FB

FB


Ads

Rabu, 06 Mei 2015

Jodoh Rajawali Jilid 030

Seperti telah diceritakan di bagian depan, setelah Ang Tek Hoat berhasil membantu Yang-liu Nio-nio ketua Hek-eng-pang merobohkan Kian Lee, pemuda itu lalu dibantu oleh Yang-liu Nio-nio dan beberapa orang anak buahnya untuk pergi ke puncak Naga Api menculik Syanti Dewi yang menjadi tawanan di sana dan hendak dipaksa menikah dengan Hwa-i-kongcu Tang Hun, murid dari Durganini yang kaya raya dan lihai itu.

Dan biarpun Hek-eng-pang mengorbankan beberapa orang anggautanya, akhirnya mereka berhasil melarikan Syanti Dewi yang oleh Yang-Liu Nio-nio dilemparkan kepada muridnya, Liong-li dan kemudian dibawa keluar di mana telah menanti Tek Hoat bersama beberapa orang anak buah Hek-eng-pang yang siap dengan beberapa ekor kuda yang baik.

Tentu saja Tek Hoat girang sekali melihat bahwa kekasihnya telah berhasil diselamatkan. Akan tetapi dia teringat akan perlakuan Raja Bhutan ayah puteri itu terhadap dirinya dan penghinaan lima tahun yang lalu itu masih membuat hatinya terasa panas, apalagi kalau dia teringat betapa sengsaranya hatinya selama ini yang terkenang dengan penuh kerinduan kepada wanita yang dicintanya itu. Maka, setelah kini dengan susah payah dia dapat bertemu kembali dengan syanti Dewi, dia tidak mau lekas-lekas mamperkenalkan diri lebih dulu.

Karena cuaca masih gelap sekali, mudah baginya untuk tidak memperkenalkan diri dan tidak membuka suara. Dia hanya menerima puteri yang tertotok itu dari tangan Liong-li, kemudian dengan mendudukkan wanita yang dicintainya itu di atas punggung kuda, dia melompat di belakang Syanti Dewi dan membalapkan kuda secepatnya, diikuti oleh Yang-liu Nio-nio, Liong-li dan lain anak buah Hek-engpang, menuju kembali ke Gunung Cemara.

Untuk membingungkan para pengejarnya, mereka berpencar menjadi tiga rombongan dan Tek Hoat masih tetap bersama Yang-liu Nio-nio dan Liong-li, sedangkan rombongan lain bertugas untuk menghilangkan jejak ketua dan rombongannya ini.

Tentu saja Hwa-i-kongcu Tang Hun dibantu oleh tiga orang sakti Hak Im Cu, Ban-kin-kwi Kwan Ok, dan Hai-liong-ong Ciok Gu To terus melakukan pengejaran, akan tetapi mereka ini dibikin bingung dan akhirnya juga berpencar menjadi dua rombongan yang membelok ke kanan kiri, tidak tahu bahwa puteri itu dilarikan terus ke depan oleh Tek Hoat dan rombongannya. Hal ini adalah karena jejak kaki kuda mereka telah dihapus oleh anak buah Hek-eng-pang yang cerdik itu.

Hanya ada satu orang yang tidak mudah diakali oleh anak buah Hek-eng-pang. Orang ini adalah Siang In! Ketika terjadi keributan di tempat pesta, Siang In yang meninggalkan rombongan penari itu cepat-cepat mencari-cari dan ketika jelas bahwa Syanti Dewi diculik orang, dia pun cepat melakukan pengejaran.

Dia amat cerdik, sudah menduga bahwa tentu rombongan penculik itu membawa keluar Syanti Dewi, maka dia telah mendahului pergi ke kandang kuda, mencuri seekor kuda dan menggunakan kesempatan selagi ribut-ribut itu menjalankan kudanya keluar dari benteng yang terjaga.

“Aku sri panggung rombongan penari, hendak membantu mencari pengantin puteri yang terculik!” katanya dan karena penjaga tadi melihat betapa dara cantik jelita ini pandai main sulap, mereka membiarkan Siang In keluar.

Dara ini mengintai dan melihat ada rombongan orang membawa kuda menanti di luar tembok, maka dia pun bersembunyi. Ketika para penculik wanita rombongan orang-orang Hek-eng-pang itu keluar dan membawa lari Syanti Dewi, dia pun membalapkan kudanya membayangi dari jauh.

Dia cukup hati-hati dan dapat menduga bahwa orang-orang itu tentu memiliki kepandaian, maka dia tidak berani sembrono turun tangan di situ, apalagi dia tahu bahwa tentu fihak Hwa-i-kongcu tidak akan tinggal diam dan melakukan pengejaran, sehingga andaikata dia berhasil merampas Syanti Dewi dari tangan para penculik, dia pun tidak akan terlepas dari tangan Hwa-i-kongcu dan para pembantunya yang lihai itu. Untuk menggunakan sihirnya, dia teringat akan orang Nepal yang lihai tadi, maka sekali ini dia harus bersikap hati-hati sekali.

Sementara itu, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, Ang Tek Hoat memeluk pinggang Syanti Dewi yang duduk di depannya. Pelukan yang penuh kemesraan dan seluruh kerinduan hatinya dicurahkan pada sentuhan mesra itu. Namun dia tetap membisu dan hanya membalapkan kudanya bersama Yang-liu Nio-nio, dan Liong-li.

Hatinya lega karena tidak terdengar derap kaki banyak kuda mengejarnya. Hanya kadang-kadang terdengar derap kaki seekor kuda di belakang, akan tetapi tentu saja hal ini dianggap ringan. Andaikata benar ada satu orang yang mengejar, tentu saja bukan merupakan halangan. Dia sendiri masih belum berani menggunakan terlalu banyak tenaga sebagai akibat luka dalam ketika bertanding melawan Kian Lee, akan tetapi Liong-li dan terutama Yang-liu Nio-nio yang menunggang kuda di dekatnya bukanlah orang-orang yang lemah.

Karena tidak ada pengejar, hati mereka tenang dan mereka berhenti di dalam sebuah kuil tua yang berada di tepi jalan untuk membiarkan kuda mereka mengaso. Tanpa banyak cakap Tek Hoat memondong tubuh Syanti Dewi dan merebahkan dara itu di atas lantai dalam kuil, kemudian dia membebaskan totokannya dan meninggalkannya pergi.

Syanti Dewi mengeluh dan kemudian menangis terisak-isak. Malam hampir lewat dan waktu itu sudah menjelang subuh. Sudah terdengar kokok ayam jantan di kejauhan. Udara dingin sekali. Syanti Dewi menggigil, akan tetapi Tek Hoat hanya berdiri di luar, bermacam perasaan teraduk di hatinya.

Dia merasa rindu, merasa girang, merasa kasihan, akan tetapi juga mendongkol dan marah. Ingin dia memeluk, membisikkan kata-kata cinta, menciumi wanita yang selama ini amat dirindukannya itu. Ingin dia menghiburnya, membuatnya gembira dan tertawa, karena dia yakin bahwa tentu Syanti Dewi akan merasa girang sekali bertemu dengan dia. Dia tahu bahwa puteri itu belum dapat menduga siapa adanya orang yang menolongnya bebas dari tangan Hwa-i-kongcu!






Akan tetapi karena rasa sakit di hatinya oleh ayah gadis itu, dia masih “menjual mahal” dan mengambil keputusan untuk menjumpai Syanti Dewi pagi nanti kalau cuaca sudah terang. Dia akan muncul begitu saja mengagetkan hati puteri itu. Tersenyum dia membayangkan betapa Syanti Dewi tentu akan menjerit, dan lari memeluknya kalau puteri itu tiba-tiba melihat dia muncul di dalam kamar kuil rusak itu!

Adapun Yang-liu Nio-nio dan Liong-li membuat api unggun di dalam kuil, tidak mau mencampuri urusan Tek Hoat bersama Syanti Dewi. dan mereka membicarakan tentang beberapa orang anggauta mereka yang diduga tewas dalam penyerbuan itu, juga membicarakan tentang orang-orang pandai yang muncul di dalam pesta Hwa-i-kongcu.

Tak lama kemudian, sinar matahari pagi mulai mengusir kabut dan hawa dingin dan tiba-tiba Hek-eng-pang bersama muridnya itu mendengar suara teriakan Tek Hoat dari sebelah dalam kuil. Mereka terkejut dan cepat melompat ke dalam dan mereka melihat Tek Hoat dengan muka pucat berdiri di ambang pintu, memandang ke arah puteri yang mereka culik semalam. Puteri itu duduk bersimpuh di atas lantai sambil menangis dan Si Jari Maut yang biasanya tenang dan gagah perkasa itu kini berdiri dengan mata terbelalak memandang puteri itu, mukanya pucat sekali.

“Celaka....!” Tek Hoat berseru marah “Kenapa? Apa yang terjadi....?” Yang liu Nio-nio bertanya.

“Bodoh! Tolol semua! Dia bukan....“

“Bukan apa?”

“Dia bukan puteri itu!” Tek Hoat mengepal tinju dan memandang kepada ketua Hek-eng-pang dengan mata melotot. “Kalian telah tertipu! Ini bukan Puteri Syanti Dewi!”

“Tapi....!”

Yang-liu Nio-nio membantah, terheran-heran. Dia sendiri yang menculik wanita ini dari dalam kamar pengantin wanita. Tidak bisa salah lagi. Liong-li cepat meloncat dan menarik pundak wanita yang mengempis itu.

”Diam kau! Hayo ceritakan siapa kau dan di mana adanya pengantin puteri!” hardiknya sambil mengguncang-guncang pundak wanita muda yang cantik itu.

“Ampunkan saya....“ Wanita itu meratap. “Saya adalah seorang pelayan dari Kongcu dan malam tadi.... ada seorang kakek muncul dan menyeret saya, mengancam akan membunuh kalau saya berteriak, lalu saya menjadi lumpuh, bahkan untuk mengeluarkan suara pun tidak mampu.... dan kakek itu melucuti pakaian saya dan memaksa saya memakai pakaian ini.... saya tidak tahu apa-apa.... dan tiba-tiba saja saya dilarikan sampai di sini....“

“Di mana pengantin puteri?” Tek Hoat membentak, tidak sabar.

“Saya tidak tahu.... harap ampunkan saya.... saya tidak tahu apa-apa....“

“Hemmm, siapa kakek itu? Bagaimana macamnya?”

“Saya hanya tahu dia kakek tua, entah siapa....“

“Sialan!”

Yang-liu Nio-nio meludahi muka wanita itu, tangannya bergerak dan wanita itu roboh tak berkutik lagi karena kepalanya telah pecah oleh ketukan jari tangan ketua Hek-eng-pang yang merasa dipermainkan dan menjadi marah sekali. Dia telah bersusah payah, telah kehilangan beberapa orang anggauta perkumpulannya, dan hasilnya adalah puteri palsu!

Pada saat itu terdengar suara dari luar,
“Heiii, Ang Tek Hoat! Biarkan aku bertemu dan bicara dengan Enci Syanti Dewi!l Aku belum puas kalau belum mendengar dari mulutnya sendiri bahwa dia suka ikut dengan orang seperti engkau! Enci Syanti, ini aku, Siang In. Keluarlah dulu dan kita bicara sebentar!”

“Huh!”

Tek Hoat mendengus marah dan dia menyambar punggung baju mayat pelayan yang telah dibunuh oleh Yang-liu Nio-nio dan Liong-li yang terkekeh mengejek ke arah Siang In.

Siang In terkejut bukan main melihat tubuh wanita yang disangkanya Syanti Dewi terlempar ke arahnya. Dia mengelak dan tubuh itu terbanting ke atas tanah. Cepat dia memeriksa dan menahan napas lega. Kiranya bukan Syanti Dewi yang dibawa kabur oleh Tek Hoat!

“Hemmm.... kalau begitu, siapa yang menculik Syanti Dewi! Ke mana perginya? Orang lihai macam Tek Hoat dan nenek cantik itu masih dapat ditipu orang. Dan melihat Hwa-i-kongcu dan orang-orangnya melakukan pengejaran dan pencarian ke mana-mana, jelas bahwa Enci Syanti Dewi benar-benar telah lenyap. Akan tetapi siapa yang membawanya dan kemana?”

Dengan hati penasaran Siang In lalu melompat ke atas kudanya dan kembali ke daerah puncak Naga Api untuk menyelidiki hilangnya Syanti Dewi yang penuh rahasia itu.

Demikianlah, dengan marah dan kecewa Ang Tek Hoat kembali ke Gunung Cemara bersama Yang-liu Nio-nio dan Liong-li. Dan ketika mereka tiba di sana, mereka melihat bahwa Gunung Cemara telah dibasmi dan dibakar oleh musuh, yaitu orang-orang dari lembah perkumpulan Huang-ho Kui-liong-pang! Tentu saja Yang-liu Nio-nio menjadi marah dan berduka sekali ketika para anggauta Hek-eng-pang yang tadinya melarikan diri itu berdatangan sambil menangis.

“Orang muda! Kau lihat apa yang terjadi dengan kami karena kami pergi membantumu. Tempat kami dibasmi musuh. Kalau kau tidak membantu kami melakukan pembalasan, sungguh-sungguh aku harus menyebutmu seorang yang tidak mengenal budi!” ketua yang sedang marah dan sakit hati itu berkata kepada Tek Hoat.

Ang Tek Hoat juga merasa tidak senang dengan peristiwa itu.
“Jangan khawatir, Pangcu. Aku tentu akan membantumu.”

“Bagus! Kalau begitu, kelak kami pun akan melakukan penyelidikan, siapa yang telah menculik pengantin puteri dari puncak Naga Api itu,” Yang-liu Nio-nio berkata. “Akan tetapi, karena anak buahku banyak yang tewas, aku harus minta bantuan dari Subo.”

Dia lalu menulis sepucuk surat dan menyuruh Liong-li naik kuda yang kuat untuk cepat minta bantuan gurunya yang dia tahu berada di istana gubernuran di Propinsi Ho-nan.

Sepekan kemudian, muncullah Mauw Siauw Mo-li di tempat itu. Tentu saja Ang Tek Hoat menjadi terkejut melihat wanita cantik yang genit ini, karena dia sudah mengenalnya dahulu ketika dia membantu pemberontakan Pangeran Liong Khi Ong (baca cerita Kisah Sepasang Rajawali). Juga Mauw Siauw Mo-li terkejut dan girang bertemu dengan pemuda tampan gagah ini.

“Heh-heh-heh, bukankah engkau Tek Hoat Si Jari Maut? Aku mendengar bahwa engkau telah menjadi seorang panglima dan mantu raja di Bhutan! Bagaimana sekarang berkeliaran di sini?”

Tek Hoat cemberut dan tidak menjawab pertanyaan itu, hanya berkata,
“Hemmm, kiranya engkau guru dari Yang-liu Nio-nio? Sungguh tak kusangka!”

“Pangcu, bagaimana engkau dapat bergaul dengan pemuda ini? Ketahuilah, dia pernah menjadi musuhku beberapa tahun yang lalu, hik-hik!” katanya kepada muridnya yang lebih tua daripada dia itu, maka dia menyebutnya pangcu!

Yang-liu Nio-nio terkejut bukan main.
“Ahhh.... teecu tidak tahu.... dia.... dia telah membantu teecu dan sekarang pun hendak membantu teecu menghadapi orang-orang Kui-liong-pang.”

Mauw Siauw Mo-li tertawa dan memandang wajah Tek Hoat yang tampan dan muram itu sambil berkata,

“Tidak mengapa. Ada waktunnya menjadi musuh, ada waktunya menjadi sahabat, bukan? Nah, ceritakan apa yang telah dilakukan orang-orang Kui-liong-pang yang bosan hidup itu.”

Yang-liu Nio-nio lalu menceritakan semua pengalamannya, betapa perkumpulannya bermusuhan dengan Kui-liong-pang dan akhir-akhir ini berebutan pusaka keluarga Jenderal Kao dan betapa ketika dia pergi membantu Tek Hoat untuk menculik pengantin dari Hwa-i-kongcu, orang-orang Kui-liong-pang datang membasmi dan membakar tempat itu.

“Hemmm, sungguh mereka itu harus mampus. Jangan khawatir, aku akan membantumu membasmi mereka. Akan tetapi, sungguh mati aku merasa heran sekali mengapa engkau pergi menculik pengantin puteri, Ang-sicu?” tanyanya kepada Tek Hoat, memandang heran.

Tek Hoat sebenarnya tidak suka kepada wanita yang cabul dan genit ini, dan pandang mata wanita itu kepadanya pun sudah membuat dia merasa muak. Akan tetapi dia tahu pula bahwa Mauw Siauw Mo-li adalah seorang yang memiliki kepandaian tinggi sekali dan selama Syanti Dewi masih belum dapat olehnya dan terancam keselamatannya di tangan orang-orang sesat, dia perlu bantuan orang-orang seperti wanita ini. Maka dengan terus terang dia menjawab,

“Pengantin puteri itu adalah Puteri Syanti Dewi.”

“Ehhh....?” Mauw Siauw Mo-li membelalakkan matanya dan wanita yang usianya sudah empat puluh tahun ini masih belum kehilangan daya tariknya. “Bagaimana ini? Bukankah dia sudah kembali ke istana Bhutan?”

Tek Hoat menggelengkan kepalanya. Dia tidak suka menceritakan riwayatnya yang menyedihkan dan memalukan itu kepada orang lain, apalagi kepada seorang wanita seperti Mauw Siauw Mo-li ini. Maka dia menjawab singkat,

“Aku pergi dari Bhutan, dia menyusul dan tertawan oleh Hwa-i-kongcu, akan dipaksa menjadi isterinya.”

Mauw Siauw Mo-li mengangguk-angguk, akan tetapi di dalam hatinya merasa heran sekali. Dia mendengar bahwa pemuda ini telah menjadi mantu raja, berarti sudah memperoleh kedudukan yang mulia, akan tetapi mengapa sekarang berkeliaran lagi ke sini dan wajahnya begitu murung? Sungguh dia tidak mengerti sama sekali, akan tetapi dia pun tidak berani mendesak karena tahu bahwa pemuda yang tampan dan lihai ini mempunyai watak yang amat aneh.

Demikianlah, Tek Hoat dan Mauw Siauw Mo-li lalu bersama Yang-liu Nio-nio dan semua sisa anak buah Hek-eng-pang pergi ke lembah yang menjadi sarang Kui-liong-pang dan atas usul Tek Hoat yang melihat keadaan di situ, Mauw Siauw Mo-li lalu mempergunakan senjata peledaknya untuk membobolkan tempat itu sehingga air sungai menyerbu lembah melalui terowongan yang juga telah diledakkan.

Kini mereka bertiga memandang dengan hati puas ke bawah, ke arah lembah yang kebanjiran itu sehingga seluruh penghuni dan para tamunya harus bergegas menyelamatkan diri dengan perahu-perahu dan rakit-rakit darurat. Setelah itu, tanpa berkata apa-apa lagi Tek Hoat lalu membalikkan tubuh sambli berkata,

“Aku pergi!”

“Terima kasih, dan kami akan menyebar anak buah kami untuk menyelidiki di mana adanya pengantin puteri itu!” kata Yang-liu Nio-nio. Tek Hoat tidak menjawab dan terus berkelebat pergi.

“Nanti dulu, Ang-sicu!” Bayangan lain juga berkelebat pergi dan ternyata Mauw Siauw Mo-li mengejarnya.

Tek Hoat mengerutkan alisnya, akan tetapi dia membalik dan memandang tokoh sesat itu sambil bertanya,

“Engkau mau apa?”

“Ang-sicu, tiga hari yang lalu ketika aku meninggalkan Lok-yang menerima undangan muridku, ketika aku tiba di dusun Khun-kwa aku berpapasan dengan seorang gadis yang bertanya-tanya kepada orang-orang di jalan tentang seorang kakek yang membawa seorang gadis dengan paksa. Aku merasa curiga kepada gadis itu karena aku merasa seperti pernah melihatnya, maka aku bersembunyi dan mengintai. Ketika aku mendengar gadis itu menceritakan ciri-ciri gadis yang dibawa dengan paksa oleh kakek itu, aku teringat bahwa gadis yang diculik itu tentulah gadismu yang dahulu kau pertahankan mati-matian, yaitu Syanti Dewi.”

Tentu saja Tek Hoat menjadi tertarik sekali dan wajahnya memancarkan harapan baru. Dia melangkah dekat dan bertanya,

“Mo-li, siapa yarg menculik dia?”

Wanita itu tersenyum lebar dan memang dia masih manis sekali.
“Mana aku tahu? Akan tetapi, kalau kau mau pergi bersama aku mencarinya, mungkin saja kita dapat menemukan gadis itu dan dari dia kita tentu akan dapat tahu siapa yang menculik puterimu itu. Dengan kerja sama antara kita, apa pun akan dapat kita lakukan dengan berhasil, bukan?”

Tek Hoat yang amat mengkhawatirkan keselamatan kekasihnya, tidak dapat menolak dan berkata singkat,

“Baiklah, mari kita pergi!”

Mauw Siauw Mo-li tersenyum dan berjalan pergi di samping pemuda tampan itu, menoleh dan berkata kepada muridnya,

“Engkau bawa anak buahmu menyingkir dan bersembunyi dulu sebelum mendapatkan tempat baru yang baik. Aku pergi dulu!”

Maka berangkatlah wanita cantik yang hatinya sejak dahulu memang sudah tergerak oleh ketampanan dan kegagahan Tek Hoat ini bersama Tek Hoat yang terpaksa menerimanya sebagai teman seperjalanan dalam usahanya mencari kembali Syanti Dewi yang lenyap.

**** 030 ****