FB

FB


Ads

Sabtu, 16 Mei 2015

Jodoh Rajawali Jilid 060

Dengan perasaan bersalah pemuda Pulau Es ini mendengarkan, dan dia maklum bahwa adiknya, Kian Bu tentu sengaja tidak mau muncul karena merasa tidak enak terhadap Sin-siauw Seng-jin, dan memang benarlah dugaan Kian Lee ini. Kian Bu yang tadinya bengong di dalam ruangan menghadapi gambar dari Menteri Kam Liong di waktu muda, menjadi terkejut ketika mengetahui bahwa yang datang bersama orang-orang itu adalah Sin-siauw Seng-jin!

Dia merasa tidak enak untuk keluar, takut kalau-kalau kakek yang belum lama ini dikalahkannya akan merasa malu dan penasaran sehingga akan terjadi bentrok antara mereka. Tentu saja dia tidak menghendaki hal ini karena kalau terjadi demikian, dia merasa sungkan sekali kepada Sai-cu Kai-ong yang begitu baik. Maka diam-diam dia pun mendengarkan dari balik pintu ruangan.

Sin-siauw Seng-jin mulai dengan penuturannya. Kakek besarnya, Gu Toan bekas pelayan setia dari Menteri Kam Liong (baca cerita serial Suling Emas, Cinta Bernoda Darah, Mutiara Hitam, Istana Pulau Es dan selanjutnya), menyelamatkan pusaka-pusaka Suling Emas dan membawa jenazah Menteri Kam Liong dan muridnya she Khu, menguburkan mereka di tanah pekuburan keluarga Suling Emas.

Gu Toan lalu menjadi penjaga kuburan dan diam-diam dia memperdalam ilmu-ilmunya dari kitab-kitab pusaka Suling Emas yang berada di tangannya, sehingga dia menjadi seorang yang lihai sekali. Dia khawatir bahwa pusaka-pusaka itu tentu akan dicari dan diperebutkan orang-orang pandai, maka dia menyimpannya di tempat rahasia, dan dia telah membuat beberapa buah suling dan kipas palsu, juga kitab-kitab palsu yang dikutipnya dari yang asli, lalu menyimpan pusaka-pusaka palsu itu di beberapa tempat. Hal ini dilakukannya untuk menjaga keamanan yang asli dan memang dugaannya tidak meleset karena banyak orang pandai yang mencari pusaka itu sehingga beberapa pusaka palsu itu dirampas orang.

Akan tetapi pusaka yang asli tetap di dalam kekuasaannya, disimpan di tempat aman dan rahasia, dan hanya diketahui oleh dia sendir dan seorang puteranya yang sengaja dia singkirkan jauh-jauh dan tidak diakuinya sebagai anak secara terbuka agar jangan ada yang tahu bahwa Gu Toan mempunyai seorang anak laki-laki!

Semua ini dilakukan untuk menjaga keselamatan anaknya berikut pusaka-pusaka itu. Dan akhirnya, seperti yang telah dikhawatirkannya pula, Gu Toan tewas di tangan seorang di antara mereka yang memperebutkan pusaka itu. Akan tetapi pusaka Suling Emas yang aslinya selamat bersama anaknya yang juga menyembunyikan diri, bahkan tidak berani mengaku she Gu!

Mendengar penuturan sampai di sini, Kian Lee terbelalak dan mukanya menjadi merah. Ibunya yang dulu bernama Lulu, ternyata telah "mewarisi" kitab-kitab Suling Emas yang palsu! Kitab-kitab itu diambilnya dari kuburan keluarga Suling Emas seperti yang ditunjukkan oleh Gu Toan sendiri ketika kakek bongkok ini diserang orang yang lihai. Jadi kiranya ibunya itu pun hanya memperoleh yang palsu saja, dan agaknya hal itu disengaja oleh Gu Toan untuk mengalihkan perhatian orang-orang yang memperebutkan pusaka itu ke arah lain.

Dan juga ibu tirinya, Puteri Nirahai yang meminjam senjata pusaka suling emas dari kakek Gu Toan, hanya menerima suling yang palsu saja, biarpun benar-benar terbuat dari emas! Ah, kiranya ibu kandungnya dan ibu tirinya, dua orang wanita perkasa yang memiliki kesaktian hebat, isteri-isteri dari ayahnya, Pendekar Super Sakti, telah dikelabui oleh kakek Gu Toan, bekas pelayan Menteri Kam Liong itu!

"Betapa berat tugas nenek moyang kami...." Sin-siauw Seng-jin melanjutkan penuturannya dan kakek ini kelihatan lelah sekali. "Bukan hanya kami tidak lagi menggunakan nama keturunan kami she Gu agar jangan dikejar-kejar orang, juga kami harus menjaga pusaka itu dengan taruhan nyawa, mempelajari kitab-kitab yang amat sukar itu...."

Kembali dia kelihatan lelah sekali dan menarik napas panjang.
"Itu masih belum berapa sukar. Yang lebih sukar lagi, menjaga dan mengikuti perkembangan keturunan dari Pendekar Suling Emas, keturunan she Kam dan meneliti kalau-kalau lahir seorang anak laki-laki yang berbakat dalam keluarga Kam itu agar kami dapat mengembalikan pusaka kepadanya."

Kian Lee yang mempunyai dugaan bahwa Siauw Hong mempunyai hubungan erat dengan urusan itu, mengerling dan dia melihat Siauw Hong duduk seperti arca sambil menundukkan kepalanya, hanya mendengarkan tanpa berani memandang kepada kakek Sin-siauw Seng-jin atau kepada gurunya, Sai-cu Kai-ong.

"Sungguh amat luar biasa dan amat menyukarkan kami selama beberapa keturunan ketika ternyata bahwa keturunan keluarga Kam tidak ada yang berbakat dalam ilmu silat! Kami tidak boleh memaksa, dan kami harus meneliti bakat mereka tanpa membuka rahasia mereka. Akan tetapi selama beberapa keturunan ini, keluarga she Kam hanya menjadi sastrawan, petani, atau pedagang. Tidak ada seorang pun yang memiliki bakat baik dalam ilmu silat. Kesukaran kami ini, juga rahasia kami sebagai keturunan she Gu yang melanjutkan tugas nenek moyang kami Gu Toan sebagai pelayan setia keluarga Kam, tidak diketahui oleh lain orang, kecuali oleh keluarga Yu inilah yang selalu membantu kami, dan keluarga Yu sudah kami percaya sepenuhnya sebagai keturunan dari tokoh-tokoh Khong-sim Kai-pang, sahabat baik dari keturunan keluarga Kam, semenjak jaman Menteri Kam Liong, yaitu Locianpwe Yu Siang Ki."

Kakek tua itu berhenti sebentar, kemudian dia mengerling kepada Siauw Hong yang masih mendengarkan sambil menundukkan mukanya.

"Kam-kongcu, bolehkah saya melanjutkan?" tanyanya kepada pemuda itu dengan sikap hormat.






Semua orang terkejut mendengar ini, Kian Lee memandang tajam wajah pemuda yang pernah menjadi "rekannya" ketika dia menyamar dan memasuki sayembara sehingga terpilih menjadi pengawal Gubernur Ho-nan dalam usahanya menyelidiki Pangeran Yung Hwa tempo hari. Kiranya pemuda ini she Kam, keturunan dari pendekar sakti Suling Emas! Dia melihat Siauw Hong bangkit dan menjura ke arah Sin-siauw Seng-jin dan Sai-cu Kai-ong, lalu dia berkata dengan suara lantang dan tenang.

"Budi keluarga Gu yang dilimpahkan kepada keluarga saya sudah setinggi langit dan sedalam lautan, demikian pula dengan budi dari Suhu. Oleh karena itu, saya hanya menyerahkan kepada kebijaksanaan Locianpwe dan Suhu saja."

Setelah memberi hormat dia lalu duduk kembali dengan tubuh tegak dan kini Kian Lee melihat bahwa wajah pemuda itu memang selain tampan juga mengandung kegagahan yang mengagumkan, yang terselimut dan tersembunyi di dalam kesederhanaannya. Maka dia merasa kagum sekali.

Sin-siauw Seng-jin lalu melanjutkan penuturannya dengan suara tenang dan lambat,
"Setelah menanti sampai beberapa keturunan dengan sia-sia, akhirnya saya menemukan bakat itu di dalam diri Kam Siauw Hong, Kongcu ini. Dialah yang berhak untuk mewarisi seluruh ilmu dari nenek moyangnya. Karena saya sendiri masih terikat sumpah tidak akan turun gunung selama belum berhasil menyempurnakan ilmu-ilmu dari keluarga Suling Emas, dan agar Kam-kongcu memperoleh kesempatan memperluas pengetahuannya, maka untuk memberi pelajaran dasar ilmu-ilmu silat tinggi, saya mempercayakannya kepada sahabat saya yang saya percaya penuh, yaitu Sai-cu Kai-ong. Dan bagi engkau juga, Kam-kongcu, sekarang hendak saya bukakan rahasia yang selama ini tidak Kongcu ketahui. Kai-ong, harap kau lanjutkan ceritaku tentang pertunangan itu."

Sai-cu Kai-ong menarik napas panjang dan memandang muridnya.
"Siauw Hong, betapapun juga engkau harus bersyukur bahwa keturunan keluarga Gu amat setia kepada keluargamu sehingga dahulu timbul akalnya untuk menyerahkan engkau kepadaku karena memang banyak tokoh kang-ouw yang selalu menyelidiki pusaka Suling Emas dan tentu akan mengganggumu kalau ada yang tahu bahwa engkau keturunannya. Ketahuilah, ketika engkau masih kecil, sebelum dititipkan kepadaku untuk menjadi muridku, dengan persetujuan kami berdua, telah diikat tali perjodohan antara engkau dan cucuku, yaitu Yu Hwi yang kutitipkan kepada Sin-siauw Seng-jin agar dididik dengan dasar ilmu-ilmu silat tinggi pula. Engkau tahu bahwa semenjak kecil, ayah bundamu telah meninggal dunia karena sakit, engkau hidup sebatangkara dan karena itu kami berdua berani mengambil keputusan tentang tali perjodohan itu agar hubungan baik antara keluarga Kam dan keluarga Yu menjadi makin erat dan berubah menjadi keluarga." Kakek berpakaian sederhana itu menarik napas panjang.

Siauw Hong mengerutkan alisnya, memandang ke arah gurunya dan kepada Sin-siauw Seng-jin, nampaknya dia terkejut bukan main bahwa di luar tahunya, dia telah dijodohkan dengan seorang gadis semenjak dia masih kecil dan belum tahu apa-apa. Akan tetapi, karena memang dia sudah tidak berkeluarga dan sejak kecil dia menerima budi kedua orang tua itu, maka dia tidak berkata apa-apa, lalu menunduk kembali.

Sai-cu Kai-ong dapat meraba isi hati pemuda itu, maka dia berkata lagi,
"Maafkan kami, muridku. Percayalah bahwa kami melakukan hal itu demi kebaikanmu dan demi memperkuat tali perhubungan antara keturunan keluarga Kam dan Yu. Tunanganmu itu, ialah cucuku yang bernama Yu Hwi, sejak kecil sekali kuserahkan kepada Sin-siauw Seng-jin untuk dididik. Akan tetapi, seperti yang telah dia ceritakan tadi, terjadi malapetaka. Dia diculik orang dan sampai sekarang belum diketahui berada di mana, masih hidup ataukah sudah mati...." Kakek itu berhenti sebentar, mukanya menjadi pucat.

"Kai-ong, harap kau maafkan aku...." Sin-siauw Seng-Jin berkata pilu. Lalu dia berkata kepada Siauw Hong, "Kam-kongcu, sekarang tiba saatnya engkau harus menggembleng diri dengan ilmu-ilmu peninggalan nenek moyangmu, dan saya akan menurunkan semua ilmu itu. Setelah Kongcu mempelajarinya dan mudah-mudahan Kongcu lebih cocok sehingga dapat menguasainya dengan sempurna, tidak seperti saya yang bodoh, maka sudah menjadi kewajiban Kongcu untuk pergi mencari tunangan Kongcu itu sampai dapat. Kalau tidak demikian, maka selama hidup kita akan berhutang kepada keluarga Yu...."

Melihat wajah Sia-cu Kai-ong yang pucat, dan melihat kedukaan Sin-siauw Seng-jin, bangkit semangat Siauw Hong. Dia maklum bahwa mereka berdua itu selalu berusaha demi kebaikannya, maka ikatan jodoh itu pun dia terima dengan hati rela.

"Baiklah, Locianpwe. Saya akan mengerahkan seluruh semangat saya untuk mempelajari ilmu-ilmu itu. Suhu, harap jangan khawatir, teecu kelak akan mencari Yu Hwi sampai dapat! Teecu bersumpah!"

Sepasang mata kakek itu menjadi basah, akan tetapi mulutnya tersenyum.
"Manusia boleh saja berusaha, namun Tuhan yang kuasa, muridku. Kalau memang Yu Hwi masih hidup, tentu dia sewaktu-waktu akan dapat bertemu dengan kita. Dan kalau toh sudah meninggal dunia, kita harus dapat menemukan kuburannya agar tali perjodohan itu dapat membebaskan dirimu dan engkau berhak untuk berjodoh dengan orang lain."

"Tidak! Saya merasa yakin bahwa dia tidak akan dibunuh oleh penculiknya. Kalau memang penculik itu menghendaki nyawanya, mengapa tidak dibunuhnya dia seketika itu juga?" Sin-siauw Seng-jin berkata hampir berteriak.

Melihat ini, Ceng Ceng lalu berkata,
"Saya berjanji akan bantu mencarinya. Namanya Yu Hwi, apakah dia mempunyai ciri-ciri yang khas?"

"Saya juga berjanji akan bantu mencarinya!" Kian Lee berkata pula.

Jenderal Kao Liang dan dua orang puteranya, walaupun di dalam hatinya juga merasa kasihan, namun diam saja karena mereka maklum bahwa tidak mungkin mereka akan dapat membantu, karena mereka sendiri masih bingung kehilangan seluruh keluarga mereka yang diculik orang. Bahkan mantunya, seperti telah diceritakan oleh mantunya kepadanya, telah kehilangan puteranya yang juga diculik orang, akan tetapi kini mantunya menjanjikan bantuannya untuk ikut mencari Yu Hwi. Dia mengenal watak mantunya, seorang pendekar wanita yang sakti, maka dia hanya mendengarkan dengan kagum.

Sin-siauw Seng-jin dan Sai-cu Kai-ong menjura kepada Kian Lee dan Ceng Ceng.
"Terima kasih atas kebaikan Ji-wi," kata Sin-siauw Seng-jin.

"Di dagu Yu Hwi, sebelah kiri, terdapat sebintik tahi lalat hitam, itulah cirinya yang paling mudah dikenal," kata Sai-cu Kai-ong dan Sin-siauw Seng-jin mengangguk membenarkan.

"Kalau begitu, adikku Kai-ong, perkenankan saya pergi dan mengajak Kam-kongcu agar dia dapat cepat mewarisi ilmu-ilmu keturunan keluarganya," tiba-tiba Sin-siauw Seng-jin berkata sambil bangkit berdiri.

"Memang sebaiknya begitulah, kakakku yang baik. Aku sendiri pun akan segera berusaha mencari cucuku yang hilang," jawab Sai-cu Kai-ong. "Siauw Hong, kau ikutlah bersama Sin-siauw Seng-jin dan berbahagialah muridku, karena engkau akan mewarisi ilmu dari keluargamu yang mujijat, yang semenjak ratusan tahun selalu dicari dan diperebutkan oleh seluruh dunia persilatan."

Siauw Hong lalu menjatuhkan diri berlutut di depan kakek pengemis itu.
"Teecu menghaturkan banyak terima kasih atas segala budi kebaikan yang Suhu limpahkan kepada teecu."

Sai-cu Kai-ong tersenyum dan mengangkat bangun muridnya.
"Berlatihlah baik-baik, muridku, agar kelak aku boleh berbangga hati bahwa engkau pernah menjadi muridku."

Siauw Hong lalu memberi hormat kepada semua orang dan pergilah orang muda keturunan Suling Emas ini mengikuti Sin-siauw Seng-jin, bersama rombongan murid-muridnya yang mengikuti dari belakang.

Setelah Suling Sakti dan para muridnya itu pergi, Ceng Ceng lalu menceritakan pertemuannya dengan Syanti Dewi kepada Kian Lee, didengarkan pula oleh Jenderal Kao dan dua orang puteranya, dan juga oleh Sai-cu Kai-ong.

"Sungguh kasihan sekali Enci Syanti," kata Ceng Ceng. "Entah bagaimana nasibnya demikian terlunta-lunta selalu, setelah dia baik-baik kembali ke istana orang tuanya di Bhutan, tahu-tahu kini dia berada di sini pula, dan bahkan dia telah diculik seorang yang belum kuketahui siapa.”

Dia menceritakan pertempurannya melawan See-thian Hoat-su di dalam gelap, pertempuran yang terjadi karena salah pengertian dan selagi mereka bertempur, Syanti Dewi lenyap dibawa orang.

Kian Bu mendengarkan dan dia terkejut bukan main. seakan-akan tersentuh kembali bekas luka di hatinya mendengar itu. Mengapa Syanti Dewi berada di daerah ini? Dan siapa yang menculiknya? Bagaimana dengan Ang Tek Hoat? Teringatlah Kian Bu akan ibu kandung Tek Hoat yang terbunuh oleh perwira Bhutan. Apakah ada hubungannya dengan kepergian Syanti Dewi meninggalkan Kerajaan Bhutan? Kian Bu lalu menghampiri sebuah meja, membuat coretan-coretan dengan alat tulis di atas kertas, meninggalkan kertas tulisannya itu di atas meja, kemudian dia menyelinap pergi dengan diam-diam.

Setelah bercakap-cakap dan menceritakan pengalaman masing-masing, mereka lalu mengambil keputusan untuk pergi meninggalkan tempat itu di hari itu juga.

Kian Lee yang melihat bahwa sin-siauw Seng-jin tidak ada lagi di situ akan tetapi adiknya belum juga muncul, segera mencarinya. Akan tetapi, ternyata Kian Bu tidak ada lagi di ruangan itu dan dia hanya menemukan sehelai suratnya.

Lee-ko,
Banyak sekali tugas menanti kita. Karena banyaknya, sebaiknya kalau kita berpisah dan masing-masing melaksanakan satu tugas. Aku lebih dulu akan pergi menyelidiki dan mencari Syanti Dewi.
Adikmu,
KIAN BU

Kian Lee menyimpan surat itu di dalam saku bajunya dan menarik napas panjang. Dia merasa kasihan sekali kepada adiknya itu dan maklumlah dia bahwa diam-diam Kian Bu masih belum dapat melupakan Syanti Dewi. Karena itu, tidaklah mengherankan apabila Kian Bu yang agaknya tadi mendengar penuturan Ceng Ceng, lalu diam-diam cepat pergi untuk mencari dan menolong puteri itu!

Mereka semua lalu pergi. Ceng Ceng pergi bersama ayah mertuanya dan dua orang adik iparnya, meninggalkan tempat itu untuk pergi ke kota Pao-ting di mana dia sudah berjanji akan bertemu dengan suaminya yang mencari-cari jejak anak mereka dari lain jurusan.
Kian Lee juga pergi dan karena dia tidak tahu ke mana perginya Kian Bu, maka dia teringat akan wanita yang mencuri pusaka-pusaka dari Sin-siauw Seng-jin, yang agaknya tentu pusaka-pusaka palsu pula mengingat akan penuturan Sin-siaw Seng-jin sendiri betapa nenek moyangnya banyak memalsukan pusaka-pusaka itu untuk mencegah yang asli dicuri orang.

Bukankah Kian Bu telah berjanji akan mendatangi tempat gadis pencuri itu di pantai Po-hai? Sebaiknya kalau dia mewakili adiknya mencari gadis pencuri itu di pantai Po-hai, di teluk sebelah utara. Siapa tahu, kalau-kalau Kian Bu juga pergi ke sana. Tadinya dia ingin mernbantu Jenderal Kao, akan tetapi setelah ada Ceng Ceng dan suaminya, yang dia tahu amat sakti, tidak perlu lagi dia membantu dan kalau dia tidak berhasil bertemu dengan adiknya, dia akan terus mencari atau akan kembali ke Pulau Es melapor kepada ayahnya.

Sai-cu Kai-ong juga pergi meninggalkan tempat tinggalnya untuk mulai mencari cucunya yang hilang pula. Biarpun Ceng Ceng dan Kian Lee sudah berjanji untuk membantu mencari cucunya, dia tidak puas kalau dia sendiri tidak ikut mencari. Dia tahu betapa sukarnya mencari seseorang tanpa mengetahui di mana adanya cucunya itu, yang sama sekali tidak meninggalkan jejak dan hilangnya sudah lima belas tahun yang lalu!

**** 060 ****