FB

FB


Ads

Senin, 25 Mei 2015

Jodoh Rajawali Jilid 078

“Tidak.... bukan begitu maksud saya,” Tang Hun berkata cepat. “Sebetulnya saya tidak tertarik oleh kebangsaannya, melainkan oleh pribadinya, maka....“

“Cukup, Tang-kongcu!” Tiba-tiba terdengar suara Ban-hwa Seng-jin, Koksu Nepal itu. “Hendaknya Tang-kongcu membuang jauh-jauh pikiran itu kalau Kongcu ingin selamat. Puteri Syanti Dewi dari Kerajaan Bhutan adalah menjadi tamu agung kami di sini, apakah Kongcu berani hendak menghina dan mengganggu beliau?”

Tang Hun terkejut bukan main. Tidak pernah terpikir olehnya sedemikian jauhnya. Dia memang mendengar bahwa Syanti Dewi berasal dari Bhutan dan kabarnya seorang puteri, akan tetapi hal itu tidak begitu penting baginya, apalagi karena bagi dia dan sebagian besar di antara bangsanya, bangsa-bangsa asing di barat hanyalah bangsa-bangsa yang derajatnya rendah!

Baginya yang terpenting adalah kecantikan Syanti Dewi yang membuatnya tergila-gila. Dia tidak peduli apakah dara itu puteri raja ataukah puteri pengemis! Akan tetapi, ternyata persoalannya tidaklah sesederhana yang disangkanya dan dia kini dianggap melakukan penghinaan, terhadap bangsa Bhutan dan Nepal!

“Ah, maafkan saya...., saya tidak tahu sama sekali akan hal itu.... dan setelah mendengar penjelasan Paduka Pangeran dan Koksu, tentu saja saya tahu diri dan tidak akan melanjutkan keinginan saya.”

“Bagus! Ternyata Tang-kongcu adalah seorang yang bijaksana dan dapat diajak bersahabat!” Pangeran Liong Bian Cu berseru girang. “Kami pun jauh-jauh datang dari barat sekali-kali bukan mencari lawan, melainkan mencari kawan untuk bersama-sama menghadapi Kerajaan Ceng. Bagaimana Tang-kongcu, dapatkah kami mengharapkan bantuan Kongcu dan Liong-sim-pang?”

Wajah Tang Hun yang tadinya agak muram karena lenyapnya harapan hatinya untuk dapat memperisteri Syanti Dewi, kini berseri. Dia melihat kesempatan yang baik sekali untuk mencari kedudukan dan tentu saja menambah besarnya kekayaannya. Sekarang, biarpun dia kaya raya namun dia tidak memiliki kedudukan, bukan bangsawan melainkan orang biasa. Agaknya hal inilah yang tidak memungkinkan dia menikah dengan seorang puteri! Berbeda tentu kalau dia memiliki kedudukan tinggi di samping harta kekayaan, kekuasaan dan kepandaiannya.

“Tentu saja saya merasa terhormat sekali dan suka membantu perjuangan Paduka Pangeran. Memang telah lama saya mendengar betapa kaisar yang tua amat lemah, kekacauan terjadi di mana-mana dan bahkan kabarnya Gubernur Ho-nan....“

Tiba-tiba dia berhenti dan memandang kepada Jenderal Kao Liang yang duduk sambil menundukkan mukanya seolah-olah sama sekali tidak ingin mencampuri percakapan itu dan tidak ingin mendengarkan pula.

Melihat ini, Pangeran Nepal itu tertawa.
“Lanjutkan, Tang-kongcu, dan jangan khawatir terhadap Jenderal Kao karena dia pun menjadi korban kelaliman kaisar yang menjadi boneka di bawah pengaruh pembesar-pembesar jahat.”

Tang Hun menarik napas panjang.
“Saya hanya mendengar desas-desus saja bahwa Gubernur Ho-nan juga memperlihatkan sikap menentang kaisar dan banyak komandan di perbatasan yang tidak merasa puas....”

“Berita itu memang benar, Kongcu. Bahkan kami telah mengadakan persekutuan dengan Gubernur Ho-nan.”.

“Ah, bagus sekali....!”

“Kami hanya menanti saat yang tepat saja untuk mulai dengan gerakan kami, gerakan serentak dari segenap penjuru untuk menyerbu kota raja. Maka kalau engkau suka membantu, Tang-kongcu, kami akan menerima dengan kedua tangan terbuka.”

“Tentu saja saya akan membantu, akan tetapi imbalannya kelak?”

Tang Hun adalah seorang yang cerdik, maka melihat betapa pangeran ini sudah bersikap terbuka kepadanya, dia maklum bahwa dia tidak akan dapat melepaskan diri dari pengaruh pangeran ini. Setelah dipercaya mendengarkan pengakuan itu semua, tentu Pangeran Nepal itu tidak akan mau melepaskan dia begitu saja dalam keadaan hidup, kecuali kalau dia menyatakan kesanggupannya untuk membantu, akan tetapi dia pun bersikap terbuka dan lebih dulu menanyakan imbalan atau ganjarannya kelak!






Koksu Nepal mengangguk-angguk dan melirik ke arah Tang Hun.
“Hemmm, Tang-kongcu memang seorang yang cerdik. Akan tetapi sekali lagi, jangan Kongcu mengharapkan diri Puteri Bhutan, karena ketahuilah bahwa di samping beliau menjadi tamu agung kami, juga Puteri Bhutan adalah seorang sandera yang tidak ternilai harganya. Melalui Sang Puteri itu kami bermaksud menundukkan Bhutan. Maka, siapapun yang mengganggu sandera kami itu, berarti menghalangi perjuangan kami.”

“Ah, Koksu. Setelah mendengar penjelasan tadi, saya sudah membuang pikiran untuk mendapatkan Sang Puteri itu.”

“Bagus, kalau begitu Tang-kongcu boleh melegakan hati. Kalau perjuangan kita bersama ini berhasil baik kelak, tentu kami tidak akan melupakan Kongcu dan andaikata Kongcu menghendaki kedudukan, Kongcu tinggal memilih saja!” kata Pangeran Liong Bian Cu dengan suara dan wajah serius.

Tang Hun menjadi girang sekali dan menghaturkan terima kasih. Kemudian dia berkata,
“Setelah saya menjadi pembantu pergerakan Pangeran, tentu semua anak buah Liong-sim-pang juga ikut pula membantu. Pangeran boleh mengandalkan mereka, karena mereka adalah orang-orang yang telah dilatih dan masing-masing perajurit mempunyai kepandaian silat yang lumayan. Akan tetapi tiga orang pembantu saya ini harap diberi kedudukan sesuai dengan kepandaian mereka.”

Pangeran Nepal itu kini memandang kepada tiga orang kakek itu penuh selidik, lalu dia berkata dengan suara dingin,

“Sebagai pembantu-pembantu pribadi, kami harus memilih orang yang benar-benar lihai seperti Tang-kongcu sendiri. Segala orang yang hanya berkepandaian biasa saja cukup bergabung dalam pasukan Liong-sim-pang sebagai komandan-komandan pasukan. Kami khawatir gagal kalau dibantu oleh sembarangan orang saja.”

“Eh, harap Paduka jangan memandang rendah kepada mereka bertiga ini, Pangeran! Tingkat kepandaian mereka tidak lebih rendah daripada tingkat kemampuan saya sendiri!”

Tang Hun berseru dengan khawatir karena dia mengenal tiga orang pembantunya itu orang-orang kang-ouw yang mempunyai keangkuhan sehingga ucapan Pangeran Nepal itu tentu saja amat merendahkan dan menghina.

Akan tetapi, tiga orang pembantunya itu juga bukan orang-orang bodoh. Mereka adalah orang-orang pengelana di dunia kang-ouw yang sudah makan asam garam dunia kang-ouw, sudah banyak pengalaman dan dapat menilai orang-orang pandai. Melihat keadaan Pangeran Nepal itu dan para pembantunya, mereka maklum bahwa mereka berada di gua naga dan biarpun mereka merasa dipandang rendah, namun mereka tidak menjadi marah karena mereka tahu bahwa sang pangeran ini belum mengenal mereka!

“Apa yang dikatakan oleh Pangeran sungguh tepat. Pinto hanyalah seorang tosu miskin yang tidak bisa apa-apa, hanya mengandalkan sebatang pedang untuk hidup, mana bisa diandalkan?”

Setelah berkata demikian, Hak Im Cu, tosu berwatak bengis bertubuh tinggi kurus itu mencabut pedangnya. Melihat ini, Ban-hwa Seng-jin dan Gitananda memandang dengan mata memancarkan sinar aneh, akan tetapi Hek-hwa Lo-kwi dan Hek-tiauw Lo-mo, dua orang kakek iblis dari dunia hitam itu, hanya memandang tak acuh.

“Yaaah, pinto hanya dapat mengandalkan pedang untuk mencari sesuap nasi beserta lauk-pauknya!”

Pada saat itu, baru saja pelayan-pelayan datang menghidangkan nasi dan sayur mayur memenuhi meja itu. Kini, begitu Hak Im Cu bangkit dan menggerakkan pedangnya, nampak sinar berkelebatan dan seolah-olah ada bayangan puluhan batang pedang menyambar-nyambar dan disusul dengan mulut tosu itu mengganyang semua masakan yang di “dipungut” oleh ujung pedangnya!

Pedang-pedang itu dipergunakan seperti sebatang sumpit, ditusukkan ke dalam mangkok-mangkok dan piring-piring yang ada masakannya, demikian cepatnya sehingga pedang berubah menjadi bayangan puluhan batang dan biarpun mangkok yang berdiri di ujung, yang agaknya menurut ukuran tidak mungkin dapat dicapai pedang, dapat juga dijumput! Tiba-tiba tosu itu menghentikan gerakannya dan sudah duduk kembali, mulutnya masih mengunyah makanan yang memenuhi mulutnya.

Ban-hwa Seng-jin mengangguk-angguk dan Pangeran Liong Bian Cu bertepuk tangan memuji.
“Bagus, kepandaian Totiang hebat dan patutlah menjadi pembantu kami!”

Memang demonstrasi tadi biarpun kelihatan sederhana namun sudah membuktikan bahwa tosu ini memiliki ilmu pedang yang hebat dan ginkang yang luar biasa. Hanya dengan ginkang luar biasa saja dia mampu bergerak sedemikian cepatnya sehingga seolah-olah dia tidak meninggalkan tempatnya ketika dia bangkit berdiri, padahal tanpa bergerak dari situ tidak akan mungkin dia dapat mengambil makanan di ujung meja yang agak jauh. Cara dia menusuk setiap makanan dengan ujung pedang, membawanya ke mulut, demikian cepat, dan tidak ada sedikit pun kuah yang tercecer!

“Pinto Hak Im Cu hanya seorang biasa dan terima kasih atas kepercayaan Paduka,” Hak Im Cu berkata sambil mengangguk.

Pangeran Liong Bian Cu tentu saja girang sekali melihat bahwa para pembantu Tang Hun itu ternyata adalah orang-orang yang berkepandaian tinggi, maka dia menoleh kepada dua orang kakek lain yang duduk di jajaran tamu itu.

“Hak Im Cu totiang telah memperlihatkan kepandaian dan mengagumkan sekali, harap Ji-wi Locianpwe jangan sungkan dan suka pula memperlihatkan kepandaian untuk menggembirakan pertemuan ini.”

Ban-kin-kwi Kwan Ok yang bertubuh tinggi besar dan bermuka hitam itu lalu bangkit berdiri dan menjura ke arah Pangeran Nepal itu.

“Saya Kwan Ok hanyalah seorang kasar dan bodoh, hanya mengandalkan tenaga sehingga dijuluki orang Ban-kin-swi. Kalau Paduka memperkenankan, saya akan coba mengangkat arca singa di sudut itu.”

Pangeran Liong Bian Cu memandang dengan mata terbelalak. Arca singa di sudut itu adalah arca yang sangat berat, dan untuk mengangkatnya dibutuhkan tenaga gabungan sedikitnya enam orang laki-laki dewasa yang kuat. Maka dia tersenyum sambil mengangguk dan kakek raksasa itu lalu menghampiri arca singa, diikuti pandang mata semua orang. Hanya Hek-hwa Lo-kwi dan Hek-tiauw Lo-mo yang cuma melirik dan bersikap tidak peduli.

Setelah menghampiri arca, Ban-kin-swi Kwan Ok menyingsingkan lengan bajunya, kemudian membungkuk dan kedua tangannya memegang arca itu, digoyang-goyang seperti hendak menaksir beratnya. Kemudian tiba-tiba dia membentak keras dan hanya dengan tangan kanan memegang kaki belakang arca itu, dia mengangkat arca itu naik ke atas kepalanya!

Melihat ini, Pangeran Liong Bian Cu kagum dan tahulah dia bahwa Ban-kin-swi benar-benar seorang yang memiliki tenaga gajah! Kakek itu kini melempar-lemparkan arca itu ke atas, dilempar, disambut lagi dan mempermainkan benda berat itu seolah-olah baginya hanya merupakan sebuah bola yang ringan saja. Kemudian dia menurunkan arca itu di tempatnya dan menghampiri meja dengan napas dan muka biasa, hanya di dahinya terdapat sedikit peluh.

“Bagus....!” Kini Pangeran Liong Bian Cu berseru memuji dan merasa gembira. Senang juga hatinya memperoleh pembantu-pembantu yang sehebat ini. “Kwan-lo enghiong patut pula menjadi pembantu kami.”

Pangeran ini lalu menoleh kepada kakek ke tiga, yaitu Hai-Liong-ong Ciok Gu To, kakek berkepala gundul botak, bertubuh gemuk pendek itu. Kakek gundul yang suka tertawa ini tersenyum lebar, lalu memandang kepada Hwa-i-kongcu Tang Hun.

“Heh-heh-heh, saya hanya seorang tua bangka nelayan yang hanya pandai berenang. Karena tidak memiliki kepandaian apa-apa, saya mengandalkan nasib ke tangan Tang-kongcu. Oleh karena itu sekarang pun saya hanya turut kepada Tang-kongcu saja yang sudah menanam banyak budi kebaikan terhadap saya. Tang-kongcu, saya menyerahkan urusan dengan Pangeran Liong ini kepada Kongcu dan untuk itu, saya menghaturkan terima kasih dengan secawan arak!”

Sambil berkata demikian, kakek gundul gemuk ini lalu bangkit berdiri, menyambar guci arak di atas meja dengan tangan kanan, menyambar cawan arak di depan Tang Hun dengan tangan kiri, kemudian dia menuangkan arak dari guci ke dalam cawan.

Semua orang memandang dan Pangeran Liong terkejut melihat betapa arak di cawan sudah penuh, namun masih terus dituang sehingga arak itu menaik melebihi bibir cawan. Hebatnya, arak itu tidak sampai meluber tumpah! Kelebihan arak di atas bibir cawan itu membulat seperti telur, bergoyang-goyang namun tidak tumpah. Kini kakek itu menyerahkan cawan yang araknya terlalu penuh itu kepada Tang Hun.

“Ha-ha-ha, Hai-liong-ong Ciok Gu To lo-enghiong sungguh membikin saya merasa sungkan dan malu!”

Tang Hun juga bangkit berdiri dan menerima cawan itu dengan tangan kanan. Semua orang memandang dengan tegang karena maklum bahwa Ciok Gu To telah mempergunakan sinkang yang amat kuat untuk “menahan” sehingga arak yang terlalu penuh itu tidak sampai meluber, maka kalau sampai cawan itu berganti tangan, tentu araknya akan meluber tumpah dan mengotori lengan baju Tang Hun.

Akan tetapi, sama sekali tidak terjadi hal seperti itu. Kalau Tang Hun menerima cawan itu dan Ciok Gu To melepaskan tangannya, cawan itu berada di tangan kanan Tang Hun dan araknya sama sekali tidak tumpah bahkan kini Tang Hun sengaja memiringkan cawan itu dan arak di dalam cawan tetap saja tidak tumpah! Padahal, arak itu sudah hampir keluar dari dalam cawan, seperti telur direbus lunak akan tetapi tertahan oleh sesuatu. Pertunjukan ini saja sudah membuktikan bahwa dalam hal tenaga sinkang, pemuda pesolek ini bahkan lebih kuat daripada Hai-liong-ong Ciok Gu To!

“Biarlah arak ini saya minum demi keselamatan Pangeran!” kata Tang Hun sambil mengacungkan cawan, kemudian sekali tenggak arak itu lenyap ke dalam perutnya.

Liong Bian Cu bertepuk tangan memuji. Hatinya girang bukan main dan dia merasa sudah puas dengan semua demonstrasi ringan itu, karena sebagai seorang ahli dia pun sudah dapat menilai bahwa empat orang itu benar-benar bukan orang-orang sembarangan dan akan merupakan pembantu-pembantu yang amat baik. Maka dia lalu mempersilakan mereka semua makan minum dalam suasana yang amat gembira.

Selagi mereka berpesta gembira, dan hanya Hek-hwa Lo-kwi dan Hek-tiauw Lo-mo saja yang bersikap biasa dan sama sekali tidak menghormati tamu, juga Jenderal Kao Liang yang makan minum dengan sikap tidak peduli, muncullah kepala pengawal yang berlutut dan melapor kepada Pangeran Liong bahwa rombongan orang Bhutan yang dipimpin oleh Panglima Mohinta mohon menghadap.