FB

FB


Ads

Selasa, 02 Juni 2015

Jodoh Rajawali Jilid 101

“Sialan! Pangeran Nepal bedebah! Kalau dapat dia oleh tanganku, hemmm, akan kupatahkan batang hidungnya yang panjang bengkok itu!”

Ang-siocia atau Kang Swi Hwa mengomel panjang pendek sambil melempar-lemparkan penyamarannya sebagai Hek-tiauw Lo-mo

“Sudah payah-payah aku setengah mati menyamar seperti setan dan hampir berhasil, eh, tahu-tahu si hidung kakatua itu membikin gagal saja.” Tiba-tiba dia menoleh kepada Hwee Li seperti orang teringat akan sesuatu dan cepat berkata, “Ah, maafkan aku, Adik Hwee Li, bukan maksudku menyinggung engkau.”

Hwee Li tadinya tersenyum mendengar omelan Swi Hwa, akan tetapi mendengar ucapan ini dia mengerutkan alisnya dan bertanya,

“Mengapa kau minta maaf kepadaku, Enci Hwa?”

“Aku telah memaki dan mengancam mematahkan batang hidung.... eh, tunanganmu.”

Sepasang mata Hwee Li memancarkan sinar marah.
“Hemmm, sekali lagi kau menyebut dia tunanganku, hidungmu sendiri yang akan kupatahkan!” katanya.

Ang-siocia tertawa. Dia kecewa dan penasaran oleh kegagalan itu, akan tetapi tadi dia melihat Hwee Li masih dapat tersenyum-senyum, maka dia sengaja menggoda dara itu yang kini juga menjadi marah, maka legalah hatinya.

“Tidak ada yang harus dipersalahkan,” terdengar Hek-sin Touw-ong berkata sambil menggeleng kepala. Dia pun sudah melemparkan semua penyamarannya. “Benteng itu kokoh kuat bukan main. Masih untung kita dapat menyelamatkan diri keluar dari sana. Hemmm, hebat sekali benteng itu dan penjagaannya amat kuat. Kalau saja Hek-tiauw Lo-mo, Hek-hwa Lo-kwi, dan orang seperti Koksu Nepal itu berada di lembah, mana mungkin kita dapat menyelamatkan diri?”

“Ucapan Touw-ong memang tepat. Benteng itu tidak mungkin dapat ditembus tanpa bantuan pasukan yang kuat. Dan tanpa penyerbuan oleh pasukan, tidak mungkin menyelamatkan keluarga Jenderal Kao dan Puteri Syanti Dewi.” Dia diam sejenak, teringat akan puteri itu, hatinya menjadi gelisah sekali. “Sekarang juga aku akan pergi ke kota raja untuk minta bantuan dan melaporkan keadaan di dalam benteng yang siap untuk memberontak itu.”

“Aku ikut!” Hwee Li sudah memotong cepat.

“Sayang kami tidak dapat membantu,” kata Hek-sin Touw-ong. “Kami mempunyai urusan kami sendiri. Taihiap, kami ingin mohon pertolonganmu sedikit, yaitu, dapatkah Taihiap memberi tahu kepada kami, di mana adanya orang muda yang bernama Siauw Hong itu?”

“Siauw Hong?”

Kian Bu memandang kepada guru dan murid itu, dan melihat betapa Ang-siocia menundukkan mukanya. Dia tidak tahu akan peristiwa yang terjadi antara Siauw Hong dan Ang-siocia.






“Maksudmu pemuda murid Sai-cu Kai-ong itu? Tentu saja dia berada di Bukit Nelayan di lereng Pegungungan Tai-hang-san itu.”

Kian Bu tidak mau banyak bercerita tentang Siauw Hong, pemuda yang ternyata adalah keturunan dari keluarga Suling Emas yang hebat itu. Karena hal itu amat dirahasiakan tadinya oleh kedua fihak yang bersangkutan, yaitu Sai-cu Kai-ong dan Sin-siauw Seng-jin, maka dia pun tidak mau membuka rahasia itu dan hanya mengatakan bahwa Siauw Hong yang telah diketahuinya bernama Kam Hong, keturunan langsung dari keluarga Suling Emas, kini berada bersama gurunya, Sai-cu Kai-ong di Tai-hang-san.

“Terima kasih, Suma-taihiap. Kami akan pergi ke Tai-hang-san,” kata Hek-sin Touw-ong dengan singkat pula.

Mereka lalu mengucapkan selamat berpisah. Hwee Li memegang tangan Swi Hwa.
“Enci Hwa, jangan kau lupa padaku, ya? Aku kagum sekali akan ilmu penyamaranmu dan kalau ada waktu kelak aku ingin belajar menyamar seperti engkau.”

“Mana mungkin aku dapat melupakan orang seperti engkau, Adik Hwee Li? Engkau mempunyai seorang ayah yang jelek sekali....“

“Hanya ayah paksaan!”

“Dan engkau mempunyai tunangan yang lebih jahat lagi....“

“Juga tunangan paksaan!”

“Akan tetapi engkau sendiri amat cantik jelita, lihai dan manis, adikku. Sebetulnya, kalau tidak bersama Suhu.... aku, aku akan suka sekali melakukan perjalanan bersamamu!”

Sambil berkata demikian, mata dara ini mengerling kepada Suma Kian Bu, karena sesungguhnya yang membuat hatinya merasa berat adalah berpisah dari Siluman Kecil yang amat dikaguminya itu.

Maka berpisahlah empat orang itu. Ang-siocia yang merasa berat berpisahan dengan Hwee Li dan terutama Kian Bu, terpaksa ikut bersama suhunya untuk mencari Siauw Hong! Sedangkan Hwee Li pergi bersama Suma Kian Bu menuju ke kota raja karena Kian Bu melihat bahaya besar mengancam keamanan kerajaan dengan adanya bencana di lembah Huang-ho itu.

**** 101 ****