FB

FB


Ads

Selasa, 10 Maret 2015

Kisah Sepasang Rajawali Jilid 123

“Ha-ha-ha, akhirnya engkau terjatuh pula ke dalam tanganku, nona manis. Ha-ha-ha!”

Raja Tambolon tertawa gembira ketika dia memondong tubuh Ceng Ceng masuk ke ruangan dalam rumah yang dijadikan tempat tinggal sementara itu, diikuti oleh Si Petani Maut Liauw Kui, Si Siucai Yu Ci Pok, dan lima orang Loan-nga Mo-li.

Nenek ahli sihir Durganini tidak nampak sekali ini karena seperti telah diceritakan di bagian depan, nenek itu berjumpa dengan bekas suaminya, See-thian Hoat-su dan pergi bersama kakek ini dan Teng Sian In yang menjadi murid See-thian Hoat-su.

Ceng Ceng kini mengerti bahwa dia telah ditinggalkan oleh Tek Hoat begitu saja! Dia telah ditipu oleh Tek Hoat dan dia dijadikan barang tukaran dengan Syanti Dewi. Celaka pikirnya. Pemuda itu benar-benar luar biasa jahat dan curangnya. Untuk mendapatkan Syanti Dewi, pemuda itu telah menyelamatkannya dari tangan Hek-tiauw Lo-mo akan tetapi kiranya bukan ditolong untuk dibebaskan, melainkan untuk diserahkan kepada Tambolon sebagai penukar diri Syanti Dewi.

Terjatuh ke tangan pemuda berhati palsu seperti itu, tentu kakak angkatnya itu akan celaka, pikirnya penuh kekhawatiran. Dan dia sendiri, dia baru saja terlepas dari tangan Hek-tiauw Lo-mo kini terjatuh ke tangan Tambolon, sama saja dengan terlepas dari mulut harimau terjatuh ke dalam cengkeraman seekor srigala!

“Tambolon, aku tahu bahwa engkau adalah seorang laki-laki yang berjiwa dan berwatak pengecut! Kalau memang engkau yang suka mengangkat diri menjadi raja, benar-benar seorang yang jantan, hayo kau bebaskan aku dan kita bertanding sampai selaksa jurus sampai seorang di antara kita menggeletak mampus!” Ceng Ceng memaki.

“Ha-ha-ha! Susah payah aku mendapatkan dirimu, sampai-sampai aku harus mengorbankan dan kehilangan Puteri Bhutan yang denok ayu, masa sekarang harus membebaskan kau dan bertanding lagi. Sayang kalau sampai aku harus membunuhmu begitu saja, nona manis,”

Tambolon tertawa-tawa, akan tetapi kemudian tiba-tiba sikapnya berubah, wajahnya bengis dan dengan kasar dia mendudukkan tubuh Ceng Ceng yang masih lemas tertotok itu ke atas kursi di sebelahnya, memegangi pundak dara itu dan membentak.

“Hayo katakan dimana adanya anak ular naga itu dan serahkan kepadaku!”

Hemm, kiranya untuk itu dia menangkapku dan rela membebaskan Syanti Dewi, pikirnya. Tahulah kini Ceng Ceng bahwa dia tidak akan dapat hidup lagi. Seperti juga Hek-tiauw Lo-mo, Tambolon ini agaknya berkeras ingin memiliki anak naga dan karena anak naga itu telah dimakannya habis, maka tentu seperti juga Hek-tiauw Lo-mo, raja liar ini akan membunuhnya dan minum semua darahnya yang telah mengandung khasiat dari anak naga itu. Dia tidak bisa mengharapkan pertolongan lagi. Kedua orang pembantunya yang boleh diandalkan, keduanya sudah tak dapat diharapkannya lagi.

Tek Hoat telah menipunya, tak mungkin pemuda ini dapat membantunya. Dan Topeng Setan masih berada di dalam tahanan Hek-tiauw Lo-mo, entah masih hidup atau sudah mati. Tidak ada lagi seorang manusia yang akan mampu menyelamatkannya, maka dia lalu menjawab,

“Aku tidak tahu!” dan menutup mulut dan matanya, seperti orang sedang bersamadhi.

“Keparat, apakah kau ingin kusiksa untuk mengaku?” Tambolon berteriak marah.

“Ong-ya, saya mendengar bahwa gadis ini menderita luka parah dan kalau dia mencari anak naga itu tentu untuk mengobatinya. Setelah memperoleh anak naga itu dengan demikian susah payah, dimana lagi disimpannya kalau tidak di dalam perutnya? Lihat, wajahnya demikian merah dan sehat, tentu karena khasiat anak naga itu.” Tiba-tiba Si Siucai Maut Yu Ci Pok berkata.

“Kata-kata Yu-hiante ada benarnya dan untuk mernbuktikannya, tidak ada jalan lain kecuali memeriksa darahnya,” kata pula Liauw Kui Si Petani Maut.

“Aha, kalian benar! Tentu telah ditelannya anak naga itu, maka Hek-tiauw Lo-mo menangkapnya. Aku tahu kebiasaan manusia iblis itu, suka sekali makan daging dan minum darah manusia. Daging gadis manis ini tentu lunak dan darahnya tentu manis apalagi kalau mengandung khasiat anak naga. Belenggu dia dan bebaskan totokannya!”

Liauw Kui dan Yu Ci Pok cepat membelenggu kaki dan tangan Ceng Ceng pada kursi yang didudukinya dengan tali sutera yang amat kuat, kemudian Liauw Kui membebaskan totokan pada pundak dara itu. Akan tetapi Ceng Ceng tetap menutup mulut dan matanya, seolah-olah tidak merasakan itu semua.

Gadis ini memang sedang memusatkan perhatiannya. Sudah beberapa hari ini semenjak dia minum sari dari anak ular naga itu, dia merasa sesuatu bergerak-gerak aneh di dalam perutnya, gerakan yang disertai hawa amat panas akan tetapi kadang-kadang juga amat dingin.






Akan tetapi gerakan-gerakan itu segera menghilang maka dia melupakannya. Sekarang, kembali perutnya bergerak-gerak dan diam-diam dia bergidik. Jangan-jangan anak naga yang hanya diminum perasannya itu kini hidup kembali dan bergerak-gerak di dalam perutnya! Makin lama gerakan-gerakan itu makin menghebat dan seolah-olah ada tenaga mujijat yang hidup di dalam rongga perutnya dan yang kini minta jalan keluar!

Ceng Ceng menjadi khawatir sekali karena perutnya seperti hendak pecah rasanya, ditekan oleh hawa mujijat yang berputar-putar di perutnya itu. Maka dia lalu mengerahkan sin-kangnya, mengerahkan tenaga dari pusarnya untuk menekan dan menindih tenaga liar mujijat itu. Akan tetapi betapa heran dan kagetnya ketika hawa liar itu malah menyerbu ke dalam pusarnya, tak terkendalikan lagi, demikian kuatnya bergerak-gerak di dalam pusar hendak menerobos ke atas!

Pada saat itu, Tambolon sudah mengeluarkan sebatang jarum, hendak menusuk pergelangan lengan Ceng Ceng untuk mengeluarkan darah gadis itu dan memeriksanya apakah benar darah gadis itu sudah lain dari biasa dan telah mengandung khasiat mujijat dari anak ular naga.

Dan Ceng Ceng tidak tahu akan itu semua karena dia sendiri sedang berjuang melawan hawa liar mujijat yang kini dari dalam rongga perut memasuki pusarnya dan akhirnya dia tidak dapat menahan lagi, membuka saluran dari pusarnya sehingga hawa mujijat itu kini menjalar di seluruh tubuhnya, membuat tubuhnya terasa panas seperti dibakar dan keringatnya bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.

“Cusss....!” Tambolon menusukkan jarumnya ke pergelangan lengan Ceng Ceng.

“Krakkk....!” Jarum itu mendadak patah seperti ditusukkan pada baja yang keras.

“Ahhhh....!”

Tambolon terkejut bukan main dan juga kagum karena dia mengira bahwa gadis itu telah menggunakan sin-kang yang sedemikian kuatnya sehingga kulit lengannya mampu mematahkan jarum baja.

“Keparat, dia melawan! Totok dia agar tidak mampu mengerahkan sin-kang!” katanya kepada Liauw Kui.

Si Petani Maut ini selain amat lihai ilmu silat dan senjata pikulannya, juga terkenal sebagai ahli menotok jalan darah yang lihai sekali. Mendengar perintah rajanya, dia lalu menggerakkan tangan kanannya, dua jari yaitu telunjuk dan jari tengahnya menusuk ke arah pundak kiri Ceng Ceng, di bagian jalan darah Kin-ceng-hiat.

“Takkk! Aughhh....!”

Liauw Kui terhuyung ke belakang sambil memegangi tangan kanannya. Dua batang jari tangannya seperti akan patah-patah rasanya dan hawa panas yang amat hebat menyerangnya dari pundak gadis itu, membuat seluruh lengan kanannya seperti lumpuh dan kehilangan tenaga!

Tentu saja semua orang menjadi terheran-heran melihat keanehan ini. Gadis itu masih duduk di atas kursi dalam keadaan terbelenggu, dan memejamkan matanya, alisnya berkerut, semua tubuhnya mengeluarkan hawa panas. Jelas bahwa gadis itu tidak seperti sedang mengerahkan tenaga, akan tetapi mengapa jarum menjadi patah dan totokan Si Petani Maut menjadi gagal?

Pada saat itu Ceng Ceng memang sudah tidak merasakan apa-apa lagi. Telinganya seperti penuh dengan bunyi mengaung-ngaung dan biarpun kedua matanya dipejamkan, namun dia masih melihat warna merah serta darah yang menyilaukan, dan seluruh tubuhnya terasa nyeri semua.

Celaka, pikirnya, aku tentu keracunan hebat, akan tetapi pikiran ini hanya seperti kilatan halilintar saja karena segera pikirannya menjadi kosong lagi dan seluruh perhatiannya hanya tertuju pada pergerakan hebat di dalam perutnya, pusarnya, dadanya dan semua tubuhnya, bahkan pergerakan itu sampai terasa ke ubun-ubun kepalanya.

“Dia.... dia mempunyai ilmu yang mujijat.... ingat, dia gadis beracun!” Liauw Kui berkata dan semua orang sudah mencabut senjatanya.

“Biar aku menotoknya dengan poan-koan-pit!” teriak Yu Ci Pok dan cepat dia telah menggerakkan senjata pensil baja itu ke arah punggung dan tengkuk Ceng Ceng

“Cus-cuss.... krekk-krekkk! Aihhh....!”

Yu Ci Pok meloncat ke belakang, tubuhnya tergetar dan kedua buah senjata pensil itu patah menjadi empat potong!

“Ilmu siluman....! Biar kita keluarkan darahnya dan kita tampung!” Berkata Tambolon. “Cepat ambilkan panci!”

Song Lan Ci, orang pertama dari Loan-ngo Mo-li, sudah cepat lari dan minta sebuah panci kepada anak buah Tambolon, kemudian dia datang lagi dan bersama empat orang saudaranya dia pun sudah mencabut pedang-pedang samurai mereka.

Tambolon sudah mencabut pedangnya dan dengan gerakan tangkas dia sudah menerjang ke depan, menusukkan pedangnya ke arah leher Ceng Ceng karena leher itu tentu akan mengalirkan semua darah segar dari tubuh dara itu yang akan ditadahi dengan panci. Dia akan “menyembelih” gadis itu di atas kursinya dalam keadaan terbelenggu!

Pada saat itu, Ceng Ceng sudah berada dalam keadaan puncak dari getaran hawa mujijat yang menguasai seluruh tubuhnya. Dia sudah menahan-nahan diri agar tidak muntah karena keadaannya itu membuat dia merasa mual dan ingin muntah.

Akan tetapi pada saat pedang Tambolon bergerak, dia sudah tidak dapat bertahan lagi, merasa seolah-olah nyawanya dicabut melalui mulutnya, maka dara yang merasa bahwa dia tentu mati pada saat itu, padahal sakit hatinya belum terbalas, pemuda laknat itu belum terdapat olehnya, rasa penasaran membuat dia menjerit sekuatnya. Lengking yang amat hebat keluar dari tenggorokannya, dibarengi dengan gerakan tubuhnya yang seolah-olah hendak meronta dan melawan maut yang disangka hendak merenggut nyawanya.

“Aaaiiihhhh....!”

Lengking ini diikuti dengan keluarnya darah menghitam bergumpal-gumpal yang dimuntahkan oleh mulut Ceng Ceng, akan tetapi hebatnya, pada saat dia menggerakkan tubuhnya, kaki tangannya bergerak dan semua tali sutera kokoh kuat yang membelenggunya putus semua. Bukan itu saja, dari kedua tangannya yang bergerak kalang-kabut itu keluar hawa mujijat yang luar biasa dahsyatnya sehingga Tambolon yang sedang menusukkan pedangnya, kena digempur hawa mujijat ini sehingga dia terlempar ke belakang.

Tidak terkecuali Si Petani Maut dan Si Siucai Maut, bersama Loan-ngo Mo-li yang memegang samurai, terdorong oleh hawa mujijat dari gerakan kedua lengan tangan Ceng Ceng sehingga mereka itu terlempar ke belakang dan terbanting ke atas lantai dengan keras!

Ceng Ceng membuka matanya, merasa betapa dada dan perutnya lega bukan main setelah dia memuntahkan darah bergumpal-gumpal itu. Melihat betapa gerakan-gerakannya dapat mematahkan belenggu dan merobohkan delapan orang itu, dia sendiri terheran dan terkejut, akan tetapi kecerdasannya mengingatkan bahwa dia kini memperoleh kesempatan baik sekali. Cepat dia meloncat keluar dan melarikan diri di dalam kegelapan malam!

Tak lama kemudian, setelah sadar dari kekejutan yang hebat, Tambolon dan para pembantunya meloncat bangun, kemudian mereka berteriak-teriak melakukan pengejaran, diikuti oleh anak buah mereka. Akan tetapi Ceng Ceng telah lenyap dan selain Tambolon sendiri, juga para pembantunya masih terkejut dan jerih menyaksikan kehebatan gadis itu.

Ceng Ceng sendiri juga terheran-heran. Dia tidak tahu mengapa bisa terjadi seperti itu, akan tetapi karena dia seorang gadis yang memiliki kecerdasan, dia teringat dan menduga bahwa tentu semua itu adalah khasiat darah anak ular naga yang telah diminumnya.

Agaknya baru sekarang khasiat anak ular naga itu memperlihatkan diri, dan hasilnya memang hebat. Hanya dia masih belum mengerti benar keadaannya dan sayang bahwa Topeng Setan tidak berada di situ, karena kalau ada, tentu pembantunya yang serba bisa itu akan dapat memberi keterangan.

Memang dugaan Ceng Ceng tidak keliru, semua itu adalah khasiat dari darah anak ular naga dan darah-darah hitam bergumpal-gumpal yang keluar dari mulutnya itu adalah dari racun-racun yang dahulu dilatih dan berada di tubuhnya. Hawa mujijat itu adalah hawa yang dibangkitkan oleh darah anak ular itu.

Seluruh tubuh Ceng Ceng masih gemetar. Ketika dia menyelinap di antara pohon-pohon, tiba-tiba dua orang anak buah Tambolon muncul dan hampir bertumbukan dengan dia di tempat gelap. Mereka sama-sama kaget, akan tetapi dua orang anak buah Raja Tambolon itu telah mengenalnya dan cepat mereka mengangkat golok mereka untuk menyerang sambil berteriak-teriak memanggil teman-teman mereka.

Ceng Ceng yang masih merasa gemetar tubuhnya dan dikuasai oleh hawa yang bergerak-gerak, merasa lemas dan tidak bersemangat untuk melayani mereka. Setelah mengelak, dia lalu teringat akan senjatanya yang ampuh, yaitu ludahnya.

“Cuh! Cuhh!”

Dua kali dia meludah dan tepat mengenai muka dua orang lawan itu. Akan tetapi Ceng Ceng menjadi kaget dan bingung karena dua orang yang terkena ludah beracunnya itu sama sekali tidak roboh, bahkan menyumpah-nyumpah marah dan menyerangnya lebih ganas lagi! Dan karena teriakan mereka tadi, kini muncul lagi dua orang lain yang segera mengepungnya.

Celaka, pikirnya. Kalau sampai Tambolon dan para pembantunya datang, dia tentu celaka.
“Minggir....!” teriaknya dan kaki tangannya bergerak menyerang.

Gerakannya kacau karena Ceng Ceng merasa betapa tenaganya sendiri lenyap ditelan oleh hawa yang masih bergerak-gerak itu seolah-olah dia tidak mampu lagi menguasai kaki tangannya. Akan tetapi, begitu kedua tangannya bergerak mendorong ke depan dan kanan kiri, empat orang itu memekik ngeri, terlempar dan senjata mereka terpental, terbanting dan tidak bangun lagi karena mereka tewas seketika!

Ceng Ceng mendengar datangnya banyak kaki orang, maka cepat dia membalikkan tubuhnya dan lari dari situ. Begitu dia meloncat, hampir dia berteriak kaget karena loncatannya kini seperti terbang saja. Sekali meloncat dia sudah melayang ke atas hampir menabrak pohon! Tubuhnya begitu ringan dan loncatannya begitu kuat sehingga dia tidak dapat menguasai lagi tubuhnya.

“Brukkk!”

Dia terbanting ke atas tanah seperti seekor burung sedang belajar terbang. Akan tetapi Ceng Ceng merangkak bangun dan lari lagi, sekali ini dia berhati-hati karena dia mulai maklum bahwa di dalam tubuhnya terdapat tenaga mujijat yang liar dan tidak dapat dikendalikan sehingga kalau dia salah menggunakannya, dia tidak mampu lagi mengatur keseimbangan dirinya.

Akhirnya dia dapat meninggalkan tempat itu dan tidak mendengar lagi suara para pengejarnya. Tadinya dia berniat untuk mengejar Tek Hoat dan menolong Syanti Dewi, akan tetapi dia tidak tahu ke mana perginya pemuda berhati palsu itu, maka dia lalu memutuskan untuk kembali saja mencari dan menolong Topeng Setan.

Akan tetapi tiba-tiba kepalanya terasa pening bukan main dan tanpa dapat dicegahnya lagi tubuhnya terguling. Karena gelap, dia tidak tahu bahwa dia terguling ke dalam sebuah jurang. Untung baginya bahwa jurang itu tidak terlalu dalam, dan bahwa di luar kesadarannya, tubuhnya seperti balon karet terisi penuh hawa yang penuh, maka biarpun dia pingsan, ketika terguling-guling ke dalam jurang itu tubuhnya sama sekali tidak terluka, terlindung oleh hawa mujijat itu.

**** 123 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar