FB

FB


Ads

Jumat, 26 Juni 2015

Suling Emas & Naga Siluman Jilid 014

Dengan kegelisahan yang membuatnya nekat, tiba-tiba dia menusuk ke depan, memutar pedang itu dan tangan kirinya ikut melancarkan pukulan yang mengandung sin-kang kuat ke arah dada lawan, pedangnya berputar hendak merobek perut. Serangan ini dahsyat bukan main sehingga biarpun Ngo-ok amat lihai, tokoh ini terkejut juga. Dan tiba-tiba terjadilah apa yang dikhawatirkan sejak tadi oleh Hak Im Cu.

Tubuh tinggi kurus itu tiba-tiba berjungkir balik dan selagi Hak Im Cu terkejut dan tidak tahu bagaimana harus menghadapi lawan ini, tahu-tahu ubun-ubun kepalanya kena dicium ujung jari kaki kanan Ngo-ok.

“Aughh....!”

Hak Im Cu terhuyung ke belakang, pandang matanya berkunang-kunang dan pada saat itu, Ngo-ok sudah menubruk ke depan dengan tubuh berjungkir balik kembali seperti semula, dua kali tangannya menampar terdengar suara “krek! krek!” dan patahlah kedua pergelangan tangan Hak Im Cu. Pedangnya terlempar jauh dan tahu-tahu jari-jari tangan kiri yang panjang dari Ngo-ok telah mencekik lehernya dari belakang disambung oleh jari-jari tangan kanannya dari depan.

Hak Im Cu meronta-ronta, tidak mampu melakukan tendangan karena tubuh lawan berada di belakangnya, sedang kedua lengannya sudah tak dapat dipergunakan lagi. Dia meronta-ronta dan tubuhnya berkelojotan, namun sia-sia belaka. Cekikan itu makin kuat saja. Sungguh merupakan penglihatan yang mendirikan bulu roma apa yang dilakukan oleh Ngo-ok secara kejam bukan main itu. Akhirnya tubuh itu berhenti berkelojotan dan Ngo-ok melemparkan tubuh Hak Im Cu yang telah mati dengan mata melotot dan lidah keluar sampai memanjang.

“Aha, engkau keburu-buru amat, Ngo-te!”

Su-ok yang dikeroyok dua itu masih sempat mentertawakan Ngo-ok. Akan tetapi Ngo-ok sudah tidak mau mempedulikan lagi karena manusia iblis ini dengan langkah panjang sudah menghampiri Tio Gin Bwee, gadis Kun-lun-pai yang berusia delapan belas tahun itu.

Tiga orang gadis itu tidak pingsan, hanya tertotok saja dan tidak mampu menggerakkan tubuhnya. Semenjak tadi, mereka itu menangis melihat dua orang suheng mereka tewas, kemudian mereka menonton pertempuran antara manusia-manusia iblis itu dengan hati merasa ngeri dan takut. Mereka adalah gadis-gadis yang menerima gemblengan lahir batin, akan tetapi baru sekarang mereka merasa ngeri dan takut karena maklum betapa mereka itu sama sekali tidak berdaya dan mereka terjatuh ke dalam tangan manusia-manusia yang lebih jahat daripada iblis sendiri.

Ketika Si Jangkung itu menghampirinya dan menyambarnya seperti seekor elang menyambar anak ayam saja, mengangkatnya tinggi-tinggi, Tio Gin Bwee menjadi ketakutan dan merintih. Dua orang lainnya memandang dengan mata terbelalak dan jantung berdebar. Rintihan Gin Bwee makin lama menjadi jeritan-jeritan menyayat hati ketika dia dibawa ke balik tumpukan salju oleh Si Jangkung itu dan akhirnya tidak terdengar lagi jeritannya.

Tak lama kemudian Ngo-ok sudah datang lagi dan kini tangannya yang berlengan panjang itu menyambar tubuh Lim Siang, juga seperti tadi dibawanya gadis itu ke balik tumpukan salju. Terdengar oleh Ang Bwee bagaimana sucinya ini menjerit-jerit akan tetapi makin lama jeritannya menghilang terganti isak tangis yang menyedihkan.

Sementara itu, Su-ok tertawa dan kini mulailah dia menyerang dua orang pengeroyoknya. Tubuhnya merendah seperti berjongkok dan ketika tangannya dihantamkan ke depan, Hai-liong-ong Ciok Gu To berteriak dan tubuhnya terlempar ke belakang, terbanting dan tewas seketika, dari mulutnya menyembur darah segar. Itulah pukulan Katak Buduk yang berbau amis dan beracun, akan tetapi juga ampuhnya menggila itu!

Melihat ini, Ban-kin-kwi Kwan Ok tidak mempedulikan rasa malu lagi, dia sudah meloncat hendak melarikan diri. Akan tetapi tahu-tahu Si Pendek itu sudah berada di depannya dan sekali Su-ok melancarkan pukulannya seperti tadi, Ban-kin-kwi juga terjengkang dan tewas seketika dengan muntah-muntah darah!

“Ho-ho-ha-ha-ha....!”

Su-ok tertawa dan pada saat itu Ngo-ok sudah menangkap Ang Bwee, gadis ke tiga. Gadis ini saking takut dan ngerinya sudah berhasil membebaskan diri dari totokan, maka kini dia merontak-ronta dan melawan, menangis sambil berusaha mencakar dengan kedua tangannya. Akan tetapi Ngo-ok tidak peduli, lalu membawa gadis itu ke tempat tadi, diikuti oleh Su-ok dan dengan buas dia merenggut dan merobek-robek pakaian Ang Bwee, kemudian memperkosa gadis itu di bawah penglihatan Su-ok yang tertawa-tawa gembira.

Ang-Bwee sempat mengeluarkan jerit yang amat melengking saking takut dan ngerinya, akan tetapi selanjutnya dia tidak berdaya seperti dua orang sucinya yang sudah rebah sambil menangis dan dalam keadaan setengah pingsan itu.

Agaknya jeritan inilah yang terdengar oleh Sim Hong Bu dan Sim Tek. Dua orang paman dan keponakan yang melakukan perjalanan mencari Yeti ini mendengar suara jerit aneh di tempat sunyi itu. Mereka tadinya mengira bahwa jerit-jerit yang mereka dengar terdahulu dan hanya terdengar lapat-lapat itu adalah jerit dari mahluk yang mereka buru, yaitu Yeti. Maka mereka menuju ke tempat itu, di balik puncak, dengan hati-hati agar mereka tidak sampai bertemu begitu saja dengan mahluk berbahaya itu.

Mereka berindap-indap dan mendekati tempat itu sambil berlindung. Akan tetapi jerit terakhir yang mereka dengar, yaitu jerit yang keluar dari mulut Ang Bwee, adalah jerit yang jelas dapat mereka kenal sebagai jerit yang keluar dari seorang wanita yang mungkin berada dalam keadaan ketakutan hebat. Maka kini keduanya berlari-lari menuju ke arah datangnya suara. Mereka mendengar suara orang tertawa-tawa di balik tumpukan salju dan jerit wanita tadi tidak terdengar lagi. Maka keduanya lalu meloncat dan menuju ke balik tumpukan salju.

Apa yang mereka saksikan membuat kedua orang pemburu ini berdiri terpukau dengan mata terbelalak dan sejenak mereka seperti berobah menjadi patung. Kemudian wajah mereka menjadi merah sekali, terutama sekali Sim Hong Bu. Mereka melihat seorang kakek tinggi kurus sedang memperkosa seorang gadis yang bergerak meronta lemah, sedangkan seorang kakek lain berpakaian hwesio dan berkepala gundul sedang menonton sambil tertawa-tawa seolah-olah sedang menonton pertunjukkan yang amat lucu dan menyenangkan.

“Manusia hina-dina! Manusia iblis tak berjantung!”

Sim Hong Bu sudah memaki dan dia meloncat ke depan sambil mencabut pedang dengan tangan kanan dan tangan kiri memegang busurnya. Niatnya untuk menerjang kakek yang sedang memperkosa gadis itu, akan tetapi tiba-tiba kakek gundul itu menggerakkan tangannya menampar dan angin dahsyat menyambar ke arah Sim Hong Bu dan membuat pemuda ini terjengkang dan bergulingan.

“Ha-ha-ha-ha! Ada lagi yang bosan hidup!” kata Su-ok ketika dia melihat Sim Tek yang juga sudah tidak dapat bertahan menyaksikan peristiwa yang terkutuk itu, sudah menyerang pula dengan pedang di tangan kanan dan busur di tangan kiri.






Dia maklum bahwa kakek gundul pendek itu lihai bukan main, akan tetapi untuk membela gadis yang diperkosa itu, dia tidak peduli apa pun dan bersedia untuk mengorbankan nyawanya kalau perlu. Juga Hong Bu sudah bangkit lagi dan membantu pamannya menyerang. Akan tetapi tetap saja mereka berdua tidak mampu menyerang kakek jangkung yang sedang memperkosa gadis itu, karena kakek pendek gundul selalu menghadang mereka.

Maka terpaksa mereka kini menerjang kakek gundul dan terjadilah perkelahian yang tidak seimbang. Apalagi dikeroyok oleh dua orang pemburu paman dan keponakan ini. Sedangkan pengeroyokan dua orang berilmu tinggi seperti Ban-kin-kwi Kwan Kok dan Hai-liong-ong Ciok Gu To pun berakhir dengan kematian dua orang lihai itu! Kini dengan enaknya Su-ok mempermainkan paman dan keponakan itu. Dia hanya berdiri saja sambil bertolak pinggang, sedikit pun tidak bergerak, hanya kalau dua orang itu datang menyerang, dia mendorong dengan tangan kanan atau kiri dan dua orang itu sudah terjengkang sebelum disehtuh oleh telapak tangannya!

Melihat ini, Sim Tek marah sekali dan cepat dia memasang anak panah pada busurnya. Memang dia seorang pemburu yang pandai dan terlatih, juga berpengalaman, maka begitu dia mainkan anak panah pada busurnya, dengan cepat sekali anak panah menyambar bertubi-tubi ke arah Su-ok. Melihat ini, Hong Bu juga meniru perbuatan pamannya, akan tetapi dia tidak membidik ke arah Suok, melainkan menujukan anak-anak panahnya ke arah punggung dan pinggul Ngo-ok yang telanjang!

Terjadilah hal-hal yang amat luar biasa. Su-ok hanya menggerakkan kedua tangannya dan semua anak panah yang dilepas oleh Sim Tek itu kembali ke arah penyerangnya dengan kecepatan jauh lebih laju lagi daripada ketika anak-anak panah itu tadi meluncur dari gendewa Sim Tek! Pemburu ini terkejut dan berusaha mengelak, akan tetapi sebatang anak panah yang ditangkap oleh Su-ok dan dilontarkannya, seperti kilat menyambar dan menembus dadanya! Robohlah pemburu itu dengan dada tertembus anak panah sampai ke punggung dan tentu saja dia roboh dan tewas!

Anak-anak panah yang dilepas oleh Hong Bu dengan tepat mengenai punggung dan pinggul Si Jangkung, akan tetapi anak panah itu seperti mengenai tubuh dari baja saja, semua terpental dan meleset, tidak ada sebatang pun yang mampu melukai tubuh Ngo-ok! Dan sebelum Hong Bu dapat memanah lagi, tahu-tahu tengkuknya telah dipegang oleh Su-ok dan dia tidak mampu bergerak lagi, hanya meronta-ronta di udara dan memaki-maki.

“Kalian membunuh Pamanku! Kalian Iblis-iblis terkutuk, kalian manusia-manusia jahanam! Hayo, bunuh aku sekalian!” teriaknya sambil kakinya menendang-nendang.

“Su-ko, jangan bunuh bocah itu. Mulutnya kotor, dia cocok untuk menjadi bujang kita.”

Ngo-ok berkata dan dia sudah bangkit berdiri. Kemudian, di depan mata Hong Bu yang terbelalak penuh kengerian, Ngo-ok mencabuti kuku ibu jari tiga orang gadis yang rebah diperkosanya itu. Gadis-gadis itu menjerit satu kali dan roboh pingsan. Kemudian, setiap habis mencabut kedua kuku ibu jari tangan, Ngo-ok melemparkan tubuh itu dan dia sengaja membanting secara keras sehingga kepala gadis yang dibantingnya itu menimpa batu dan pecah, tewas seketika! Tiga orang gadis itu tewas dalam keadaan yang amat mengerikan dan menyedihkan.

“Iblis kau! Bukan manusia kau! Terkutuk kau, menjadi intip neraka kelak, jahanam busuk!”

Sim Hong Bu memaki-maki dan hampir dia pingsan saking ngeri menyaksikan kekejaman yang belum pernah disaksikan sebelumnya, bahkan belum pernah dia mendengar atau mimpi tentang kekejaman sehebat itu!

“Uhh, mulutmu benar busuk! Kau sungguh pandai memaki, bagus sekali!”

Su-ok tidak marah bahkan memuji-muji! Tentu saja Hong Bu tidak sudi dipuji dan dia memaki-maki makin hebat.

“Anjing kau, babi kau! Kalian buas dan keji, melebihi binatang, melebihi iblis!”

“Hemm, suruh dia diam, Su-ko. Biarpun dia pandai bernyanyi, akan tetapi lama-lama bosan juga.” kata Ngo-ok. “Atau biar kurobek saja perutnya dan kita lihat isi perut anak yang begini berani?”

“Ha-ha-ha, nanti dulu, Ngo-te. Di tempat seperti ini kita butuh pembantu, dan anak ini mempunyai bakat yang baik sekali untuk menjadi seorang tokoh kita kelak. Lihat, keberaniannya menonjol, dan mulutnya pun cukup busuk. Kalau kelak tindakannya sebusuk mulutnya, wah, dia bisa menandingi kita.”

“Jahanam keparat, siapa sudi ikut kalian? Hayo bunuhlah aku, keparat. Kau kira aku pengecut takut mati? Mau merobek perutku, robeklah, siksalah, kalian memang anjing-anjing serigala yang buas. Lihat saja, kalau ada Pendekar Siluman Kecil di sini, kepala kalian tentu akan dihancurkan!”

Saking marahnya dan karena merasa tidak berdaya melihat orang-orang ini berbuat kejam, dia teringat kepada pendekar yang dikaguminya itu dan menyebut namanya. Akan tetapi, dua orang tokoh sesat itu terkejut bukan main, wajah mereka berobah dan mereka memandang ke kanan kiri, seperti orang ketakutan!

“Di mana Pendekar Siluman Kecil?” bentak Ngo-ok yang biasanya pendiam dan tenang itu, kini kelihatan beringas dan gentar.

Hong Bu adalah seorang anak yang cerdik sekali. Melihat perubahan pada wajah kedua orang manusia iblis ini, tahulah dia bahwa nama pendekar yang dijunjungnya itu kiranya juga sudah dikenal oleh mereka ini dan mereka kelihatan gentar terhadap pendekar itu, maka dia lalu tertawa.

“Kalian masih bertanya lagi? Kalian tentu tahu sendiri kalau sudah mengenal beliau bahwa beliau adalah malaekat yang bisa menghancurkan iblis-iblis macam kalian dan dapat muncul sewaktu-waktu!”

“Kau ingin mampus!” Ngo-ok menghantam ke arah kepala Hong Bu dan anak ini tanpa berkedip menanti datangnya maut.

“Plakk!” tangan Ngo-ok itu ditangkis oleh Su-ok.

“Eh, kau mengapa, Su-ko?” Ngo-ok mendengus marah.

“Bodoh, anak ini agaknya mengenal dia dan kalau benar dia muncul, kita dapat mempergunakan dia sebagai sandera, tolol!”

Hong Bu juga segera mengerti persoalan ini dan dia tertawa bergelak.
“Ha-ha-ha, kiranya kalian ini hanya garang kalau menghadapi orang lemah saja. Sekali mendengar nama Pendekar Siluman Kecil, kalian terkencing-kencing dan terkentut-kentut ketakutan dan menggunakan akal licik dan curang untuk menggunakan aku sebagai sandera. Ha-ha-ha lihat siapa di sana itu?”

Tiba-tiba dia menuding ke kanan. Dua orang itu terkejut bukan main, cepat menoleh ke kanan akan tetapi di situ tidak ada siapa-siapa.

“Oho, siapa itu di sana?”

Kembali Hong Bu menuding ke kiri, dan secepat itu pula kedua orang itu menengok ke kiri, sikap mereka jelas membayangkan ketakutan sehingga Hong Bu mentertawakan mereka.

“Bocah ini mempermainkan kita!” Ngo-ok mengomel.

“Sudah kukatakan dia berbakat untuk menjadi tokoh golongan kita.” kata Su-ok. “Mari kita pergi!” Dia lalu melompat sambil tetap mencengkeram tengkuk Hong Bu, diikuti oleh Ngo-ok.

“Eh, kalian tidak tahu? Didepan situ, lihat siapa yang menanti kalian!” kata pula Hong Bu yang sengaja hendak mempermainkan mereka.

Dia tidak berdaya, tidak mampu melawan, tidak mampu membalas, maka dia hanya dapat membalas mereka dengan menakut-nakuti mereka saja.

“Bocah tolol, kamu kira dapat menakut-nakuti....”

Tiba-tiba ucapan Ngo-ok ini terhenti dan dia berdiri seperti patung, juga Su-ok mengeluarkan seruan kaget. Bahkan Hong Bu sendiri juga terkejut setengah mati ketika pada saat itu terdengar suara geraman yang luar biasa dahsyatnya, suara geraman yang membuat salju berhamburan dan tanah yang mereka injak berguncang! Dan di depan mereka telah berdiri seekor mahluk yang mengerikan dan menakutkan sekali. Tingginya luar biasa sekali, sama dengan tingginya Ngo-ok yang sudah terlalu luar biasa itu, akan tetapi kalau Ngo-ok kecil kurus, mahluk itu sebaliknya tinggi besar, lebih besar daripada Su-ok yang gendut.

Otomatis Su-ok melepaskan Hong Bu karena dia harus bersiap siaga menghadapi mahluk ini yang mereka sudah dapat menduganya karena selama beberapa pekan ini mereka sudah mendengar tentang mahluk ini. Yeti! Sepasang mata mahluk itu kemerahan dan liar, beringas seperti sedang marah sekali. Sebatang pedang menancap di paha kanannya dan dia berdiri agak membungkuk, agaknya siap untuk menyerang!

“Yeti....!”

Sim Hong Bu merangkak ke samping, lalu terduduk dengan kedua kaki lemas karena tegang dan ngerinya. Dia belum pernah merasa takut, walaupun di dalam perburuan semenjak dia kecil, banyak sudah dia menghadapi bahaya maut dan menghadapi binatang-binatang buas yang kuat dan liar.

Akan tetapi belum perah dia bertemu dengan mahluk seperti ini! Tidak seperti binatang buas lain, juga jauh daripada manusia liar, melainkan lebih dekat dengan ujud dari setan neraka sendiri! Ah, sayang pamannya telah tewas. Kalau ada pamannya di situ, tentu pamannya itu akan terpesona dan hatinya dipenuhi kebanggaan. Kebanggaan seorang pemburu yang menjadi pemburu pertama yang berhadapan dengan Yeti, mahluk yang selama ini hanya terdapat dalam dongeng belaka!

Sementara itu, Su-ok dan Ngo-ok sudah bersiap siap. Sebagai ahli-ahli ilmu silat tinggi, mereka tidak mau mendahului karena mereka sudah mendengar betapa tangguhnya dan berbahayanya mahluk ini. Banyak sudah tersiar berita betapa orang-orang kang-ouw yang pandai-pandai menjadi korban Yeti ini. Hal itu mereka tidak pedulikan, karena sesungguhnya bukan hanya Yeti yang membunuh mereka. Banyak pula yang mati di tangan Im-kan Ngo-ok!

Memang, mereka ini membunuhi banyak orang kang-ouw, terutama dari pihak kaum bersih, agar mengurangi saingan dalam memperebutkan pedang pusaka yang terkenal itu. Dan kini, melihat sebatang pedang menancap di paha Yeti, timbullah niat mereka untuk merobohkan mahluk ini. Dua pasang mata yang tajam itu mengenal pedang yang baik, dan bukan tidak boleh jadi bahwa pedang itulah yang sedang diperebutkan orang-orang kang-ouw. Pedang itulah yang bernama Koai-liong-pokiam!

Akan tetapi bagaimana pedang yang diperebutkan oleh semua orang kang-ouw itu menancap di paha Yeti? Su-ok dan Ngo-ok tidak mempedulikan hal ini. Yang penting bagi mereka adalah merobohkan Yeti dan merampas pedang itu. Dan sekali Yeti terluka oleh pedang itu, agaknya tidak akan sukar bagi mereka untuk menundukkannya. Selama ini semua orang yang bertemu dengan Yeti tentu mati, maka tidak ada seorang pun yang pernah bercerita tentang pedang yang menancap di paha Yeti. Kalaupun ada yang melihatnya, agaknya juga tidak akan mau membuka rahasia ini kepada orang lain!

“Ngo-te, siap, kau di belakangnya. Hati-hati, dia nampak kuat, pergunakan semua pukulan mematikan!” kata Su-ok.

Akan tetapi Ngo-ok adalah seorang yang sombong dan terlalu mengagulkan kepandaiannya sendiri. Dia memandang rendah mahluk ini. Hanya binatang buas yang agak besar, apanya yang berbahaya, pikirnya.

“Mampuslah....!” bentaknya dan tiba-tiba dia sudah menerjang dari samping, lengannya yang panjang itu terulur dan dengan pengerahan sin-kang yang amat dahsyat tangan itu menghantam ke arah kepala mahluk itu dari atas ke arah ubun-ubun yang dianggap tempat yang lemah dan agaknya Ngo-ok ini hendak merobohkan mahluk itu dengan sekali pukul saja maka dia mengerahkan seluruh tenaganya.

Melihat Si Jangkung ini sudah menyerang, Su-ok juga membarengi dengan pukulan dahysat Katak Buduk yang dilakukan sambil berjongkok, menghantam ke arah perut mahluk itu.

Serangan orang ke empat dan ke lima dari Im-kan Ngo-ok itu dahsyat bukan main dan seorang ahli silat yang jagoan sekalipun kiranya tidak akan begitu mudah untuk menghindarkan diri dari serangan-serangan yang hebat itu.

Mahluk yang disebut Yeti itu mengeluarkan gerengan dahsyat sekali, seolah-olah tidak tahu bahwa dirinya diserang oleh pukulan pukulan maut dan tanpa mempedulikan serangan lawan, kedua lengannya yang besar panjang berbulu itu sudah mencengkeram ke arah dua orang lawan yang menyerangnya. Jadi serangan-serangan lawan itu dibalasnya dengan serangan pula dari jari-jari tangan yang berkuku panjang dan runcing tajam melengkung itu!

“Dess! Bukkk!”

Hantaman Ngo-ok pada kepala dan hantaman Su-ok pada perut itu tepat mengenai sasaran, akan tetapi seperti menghantam bola karet saja karena kedua pukulan dahsyat itu membalik begitu menyentuh tubuh Yeti! Kiranya Yeti itu memiliki kekebalan yang sungguh luar biasa dan selamanya belum pernah dilihat oleh dua orang datuk kaum sesat itu. Dan pada saat itu, kedua tangan Yeti sudah menyambar ke arah leher mereka dengan cepat dan kuatnya!

Dua orang datuk kaum sesat itu berseru keras dan melempar tubuh ke belakang, akan tetapi angin sambaran tangan itu menyambar dan membuat mereka merasa leher mereka perih seperti diserempet pedang tajam! Kagetlah kedua orang datuk itu dan mereka tahu bahwa Yeti itu ternyata bukan lawan sembarangan, melainkan mahluk yang memiliki kekebalan sukar dipercaya. Maka mereka berhati-hati dan kini Ngo-ok mengeluarkan suara mendengus dan tubuhnya sudah berjungkir balik, sedangkan Su-ok sudah mengumpulkan kekuatannya dan bergulingan seperti seekor trenggiling!

Yeti menggereng-gereng dan berdiri agak membungkuk, kedua tangan diangkat seperti sikap seekor biruang, dengan gerakan kepala dan lirikan matanya yang merah itu dia mengikuti gerakan aneh dari dua orang pengeroyoknya itu. Yang seorang berjungkir balik dan berloncatan dengan kepala menjadi kaki sehingga terdengar suara dak-duk-dak-duk sedangkan yang seorang lagi bergulingan seperti trenggiling atau seperti seorang anak kecil yang rewel!

Tiba-tiba Ngo-ok mendengus lagi dan tubuhnya menyambar ke depan, mulailah dia menyerang dengan kedua kakinya, dengan ujung kaki dia menotok ke arah jalan darah di leher dan sebelah kaki lagi menusuk ke mata Yeti itu!

Sedangkan dari arah lain Su-ok yang tadinya bergulingan itu kini telah berjongkok serendahnya sehingga perut gendutnya mengenai tanah, sikapnya seperti seekor kodok tulen, dan dari bawah itu dia mengeluarkan pukulan yang ampuh dengan pengerahan seluruh tenaga sehingga tercium bau amis bukan main ketika terdengar suara mencicit diikuti angin berdesir dari kedua telapak tangannya, menghantam ke arah Yeti.

Agaknya Yeti itu pun tahu bahwa dua orang lawannya ini adalah orang pandai, dan mungkin pengetahuannya ini timbul ketika dia merasakan hantaman mereka yang pertama tadi, yang biarpun dapat diterimanya dengan kekebalan yang luar biasa, namun agaknya juga terasa olehnya.

Pukulan kaki Ngo-ok ke arah leher dan mata datang lebih dulu dari serangan Su-ok. Yeti itu tiba-tiba miringkan tubuh atas sehingga totokan itu luput dan dengan cepat dia menyambar dengan tangannya. Gerakannya itu cepat bukan main dan tahu-tahu sebelah kaki Ngo-ok telah dapat dicengkeramnya! Ngo-ok terkejut bukan main, mengerahkan tenaga dan meronta. Pada saat itu, pukulan Su-ok telah tiba dan menghantam dada Yeti.

“Desss!”

Sekali ini karena Yeti itu membagi tenaganya untuk menangkap kaki Ngo-ok dan Su-ok memukul dengan pengerahan seluruh tenaga, maka Yeti menggereng, pegangannya terlepas dan dia terlempar ke belakang, lalu jatuh terbanting. Akan tetapi hal ini membuatnya semakin marah dan agaknya dia hanya nanar sedikit saja, lalu dia meloncat dan menubruk ke arah Su-ok!

Bukan main kagetnya orang pendek gendut ini ketika merasa betapa tubrukan ini mengandung tenaga sedikitnya seribu kati. Dia melempar tubuh ke belakang dan bergulingan sehingga terhindar dari tubrukan itu.

Sebaliknya, yang kena ditubruk adalah sebuah batu besar terbungkus salju dan terdengar suara keras ketika batu itu pecah berhamburan mencelat ke sana-sini! Su-ok bergidik juga menyaksikan kedahsyatan Yeti itu. Kini dia dan terutama sekali Ngo-ok tidak berani main-main lagi. Mereka berdua lalu menerjang dari depan belakang, mengeluarkan semua ilmu kepandaian mereka, mengandalkan kegesitan dan secara bertubi-tubi akan tetapi hati-hati mereka menyerang dengan pukulan-pukulan sakti.

Yeti itu agaknya juga berhati-hati kini. Dan mulailah dia menggerak-gerak kan kedua tangannya dan sungguh aneh sekali, gerakan-gerakannya itu biarpun kelihatan kaku dan lucu, namun ternyata mengandung dasar-dasar ilmu silat tinggi, juga demikian pula gerakan dan loncatan kedua kakinya sambil terpincang-pincang sehingga terjadilah pertempuran yang amat hebat.

Melihat ini, Sim Hong Bu yang sejak tadi merasa kasihan kepada Yeti yang kakinya sudah tertusuk pedang itu, memaki-maki dua orang datuk kaum sesat itu,

“Kalian berdua kakek tua bangka yang jahat! Manusia berwatak iblis! Yeti itu sudah terluka pedang, dan kalian masih mendesaknya. Sungguh tidak tahu malu sama sekali! Kalian lebih buas dan liar daripada binatang! Tak tahu malu! Pengecut, beraninya mengeroyok dua seekor binatang yang sudah terluka pula. Cih, tak tahu malu!”

Dan untuk melampiaskan kedongkolan hatinya, Sim Hong Bu mencari batu-batu sebesar kepalan tangan dan mulailah dia menyambiti dua orang kakek yang mengeroyok Yeti itu!

Tentu saja sambitan-sambitan itu tidak ada artinya bagi Suok dan Ngo-ok, akan tetapi mereka tidak dapat melayani Hong Bu dan tidak mempedulikan anak itu karena mereka sendiri terdesak hebat oleh Yeti!

Memang hebat sekali mahluk itu. Setiap kali dua orang datuk itu beradu lengan atau kaki Ngo-ok bertemu dengan lengan yang berbulu itu, mereka berdua merasa betapa tubuh mereka tergetar hebat. Diam-diam mereka merasa heran dan juga terkejut, karena mereka tahu bahwa Yeti itu bukan hanya mempergunakan tenaga kasar atau tenaga otot seperti binatang-binatang buas pada umumnya, melainkan tenaga sin-kang yang luar biasa kuatnya!

Sungguh sukar dapat dimengerti bagaimana mungkin mahluk yang seperti binatang buas ini dapat menghimpun sin-kang yang sedemikian kuatnya! Dua orang datuk itu telah merasa lelah dan seluruh tubuh sakit-sakit, juga pipi Su-ok telah berdarah terkena cakar, sedangkan telinga kiri Ngo-ok pecah-pecah terkena sambaran pukulannya!

Mereka kewalahan sekali dan akhirnya dengan marah Su-ok berkata.
“Ngo-te, mari satukan tenaga dan serang dia!”

Ngo-ok yang juga merasa penasaran sekali, lalu meloncat ke dekat Su-ok. Memang mereka merasa penasaran. Masa mereka, dua orang di antara Im-kan Ngo-ok yang menggetarkan dunia persilatan, kini harus mengaku kalah terhadap seekor binatang, padahal mereka maju bersama? Hal ini kalau sampai diketahui dunia kang-ouw, bukankah nama mereka akan runtuh dan terseret ke dalam lumpur?

Su-ok kini berjongkok mengerahkan tenaga Katak Buduk, sedangkan Ngo-ok juga mengerahkan tenaganya, kemudian dengan berbareng mereka menghantamkan kedua tangan mereka dengan tangan terbuka ke arah Yeti yang menerjang maju. Angin yang dahsyat sekali menyambar ke depan, dan inilah pukulan jarak jauh yang disertai penggabungan tenaga sin-kang oleh kedua orang datuk kaum sesat itu.

Agaknya Yeti itu pun maklum akan hal ini, maka sambil menggereng, gerengan yang menggetarkan jantung dua orang lawannya dia pun mendorongkan kedua tangannya ke arah mereka!

Terjadilah adu tenaga yang amat hebat di tengah udara yang dingin itu dan akibatnya, Yeti itu terhuyung ke belakang akan tetapi dua orang datuk kaum sesat itu terlempar ke belakang seperti dua buah layang-layang putus talinya! Akhirnya mereka terbanting keatas salju dan keduanya mengeluh panjang, lalu merangkak bangun, menoleh ke arah Yeti dengan muka pucat dan melihat Yeti masih berdiri dengan tubuh agak membungkuk mata merah penuh kemarahan itu, keduanya lalu lari tunggang-langgang! Adu tenaga yang terakhir itu meyakinkan hati mereka berdua bahwa mereka sungguh kalah kuat dan kalau dilanjutkan pertempuran itu, agaknya mereka akhirnya akan kalah.

Yeti itu tidak mengejar, dan setelah dua orang lawan yang tangguh itu lenyap, dia jatuh terduduk! Yeti itu mengeluarkan suara merintih-rintih dan kedua tangannya memijit-mijit pahanya yang tertusuk pedang. Sim Hong Bu yang masih duduk di atas batu itu memandang dengan bengong. Dia melihat Yeti itu merintih dan dari kedua mata yang merah itu turun beberapa tetes air mata! Yeti itu menangis!

Tadi Hong Bu merasa kagum bukan main menyaksikan sepak terjang Yeti. Sungguh di luar dugaannya bahwa dua orang manusia iblis yang luar biasa lihainya itu bukan hanya tidak mampu menandingi Yeti, bahkan mereka terdesak hebat dan kemudian mereka bahkan lari tunggang langgang. Ingin rasanya dia bersorak-sorai dan bertepuk tangan menyaksikan kesudahan dari perkelahian yang seru dan dahsyat itu karena memang didalam hatinya dia menjagoi dan berpihak kepada Yeti.