FB

FB


Ads

Jumat, 20 Februari 2015

Kisah Sepasang Rajawali Jilid 069

Dia seolah-olah dikelilingi oleh orang-orang yang aneh dan berbahaya. Pemuda laknat musuhnya itu, Tek Hoat dan laki-laki tinggi besar ini. Teringatlah dia kepada Pangeran Yung Hwa dan dia menjadi termenung. Betapa bedanya pangeran itu dengan tiga orang laki-laki! Pangeran itu begitu tampan, begitu halus, penuh hormat, lemah-lembut dan penuh kemesraan. Cinta kasih seorang seperti Pangeran Yung Hwa itu agaknya tidak perlu disangsikan lagi!

Sebaliknya, Tek Hoat memang tampan dan gagah, biarpun tidak setampan Pangeran Yung Hwa namun Tek Hoat juga memiliki kepribadian yang menarik, ketampanan dan kegagahan yang sukar dicari bandingnya, akan tetapi pemuda ini adalah seorang yang rendah, yang telah menghambakan diri kepada pemberontak!

Pemuda laknat yang memperkosanya itupun tampan dan gagah sekali, lebih gagah daripada Tek Hoat, dengan sikap yang pendiam dan agung, membayangkan kekerasan seperti seekor singa, kokoh kuat seperti batu karang. Akan tetapi pemuda itu telah menjadi musuh besarnya, yang amat dibencinya, dan dia tahu bahwa membunuh pemuda itupun belum berarti terbalas dendamnya karena pemuda itu telah merusak hidupnya, merusak segala-galanya!

Dan laki-laki yang bermuka setan ini, sudah tua dan menakutkan, biarpun pernah menolongnya dan berilmu tinggi, akan tetapi sikapnya begitu aneh dan penuh rahasia sehingga sukar baginya untuk mengambil kesimpulan orang macam apakah adanya laki-laki bermuka setan ini.

Pada keesokan harinya dia telah pergi ke belakang, ke gudang di mana tawanan itu berada. Di luar gudang masih terjaga oleh dua puluh orang lebih anggauta Tiat-ciang-pang, akan tetapi dia mendengar suara orang bicara di sebelah dalam gudang atau lebih tepat lagi, suara Tek Hoat yang agaknya marah-marah.

Cepat dia memasuki gudang itu dan dia masih mendengar Tek Hoat berkata marah,
“Kau kira aku tidak mampu memaksamu bicara? Engkau bersembunyi di balik topeng itu!”

Mendengar ucapan ini, orang bertopeng itu terkejut.
“Ehh.... jangan....! Jangan buka topengku. Kalau dipaksa.... aku akan mengamuk dan akan hebat akibatnya!”

Tek Hoat tertawa.
“Silakan mengamuk, aku memang ingin sekali melihat sampai di mana kelihaianmu maka engkau sesombong ini!”

Tek Hoat sudah melangkah dekat, menghampiri tawanan yang masih terbelenggu kedua tangannya ke belakang punggung dan sedang bersandar pada dinding gudang itu. Agaknya Tek Hoat hendak melakukan sesuatu karena tangannya sudah mendekati muka orang.

“Tek Hoat, jangan....!” Ceng Ceng membentak dan Tek Hoat terkejut.

Pemuda ini bersungut-sungut dan ingin dia menampar mukanya sendiri. Mengapa dia menjadi begini lemah dan penurut? Agaknya, di dunia ini tidak akan ada orang yang mampu memerintahnya seperti ini! Dan dia, yang memiliki kepandaian tinggi, yang dapat melakukan apa pun, tanpa Ceng Ceng dapat menghalanginya, dia tidak berdaya dan tidak sampai hati menolak perintah Ceng Ceng! Itulah soalnya, bukan sekali-kali hanya karena sumpahnya. Memang dia merasa terlampau gagah untuk melanggar sumpah, akan tetapi kalau sumpahnya itu dipergunakan Ceng Ceng untuk mempermainkannya tentu saja tidak bisa dia terus menurut.

“Hemmm....!” Dia mendengus dan membalikkan mukanya.

Ceng Ceng memandang wajah orang tawanan itu dan jantungnya berdebar tegang. Benar juga kata-kata Tek Hoat. Kiranya orang ini memakai topeng! Memakai semacam kedok yang amat tipis dan memang sukar dibedakan dari wajah asli kalau saja dia tadi tidak melihat orang itu bicara dan bibir itu hampir tidak bergerak, tanda bahwa yang bergerak tentulah bibir aslinya yang berada di balik topeng! Seketika timbul akalnya untuk memaksa bekas penolongnya ini!

“Tek Hoat, keluarkan saputanganmu!” katanya memerintah.

“Untuk apa....?” Tek Hoat bertanya dengan marah karena saputangan mengingatkan dia akan sumpah dan janjinya.






“Kau tutup matamu dengan saputangan itu!”

“Hemm....!” Tek Hoat makin marah.

Akan tetapi tetap saja permintaan itu dia penuhi juga. Dia menutupkan saputangannya ke depan mata dan mengikatkan kedua ujung saputangan di belakang kepala. Diam-diam dia tertarik juga karena ingin tahu apa yang akan dilakukan gadis aneh ini.

Setelah melihat Tek Hoat menutupi mukanya dengan saputangan, Ceng Ceng lalu menghampiri tawanan yang masih bersandar dinding itu.

“Nah, In-kong sekarang kita boleh bicara berdua. Pembantuku ini sudah menutup matanya dengan saputangan sehingga tidak dapat melihat kita.... maksudku, tidak dapat melihat wajahmu.”

Suara yang halus itu terdengar kini.
“Nona, engkau benar-benar seorang gadis aneh. Apa maksudmu dengan menawan aku? Aku tidak bersalah, hanya melihat ramai-ramai di sini, menonton dan dikeroyok oleh orang-orang itu. Biarkan aku pergi.”

“Tidak, sebelum engkau memperlihatkan siapa adanya engkau. Aku hendak membuka topeng yang menutupi mukamu, In-kong.”

Tentu saja Tek Hoat menjadi kaget dan heran bukan main mendengar ucapan Ceng Ceng yang menunjukkan bahwa gadis ini telah mengenal Si Topeng Setan itu, bahkan menyebutnya In-kong (Tuan Penolong)! Biarpun kedua matanya tertutup, Tek Hoat memusatkan seluruh perhatiannya kepada pendengarannya sehingga dia dapat mengikuti seluruh gerak-gerik Ceng Ceng dan tawanan itu, bahkan tidak kalah jelasnya dari orang biasa yang memandang dengan kedua matanya.

“Jangan....! Jangan, Nona....! Ini adalah rahasiaku, kalau terbuka berarti aku mati! Harap kau jangan membukanya....”

Orang itu berkata, suaranya penuh permohonan dan kekhawatiran sehingga Tek Hoat menjadi makin tertarik, makin curiga.

“Engkau pernah menolongku, tentu aku tidak akan memaksa. Akan tetapi aku tidak akan membuka topengmu asal engkau suka menjadi pembantu dan pelindungku, dan suka mengajarkan ilmu silatmu yang tinggi kepadaku. Bagaimana?”

“Hemm...., baiklah. Aku berjanji.”

“Dan seorang laki-laki gagah tidak akan melanggar janjinya.”

“Lebih baik mati daripada melanggar janji.”

Tiba-tiba Tek Hoat tertawa.
“Ha-ha-ha, Lu Ceng! Engkau membuat kami berdua laki-laki yang memiliki kepandaian menjadi seperti lalat terjebak dalam janji-janjinya sendiri!”

“Tek Hoat, engkau dan dia ini berjanji sendiri, aku sama sekali tidak memaksanya. Nah, kau boleh membuka saputanganmu dan boleh memandang aku sekarang, dan kau bebaskan dia dari belenggu itu.”

Tek Hoat menyambar saputangannya, lalu memandang kepada laki-laki bertopeng itu dengan tertawa mengejek.

“Engkau telah menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kesukaran, Sobat!”

Dan dengan kedua tangannya Tek Hoat merenggut, mengerahkan sin-kangnya dan belenggu yang terbuat dari baja itu patah-patah! Bukan main hebatnya tenaga kedua tangan Tek Hoat dan agaknya dia sengaja mendemonstrasikannya di depan orang bertopeng itu yang memandang dengan sikap tenang saja. Setelah belenggunya dilepaskan dia bangkit berdiri, tinggi dan tegap.

“Sekarang kau setelah menjadi pembantuku harus memberitahukan namamu,” Ceng Ceng berkata.

Orang itu menghela napas panjang.
“Setelah Ji-wi (Anda Berdua) tahu bahwa aku bertopeng, maka biarlah aku dinamakan Topeng Setan.”

Ceng Ceng bertepuk tangan gembira.
“Bagus! Dua orang pembantuku hebat julukannya, yang seorang Si Jari Maut, dan seorang lagi Si Topeng Setan! Sekarang mari kita keluar untuk mengumumkan pengangkatan Topeng Setan sebagai pembantuku ke dua, dan kita mulai mengatur anak buah kita agar tidak lagi terjadi bentrok diantara rekan segolongan.”

Tek Hoat dan Topeng Setan mengangguk. Ceng Ceng bergegas keluar gudang itu dan kesempatan ini dipergunakan oleh Tek Hoat untuk berbisik kepada laki-laki tinggi besar itu,

“Awas, engkau mencurigakan. Sekali waktu akan kupatahkan batang lehermu seperti aku mematahkan belenggu tadi.”

Topeng Setan menoleh kepada pemuda tampan itu dan tidak menjawab apa-apa kecuali memungut bekas belenggu dari atas lantai, kemudian dengan amat mudahnya jari tangannya mematah-matahkan rantai itu semudah yang dilakukan oleh Tek Hoat tadi!

“Tak perlu curiga, aku hanya ingin melindunginya, Sobat!” Si Topeng Setan berkata pula, berbisik.

Tek Hoat terkejut dan mengertilah dia bahwa Topeng Setan tadi agaknya memang sengaja membiarkan dirinya tertawan. Buktinya, kalau dia menghendaki, tentu dia sudah dapat membebaskan dirinya dari belenggu itu dengan amat mudah! Makin tertariklah dia dan diam-diam dia mengharapkan untuk dapat menarik tenaga yang amat kuat ini untuk membantu gerakan Pangeran Liong Bin Ong.

Yang merasa amat bergembira adalah Ceng Ceng. Dia sampai lupa akan kesengsaraan hatinya melihat betapa dia kini telah menjadi seorang “beng-cu”, mengepalai ratusan orang-orang lihai, bahkan mempunyai dua orang pembantu dan pelindung yang amat tinggi kepandaiannya. Kini dia merasa yakin bahwa tentu dia akan berhasil mencari musuh besarnya, pemuda laknat yang telah memperkosanya! Di samping itu, dia akan menuntun para kaum sesat itu agar tidak membantu para pemberontak, sebaliknya malah menentang pemberontak.

Sedangkan Tek Hoat, yang dia tahu adalah anak buah pangeran pemberontak, setelah menjadi pembantunya akan dibujuknya agar dapat insyaf dan kembali ke jalan benar. Betapapun juga, pemuda inilah sebetulnya yang menjadi orang pertama, laki-laki pertama yang pernah menggerakkan perasaan mesra, kagum dan cinta di dalam hatinya, yang kemudian berubah menjadi benci karena pemuda yang dikagumi ini ternyata adalah kaki tangan pemberontak.

Pula, setelah mendengar pengakuan Tek Hoat akan cinta kasihnya kepada Syanti Dewi, lenyaplah perasaan mesra di hatinya terhadap Tek Hoat. Namun andaikata pemuda ini dapat insyaf dan kembali ke jalan benar, dia akan senang sekali melihat kakak angkatnya itu berjodoh dengan Ang Tek Hoat. Jauh lebih baik daripada menjadi isteri seorang pangeran tua di kota raja!

**** 069 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar