FB

FB


Ads

Selasa, 02 Juni 2015

Jodoh Rajawali Jilid 104

“Cusss-cusssss.... wuuut-wuuuttt.... brettt....!”

Ujung baju Ngo-ok terobek oleh hawa pukulan Kiam-to Sin-ciang dan tubuh si jangkung sampai terhuyung ke belakang. Hal ini adalah karena dia sama sekali tidak menyangka akan kehebatan serangan dari Si Raja Maling itu, maka dia tadi terdesak dan lupa untuk mengelak, melainkan menangkis sehingga biarpun dia tidak terluka, namun bajunya robek dan tubuhnya terhuyung ke belakang.

Si jangkung mengeluarkan suara aneh dan tiba-tiba tubuhnya berjungkir balik, kepala di bawah dan kaki di atas lalu secara aneh sekali tubuh yang membalik ini sudah menyerang kalang-kabut kepada Hek-sin Touw-ong!

Raja Maling ini sudah banyak menghadapi lawan lihai dan aneh-aneh, akan tetapi belum pernah dia diserang orang yang berjungkir balik seperti ini. Dia agak bingung karena kedua tangan yang panjang itu menyerangnya dari bawah dan begitu dia menggunakan kedua tangan untuk menangkis, tiba-tiba dari angkasa meluncur turun dua batang kaki yang menyerangnya secara hebat, mengancam ubun-ubun kepala dan tengkuknya!

“Jangan bunuh dia, Ngo-ok, manusia bandel!”

Bentak Su-ok dan bentakan ini menyelamatkan nyawa Hek-sin Touw-ong karena Ngo-ok teringat bahwa dia sama sekali tidak boleh membunuh kalau dia ingin selamat kembali ke benteng, maka kakinya yang menotok ke arah ubun-ubun itu mengubah gerakan menotok ke leher dan ketika Hek-sin Touw-ong mengangkat tangan menangkis, kaki kirinya sudah menotok tengkuk.

“Dukkk!”

Tubuh Hek-sin Touw-ong roboh dalam keadaan pingsan oleh totokan ujung kaki yang amat tepat dan amat kuat itu.

“Bagus! Engkau telah maju pesat, Ngo-te. Engkau telah dapat merobohkan guru dan murid itu tanpa membunuh mereka. Hebat, aku kagum sekali!” kata Su-ok sambil tertawa.

Tosu jangkung itu memandang kepada Su-ok, lalu menyeringai dan meludah ke samping kiri.
“Cuhhh!”

Dan dia hanya memandang kepada tubuh Swi Hwa yang terlentang di atas tanah dengan sinar mata penuh gairah dan kekecewaan karena kembali dia terhalang untuk melampiaskan gelora nafsunya, terutama sekali untuk memenuhi koleksi kuku-kuku ibu jari wanita yang sudah berjumlah empat ratus kurang satu itu!

“Mari kita cepat kembali, Ngo-te. Jangan sampai masakan-masakan untuk kita itu menjadi dingin. Nah, kau panggul si tua itu, biar aku yang membawa nona ini!”

Kata Su-ok yang tahu bahwa dia tidak boleh mempercayakan tubuh wanita muda itu kepada Ngo-ok, maka cepat dia menyambar tubuh Swi Hwa dan mengempitnya sambil berkelebat cepat pergi dari tempat itu.

Ngo-ok meludah kembali dengan hati mengkal, kemudian menggunakan ujung kakinya untuk mencokel tubuh Hek-sin Touw-ong ke atas, menyambarnya dengan tangan kiri, memanggulnya dan dia pun berlari cepat menyusul Su-ok menuju ke benteng di lembah Huang-ho.

Pangeran Liong Bian Cu merasa girang dan kagum bukan main ketika melihat Su-ok dan Ngo-ok telah kembali membawa Hek-sin Touw-ong dan Kang Swi Hwa. Akan tetapi tentu saja hati pangeran ini masih kecewa, marah dan juga berduka karena Hwee Li, dara yang dicintanya itu, dan Puteri Syanti Dewi, tawanan yang amat penting baginya, belum ditemukan kembali.

Sejenak dia memandang kepada tubuh Hek-sin Touw-ong dan Swi Hwa yang dilemparkan ke atas lantai, lalu sang pangeran itu menarik napas panjang dan berkata,

“Aih, sayang sekali bahwa yang ditemukan hanya dua orang pengacau ini. Apa gunanya kecuali hanya menghukum mereka? Kami akan lebih gembira kalau yang dapat dibawa kembali adalah Hwee Li dan Puteri Bhutan.....“

Ban Hwa Sengjin maklum bahwa diam-diam sang pangeran kecewa sekali atas hasil pengejaran Su-ok dan Ngo-ok. Dia pun maklum betapa pentingnya Syanti Dewi bagi Nepal, dan betapa pangeran itu amat mencinta Hwee Li. Maka dia lalu berkata,

“Harap Paduka tenangkan hati. Sudah saya katakan tadi bahwa menghadapi orang pandai harus pula mempergunakan kesaktian dan setelah kini saudara-saudaraku berada di sini, kita tidak perlu khawatir. Kiranya bukan merupakan tugas yang terlalu berat untuk menemukan dan membawa kembali dua orang dara itu, Pangeran. Twa-ko dan Ji-ci, sekarang aku mengharap bantuan kalian untuk mencari dua orang dara itu. Yang seorang bernama Hwee Li, seorang dara berusia delapan belas tahun, berpakaian serba hitam, suka bermain dengan ular-ular beracun, anak angkat dari Hek-tiauw Lo-mo dari Pulau Neraka, wajahnya cantik jelita dan wataknya periang, jenaka dan agak.... agak liar. Dan dara yang ke dua adalah seorang Puteri Bhutan, usianya dua puluh satu tahun, cantik sekali, lemah lembut dan halus, bernama Syanti Dewi. Kalau tidak keliru, dua orang dara itu tentu bersama dengan seorang pemuda yang terkenal dengan julukan Siluman Kecil, bernama Suma Kian Bu, putera dari Pendekar Siluman, Majikan Pulau Es.”

“Ahhh....!”

Hampir berbareng kakek gorilla dan nenek tengkorak itu berseru kaget mendengar ucapan terakhir itu.

“Ya, benar, Twa-ko dan Ji-ci. Pemuda itu adalah putera dari Pulau Es, maka kalian kini memperoleh kesempatan untuk memperlihatkan kepandaian. Harap kalian dapat mencari dan membawa kembali dua orang puteri itu ke sini dan untuk jasa itu, Pangeran Nepal pasti tidak akan melupakannya.”

“Tentu saja!” Pangeran Liong Bian Cu bangkit berdiri dan menjura. “Pertolongan Ji-wi Locianpwe amat berharga dan saya pasti tidak akan melupakan budi Ji-wi itu.”






Kakek gorilla itu saling pandang dengan nenek bertopeng tengkorak, lalu terdengar kakek itu berkata dengan suaranya yang tenang dan lembut,

“Ji-moi, mari kita pergi!” Baru saja dia berkata demikian, tubuhnya berkelebat dan orangnya sudah lenyap!

Nenek muka tengkorak memandang kepada koksu dan berkata,
“Sam-te, tugas kami berat namun menegangkan dan menggembirakan. Mungkin saja kami gagal, akan tetapi kami percaya bahwa kau, Su-te dan Ngo-te tidak akan membiarkan kami penasaran.”

“Jangan khawatir, Ji-ci!” kata Koksu Nepal dan percakapan sekali ini terjadi seperti dua orang saudara dan memang koksu itu bicara sebagai Sam-ok, bukan sebagai koksu. Akan tetapi jawabannya belum selesai ketika tubuh Ji-ok Kui-bin Nio-nio sudah lenyap pula dari tempat itu!

Hek-sin Touw-ong yang tadinya pingsan, sudah sejak tadi siuman, akan tetapi kakek ini pura-pura masih pingsan, dan diam-diam dia memperhatikan keadaan di situ dan mendengarkan semua percakapan. Dia terkejut bukan main melihat betapa Im-kan Ngo-ok telah berkumpul semua di dalam benteng itu! Dan mendengarkan mereka bicara, tahulah kakek ini bahwa Koksu Nepal yang lihai itu bukan lain adalah Sam-ok, orang ke tiga dari Im-kan Ngo-ok! Tahulah dia bahwa dia dan muridnya tak mungkin dapat lolos dari tempat yang dihuni demikian banyaknya orang-orang pandai itu!

Hanya dengan akal saja dia akan dapat menyelamatkan muridnya. Dia sendiri adalah seorang yang sudah tua, hidup bukan lagi merupakan suatu hal yang terlalu berharga baginya, dan kematian bukan merupakan suatu hal yang menakutkan. Akan tetapi Swi Hwa! Dia tidak boleh mati dalam usia semuda itu!

Dan terbayanglah di depan mata kakek ini semua yang telah terjadi atas diri anak itu dan dia merasa berdosa sekali! Dia telah menculik anak itu, memisahkan anak itu dari semua keluarganya! Semua itu dilakukan hanya untuk melampiaskan dendam dan kemarahannya, dan setelah dipeliharanya, maka dia mencinta anak itu seperti anaknya sendiri. Dan sekarang, anak itu akan mati! Semua adalah gara-gara dia, dan anak itu tidak boleh mati karena menjadi muridnya!

“Ahhh....!”

Dia mengeluh dan pura-pura baru siuman dari pingsannya, bangkit duduk dan memandang ke kanan kiri.

“Ahhh.... Ji-wi Lo-enghiong Su-ok dan Ngo-ok sungguh tak boleh dibuat permainan, dan sekarang aku yang dijadikan permainan! Mengapa orang segolongan sendiri menyusahkan kami guru dan murid?”

Tiba-tiba Hek-sin Touw-ong pura-pura kaget melihat sang pangeran dan Koksu Nepal.
“Celaka! Kenapa kami dibawa ke sini?”

Ban Hwa Sengjin memandang dengan muka keren.
“Hek-sin Touw-ong, apa yang telah kau lakukan bersama muridmu ketika menyamar sebagai Hek-tiauw Lomo dan Hek-hwa Lo-kwi, mengacau di dalam benteng?” bentaknya.

Pada saat itu, Swi Hwa sudah bergerak pula dan dara ini meloncat berdiri, akan tetapi gurunya cepat menarik tangannya, diajak berlutut,

“Lekas berlutut, kita berada di depan Pangeran dan Koksu Nepal yang mulia!”

Swi Hwa heran menyaksikan sikap gurunya, akan tetapi ketika dia melihat bahwa dia telah berada di dalam benteng, terkurung oleh orang-orang pandai yang sekian banyaknya, dia tidak membantah dan cepat dia berlutut sambil menundukkan mukanya.

“Koksu yang mulia, Locianpwe Sam-ok Ban Hwa Sengjin yang sakti tentu sudah maklum mengapa orang-orang seperti kita melakukan suatu tindakan. Sesuai dengan kebijaksanaan golongan kita kaum hitam, tentu saja kami berdua guru dan murid juga melakukan hal itu demi kepentingan kami sendiri, yaitu menerima hadiah dan juga atas tekanan dari Pendekar Siluman Kecil. Tadinya kami kira bahwa benteng ini hanya menjadi tempat orang-orang yang dimusuhi oleh Pendekar Siluman Kecil yang minta bantuan kami, sama sekali kami tidak tahu bahwa banyak tokoh dan datuk dari golongan kita sendiri berkumpul di sini. Kami berdua tidak mati pun sudah sangat untung, hanya mengalami kegagalan saja. Harap Locianpwe memaklumi keadaan kami.”

Dengan ucapan itu Hek-sin Touw-ong hendak menyatakan bahwa dia dan muridnya sama sekali tidak berniat memusuhi Im-kan Ngo-ok yang dianggap orang-orang dari satu golongan, yaitu golongan hitam atau kaum sesat, dan bahwa penyerbuannya semalam di dalam benteng adalah karena penekanan Siluman Kecil dan juga hadiah yang diberikannya, jadi dasarnya hanya “pekerjaan” saja, bukan permusuhan pribadi.

Ban Hwa Sengjin sudah mengenal kakek muka hitam ini sebagai raja maling, tentu saja merupakan tokoh hitam pula di dunia kang-ouw, maka dia pun tidak merasa benci. Hanya karena kedudukannya sebagai koksu dan karena guru dan murid ini telah mengacau benteng maka dia harus bertindak.

“Tak perlu banyak cakap. Kalian telah mengacaukan tempat ini, baik sebagai musuh atau bukan tidak ada bedanya. Sekarang katakan, di mana adanya Siluman Kecil dan Nona Hwee Li? Di mana pula adanya Puteri Syanti Dewi?”

Pertanyaan terakhir itu mengejutkan hati guru dan murid itu. Jelas bahwa mereka berempat gagal untuk melarikan Syanti Dewi, juga gagal untuk melarikan seorang pun dari keluarga Jenderal Kao, bagaimana sekarang Koksu Nepal ini menanyakan tentang Puteri Bhutan itu? Apakah puteri itu berhasil melarikan diri di waktu ribut-ribut semalam? Karena maklum bahwa mereka berdua tidak berdaya dan bahwa agaknya gurunya yang biasanya tidak banyak cakap itu kini hendak menggunakan ”kepandaiannya” bicara, maka Swi Hwa diam saja dan menyerahkan semua jawaban kepada suhunya.

“Kami telah gagal melarikan Syanti Dewi seperti yang dikehendaki oleh Siluman Kecil, jawab Touw-ong dengan tenang. “Setelah kegagalan itu, maka kami berpencar, saya melarikan diri bersama murid saya, hal yang agak mudah karena kami berdua menyamar sebagai...” dia menoleh ke arah Hek-tiauw Lo-mo, dan Hek-hwa Lo-kwi, “kedua orang gagah itu, sedangkan Siluman Kecil melarikan diri bersama Nona Hwee Li. Setelah itu, kami berdua tidak lagi bertemu dengan mereka. Tentang Puteri Bhutan, sungguh kami tidak tahu karena telah gagal membawanya, bahkan kalau tidak salah, ketika itu sang puteri sudah dibawa masuk kembali oleh seorang Panglima Bhutan....“

Penuturan ini memang cocok dengan laporan para pengawal yang melakukan pengeroyokan, maka Ban Hwa Sengjin berpendapat bahwa tentu Siluman Kecil yang telah berhasil melarikan sang puteri. Hanya Siluman Kecil yang memiliki kepandaian tinggi sekali, bahkan dia sendiri karena kurang hati-hati, pernah roboh pingsan oleh Siluman Kecil itu. Sedangkan Touw-ong bersama muridnya ini tentu hanya memiliki kepandaian biasa saja, buktinya mudah tertawan oleh Su-ok dan Ngo-ok.

“Pangeran, saya kira Raja Maling ini tidak membohong dan memang mereka ini tidak tahu di mana adanya Sang Puteri dan juga Nona Hwee Li. Lalu apa yang harus kita lakukan terhadap mereka?”

Pangeran itu mengerutkan alisnya.
“Dia telah mengacau benteng, melakukan pembakaran, dan bersama muridnya telah menyamar sebagai Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi. Apa yang harus kita lakukan terhadap mereka?”

Ucapan pangeran itu seperti bertanya kepada semua orang yang ada di ruangan itu. Hatinya memang mengkal sekali kalau mengingat bahwa perbuatan kedua orang ini telah menyebabkan hilangnya Syanti Dewi, sungguhpun Hwee Li memang sudah lolos sebelum mereka berdua ini datang mengacau dengan penyamaran mereka.

“Serahkan saja mereka kepada kami berdua!” tiba-tiba Hek-tiauw Lo-mo berkata dengan marah.

“Bunuh saja mereka!” kata pula Hek-hwa Lo-kwi.

“Siksa mereka agar mengaku di mana adanya Sang Puteri Syanti Dewi!” kata Mohinta. “Saya yakin bahwa dia yang menyerang saya dan melarikan sang puteri, tentu seorang kawan dari mereka ini!”

“Koksu, harap serahkan gadis ini kepadaku sebagai pengganti yang tempo hari!” tiba-tiba Ngo-ok berkata dan menoleh kepada Swi Hwa.

Tiba-tiba Hek-sin Touw-ong tertawa.
“Sungguh mengherankan. Di dalam rimba sekalipun, tidak ada harimau makan harimau dan srigala makan srigala! Kalau golongan hitam tidak saling membantu, mana mungkin menghadapi golongan putih yang kuat? Kami guru dan murid memang telah melakukan kesalahan, akan tetapi kesalahan itu hanya karena kami tidak tahu bahwa di sini terdapat banyak orang-orang segolongan, dan kami tertipu dan tertekan oleh Siluman Kecil! Kalau kami dianggap sebagai golongan putih hendak dihukum, silakan. Siapa takut mati? Akan tetapi, sungguh menggelikan sekali kalau terdengar di dunia kang-ouw betapa ada kawan makan kawan sendiri! Pangeran, kami guru dan murid adalah orang-orang yang mencari rejeki menggunakan kemampuan kami. Kalau Paduka memaafkan kami dan memberi kami pekerjaan, kiranya kami dapat mempergunakan kepandaian kami untuk keuntungan Paduka!”

Pangeran Liong Bian Cu yang sedang marah itu memang tertarik oleh kepandaian guru dan murid ini. Masih belum dapat dia melenyapkan keheranannya betapa Hek-tiauw Lo-mo dan Hek-hwa Lo-kwi yang menghadapnya kemarin sore itu adalah penyamaran dari guru dan murid ini! Kini, mendengar omongan kakek bermuka hitam itu, dia berkata,

“Orang berdosa, apalagi yang hendak kau sampaikan kepada kami? Pekerjaan apa yang dapat kami berikan kepada kalian yang telah melakukan dosa besar itu?”

“Pangeran, harap jangan percaya kepada omongannya!” Lo-mo berkata marah.

“Lo-mo, jangan ganggu pembicaraan Pangeran dengan pesakitan!”

Ban Hwa Sengin menegur dan Hek-tiauw Lo-mo melotot marah, akan tetapi tidak berani berkata apa-apa lagi.

“Pangeran, saya masih heran mendengar akan lenyapnya sang puteri. Sedangkan saya bersama murid saya, juga pendekar Siluman Kecil yang demikian sakti bersama Nona Hwee Li, tidak mampu melarikan sang puteri, bagaimana dalam keadaan ribut-ribut kebakaran itu ada orang yang mampu melarikannya? Hal itu hanya berarti bahwa ada orang lain yang melarikan sang puteri, dan menurut pendapat saya, orang itu tentu memiliki kepandaian yang lebih tinggi daripada kepandaian Siluman Kecil.”

Semua orang tertegun dan bengong mendengar ini. Juga Ban Hwa Sengjin menjadi terkejut dan diam-diam dia memperhatikan karena dugaan yang diajukan oleh Raja Maling itu memang masuk di akal. Akan tetapi, siapakah orang yang lebih tinggi dari Siluman Kecil? Padahal Siluman Kecil itu sudah demikian lihainya!

“Jangan ngawur!” bentaknya. “Siapakah orangnya yang dapat lebih lihai dari Siluman Kecil dan mengapa pula dia melarikan sang puteri?”

Hek-sin Touw-ong memang cerdik dan dia tidak kekurangan akal untuk mengemukakan dugaan-dugaan yang dapat diterima, semua itu dilakukannya untuk menyelamatkan muridnya dari ancaman hukuman mati.

“Ketika kami dimintai bantuan oleh Siluman Kecil, rencana kami adalah melarikan Puteri Bhutan dan juga keluarga Jenderal Kao Liang. Akan tetapi melihat keluarga jenderal itu demikian banyaknya, Siluman Kecil lalu hendak melarikan sang puteri saja. Akan tetapi hal itu pun gagal dilakukan karena kami ketahuan. Da1am keributan itu, ternyata sang puteri benar-benar lenyap. Hal ini tentu dilakukan oleh seorang yang amat lihai dan mengingat bahwa keluarga Jenderal Kao berada di sini sebagai tahanan, maka siapa lagi orang yang lebih lihai daripada Siluman Kecil itu selain putera sulung Jenderal Kao yang terkenal dengan julukan Si Naga Sakti Gurun Pasir?”

“Ahhh....! Benar juga dugaannya!” tiba-tiba terdengar suara wanita berseru dan wanita yang bangkit dari tempat duduknya itu bukan lain adalah Cheng-yan-cu Kim Cui Yan!

Liok Tek Hwi juga berkata kepada Pangeran Liong Bian Cu,
“Kiranya dugaannya itu tidak salah. Tadi pun aku sudah menduga bahwa tentu dia yang datang melarikan sang puteri.”

Ban Hwa Sengjin berubah wajahnya dan alisnya berkerut.
“Si Naga Sakti Gurun Pasir?”

Dia sudah mendengar nama ini, nama yang amat terkenal bukan karena pendekar itu sendiri melainkan karena tempat tinggalnya, yaitu Istana Gurun Pasir yang menjadi tempat tinggal Si Dewa Bongkok, guru dari Naga Sakti itu! Benarkah pendekar yang sama tenarnya dengan nama pendekar Pulau Es itu telah datang?

“Ah, kalau benar dia yang datang, kenapa dia tidak melarikan puteranya, melainkan puteri itu?” Terdengar Kim Cui Yan membantah.

“Benar juga pendapatmu itu, Sumoi.”

“Kita harus menyelidiki hal ini,” kata Pangeran Liong Bian Cu. “Kita harus dapat menyelidiki tentang putera sulung Jenderal Kao itu, mencari keterangan dari keluarganya.”

“Akan tetapi mereka semua itu keras hati dan tidak takut mati, mana mereka mau membocorkan rahasia Si Naga Sakti?” Ban Hwa Sengjin meragu.

“Kalau Paduka suka memaafkan kami berdua guru dan murid, maka saya dapat menyelidikinya dengan menyamar sebagai Jenderal Kao dan bicara dengan mereka!” tiba-tiba Hek-sin Tow-ong yang melihat kesempatan baik terbuka itu segera berkata. “Tentu mereka akan membuka semua rahasia tentang putera sulung dari jenderal itu. Akan tetapi tentu saja lebih dulu saya harus mengenal mereka, satu-satu, dan apa hubungan mereka dengan jenderal itu.”

Pangeran dan koksu saling pandang dan diam-diam koksu memberi persetujuan dengan anggukan kepalanya. Memang tidak ada untungnya kalau hanya membunuh kedua orang guru dan murid ini, dan kalau dapat mempergunakan mereka sebagai pembantu, memanfaatkan kepandaian mereka menyamar, agaknya akan banyak berguna dan menguntungkan.

Pula, mereka itu bukanlah musuh-musuh golongan, bahkan orang-orang segolongan dan perbuatan mereka semalam di benteng itu hanya terdorong oleh pekerjaan mereka sebagai maling yang menghendaki keuntungan dalam setiap perbuatan mereka!

Demikianlah, setelah mempelajari gerak-gerik Jenderal Kao dan mengenal semua keluarga jenderal itu, Si Raja Maling lalu menyuruh muridnya yang melakukan penyamaran. Dia sudah percaya benar akan kepandaian Swi Hwa dalam hal menyamar, bahkan kelincahan dara itu membuat Swi Hwa tidak kalah pandai daripada sang guru dalam meniru gerak-gerik orang lain. Selain ini, juga Raja Maling ini hendak menonjolkan jasa muridnya karena sesungguhnya semua ini dilakukannya untuk menyelamatkan sang murid dari hukuman berat.
Dan usaha yang dilakukan oleh Swi Hwa memang berhasil baik sekali! Semua keluarga jenderal itu tidak ada yang tahu bahwa yang bercakap-cakap dengan mereka di luar pintu jeruji besi itu bukanlah Jenderal Kao Liang! Bahkan isteri sang jenderal sendiri tidak mengenal kepalsuan ini. Mereka saling bercakap tentang lolosnya Puteri Bhutan, dan Swi Hwa sebagai Jenderal Kao menyatakan dugaannya kepada keluarganya bahwa mungkin yang melarikan sang puteri adalah Kao Kok Cu, putera sulungnya atau Si Naga Sakti itu.

Akan tetapi keluarganya membantah. Tidak mungkin, kata mereka, karena kalau benar Naga Sakti yang datang, tentu puteranya, Kao Cin Liong, yang akan diselamatkannya lebih dulu, atau juga ayah ibunya, bukan puteri dari Bhutan itu! Dari percakapan ini, Swi Hwa mendengar tentang semua riwayat Jenderal Kao Liang, dan juga betapa jenderal itu telah menyuruh puteranya yang ke tiga, yaitu Kao Kok Han, untuk mencari Naga Sakti dan memberi tahu tentang segala malapetaka yang menimpa keluarga Kao.

Semua yang diketahuinya dari hasil percakapan ini, oleh Swi Hwa dan gurunya dilaporkan kepada Pangeran Liong Bian Cu dan akhirnya, melihat betapa dara itu dalam melakukan penyamaran sungguh amat mengagumkan, pangeran ini dan koksu menerima mereka berdua sebagai pembantu-pembantu mereka karena Pangeran Liong Bian Cu memang ingin mengumpulkan sebanyak mungkin orang pandai, terutama dari golongan hitam untuk membantunya.

Dan sesungguhnya Hek-sin Touw-ong juga termasuk seorang di antara tokoh-tokoh yang memang sudah diincarnya untuk membantunya, bahkan ketika terjadi pertemuan di lembah ini antara para tokoh hitam, Hek-sin Touw-ong juga diwakili oleh Ang-siocia, muridnya itu. Mengingat akan semua inilah, maka pangeran dan koksu memaafkan pengacauan mereka berdua di dalam benteng semalam, dan menarik mereka sebagai pembantu dan sekutu!

**** 104 ****