FB

FB


Ads

Rabu, 27 Mei 2015

Jodoh Rajawali Jilid 083

Lereng Bukit Tai-hang-san memiliki pemandangan alam yang amat indah. Terutama sekali di lereng gunung di mana berdiri Kuil Kwan-im-bio itu. Sungguh bagian lereng gunung ini merupakan tempat yang subur sekali tanahnya karena sumber air di dekat puncak mengalir melalui lereng ini.

Segala macam tanaman rempah-rempah yang mengandung khasiat pengobatan dan racun ampuh dan bunga-bunga indah dan aneh-aneh yang tidak terdapat di daerah lain. Mungkin terpengaruh oleh cara hidup para nikouw (pendeta wanita) yang mendiami Kuil Kwan-im-bio itu, cara hidup penuh ketenteraman, ketenangan dan kedamaian, maka para penduduk di dusun-dusun sekitar daerah lereng ini pun hidup tenteram dan tenang. Bahkan binatang-binatang hutan yang terdapat di lereng itu, burung-burung yang berkembang biak dengan amannya, kelihatan jinak dan tidak takut kepada manusia karena manusia yang tinggal di sekitar daerah itu tidak pernah ada yang mengganggu mereka.

Kuil Kwan-im-bio yang berada di lereng itu dipimpin oleh Kim Sim Nikouw, seorang pendeta wanita yang lemah lembut dan manis budi, yang dikenal oleh seluruh penduduk pegunungan itu sebagai seorang pendeta yang suka menolong mereka yang sedang dilanda kesusahan, dikenal sebagai seorang ahli pengobatan dan juga seorang yang biarpun kelihatan lemah namun sesungguhnya merupakan seorang yang memiliki kesaktian luar biasa sehingga tidak ada orang jahat pernah berani mencoba-coba untuk mengganggu daerah itu.

Akan tetapi, Kim Sim Nikouw tidak pernah mau memperlihatkan kepandaiannya, apalagi untuk berkelahi, bahkan dia selalu mengalah dan bersikap manis terhadap siapapun juga sehingga banyak orang jatuh olehnya bukan dengan kekerasan atau kepandaian silat, melainkan oleh sikapnya yang manis budi.

Kejatuhan seperti ini bukan merupakan kejahatan yang mengandung dendam dan sakit hati, sebaliknya malah kejatuhan seperti ini mengandung daya tarik yang membangkitkan rasa sayang di dalam hati semua orang terhadap nikouw tua ini.

Usia Kim Sim Nikouw sudah mendekati enam puluh tahun namun wajahnya masih nampak berkulit halus dan kemerahan, tanda sehat dan segar, masih jelas nampak bekas kecantikan wajahnya.

Memang nikouw ini dahulu adalah seorang wanita yang amat cantik dan tangkas. Dan ilmu kepandaiannya memang tinggi sekali karena dia bukan lain adalah bekas suci dari Pendekar Super Sakti yang kini menjadi Majikan Pulau Es (baca cerita Pendekar Super Sakti). Biarpun nikouw ini kelihatan lemah dan manis budi, namun sesungguhnya di waktu mudanya dia pernah menjadi murid seorang datuk kaum sesat yang bertangan kejam sekali.

Bahkan nikouw ini memiliki pula pukulan yang dinamakan Toat-beng Sin-ciang (Tangan Sakti Pencabut Nyawa), di samping tenaga dingin Swat-im Sin-kang yang amat mujijat. Akan tetapi, belum pernah ada orang yang menyaksikan nikouw itu mempergunakan pukulan mengerikan dan tenaga mujijat itu, kepandaian yang oleh nikouw itu sendiri tidak disukainya.

Akan tetapi yang pernah nampak oleh orang lain adalah kepandaian berlari cepat dari nikouw ini. Kim Sim Nikouw selama puluhan tahun telah menciptakan ilmu meringankan tubuh yang amat hebat sehingga dia dapat berlari seperti terbang cepatnya dan kedua kakinya seolah-olah menginjak ujung rumput-rumput di atas tanah. Ilmu ciptaannya ini adalah Ilmu Jouw-sang-hui-eng (Ilmu Terbang di Atas Rumput) dan ada pula gerakan-gerakan yang luar biasa cepatnya dan yang diberinya nama Ilmu Sin-ho Coan-in (Bangau Sakti Terjang Awan).

Sikap dan sifat Kim Sim Nikouw memang membuat dia pantas sekali menjadi ketua Kuil Kwan-im-bio, karena dewi yang dipuja-puja di kuil itu sendiri, yaitu Kwan Im Pouwsat, adalah dewi lambang dari kebijaksanaan dan belas kasih, penolong dan pengampun.

Murid-muridnya, yaitu para nikouw yang berada di kuil itu, semua tunduk kepadanya, taat bukan karena takut melainkan karena mencinta pendeta wanita ini. Dan para nikouw itu hanya menjadi muridnya dalam hal keagamaan saja. Satu-satunya nikouw yang menjadi muridnya dalam hal ilmu silat hanyalah seorang, yaitu Liang Wi Nikouw yang usianya malah lebih tua dari padanya! Liang Wi Nikouw telah berusia enam puluh lima tahun sedangkan Kim Sim Nikouw kurang lebih enam puluh tahun!

Akan tetapi, semenjak beberapa bulan ini, Kim Sim Nikouw membawa pulang seorang dara remaja yang usianya baru delapan belas tahun, seorang dara yang bersikap lemah lembut, berwajah cantik dan gerak-geriknya halus. Dara ini bukan lain adalah Phang Cui Lan, puteri mendiang kepala kampung Cian-li-cung di dekat Lok-yang, dara yatim piatu yang hidup sebatangkara dan yang pernah menjadi dayang atau pelayan dari keluarga Gubernur Ho-nan.

Seperti telah diceritakan di bagian depan cerita ini, dayang yang muda dan cantik ini, biarpun merupakan seorang wanita lemah, namun dia memiliki keberanian yang amat mengagumkan dan dengan cara luar biasa dia telah berhasil menyelamatkan Gubernur Ho-pei dari ancaman bahaya ketika Gubernur Ho-pei ini tertawan oleh Gubernur Ho-nan yang hendak memberontak.

Dan telah dituturkan pula betapa Cui Lan diangkat anak oleh Gubernur Ho-pei dan diajak pulang ke Ho-pei. Akan tetapi di tengah jalan, Cui Lan bertemu kembali dengan satu-satunya pria yang dipujanya dan yang diam-diam dicintanya, yaitu Siluman Kecil yang bertanding melawan kakek pembawa suling emas.

Sikap Siluman Kecil yang tidak mempedulikannya, membuat hati dara ini hancur dan terluka. Kembali terbukti betapa cinta kasih yang sesungguhnya bukan cinta kasih murni melainkan cinta kasih yang mengikat, yang mengandung pamrih, yang disebut cinta kasih akan tetapi sebenarnya hanya merupakan pengejaran kesenangan diri pribadi, selalu pasti mendatangkan penderitaan dan kesengsaraan!

Betapa banyak terjadi di dalam dunia ini cinta-cinta yang mendatangkan korban tak terhitung banyaknya dan bermacam-macam lika-likunya. Cinta seperti itu yang mendatangkan korban di antara manusia telah terjadi semenjak ribuan tahun, sedang terjadi pula sekarang ini dan mungkin akan terus terjadi selama manusia tidak menyadari betapa palsunya cinta kasih seperti itu.

Betapa banyaknya kaum muda-mudi yang saling tertarik, bersumpah saling mencinta ketika mereka masih diombang-ambingkan oleh pengejaran untuk menyenangkan dirinya sendiri itu. Kemudian, setelah datang badai berupa sesuatu yang membuat hati mereka tidak senang, lunturlah cinta kasih itu, bahkan tidak jarang cinta mereka berubah menjadi kebencian!






Cinta kasih macam itu tak dapat tiada tentu akan mendatangkan kepahitan, patah hati, kekecewaan, kebosanan, cemburu, dan sebagainya. Karena cinta kasih seperti itu isinya penuh dengan pamrih dan harapan, bayangan untuk kesenangan pribadi, maka apabila ternyata bahwa cinta kasih itu tidak mendatangkan kesenangan lagi, bahkan merugikan dan menyakitkan, cinta kasih itu berubah menjadi penderitaan dan kesengsaraan batin.

Demikian pula dengan Phang Cui Lan. Dia mencinta Siluman Kecil, cinta yang didorong oleh rasa kagumnya terhadap Siluman Kecil yang pernah menolongnya. Cintanya berselubung harapan agar dia menjadi milik pria itu, agar pria itu membalas cintanya, agar dia selalu dapat berdampingan dengan pria itu karena hal ini akan amat menyenangkan hatinya. Demikianlah gambaran yang diharap-harapkannya.

Oleh karena itu, karena melihat kenyataan betapa pendekar yang dipujanya itu sama sekali tidak mempedulikannya, sama sekali tidak menerima apalagi membalas cintanya, Phang Cui Lan mengalami pukulan batin yang hebat dan yang membuatnya merana.Untung baginya bahwa dalam keadaan itu dia bertemu dengan Kim Sim Nikouw yang menaruh kasihan kepadanya dan mengajak dara itu tinggal di kuilnya.

Kim Sim Nikouw merasa tertarik dan sayang kepada Cui Lan, karena dia melihat persamaan nasib antara dia dan dara itu. Dia sendiri di waktu mudanya juga mengalami patah hati yang amat membuatnya sengsara, yaitu ketika cintanya terhadap Pendekar Super Sakti tidak berhasil membuat dia berjodoh dengan pendekar itu. Dia pun pernah mengalami derita batin karena cinta gagal, maka kini menyaksikan keadaan Cui Lan, timbul rasa iba di dalam hatinya. Dara itu pun seorang yang yatim piatu seperti dia, dan gagal pula dalam cintanya. Dulu dia gagal dalam cintanya terhadap Pendekar Super Sakti dan kini Cui Lan gagal terhadap putera pendekar itu.

Hati Cui Lan banyak terhibur dan terobati setelah dia menjadi murid Kim Sim Nikouw. Bahkan dara ini yang telah mengalami banyak hal-hal pahit dan maklum bahwa sebagai seorang wanita muda yang lemah dia terancam oleh berbagai kejahatan di dunia ramai, kini mulai mempelajari ilmu silat dari ketua Kwan-im-bio itu di samping menerima wejangan-wejangan kebatinan yang dapat dia pergunakan untuk mengatasi penderitaan batinnya.

Akan tetapi, bukan hanya menjadi maksud hati Kim Sim Nikouw untuk sekedar mengobati luka di hati Cui Lan, agar dara itu dapat melupakan kedukaannya dan melupakan Kian Bu. Sama sekali tidak! Nikouw ini melihat kenyataan bahwa menghibur hati yang sengsara dengan cara memaksa diri menjadi nikouw bukanlah merupakan jalan yang baik, karena dia sendiri sudah merasakan betapa sampai sekarang pun hatinya kadang-kadang terluka dan perih kembali!

Oleh karena itu, dia tidak ingin melihat Cui Lan mencontoh perbuatannya. Tidak, Cui Lan adalah seorang dayang amat cantik dan baik, hal ini sudah diketahuinya benar selama beberapa hari saja setelah dara itu ikut bersamanya. Dara ini baik sekali, cukup baik dan cukup berharga untuk menjadi mantu Pendekar Super Sakti! Karena itu, diam-diam dia akan turun tangan, dia yang akan menjadi wali dan wakil orang tua dara ini untuk menjodohkan Cui Lan dengan Kian Bu!

Cui Lan sendiri hanya dapat menduga-duga saja siapakah sebenarnya nikouw yang kini menjadi gurunya ini. Dia hanya tahu bahwa nikouw ini bernama Kim Sim Nikouw dan menjadi ketua Kuil Kwan-im-bio, akan tetapi dia tidak tahu apa hubungan nikouw ini dengan Siluman Kecil. Dia mendengar ketika dia mengintai bersama Hwee Li betapa Siluman Kecil menyebut nikouw ini “ibu”. Akan tetapi dia tidak berani menanyakan kepada subonya.

Pada suatu hari, setelah kurang lebih tiga bulan dia berguru kepada Kim Sim Nikouw, dan untuk kesekian kalinya dia mengajukan permintaan agar diterima menjadi nikouw karena di dunia baru ini dia merasa seperti menemukan ketenteraman batin. Kim Sim Nikouw kembali menolaknya dan berkata kepada dara yang berlutut di depannya itu.

“Cui Lan, ketahuilah bahwa engkau tidak berjodoh untuk menjadi pendeta.”

Cui Lan mengangkat mukanya yang tadi menunduk dan memandang kepada subonya dengan sinar mata penuh permohonan.

“Akan tetapi, Subo. Teecu telah merasa tenteram dan senang hidup sebagai seorang pendeta. Apakah Subo hendak mengatakan bahwa teecu masih terlalu kotor untuk menjadi nikouw?”

“Omitohud....! Sama sekali tidak demikian muridku.”

“Kalau begitu, kenapakah, Subo? Harap Subo suka memberi penerangan kepada teecu.”

“Engkau ingin tahu mengapa aku melarangmu menjadi nikouw, Cui Lan? Karena.... karena pinni menyayangmu seperti anak sendiri, karena pinni tidak ingin engkau yang begini muda menyia-nyiakan hidupmu dan tidak menikmati hidupmu. Karena pinni tidak ingin engkau menjadi korban dari cinta gagal yang akan membuat hidupmu selalu merana dan sengsara, biarpun hal itu akan kau tutupi dengan jubah pendeta sekalipun!”

Wajah Cui Lan berubah, agak pucat ketika dia memandang kepada nikouw itu dengan sinar mata terbelalak.

“Apa.... apa maksud Subo....?”

Nenek itu memandang kepada muridnya dengan sepasang matanya yang bersinar lembut namun tajam dan agaknya dapat menjenguk isi hati yang dipandangnya,

“Cui Lan, engkau masih mencinta Siluman Kecil, bukan?”

Wajah Cui Lan berubah menjadi merah dan dia menunduk, akan tetapi lalu menarik napas panjang dan sampai lama baru menjawab,

“Teecu.... cinta padanya dan selama hidup teecu akan tetap mencintanya, Subo. Akan tetapi apa artinya semua itu? Tidak ada gunanya dan karena itulah maka teecu mengambil keputusan untuk menggunduli kepala dan masuk menjadi nikouw saja. Harap Subo suka mengabulkan permintaan teecu ini....“

“Tahukah engkau siapa sebetulnya Siluman Kecil itu?”

Cui Lan memandang gurunya.
“Teecu tidak tahu, Subo. Dia.... dia diliputi penuh rahasia.... dan teecu pernah mendengar betapa dia menyebut Subo dengan sebutan ibu.... ah, bukan sekali-kali teecu bermaksud untuk menanyakan hal ini kepada Subo, teecu tidak berhak mengetahui....“

“Anak baik, engkau amat sopan dan baik. Akan tetapi jangan khawatir. Dia bukanlah puteraku sungguhpun dia kuanggap sebagai anakku sendiri dan dia pernah mempelajari beberapa macam ilmu dari pinni. Akan tetapi yang kumaksudkan bukan itu, melainkan bahwa dia itu putera dari Majikan Pulau Es, putera dari Pendekar Super Sakti, dan namanya adalah Suma Kian Bu.”

Cui Lan mengerutkan alisnya, mengingat-ingat. Dia sama sekali tidak pernah mengenal nama Pendekar Super Sakti atau Majikan Pulau Es, akan tetapi nama Suma Kian Bu tidak asing baginya, terutama she Suma itu. Kemudian dia teringat,

“Ah, teecu pernah mengenal seorang pendekar perkasa yang amat berbudi dan bernama Suma Kian Lee....“

“Ehhh? Suma Kian Lee? Dia adalah kakak dari Suma Kian Bu atau Siluman Kecil!”

“Ohhhhh....!”

Cui Lan terbelalak dan kini dia mengerti mengapa dia merasa kagum dan suka sekali kepada Suma Kian Lee, bukan hanya karena Kian Lee merupakan seorang pemuda tampan yang gagah perkasa dan berbudi mulia, akan tetapi sekarang dia melihat bahwa memang terdapat persamaan antara kedua orang pemuda itu!

Banyak sekali persamaan malah. Memang wajah mereka agak berbeda, memiliki ketampanan masing-masing, akan tetapi kini nampak olehnya bahwa memang terdapat persamaan yang kuat sekali, entah di dalam sinar matanya, atau dalam sikap mereka yang gagah.

“Dan ketahuilah bahwa pinni adalah sahabat baik dari ayah mereka. Pendekar Super Sakti. Bukan hanya sahabat baik sekali, Cui Lan, bahkan dia itu dahulu adalah suteku sendiri. Pinni menganggap Kian Bu sebagai anak sendiri dan pinni melihat engkau memang pantas menjadi jodohnya, Cui Lan....”

“Subo....!” Cui Lan menjerit dan mukanya berubah makin merah. “Dia.... dia tidak suka kepada teecu....!”

“Ah, mana mungkin ada orang tidak suka kepadamu, Cui Lan? Dan anakku Kian Bu itu bukanlah pembenci orang.”

“Akan tetapi dia.... dia.... agaknya tidak dapat menerima perasaan teecu, Subo.” Dia berhenti sebentar. “Dia.... tidak mencinta teecu.... tidak mungkin dia sudi berjodoh dengan, teecu.”

“Jangan khawatir, muridku. Aku cukup mengenal anakku Kian Bu. Bukannya dia tidak mencintamu, akan tetapi mungkin ada hal lain yang membuat dia agaknya sengaja menjauhimu. Akan tetapi, biarlah pinni yang akan menemuinya dan kalau perlu pinni yang akan membicarakan urusan perjodohan antara engkau dan Kian Bu dengan ayahnya, Pendekar Super Sakti. Kalau pinni yang bicara, pinni yakin akan ada perhatian dari keluarga mereka.”

Tiba-tiba Cui Lan tak dapat menahan lagi membanjirnya air matanya, air mata yang terdorong oleh bermacam perasaan. Ada kesedihan, ada keharuan, akan tetapi juga ada kegirangan yang timbul oleh harapan baru. Hampir dia tidak percaya bahwa dia kelak akan dapat menjadi jodoh Siluman Kecil. Akan tetapi siapa tahu? Nasibnya berada di tangan subonya. Dia lalu memberi hormat sampai dahinya menyentuh lantai.

“Subo.... teecu menyerahkan mati hidup teecu di tangan Subo, dan teecu hanya akan mentaati segala perintah Subo....“

Kim Sim Nikouw menarik napas panjang dan menggerakkan tangannya, dengan lembut dia mengusap rambut kepala muridnya itu. Tak lama kemudian dia berkata,

“Aihhh, betapa cinta kasih di dunia ini mendatangkan banyak korban di antara manusia! Pinni akan berusaha sungguh-sungguh, Cui Lan, karena pinni tidak menghendaki engkau mengalami nasib seperti wanita-wanita yang gagal dalam bercinta sehingga akhirnya hidup menderita selamanya. Pinni sendiri telah menemui kebahagiaan dalam penghambaan diri kepada Pouwsat, akan tetapi betapa banyaknya orang yang hanya menggunakan agama sebagai pelarian belaka? Apalagi kalau pinni teringat kepada sucimu Yan Hui.... hemmm, pinni merasa ngeri....“ Wajah nikouw itu menjadi muram ketika menyebut nama Yan Hui itu.

Cui Lan yang telah mereda keharuannya dan telah mengusap air matanya itu memandang subonya, hatinya tertarik.

“Subo, siapakah Suci (Kakak Seperguruan) yang bernama Yan Hui itu?” tanyanya.

Kembali Kim Sim Nikouw menarik napas panjang.
“Ketahuilah bahwa belasan tahun yang lalu, hampir dua puluh tahun yang lalu, pinni belum mendidik Liang Wi Nikouw sucimu itu sebagai murid, pinni tadinya tidak berniat untuk menurunkan ilmu silat kepada siapapun karena pinni menganggap bahwa ilmu silat hanyalah ilmu yang dipergunakan orang untuk menunjukkan kekerasan belaka. Akan tetapi pada suatu hari, pinni bertemu dengan seorang gadis cantik jelita yang memiliki kepandaian tinggi dan dia pinni temui hampir membunuh diri di dalam kamar kuil ini ketika pada suatu malam dia bermalam di sini. Pinni mencegah dia membunuh diri dan memutuskan tali penggantung lehernya. Dara itu bernama Ouw Yan Hui, cantik jelita dan berilmu tinggi. Melihat betapa pinni menggagalkan maksudnya membunuh diri, setelah dia siuman kembali, dia menjadi marah dan menyerang pinni. Kami bertanding dan ternyata ilmunya memang hebat! Kalau saja pinni tidak memiliki ilmu ginkang yang telah pinni latih secara tekun sekali sehingga dalam hal kecepatan pinni dapat mengatasinya, agaknya pinni tidak akan menang menghadapinya.” Sampai di sini nikouw itu berhenti dan memejamkan mata mengingat-ingat.

“Akan tetapi pinni tidak mau melukai orang, apalagi membunuh orang. Maka perlahan-lahan pinni menasihatinya dengan pelajaran agama dan akhirnya dia sadar dan insyaf, lalu dia menangis dan berlutut mohon menjadi murid pinni. Seperti juga engkau, dia ingin menjadi nikouw, akan tetapi pinni yang melihat ada ganjalan hati yang membuatnya keras luar biasa, tidak mau menerimanya, hanya menerimanya sebagai murid. Pinni mengajarkan ginkang itu kepadanya dan ternyata dia berbakat sekali. Dalam waktu tiga tahun saja ginkangnya bahkan sudah melampaui tingkat pinni sendiri!”

“Ah, dia tentu hebat....!” Cui Lan berseru kagum.

“Memang dia hebat! Yan Hui seorang wanita yang hebat sekali. Akan tetapi dia pun menjadi rusak oleh patah hati karena cinta gagal!”

“Ohhh....!” Cui Lan berseru kaget dan kasihan.

“Sebetulnya dia sudah bersuami dan dia amat mencinta suaminya itu. Akan tetapi, selagi dia mengandung tua, suaminya itu menyeleweng dan dia menangkap basah suaminya yang berjina dengan seorang gadis tetangganya. Yan Hui tidak mampu menahan kemarahannya dan dia membunuh suaminya dan gadis itu, menjadi buronan dalam keadaan mengandung tua. Dengan sengsara dia melarikan diri, melahirkan anak seorang diri di dalam kuil tua dan anak itu mati ketika dilahirkan. Dia sendiri hampir saja mati, dan biarpun akhirnya dia dapat memulihkan kembali kesehatannya, namun hatinya telah terluka. Dalam keadaan seperti itulah pinni bertemu dengan dia, ketika dia hendak membunuh diri.”

Cui Lan makin tertarik.
“Sungguh kasihan sekali dia Subo, di mana sekarang adanya suci itu?”

Kim Sim Nikouw menghela napas panjang.
“Dia tinggal di Pulau Ular Emas, di mana dia hidup sebagai seorang ratu yang amat mewah. Dia berhasil menemukan harta pusaka yang disimpan kaum bajak jaman dahulu di pulau itu. Aihhh.... sungguh menyedihkan. Dia menjadi seorang wanita yang mabuk oleh dendam, menjadi pembenci kaum pria.... menyedihkan sekali, dia berubah menjadi seorang yang kejam, seperti iblis. Pinni tidak berdaya, karena dengan ginkang yang sudah melebihi pinni tingkatnya, mana pinni mampu menghadapinya? Kiranya, hanya Kian Bu saja yang akan sanggup menghadapi sucimu itu.... ah, sudahlah, hati pinni merasa tidak enak kalau membicarakan sucimu Yan Hui itu karena pinni merasa betapa pinni telah menambah sayap pada seekor harimau betina yang haus darah! Karena itulah, Cui Lan, maka pinni tidak ingin melihat engkau menjadi seorang wanita yang putus asa karena cinta gagal. Pinni akan berusaha agar engkau dapat berjodoh dengan Kian Bu karena pinni yakin bahwa baik engkau maupun Kian Bu kelak akan hidup sebagai suami isteri yang berbahagia.”

“Teecu merasa amat berterima kasih atas budi kecintaan Subo kepada teecu,” jawab Cui Lan dan semenjak percakapan itu, dara ini berlatih makin tekun dan wajahnya mulal berseri karena timbul harapan baru dalam hatinya.

**** 083 ****