FB

FB


Ads

Jumat, 05 Juni 2015

Jodoh Rajawali Jilid 119

“Lee-ko, tempat ini berbahaya sekali. Melawan banyak orang pandai dengan kekerasan tentu tidak ada gunanya dan kita akan gagal. Sebaiknya kita mencari dan menangkap Pangeran Liong Bian Cu itu. Sekali dia sudah berada di tangan kita, kita dapat memaksa Koksu Nepal dan yang lain untuk menyerah.”

Kian Lee mengangguk.
“Pikiran yang baik sekali, Bu-te. Akan tetapi ke mana kita harus mencarinya?”

“Dia tentu berada di salah satu di antara rumah-rumah ini. Kita harus mencarinya sampai dapat. Mari!”

Kakak beradik ini sama sekali tidak mau menyinggung soal Siang In dan Hwee Li. Keduanya merasa sungkan karena keduanya menduga bahwa tentu masing-masing mencinta dara yang melakukan perjalanan bersama itu. Kian Lee menduga bahwa Kian Bu jatuh cinta kepada Hwee Li, sebaliknya Kian Bu juga menduga bahwa Kian Lee tentu jatuh cinta kepada dara cantik jelita berpayung itu. Maka keduanya tutup mulut, tidak berani saling bertanya tentang dara-dara itu, padahal di dalam hati, mereka itu merasa heran dan bertanya-tanya ke mana perginya dara yang tadinya bersama masing-masing itu.

Suasana makin menjadi gempar ketika beberapa kali para penjaga bentrok dengan Kian Lee, Kian Bu, Siang In, dan Hwee Li yang telah berpencaran dan terpisah-pisah itu. Seluruh pembantu yang pandai dikerahkan, bahkan Pangeran Liong Bian Cu sendiri memerintahkan agar para pengacau itu dapat ditangkap hidup-hidup. Koksu Nepal sendiri pun turun tangan, keluar dari kamarnya untuk memimpin para penjaga melakukan pencarian dan pengejaran.

Para perwira pasukan yang mengadakan perondaan dan pemeriksaan, juga menjadi makin bingung ketika mereka melihat ada dua orang Hek-sin Touw-ong berkeliaran! Baru saja seorang perwira bersama selosin orang perajuritnya bertemu dengan Hek-sin Touw-ong di belakang sebuah rumah, dan begitu mereka keluar dari lorong dan berada di depan rumah itu, mereka melihat lagi Hek-sin Touw-ong! Biarpun kakek itu lihai, tidak mungkin pandai menghilang atau terbang secepat itu.

“Heiii, Touw-ong! Bagaimana kau bisa muncul di sini? Padahal, baru saja kita saling jumpa di belakang....“

Akan tetapi perwira itu tidak melanjutkan kata-katanya karena Hek-sin Touw-ong ke dua ini telah menggerakkan tangan menampar dan perwira itu roboh pingsan! Selagi para perajurit melongo dan kemudian marah-marah, Hek-sin Touw-ong ke dua itu telah melarikan diri!

Tentu saja mereka tidak tahu bahwa Hek-sin Touw-ong ke dua ini bukan lain adalah Gak Bun Beng! Para perajurit menggotong perwira yang pingsan dan mereka lari pergi menghadap Koksu Nepal. Ketika mereka bertemu dengan rombongan koksu, mereka melihat bahwa Hek-sin Touw-ong sudah berada di situ bersama rombongan koksu!

“Dia.... dia telah menyerang dan merobohkan komandan kami!” perajurit-perajurit itu berseru.

“Kalian bicara apa? Sejak tadi aku berada di sini bersama dengan Koksu!” jawab Touw-ong yang tentu saja mengerti bahwa yang dimaksudkan adalah Bun Beng.

Karena koksu juga melihat sendiri betapa Touw-ong sejak tadi berada bersamanya, maka dia marah-marah dan memaki-maki para perajurit dan menyuruh mereka pergi dan membawa perwira yang pingsan.

“Kalian tolol! Tentu musuh yang telah menyerang perwira kalian, dan sama sekali bukan Touw-ong.”

“Tapi.... tapi hamba melihat betul bahwa Touw-ong....”

“Cukup dan pergi! Atau kau lngin kupukul roboh juga?” bentak koksu dan para perajurit itu segera pergi dengan ketakutan.

Koksu Nepal marah bukan main. Dia merasa jengkel bahwa bentengnya diselundupi mata-mata musuh dan sampai sekian lamanya mata-mata musuh belum juga tertangkap. Ketika dia mendengar laporan dari Twa-ok yang bertemu dengan Siluman Kecil dan pemuda Pulau Es, mengertilah koksu bahwa Kian Lee dan Kian Bu adalah dua orang di antara para mata-mata yang mengacau.

Juga dia mendengar dari para pembantu lain bahwa gadis yang dicinta oleh pangeran, Hwee Li, dan seorang gadis lain yang mahir limu sihir, juga memasuki benteng dan melakukan pengacauan. Kalau hanya orang-orang muda itu yang mengacau, masa seluruh pasukan tidak mampu menangkap mereka? Padahal di situ terdapat lm-kan Ngo-ok lengkap, belum lagi orang-orang pandai seperti Hek-tiauw Lo-mo, Hek-hwa Lo-kwi, Hwa-i-kongcu dan para pembantunya, dan masih banyak orang-orang pandai lagi!

“Tangkap mereka!” bentaknya ketika dia bertemu dengan semua pembantunya., “Kalau tidak dapat menangkap, bunuh saja mereka!”

“Akan tetapi, jangan sekali-kali melukai atau membunuh Nona Hwee Li!” tiba-tiba Pangeran Liong Bian Cu berkata dan tidak ada seorang pun berani membantah perintah ini.

Pengejaran di perketat dan semua pengawal dikerahkan untuk mencari di seluruh tempat dalam benteng seperti menyisir rambut saja.

Namun kekacauan makin menghebat ketika para pengawal itu tiba-tiba melihat Ang-siocia kembar! Saking bingungnya menyaksikan keributan yang ditimbulkan oleh empat orang muda yang belum dapat mereka jumpai, Ang-siocia dan Ceng Ceng meninggalkan tempat mereka dan ikut mencari, tentu saja dengan maksud melihat siapa orangnya yang menyusup ke dalam benteng dan kalau perlu melindungi mereka.

Mereka lupa sama sekali bahwa wajah mereka adalah serupa dan bahwa mereka merupakan Ang-siocia kembar! Demikian pula dengan Gak Bun Beng yang sudah dapat menduga bahwa tentu keributan itu ditimbulkan oleh Kian Bu dan Kian Lee. Pendekar ini pun telah menambah kebingungan para pengejar karena dia merupakan Hek-sin Touw-ong ke dua.

“Benarkah dugaanmu bahwa satu di antara pengacau itu adalah Siluman Kecil, Lihiap?” tanya Ang-siocia kepada Ceng Ceng yang berjalan di sebelahnya.






Ceng Ceng mengangguk.
“Siapa lagi kalau bukan dia yang begitu berani mengacau di tempat seperti ini? Dan aku mendengar sendiri dari mulut Twa-ok yang bertemu dengan Ji-ok, bahwa dia telah bentrok dengan pemuda lihai berambut putih panjang. Siapa lagi kalau bukan Paman Kian Bu?”

Jantung Ang-siocia atau Kang Swi Hwa berdebar kencang. Siluman Kecil berada di situ pula! Tentu saja dia makin bersemangat untuk dapat menolong dan menyembunyikan pendekar yang telah menundukkan hatinya itu dan mereka berdua lalu makin giat mencari.

Tiba-tiba mereka bertemu dengan Jiu Koan, tokoh Liong-sim-pang yang tinggi dan sombong, yang memimpin belasan orang dan yang memegang golok dengan sikap angkuh, seolah-olah dialah yang akan berhasil menangkap para pengacau. Matanya liar memandang ke kanan kiri dan tiba-tiba matanya terbelalak ketika dia melihat Ang-siocia dan Ceng Ceng!

Dia mengenal Ang-siocia yang dianggap sebagai pembantu koksu yang lihai dan andaikata dia melihat seorang saja Ang-siocia berkeliaran, tentu dia tidak akan menaruh curiga karena sudah semestinya kalau Ang-siocia ikut pula mengejar dan mencari mata-mata musuh. Akan tetapi dia melihat Ang-siocia kembar! Dan dia tidak pernah mendengar Ang-siocia mempunyai enci atau adik di situ, apalagi saudara kembar.

“Heeiii!! Berhentii!” bentaknya.

Ang-siocia sudah hafal akan semua pembantu koksu dan dia tahu siapa adanya si jangkung bergolok ini. Maka dia tersenyum dan berkata,

“Jiu-lopek, mau apa engkau menghentikan aku? Apakah kau sudah berhasil membekuk mata-mata?”

Jiu Koan memandang kepada Ang-siocia dan Ceng Ceng silih berganti dengan mata bingung.
“Ang-siocia, engkaukah Ang-siocia? Dan siapa pula yang seorang ini?”

Ditanya demikian, barulah Ceng Ceng ingat bahwa ia menyamar sebagai Ang-siocia dan Kang Swi Hwa sendiri baru sadar setelah dia menoleh dan menatap wajah Ceng Ceng. Celaka, pikirnya mengapa dia begitu pelupa dan bodoh! Hal ini tentu karena ketegangan hatinya mendengar bahwa Siluman Kecil berada di dalam benteng itu.

“Lihiap, serang!” bisiknya dan dia sudah menerjang maju.

Juga Ceng Ceng sudah bergerak dan serangannya demikian hebatnya sehingga Jiu Koan tidak sempat lagi berteriak. Tengkuknya sudah dihantam oleh tangan Ceng Ceng dan dia roboh tak sadarkan diri lagi. Juga Ang-siocia telah merobohkan dua orang anak buah Liong-sim-pang, kemudian dua orang wanita itu meloncat dan meiarikan diri, dikejar oleh para anak buah Liong-simpang yang berteriak-teriak.

Di sana-sini terjadi pertempuran, apabila ada seorang di antara para pengacau itu kepergok musuh, akan tetapi karena empat orang muda itu memang lihai, mereka selalu dapat melarikan diri dan mereka begitu cerdik sehingga tidak pernah para tokoh lihai pembantu koksu dapat melihat mereka.

Akan tetapi, setelah para pembantu koksu menggunakan siasat bersembunyi sambil mengintai, akhirnya Ang-siocia dan Ceng Ceng yang merupakan dua orang kembar itu terkepung oleh Twa-ok dan Ji-ok dibantu oleh beberapa orang penjaga!

Twa-ok dan Ji-ok sudah mendengar dari para anggauta Liong-sim-pang betapa Ang-siocia telah berkhianat dan menyelundupkan seorang mata-mata yang menyamar seperti dia, maka begitu bertemu dengan Ang-siocia kembar ini, orang pertama dan ke dua dari Im-kan Ngo-ok langsung saja meloncat keluar dari tempat persembunyian mereka dan menghadang.

Ceng Ceng terkejut bukan main melihat dua orang yang wajahnya mengerikan itu. Twa-ok Su Lo Ti yang wajah dan tubuhnya seperti seekor monyet besar sudah mengerikan, akan tetapi Ji-ok Kui-bin Nio-nio yang memakai topeng tengkorak lebih mengerlkan lagi. Tentu saja dia tidak merasa takut, karena suaminya sendiri, Si Naga Sakti Gurun Pasir, dahulu juga memakai topeng setan yang mengerikan (baca Kisah Sepasang Rajawali), dan memang nyonya muda yang gagah perkasa ini tidak pernah merasa takut menghadapi siapapun juga, apalagi dia tidak pernah mengenal siapa adanya dua orang ini dan sampai di mana kelihaian mereka. Akan tetapi, Angsiocia sudah menjadi pucat wajahnya dan dia berbisik,

“Lihiap, celakalah kita sekali ini....“

Twa-ok Su Lo Ti tersenyum ramah, akan tetapi karena wajahnya seperti monyet, ketika tersenyum ramah wajahnya itu menyeringai seperti seekor kera marah.

“Ha-ha-ha, engkaulah yang tulen karena wajahmu dapat berubah pucat. Dan yang seorang lagi adalah Ang-siocia palsu, wajahnya tertutup lapisan topeng. Ang-siocia, memang sejak lama aku sudah curiga kepadamu dan kepada gurumu, sekarang terbukti bahwa engkau menyelundupkan seorang mata-mata musuh. Betapa berani mati engkau.”

“Twa-heng, ingin aku melihat wajah orang ke dua ini,”

Kata Ji-ok Kui-bin Nio-nio dan tiba-tiba telunjuknya menuding ke arah Ceng Ceng, ke arah wajah pendekar wanita ini. Terdengar suara mencicit nyaring dan hawa dingin tajam menyambar ke arah wajah Ceng Ceng.

Wanita ini terkejut bukan main. Tak disangkanya bahwa wanita tua bertopeng tengkorak itu demikian hebat kepandaiannya. Cepat dia miringkan tubuhnya dan menggunakan kekuatan sinkang untuk menangkis. Dia berhasil menghindarkan diri, akan tetapi tetap saja dia terhuyung, tanda betapa kuatnya sinkang dari wanita muka tengkorak itu! Di lain fihak, Ji-ok Kui-bin Nio-nio juga terkejut dan penasaran. Tidak banyak orang dapat menghindarkan diri dari serangan Kiam-ci (Jari Pedang) yang amat diandalkan itu.

“Eh, kau boleh juga!” dia mengejek dan sudah hendak menyerang pula. Akan tetapi Twa-ok mencegahnya.

“Tak perlu membuka kedoknya, Ji-moi. Wajah semua wanita pun sama saja, tiada bedanya dengan kedok. Kulit muka hanyalah topeng yang menutupi keadaan aslinya. Kalu kulit muka dikupas, yang nampak tentu hanyalah tengkorak seperti yang kau pakai itu.”

“Kalau begitu dia tentu harus kita bunuh dulu.”

“Tidak perlu, aku bisa mengupas kulit muka mereka sehingga nampak tengkoraknya tanpa membunuh mereka. Kau ingin lihat?”

“Baik, kau lakukanlah. Ingin aku melihat tengkorak hidup, hi-hik-hik, tentu lucu sekali, Twa-heng.”

Mendengar percakapan dua orang aneh itu, Ang-siocia merasa ngeri. Akan tetapi, Ceng Ceng marah bukan main. Dua orang itu bicara seolah-olah dia dan Kang Swi Hwa hanya merupakan dua buah boneka yang boleh diperbuat sesuka hati dua orang iblis itu.

“Iblis-iblis tua bangka yang sombong! Siapa takut padamu?” bentak Ceng Ceng dan nyonya muda ini sudah menyerang dengan pukulan dahsyat.

Pukulan ini adalah pukulan Ban-tok Sin-ciang (Tangan Sakti Selaksa Racun) yang dipelajarinya dari mendiang Ban-tok Mo-li, dan setelah nyonya muda ini minum darah anak naga dan memiliki kekuatan mujijat, tentu saja pukulan yang menggunakan Ban-tok Sin-ciang ini dahsyatnya bukan main. Angin pukulan yang mengandung hawa panas seperti api berkobar menyambar ke arah kakek gorilla itu ketika Ceng Ceng menyerangnya.

“Aehhh....!”

Twa-ok Su Lo Ti berseru kaget. Dia mengenal pukulan beracun yang mengandung tenaga amat kuatnya, maka cepat dia pun bergerak menangkis sambil mengerahkan tenaganya.

“Desss....!”

Tubuh Ceng Ceng terlempar ke belakang, akan tetapi nyonya muda ini tidak roboh melainkan berjungkir balik dan turun lagi ke atas tanah dengan selamat, sungguhpun napasnya agak memburu karena dadanya terguncang hebat.

Akan tetapi, sebaliknya kakek itu pun terhuyung ke belakang. Bukan main kuatnya memang tenaga sakti yang didapat oleh Ceng Ceng dari sari darah ular telaga yang dinamakan anak naga itu! Twa-ok Su Lo Ti terbelalak kaget dan penuh kagum. Selama hidupnya mengembara di dunia kang-ouw sebagai orang pertama dari Im-kan Ngo-ok, baru sekarang dia bertemu tanding seorang wanita muda yang memiliki tenaga sedemikian kuatnya sehingga dalam pertemuan tenaga tadi mampu membuat dia terhuyung.

“Hi-hi-hik, Twa-heng, apakah kau masih bersumbar hendak mengupas kulit mukanya hidup-hidup?”

Ji-ok mengejek. Wanita tua mengerikan ini senang melihat Twa-hengnya menemukan tandingan yang amat tangguh maka dia mengejek. Akan tetapi Twa-ok tidak mempedulikannya.

“Siapakah engkau?” tanyanya sambil memandang kepada Ceng Ceng.

“Siapa adanya aku tidak perlu kau tahu!” bentak Ceng Ceng dengan angkuh.

Twa-ok mengangguk-angguk.
“Bagus, bagus! Kau kira aku tidak akan dapat mengenal ilmu silatmu? Nah, kau sambutlah ini dan aku akan mencoba untuk mengenal ilmu silatmu.”

Setelah berkata demikian, dua buah lengan panjang itu bergerak dan tahu-tahu dua buah tangan itu mulur sampai panjang, hendak menangkap Ceng Ceng dari atas dan bawah. Yang atas mengancam kepala, yang bawah hendak menangkap kaki!

Ceng Ceng makin kaget. Dari suaminya dia sudah mendengar akan adanya ilmu mujijat ini, yang dapat membuat kedua lengan mulur sampai panjang sekali dan ilmu ini sungguh amat berbahaya. Cepat dia lalu mengerahkan tenaganya dan menggunakan kedua tangannya untuk menyambut dua lengan panjang itu dengan babatan tangan yang dimiringkan.

“Wut-wuttt.... plakkk!”

Kembali tubuh Ceng Ceng terlempar. Ketika kedua tangannya membabat tadi, seperti dua ekor ular hidup, kedua lengan Twa-ok Su Lo Ti sudah mengelak dan dari samping, tangan itu menampar ke arah tengkuk Ceng Ceng. Nyonya muda itu cepat mengelak, akan tetapi tetap saja pundaknya kena ditampar dan dia terlempar dan terbanting. Baiknya nyonya muda ini memiliki kekebalan, dan dia menggulingkan tubuhnya lalu meloncat bangun kembali.

Sementara itu, melihat Ceng Ceng sudah bertempur melawan Twa-ok, dengan nekat Ang-siocia lalu mencabut pedangnya dan menyerang Ji-ok dengan senjata itu. Ilmu Kiam-to Sin-ciang yang dimiliki Ang-siocia sudah lumayan, kini dia menggunakan pedang maka tentu saja serangannya bukan merupakan hal yang boleh dipandang ringan begitu saja.

Ji-ok maklum akan hal ini, maka dia pun tidak berani menerima serangan pedang itu dan cepat dia bergerak mengelak dan membalas dengan sambaran hawa pedang yang menyambar dahsyat dari jari-jari tangannya. Menghadapi ini, Ang-siocia kewalahan dan baru belasan jurus saja baju di lengan kirinya telah robek dan kulit lengannya tergores hawa yang tajam itu. Dia terkejut dan melompat mundur, ditertawakan oleh Ji-ok!

Pada saat yang amat berbahaya bagi kedua orang wanita muda itu, tiba-tiba muncul Koksu Nepal! Begitu muncul, Koksu Nepal ini cepat mengangkat kedua tangan ke atas dan berseru,

“Twa-ok! Ji-ok! Jangan layani mereka. Pangeran berada dalam bahaya, yang penting kita harus lindungi pangeran. Mari....!”

Tiba-tiba Ang-siocia menyentuh lengan Ceng Ceng dan berbisik,
“Kita pergi!”

Lalu dia menarik lengan Ceng Ceng. Nyonya muda ini mengerutkan alisnya, karena biarpun dia maklum akan kelihaian lawan, dia tidak takut dan ingin melawan terus. Akan tetapi sikap Ang-siocia yang menarik lengannya, dia pun tidak membantah dan meloncat bersama Ang-siocia meninggalkan tempat itu.

Twa-ok dan Ji-ok saling pandang dengan wajah menunjukkan kemarahan. Koksu Nepal sudah lari ke kiri sambil memberi isyarat kepada mereka untuk ikut, akan tetapi mereka tidak mau cepat-cepat ikut, karena mereka merasa mendongkol dengan sikap koksu.

Koksu tidak saja mencegah mereka menangkap atau merobohkan dua orang wanita muda tadi, bahkan koksu telah menyebut mereka Twa-ok dan Ji-ok! Agaknya dalam keadaan genting seperti itu, Sam-ok menganggap dirinya koksu dan menganggap mereka berdua bukan sebagai kakak-kakak yang sepatutnya disebut Twa-heng dan Ji-ci, melainkan menyebut mereka Twa-ok dan Ji-ok. Karena mendongkol inilah maka keduanya tadi membiarkan saja Ceng Ceng dan Ang-siocia lari dan kini mereka saling pandang.

“Hemmm, lagaknya....!” Ji-ok mengomel.

“Sam-te, memang sudah mabuk pangkat rupanya,” Twa-ok juga mengomel. “Jangan pedulikan dia, kalau muncul lagi akan kutempiling kepalanya!” Jik-ok makin marah.

“Akan tetapi kita di sini untuk membantu pangeran, kalau dia benar dalam bahaya....“

Mereka diam dan menoleh. Betapa kaget dan marah mereka ketika melihat koksu muncul lagi dari belakang, padahal baru saja koksu pergi ke kiri!

“Twa-heng, Ji-ci, kenapa kalian diam saja di sini?”

“Bagus, ya? Tadi menyebut Twa-ok dan Ji-ok, kini mengapa berubah dengan sebutan Twa-heng dan Ji-ci segala?” Ji-ok membentak dan sudah menyerang koksu dengan pukulan Kiam-ci!

“Plak-plak!” Dua kali koksu menangkis dan dia mencelat ke belakang.

“Eh, eh, apa-apaan ini? Siapa menyebut kalian begitu?”

Twa-ok memandang heran.
“Bukankah baru saja engkau muncul dan mengajak kami melindungi pangeran?”

“Siapa? Aku baru saja datang....“

“Tentu kau koksu yang palsu!” Ji-ok sudah menyerang lagi dengan dahsyatnya.

Koksu meloncat ke kanan kiri lalu meloncat ke belakang.
“Tunggu, kau keliru, Ji-ci. Lihat, apakah ini palsu?”

Dia lalu bersilat, membuat gerakan aneh yang membuat tubuhnya berpusing. Itulah Thian-te Hong-i, ilmu silat khas dari Ban Hwa Sengjin atau Sam-ok. Melihat ini Twa-ok dan Ji-ok percaya.

“Wah, kalau begitu, ada orang yang main-main dan menyamar sebagai engkau, Sam-te,” kata Ji-ok.

Twa-ok lalu menceritakan pertemuan mereka berdua dengan dua orang Ang-siocia, dan orang ke dua itu amat lihainya. Mendengar penuturan itu, koksu mengangguk-angguk.

“Aku sudah tahu. Guru dan murid maling itu benar-benar telah mengkhianti kita. Dan Ang-siocia ke dua itu tentu adalah isteri dari Si Naga Sakti Gurun Pasir. Agaknya mereka telah menyelundup ke sini. Ji-ci, lekas kau pergi ke tempat tawanan dan kau bawa anak Si Naga Sakti itu ke istana pangeran. Twa-heng, mari ikut aku untuk menjebak dan menangkap mereka.”

Ji-ok mengangguk dan berkelebat pergi, sedangkan Twa-ok lalu mengikuti koksu meninggalkan tempat itu.

Ke mana perginya Gak Bun Beng dan Kao Kok Cu? Dua orang yang memiliki kesaktian hebat ini mengapa tidak muncul dalam keadaan kacau-balau itu? Sesungguhnya mereka berdua pun sedang sibuk dan sesuai dengan rencana siasat Jenderal Kao Liang, mereka berdua mempergunakan kesempatan selagi keadaan kacau-balau itu untuk berusaha menyelamatkan keluarga Jenderal Kao lebih dulu.

Seperti kita ketahui Gak Bun Beng menyamar sebagai Hek-sin Touw-ong, sedangkan Kao Kok Cu yang lengan kirinya buntung itu memang tidak menyamar. Kini, dua orang sakti ini sudah berkelebat pergi menuju ke tempat di mana tawanan berada. Namun tempat itu terjaga dengan amat ketat, dan ketika mereka tiba di tempat itu, yang bertugas menjaga adalah Su-ok Siauw-siang-cu, hwesio gendut pendek sekali itu dan Ngo-ok Toat-beng Sian-su, tosu kurus yang tingginya dua meter setengah. Di samping dua orang tangguh dari Im-kan Ngo-ok ini, nampak pula Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi.

Melihat ketatnya penjagaan di luar tempat tahanan, Bun Beng menarik tangan Kok Cu ke tempat gelap.

“Penjagaan amat kuat,” bisik Bun Beng.

“Paman Gak, kita terjang saja. Biar saya saja yang mengamuk dan Paman dapat melindungi para tawanan dan membawa mereka keluar.”