FB

FB


Ads

Senin, 06 Juli 2015

Suling Emas & Naga Siluman Jilid 042

Suara ketawa yang halus nyaring ini tentu saja seperti halilintar memecah kesunyian yang menegangkan itu sehingga semua orang memandang kepadanya. Ci Sian berjebi, bibirnya yang kecil mungil dan merah itu meruncing dan dia memandang kepada Yu Hwi dan Kang Bu, lalu berkata dengan suara mengejek sekali.

“Laki-laki yang merebut calon isteri orang dan perempuan yang sudah bertunangan masih bergandeng tangan dengan laki-laki lain, sungguh merupakan pasangan yang setimpal sekali!”

Bukan main hebatnya ejekan ini yang ditujukan kepada Kang Bu dan Yu Hwi. Wajah Yu Hwi sampai menjadi pucat dan wajah Kang Bu menjadi merah bukan main dan tangan mereka yang saling bergandengan itu tiba-tiba terlepas.

“Ci Sian....!”

Kam Hong menegur karena dia merasa betapa ejekan itu melampaui batas, terlalu kasar dan menusuk perasaan walaupun dia mengerti bahwa dara itu melakukan ejekan karena kasihan kepadanya dan marah kepada Yu Hwi dan pria gagah perkasa itu.

“See-thian Coa-ong....” terdengar suara Kang Bu dalam dan berat, menggetar dan membuat jantung yang mendengarnya ikut tergetar, “Kalau engkau tidak mampu menghajar mulut muridmu, biarlah aku yang akan menghajarnya. Dia menghina orang keterlaluan!”

Dan tiba-tiba saja tangannya bergerak ke depan, dan dia sudah menampar kearah Ci Sian! Betapapun Ci Sian memiliki gerakan cepat, namun dia sama sekali tidak mampu mengelak lagi dan hanya terbelalak. Pada saat itu, See-thian Coa-ong meloncat dan menangkis.

“Desss....!” Tubuh kakek itu terbanting keras ke atas tanah sampai bergulingan!

“Hemm, engkau malah melindungi muridmu yang kurang ajar itu?” kata pula Kang Bu dan kembali dia hendak menyerang Ci Sian, kini bahkan meloncat ke depan.

Akan tetapi tahu-tahu di depannya sudah berdiri Kam Hong. Kang Bu sengaja tidak mempedulikan orang ini dan tangan kirinya menampar ke arah Ci Sian yang lari berlindung ke belakang Kam Hong. Kam Hong berkata,

“Sabarlah, Sobat!” Dan dia pun menangkis.

“Dukkk!”

Dua lengan beradu dan akibatnya keduanya bergetar, akan tetapi tubuh Kam Hong sama sekali tidak terguncang dan dia memandang dengan sinar mata dingin.

“Hemm, tadi pun engkau sudah mengajakku main-main, apakah artinya ini? Dara remaja itu tidak salah karena apa yang dikatakan itu adalah kenyataan belaka. Apakah benar-benar engkau hendak mencampuri urusan antara dua orang yang sejak kecil sudah dijodohkan untuk menjadi calon suami isteri?” kata Kam Hong sambil memandang tajam.

Kang Bu merasa serba salah. Akan tetapi dia adalah seorang yang jujur, tidak mau berpura-pura karena sopan santun, dan dia suka bertindak atau mengucapkan apa yang terkandung di dalam hatinya.

“Engkau tentu yang bernama Kam Hong, tunangan Yu Hwi, bukan? Nah, terus terang saja, aku sudah mendengar tentang engkau dan ketahuilah bahwa Yu Hwi tidak suka menjadi tunanganmu, dan kami berdua saling mencinta. Aku akan melindunginya, kalau perlu mempertaruhkan nyawaku untuk itu!”

“Hemm, caramu kasar sekali, sobat!” Kam Hong mencela.

“Tidak peduli, aku sudah bicara terus terang! Kalau engkau hendak memaksa dia, nah biarlah kita memperebutkan dia melalui kepalan atau ujung senjata. Kita adalah laki-laki, tidak perlu kiranya banyak bicara!”

Setelah berkata demikian, Kang Bu memasang kuda-kuda dan siap untuk berkelahi. Tubuh Cu Kang Bu memang tinggi besar dan kokoh kuat, dan kini dia berdiri dengan tubuh tegak, kedua kaki dipentang lebar, kedua tangan tergantung di kanan kiri tubuhnya, agak ditekuk sikunya dan nampak jari-jari tangannya menggetar, tanda bahwa tenaga sin-kang dari dalam pusarnya telah mengalir ke seluruh tuhuh, siap untuk dipergunakan menghadapi lawan! Wajahnya membayangkan kemarahan dan kejujuran, kasar namun terbuka sesuai dengan wataknya.

Sebaliknya, Kam Hong sejak kecil telah terdidik dengan budi pekerti dan sopan santun, juga dia telah mendalami kitab-kitab Su-si Ngo-keng, juga pelajaran-pelajaran tentang kebatinan dan kesusastraan. Maka sikap Cu Kang Bu itu terasa amat kasar dan tidak sopan baginya, sungguhpun sebagai seorang yang berjiwa pendekar dia amat menghargai kejujuran orang itu.

Melihat betapa kekasihnya itu telah memasang kuda-kuda dan menantang Kam Hong berkelahi, hati Yu Hwi merasa khawatir juga. Memang dia tidak mau dijodohkan dengan Kam Hong, akan tetapi hal ini bukan karena dia membenci Kam Hong, melainkan karena kekecewaannya. Dahulu dia tergila-gila kepada Siluman Kecil yang dalam hal ilmu kepandaian jauh lebih tinggi daripada tingkat Siauw Hong atau Kam Hong, maka kenyataan bahwa dia dijodohkan dengan pemuda ini sedangkan dia jatuh cinta kepada Siluman Kecil amat mengecewakan hatinya.

Andaikata dia dulu tidak jatuh cinta lebih dulu kepada Siluman Kecil yang dikaguminya, belum tentu dia akan menolak perjodohan yang ditentukan oleh orang-orang tua itu. Dan kini, dia telah melakukan pilihan hatinya lagi, yaitu kepada Cu Kang Bu, pria yang dianggapnya amat gagah perkasa. Maka melihat betapa Kang Bu menantang Kam Hong, dia merasa khawatir dan dia tidak menghendaki Kang Bu bertempur melawan Kam Hong, yang bagaimanapun juga tidak mempunyai kesalahan apa-apa kepadanya. Wajarlah kalau Kam Hong yang ditunangkan dengan dia kini datang mencarinya dan mengajaknya pulang.

“Sam-susiok....!” Dia berteriak sambil mendekati Kang Bu dan menyentuh lengannya. “Jangan berkelahi....!”

Mendengar ini, Kam Hong menjadi terheran-heran.
“Hemm, Susioknya, ya?” katanya dengan suara dingin karena dianggapnya amat aneh dan janggal kalau kini tunangannya itu jatuh cinta dengan susioknya sendiri.

Bagi dia yang telah memiliki dasar pelajaran tata susila, seorang susiok (paman guru) tiada bedanya dengan seorang paman sendiri, maka tidaklah pantas kalau terjadi hubungan cinta antara seorang keponakan dan seorang pamannya sendiri.






Mendengar kata-kata yang nadanya mencela atau mengejek itu, Cu Kang Bu memandang kepada tunangan kekasihnya dengan sinar mata mencorong dan dia pun berkata dengan suara lantang.

“Benar, dia adalah murid Toaso-ku! Dia adalah murid keponakanku, akan tetapi kami saling mencinta dan kami hendak menikah. Hayo, kalau engkau memang seorang jantan, hadapi aku sebagai laki-laki sejati!”

Kam Hong tersenyum.
“Hemm, lagaknya seperti seorang jagoan tukang pukul di pasar saja, padahal, kalau aku tidak keliru mendengar tadi, engkau adalah seorang tokoh besar dari Lembah Suling Emas yang berjuluk Ban-kin-sian. Tidak tahu apa hubungannya lembah tempat tinggalmu itu dengan Suling Emas! Kalau tokohnya hanya seorang laki-laki yang sekasar engkau, aku menyangsikan apakah suling yang kalian pakai sebagai nama itu benar-benar terbuat daripada emas, ataukah hanya tembaga yang diselaput emas?”

Ucapan Kam Hong ini selain hendak menyelidiki tentang Lembah Suling Emas, juga sebagai ejekan karena hatinya mulai panas melihat orang menantangnya tanpa ada perkaranya, hanya karena orang ini mengaku cinta kepada Yu Hwi.

“Engkau laki-laki cerewet seperti nenek-nenek! Hayo maju kalau engkau berani?”

Cu Kang Bu yang tidak pandai bicara itu semakin marah. Akan tetapi pada saat itu, Cu Han Bu sudah melangkah maju dan menjura ke arah Kam Hong. Gerakan kedua tangannya memberi hormat itu mendatangkan suara bersuit nyaring sehingga diam-diam Kam Hong terkejut sekali dan dia sudah siap menjaga diri dengan mengangkat kedua tangannya pula kedepan dada.

Akan tetapi sambaran angin itu tiba-tiba berhenti di tengah jalan dan hal ini membuat Kam Hong kagum bukan main. Hanya orang yang sudah amat kuat sin-kangnya saja mampu menguasai gerakan angin tenaga yang keluar dari gerakan tangan semacam itu, maka dia mulai memperhatikan orang ini.

Seorang pria yang usianya empat puluh lima tahun kurang lebih, berpakaian sederhana sekali seperti seorang petani, bertubuh sedang dan tegap, rambutnya tidak dikuncir seperti kebiasaan orang-orang pada waktu itu melainkan digelung ke atas dan di kanan kiri kepalanya sudah terdapat banyak uban, akan tetapi sepasang matanya yang bersinar lembut itu mengandung wibawa yang dingin dan kadang-kadang mencorong seperti mata harimau.

“Perkenankan saya Cu Han Bu mintakan maaf terhadap sikap adik saya Cu Kang Bu. Maklumlah, orang yang sedang jatuh cinta kadang-kadang berkurang kesadarannya dan mudah marah kalau orang yang dicintanya terancam atau tersinggung. Akan tetapi, Saudara tadi menyinggung-nyinggung tentang Lembah Suling Emas. Ketahuilah bahwa kami keluarga lembah, sejak turun-temurun adalah orang-orang yang menjunjung tinggi keluarga Suling Emas yang menjadi nenek moyang kami, maka Saudara yang telah berani meremehkan keluarga Suling Emas, agaknya memiliki kepandaian yang berarti. Maka, biarlah sekarang adikku Cu Kang Bu mencoba kepandaianmu, bukan untuk membela kekasih, melainkan untuk membela nama Lembah Suling Emas. Tentu saja kalau Saudara berani menyambutnya."

Tadinya Kam Hong sudah hendak minta maaf dan tidak melayani tantangan itu, akan tetapi tak disangkanya sikap sopan dan hormat dari orang itu ditutup dengan ucapan yang kembali mengobarkan kemarahannya. Kalimat “tentu saja kalau Saudara berani menyambutnya” merupakan tantangan yang tak dapat ditawar-tawar lagi! Maka tersenyumlah dia, senyum yang pahit.

“Jadi kalian adalah keturunan Suling Emas? Hemm, agaknya keluarga kalian terlalu memandang tinggi kepandaian sendiri, maka mudah saja menantang semua orang. Baiklah, kalau urusannya untuk mempertahankan nama dan menantang pibu, aku menerimanya, asal bukan untuk memperebutkan wanita!”

Sambil berkata demikian, dia mengerling ke arah Yu Hwi yang menjadi merah mukanya dan gadis ini pun lalu melangkah mundur, membiarkan kekasihnya menghadapi tunangannya yang sah itu.

Dua orang pendekar itu sudah saling berhadapan. Kang Bu tetap memasang kuda-kuda seperti tadi, sedangkan Kam Hong berdiri biasa saja, namun seluruh urat syaraf di tubuhnya sudah menegang dan bergetar. Tiba-tiba Ci Sian melangkah maju dan berkata dengan suara lantang,

“Nanti dulu, Paman Kam Hong!”

Suasana yang amat tegang itu menjadi kendur kembali dan semua mata ditujukan kepada dara lincah itu yang telah berani menghentikan dua orang sakti yang hendak mengadu ilmu.

“Paman, kita harus berhati-hati menghadapi mereka ini! Orang-orang yang telah berani menggunakan nama orang lain sebagai nenek moyangnya tentu merupakan orang-orang yang tidak boleh dipercaya! Paman hanya seorang diri saja sedangkan mereka ini begini banyak. Jangan jangan Paman akan dikeroyok nanti, maka sebaiknya diadakan perjanjian lebih dulu. He, orang Lembah Suling Emas! Bagaimana kalau kalian bersumpah dulu bahwa kalian tidak akan mengeroyok Paman Kam Hong?”

Mendengar ucapan ini, See-thian Coa-ong berseru,
“Aihh, Ci Sian..... apakah engkau mau mati? Engkau tidak mengenal siapa Kim-siauw-kok-san-cu dan keluarga nya! Mereka adalah pendekar-pendekar sakti yang tak pernah terkalahkan, yang gagah perkasa dan yang tidak pernah mencampuri urusan dunia, nama mereka bersih laksana air gunung!”

Tiba-tiba terdengar suara,
“Han-ko, apakah yang telah terjadi?”

Dan belum juga gema suara itu lenyap, orangnya sudah nampak di situ seolah-olah dia pandai menghilang saja!

Inilah Cu Seng Bu, orang kedua dari keluarga Lembah Suling Emas dan tokoh ini memang memiliki kelebihan diantara saudara-saudaranya dalam hal gin-kang. Gerakannya amat cepat sehingga tadipun suaranya telah datang dan masih bergema ketika tubuhnya tahu-tahu telah berada di situ tanpa nampak bayangan!

Melihat ini, See-thian Coa-ong yang tadi kata-katanya terputus, kini melanjutkan kata-kata yang ditujukan sebagai teguran kepada muridnya itu,

“Ah, ah.... kini lengkaplah sudah dan mataku yang memang hari ini untung besar, Ci Sian, lihatlah baik-baik dan kenalilah orang-orang sakti di masa ini. Pemilik Lembah Suling Emas yang pertama itu adalah pendekar Cu Han Bu yang berjuluk Kim-kong-sian (Dewa Sinar Emas), dan yang kedua dan baru datang ini adalah Cu Seng Bu yang berjuluk Bu-eng-sian (Dewa Tanpa Bayangan), kemudian yang ketiga dan tinggi besar itu adalah pendekar Cu Kang Bu yang berjuluk Ban-kin-sian (Dewa Bertenaga Selaksa Kati). Mereka adalah tiga saudara sakti majikan-majikan Lembah Suling Emas, maka jangan kau bicara sembarangan, mana mungkin akan terjadi pengeroyokan?”

“Ah, Suhu hanya terkesan oleh julukan-julukan! Biarpun julukannya dewa, apa dikira dewa tidak ada yang jahat? Buktinya tadi susiok yang berpacaran dengan murid keponakannya sendiri hendak membunuhku!”

“Ci Sian, sudahlah. Aku percaya bahwa mereka tidak terlalu pengecut untuk mengeroyokku. Pula, siapa yang takut dikeroyok?”

“Bagus!” Ci Sian bertepuk tangan memuji. “Itu baru suara seorang gagah sejati! Hayo, kalian penghuni-penghuni Lembah Suling Emas, kalian keroyoklah Paman Kam Hong kalau kalian memang tebal muka!”

“Bocah bermulut kotor!” Tiba-tiba Yu Hwi membentak dan melotot kepada Ci Sian.

“Daripada banyak mulut, mari kita lanjutkan pertempuran tadi sampai seorang diantara kita mampus dan tidak dapat mengoceh lagi!”

“Yu Hwi, kau mundurlah dan jangan layani anak-anak. Sobat Kam Hong, benar seperti yang dikatakan oleh Han-ko tadi, mari kita saling menguji kepandaian untuk menebus kelancanganmu merendahkan keluarga kami tadi,” kata Cu Kang Bu sambil mendorong kekasihnya mundur dengan halus. Suaranya kini tenang dan sabar dan hal ini dianggap berbahaya oleh Kam Hong, maka dia pun tidak berani memandang rendah.

“Silahkan, aku sudah siap sejak tadi.”

“Kang-te (Adik Kang), hati-hatilah, lawanmu ini bukan orang lemah,” kata Cu Seng Bu kepada adiknya.

“Aku mengerti, Seng-ko,” jawab adiknya.

Dua orang pendekar itu segera saling mendekati dan semua orang memandang dengan penuh perhatian dan hati tegang, karena betapapun tenang sikap mereka berdua, semua maklum bahwa di balik pibu ini terdapat semacam “perebutan” atas diri Yu Hwi!

Yu Hwi sendiri merasakan hal ini dan wajahnya menjadi merah sekali, jantungnya berdebar.... girang dan bangga! Dia merasa bagaikan seorang puteri yang diperebutkan oleh dua orang pahlawan perkasa seperti yang terjadi dalam dongeng!

Memang naluri kewanitaan selalu mendorong perasaan hati wanita untuk condong ke arah ingin dicinta, ingin dikagumi, ingin dimanja, ingin diperhatikan dan tentu saja kesemuanya itu memuncak apabila dirinya diperebutkan! Dan dia tidak merasa khawatir karena dia maklum benar akan kelihaian kekasihnya, Cu Kang Bu. Dia sendiri sudah merasakan betapa saktinya pemuda ini sehingga dia sendiri, yang sejak kecil telah menerima latihan ilmu-ilmu silat tinggi seperti tidak mampu apa-apa berhadapan dengan Cu Kang Bu.

Dan apakah kepandaian Kam Hong? Dahulu, ketika dia mengenalnya sebagai Siauw Hong, kepandaian pemuda itu tidak banyak selisihnya dengan kepandaiannya sebelum dia menjadi murid Cui-beng Sian-li Tang Cun Ciu, bahkan mungkin dia masih unggul sedikit. Andaikata sekarang kepandaian pemuda itu sudah meningkat maju sekalipun, rasanya tidak mungkinlah kalau akan mampu menandingi ilmu kepandaian Cu Kang Bu yang dia anggap tidak akan kalah oleh Pendekar Siluman Kecil sekalipun!

Kam Hong mengerti bahwa lawannya ini merupakan seorang yang memiliki kepandaian tinggi, merupakan lawan terpandai yang pernah dijumpai dan merupakan orang pertama yang baik sekali untuk dipakai menguji ilmu-ilmu yang baru saja dipelajarinya secara tekun sekali dari catatan di tubuh jenazah kakek kuno, selama lima tahun di tempat sunyi itu.

“Majulah!” katanya tenang sambil menghadapi dan menatap wajah lawan.

“Tidak, aku mewakili keluarga Lembah Suling Emas sebagai fihak tuan rumah, engkau mulailah, sobat.” jawab Kang Bu.

Kam Hong tersenyum. Kalau dia tidak ingat lagi tentang urusan Yu Hwi, tentu dia akan merasa kagum dan suka kepada keluarga yang sikapnya gagah ini.

“Nah, sambutlah seranganku!” katanya lalu tubuhnya sudah bergerak ke depan.

Dia mulai dengan tamparan tangan kirinya yang dilakukan dengan kecepatan luar biasa sehingga tahu-tahu tangan pendekar ini sudah menyambar ke arah leher lawan. Sebelum dia mempelajari ilmu-ilmu yang mujijat dari catatan di tubuh jenazah kuno, sebetulnya Kam Hong sudah memiliki kepandaian yang luar biasa.

Seperti diketahui, di waktu dia masih remaja telah digembleng oleh seorang tokoh besar dunia persilatan, yaitu Sai-cu Kai-ong yang menurunkan ilmu-ilmu silat tinggi Khong-sim Sin-ciang sebagai ilmu warisan dari Khong-sim Kai-pang kepadanya, di samping Ilmu Sai-cu Hok-ang yang dilakukan dengan pengerahan khi-kang pada suara sehingga dapat mengeluarkan suara gerengan singa yang melumpuhkan lawan yang kurang kuat sin-kangnya.

Kemudian dia digembleng oleh Sin-siauw Seng-jin, yaitu kakek keturunan pelayan keluarga Suling Emas yang menjadi pemegang pusaka ilmu-ilmu Suling Emas, dan kakek ini dengan penuh kesungguhan menurunkan semua ilmu-ilmu itu kepada Kam Hong sebagai keturunan terakhir keluarga Kam, yaitu keluarga Suling Emas. Dari mendiang Sin-siauw Seng-jin ini Kam Hong mewarisi ilmu-ilmu yang luar biasa hebatnya, yaitu Hong-in Bun-hoat, Pat-sian Kiam-hong-hoat, Kim-kong Sin-in, dan Lo- hai San-hoat.

Dengan ilmu-ilmu silat yang amat tinggi itu saja sebetulnya dia telah merupakan seorang tokoh yang akan sukar dicari tandingannya, apalagi setelah dia menemukan rahasia peninggalan jenazah kuno pembuat suling emas itu!

Kim-siauw Kiam-sut merupakan ilmu pedang yang memang khusus diciptakan oleh pembuat suling itu untuk dimainkan dengan suling emas buatannya sehingga merupakan ilmu pedang yang luar biasa dahsyatnya, sedangkan ilmu meniup suling yang diajarkan melalui catatan rahasia di tubuhnya itu pun merupakan ilmu tinggi yang memperkuat khi-kang hebat pula.

Cu Kang Bu adalah seorang pemuda yang sejak kecil tekun mempelajari ilmu-ilmu warisan keluarganya, ilmu-ilmu silat kuno simpanan yang jarang dilihat di dunia persilatan. Dalam keluarganya, antara kakak beradik yang tiga orang itu, kiranya Cu Han Bu yang lebih tinggi setingkat kepandaiannya, akan tetapi mereka memiliki keistimewaan masing-masing dan Cu Kang Bu terkenal dengan kekuatan tubuhnya yang hebat sehingga dia dijuluki Ban-kin-sian atau Dewa Bertenaga Selaksa Kati, sesuai dengan tubuhnya yang tinggi besar.

Biarpun dia merupakan seorang pemuda perkasa yang kasar dan jujur, namun dia bukanlah orang bodoh dan dia tidak memandang rendah lawan karena dia dapat menduga bahwa bekas tunangan kekasihnya ini bukan seorang yang lemah.

Maka begitu melihat tamunya sudah mulai menyerang dengan tamparan tangan kiri yang menyambar cepat kearah lehernya, dia pun sengaja mengerahkan tenaganya yang besar pada lengan kanan dan menangkis sambil membuat gerakan memutar. Maksudnya adalah untuk mengadu tenaga dan kekuatan yang ditimbulkan oleh lengan yang diputar itu amat dahsyat, dapat mematahkan tulang lengan lawan yang ditangkisnya. Pendeknya dia mengandalkan kekuatannya untuk mengadu tenaga dan mengalahkan lawan dalam segebrakan saja atau setidaknya dia akan dapat mengukur sampai di mana kekuatan Kam Hong.

Melihat tangkisan kasar ini, Kam Hong tersenyum dan tahulah dia apa yang dikehendaki oleh lawan. Dengan tenang dia melanjutkan tamparannya tanpa mempedulikan tangkisan itu.

“Plakk!”

Tangkisan itu keras dan kuat bukan main. Lengan kanan Cu Kang Bu yang menangkis itu seolah-olah berobah menjadi tongkat baja yang keras dan kuat, yang bukan hanya akan dapat mematahkan tulang, bahkan senjata besi pun kiranya akan dapat dibikin patah atau melengkung.

Akan tetapi, ketika lengan itu bertemu dengan lengan Kam Hong, wajah Cu Kang Bu berobah, matanya terbelalak karena dia merasa betapa lengannya yang keras bertemu dengan benda yang lunak dan lentur sehingga lengannya itu membalik seolah-olah sepotong besi memukul karet saja!

Mengertilah dia dengan kaget bukan main bahwa lawannya telah memiliki tenaga sin-kang yang amat tinggi tingkatnya, yang mampu mempergunakan tenaga lemas sedemikian rupa sehingga di balik kelunakan itu terdapat kekuatan dan keuletan yang amat ampuh sehingga dia tidak mungkin lagi dapat mengandalkan kekuatan tenaga besar.

“Bagus!”

Pujinya dan dia pun kini membalas dengan pukulan-pukulan dahsyat yang datangnya beruntun dan setiap pukulan mengandung hawa pukulan dahsyat, juga kedua tangan yang memukul itu berobah-robah, kadang-kadang terkepal, kadang-kadang terbuka jari-jari tangannya, sedangkan dari kedua tangan itu menyambar hawa pukulan yang kadang-kadang keras, kadang-kadang lemas, terasa hawa yang kadang-kadang panas dan kadang-kadang dingin!

“Hemmm....!”

Kam Hong berseru kaget dan juga kagum. Dia memang sudah menyangka akan kelihaian lawan, akan tetapi apa yang diperlihatkan lawan dalam serangkaian serangan ini benar-benar merupakan ilmu yang amat tinggi dan berbahaya. Maka dia pun lalu cepat menyambutnya dengan mainkan ilmu silat tangan kosong Khong-sim Sin-ciang. Ilmu silat warisan dari Khong-sim Kai-pang ini mengandalkan kepada kekosongan untuk melawan yang berisi, atau mengandalkan keluwesan menghadapi kekasaran, mengandalkan kelembutan menghadapi kekerasan.

Karena lawannya menyerang dengan kekerasan, maka yang paling tepat baginya untuk menghadapi serbuan itu adalah Ilmu Silat Khong-sim Sin-ciang itulah. Dan memang sesungguhnya, semua serbuan itu seolah-olah tenggelam tak berbekas, semua serangan dapat dielakkan atau ditangkis dengan mudah sehingga dalam serangkaian serangan yang tidak kurang dari dua puluh jurus banyaknya, Cu Kang Bu sama sekali tidak berhasil mengenai tubuh lawannya.

Tiba-tiba Cu Kang Bu berseru nyaring dan seruan itu melengking seperti suara suling! Kam Hong terkejut bukan main. Itulah suara lengkingan yang didasari khikang yang mirip dengan yang dipelajarinya, hanya tingkatnya masih belum begitu tinggi, namun sudah tentu akan dapat menggetarkan perasaan orang yang kurang kuat sin-kangnya jika diserang oleh suara ini.

Kang Bu melengking dan terus menubruk, kini gerakan-gerakannya seperti seekor harimau, kedua lengannya juga ditekuk di bagian siku, pergelangan tangan dan buku-buku jari, persis menyerupai cakar harimau. Itulah semacam Houw-kun (Ilmu Silat Harimau) yang hebat, karena kalau Ilmu Silat Harimau itu biasanya mengandalkan tenaga otot dan jari-jari terlatih saja, kini didasari tenaga sin-kang yang amat kuat sehingga sebelum “cakaran” datang lebih dulu telah ada hawa pukulan yang menyerang lawan dan hawanya amat panas sehingga dari kedua tangan yang membentuk cakar harimau itu mengepul uap putih!

Kam Hong maklum akan lihainya Ilmu Silat Harimau yang aneh dan lain daripada yang lain itu, sementara itu suara melengking-lengking masih kadang-kadang terdengar dari kerongkongan lawan yang mengiringi setiap tubrukan atau cakaran tangan. Melihat gerakan Cu Kang Bu, lawan yang kurang kuat sin-kangnya tentu akan melihat seolah-olah pemuda tinggi besar itu telah benar-benar berobah menjadi seekor harimau yang amat kuat dan ganas!

Kam Hong lalu mengerahkan tenaga dalam pusarnya dan ketika dia menggunakan khi-kang melalui tenggorokan, terdengarlah gerengan singa yang menggetarkan tanah di sekeliling tempat itu! Itulah Sai-cu Ho-kang, ilmu yang dipelajarinya dari Sai-cu Kai-ong, akan tetapi karena tenaga khi-kang di dalam diri Kam Hong sudah jauh maju setelah dia mempelajari ilmu meniup suling dari ilmu rahasia jenazah kuno, maka kekuatannya sudah sedemikian hebatnya sehingga kalau Sai-cu Kai-ong sendiri mendengarnya dia tentu akan merasa terkejut dan heran.

Hebatnya ilmu ini adalah hawa suara itu dapat dipusatkan dan diarahkan kepada yang hendak diserang saja, sehingga kalau lain orang di situ hanya merasakan getaran hebat saja, tidaklah demikian dengan Cu Kang Bu. Dia terhuyung dan mukanya agak pucat karena suara gerengan itu seolah-olah memasuki tubuhnya dan menyerang jantungnya, dan selagi dia terhuyung itu Kam Hong sudah maju dan melakukan tamparan-tamparan dengan Ilmu Khong-sim Sin-ciang yang lembut namun amat berbahaya itu.

Cu Kang Bu mengeluarkan seruan kaget dan dia cepat melindungi dirinya dengan putaran kedua tangan, akan tetapi tetap saja dia didesak dan dihimpit oleh lawan. Bukan main heran dan kagetnya rasa hati pendekar tinggi besar ini. Dia memang tidak memandang rendah lawan dan dapat menduga bahwa lawannya lihai, akan tetapi sama sekali tidak pernah diduganya akan sedahsyat ini!

Maka sambil mengeluarkan bentakan nyaring karena dirinya sudah terdesak dan terancam bahaya, tiba-tiba tangannya meraba kepinggang dan nampaklah sinar hitam berkelebat disusul suara ledakan yang mengeluarkan asap putih dan tahu-tahu tangan kanan pendekar ini telah memegang sebatang cambuk baja yang tadinya menjadi ikat pinggangnya.

Cambuk baja lemas ini berwarna hitam dan kini meledak-ledak di udara. Akan tetapi, Cu Kang Bu sama sekali tidak menyerang lawan, hanya membunyikan cambuknya di udara tanpa berkata-kata, sikapnya menantang dan penuh rasa penasaran bahwa dia telah dikalahkan oleh bekas tunangan kekasihnya itu dalam adu silat tangan kosong.

Di tempatnya dari pinggiran, Yu Hwi memandang dengan mata terbelalak keheran-heranan melihat betapa “Siauw Hong” yang dulu merupakan kacung dari Pendekar Siluman Kecil itu ternyata kini mampu menandingi seorang pendekar sakti seperti Cu Kang Bu yang menjadi kekasihnya.

Sementara itu, biarpun dia agak pening oleh lengkingan-lengkingan dan gerengan-gerengan yang menggetarkan tadi ditambah mengikuti gerakan mereka yang amat cepat, namun Ci Sian dapat menduga bahwa fihak Kam Hong tentu menang karena kalau tidak, tidak nanti fihak lawan mengeluarkan senjata. Melihat cambuk hitam itu meledak-ledak mengeluarkan asap, hatinya gentar bukan main, akan tetapi sambil tertawa dia berkata,

“Paman Kam Hong, lawanmu telah kalah dan kini mengandalkan cambuk kerbau! Hati-hati, jangan kena dicurangi olehnya!”

Tentu saja ucapan Ci Sian ini membikin panas perut Cu Kang Bu dan saudara-saudaranya, akan tetapi tetap saja Cu Kang Bu tidak mau menyerang lawan yang masih bertangan kosong. Katanya dengan suara parau karena menahan kemarahan.

“Sobat Kam Hong, ilmu silatmu dengan tangan korong hebat sungguh, akan tetapi marilah kita main-main dengan senjata sebentar kau hadapi cambukku ini!”

Diam-diam Kam Hong juga kagum. Sukar atau jaranglah mencari orang gagah seperti Cu Kang Bu ini. Ilmu silatnya jelas amat lihai dan tinggi, dan selain tidak sombong, juga sama sekali tidak curang dan tidak mau mempergunakan senjata menyerang dia yang masih bertangan kosong.

Betapapun juga, pria ini agaknya tidak akan mengecewakan kalau menjadi suami Yu Hwi dan pilihan Yu Hwi kiranya tidaklah keliru! Akan tetapi, batinnya terasa panas juga kalau mengingat betapa Yu Hwi adalah tunangannya, calon isterinya yang hendak direbut oleh pemuda tinggi besar ini!

“Hemm, kau masih penasaran? Hendak mengadu senjata? Baiklah, akan tetapi aku bukan tukang bunuh atau tukang siksa maka tidak membawa senjata mengerikan. Aku hanya membawa sebuah alat pengusir panasnya badan dan batin ini!”

Tangan kirinya bergerak dan seperti main sulap saja, tahu-tahu tangan itu telah memegang sehelai kipas yang dikembangkan dan dipakai mengipasi lehernya seolah-olah dia merasa gerah sekali.

Akan tetapi, biarpun kipasnya digerak-gerakkan, tiga pasang mata dari kakak beradik penghuni Lembah Suling Emas itu yang memiliki penglihatan terlatih dan tajam sekali dapat membaca huruf yang tertulis di permukaan kipas yang digoyang-goyangkan itu. Tentu saja untuk dapat melakukan hal ini orang harus memiliki kepandaian yang sudah amat tinggi sehingga mata mereka sedemikian tajamnya dapat mengikuti gerakan kipas yang bagi mata biasa tentu membuat huruf-huruf itu kabur dan tak terbaca.

Diam-diam mereka bertiga memandang dan membaca huruf-huruf itu. Kipas itu permukaannya putih bersih dan huruf-huruf indah itu berwarna hitam, maka jelas sekali bagi mereka.