoi, apakah engkau lupa? Aku datang ke tempat ini sebetulnya adalah untuk mencari Yu Hwi, seperti pernah kuceritakan kepadamu. Sekarang setelah kutemukan dia dan engkau mendengar sendiri janjinya untuk pulang mengunjungi kakeknya agar urusan pertalian antara dia dan aku dapat diputuskan secara resmi dan terhormat.”

“Ke manahah engkau hendak pergi, Suheng?”

“Ke Pegunungan Tai-hang-san. Di sana tinggal kakek dari Yu Hwi yang pernah membimbingku sebagai guru, yaitu Sai-cu Kai-ong, juga kini tinggal pula Sin-siauw Sengjin, kakek tua yang seperti kakekku sendiri. Kakek inilah satu-satunya orang seperti keluargaku, sungguh pun antara kami tidak ada hubungan darah. Dia adalah keturunan dari orang yang pernah menjadi pembantu nenek moyangku, dan dia pulalah yang dengan setia menyimpan dan mewarisi ilmu-ilmu dari nenek moyangku untuk kemudian diturunkan kepadaku. Aku berhutang budi banyak sekali kepada dua orang kakek itu. Dan karena Kakek Sin-siauw Sengjin kini tinggal pula di Tai-hang-san, tidak berjauhan dengan Suhu Sai-cu Kai-ong, maka mudah bagiku untuk pergi mengunjungi mereka berdua.”

“Selain mereka, engkau tidak mempunyai keluarga lainnya?”

Kam Hong menggeleng kepala.
“Aku tidak mempunyai keluarga lain lagi. Sumoi, aku hendak pergi meninggalkan daerah yang dingjn bersalju ini, ke timur di mana dunia penuh dengan sinar matahari. Maukah.... kau ikut bersamaku, Sumoi? Tidak! Bahkan aku akan senang sekali kalau engkau bersamaku, Sumoi. Ataukah.... engkau ingin mengunjungi orang tuamu.... aku boleh mengantarmu....”

“Tidak, aku tidak sudi bertemu dengan Ayahku! Aku akan ikut dengan Suheng, karena hanya engkau seoranglah yang kupunyai di dunia ini.”

Wajah yang tampan dan biasanya tenang itu nampak gembira sekali, sepasang matanya bersinar-sinar dan bibirnya tersenyum.

“Bagus, Sumoi! Dan kita akan berlatih silat disepanjang jalan. Mari kita pergi!”

Demikianlah, dua orang itu, yang menjadi suheng dan sumoi secara kebetulan saja, yang mempunyai nasib yang sama, yaitu tidak mempunyai keluarga lagi di dunia ini yang boleh mereka tumpangi, kini melakukan perjalanan menuju ke timur, meninggalkan barisan Pegunungan Himalaya yang penuh dengan keajaiban itu.

**** 049 ****