FB

FB


Ads

Jumat, 20 Februari 2015

Kisah Sepasang Rajawali Jilid 068

Melihat kehebatan gadis itu, yang meludah saja sudah dapat membunuh orang-orang pandai seperti Tangan Malaikat, semua orang dengan suara bulat menyetujui mengangkatnya menjadi beng-cu. Bahkan mereka menjadi girang dan bangga bukan main karena maklum bahwa mereka dipimpin oleh dua orang yang lihai, dan otomatis kedudukan mereka menjadi kuat.

Tentu saja golongan-golongan yang mempunyal ambisi, yang pro dan anti pemberontak, yang masih sangsi dan bingung karena mereka belum tahu benar orang macam apa adanya gadis ini. Orang yang suka bersekutu dengan pemberontak ataukah yang membencinya?

Sementara itu Ceng Ceng memerintahkan para anak buah Tiat-ciang-pang untuk menyingkirkan semua jenazah. Setelah Ketua Tiat-ciang-pang tewas, otomatis dia sebagai beng-cu pun dianggap sebagai Ketua Tiat-ciang-pang pula, maka dia lalu mengajak Tek Hoat untuk pergi memeriksa markas Tiat-ciang-pang untuk dijadikan pusat dimana beng-cu dan pembantunya tinggal.

Malam hari itu, biarpun dalam keadaan berkabung karena kematian Tong Hoat, namun para pimpinan Tiat-ciang-pang yang masih hidup segera mengatur hidangan untuk merayakan dan menyambut beng-cu yang berkenan tinggal di tempat mereka. Juga para tokoh golongan lain yang termasuk kaum sesat di sekitar daerah kota raja hadir untuk memberi hormat kepada beng-cu mereka.

Ceng Ceng duduk semeja dengan Tek Hoat, dan mereka berdua makan bersama tanpa banyak cakap, hanya kadang-kadang saja Ceng Ceng tersenyum mengejek kalau memandang Tek Hoat.

“Engkau sekarang lihai sekali,”

Tek Hoat berkata lirih agar jangan terdengar oleh orang lain yang duduk mengelilingi meja-meja agak jauh dari mereka berdua.

“Masih tidak selihai engkau!” jawab Ceng Ceng jujur.

“Aku heran sekali, mengapa engkau menginginkan kedudukan beng-cu?” Tek Hoat bertanya lagi.

“Karena aku ingin mengerahkan tenaga semua kaum sesat ini, termasuk engkau, untuk menyelidiki dan mencarikan musuh besarku.”

Tek Hoat mengangkat mukanya, memandang tajam. Akan tetapi Ceng Ceng juga membalas pandang mata itu, sama tajamnya. Tek Hoat lalu menundukkan mukanya, merasa aneh mengapa dia tidak sanggup menentang pandang mata gadis itu terlalu lama.

“Siapa....?” tanyanya lirih.

“Seorang pemuda tinggi besar, ilmu kepandaiannya tinggi sekali, aku tidak tahu dia berada di mana, juga tidak tahu siapa namanya.”

“Hemm...., sungguh aneh. Pemuda tinggi besar dan lihai.... ahh....! Di dunia ini banyak sekali orang tinggi besar, dan banyak sekali yang lihai.”

“Akan tetapi engkau pun sudah tahu siapa dia, dia yang menyelamatkan Jenderal Kao dari tanganmu.”

“Aih, dia....!” Hampir saja Tek Hoat meloncat dari bangkunya. “Dia itu musuh besarmu?”

“Benar.”

“Kalau dia, aku senang sekali membantumu. Aku sendiri kalau bertemu dengan dia, ingin mematahkan batang lehernya!”

“Tidak, aku hanya menghendaki engkau dan para anggauta mencarinya dan paling banyak menangkapnya. Aku sendiri yang harus membunuhnya!” kata Ceng Ceng dan suaranya mengandung kemarahan dan kebencian hebat.

Tek Hoat mengangkat mukanya memandang dengan penuh perhatian, lalu bertanya,
“Kenapa? Kenapa engkau mendendam kepadanya dan begitu benci kepadanya?”

“Kau tidak perlu tahu!” Ceng Ceng menjawab dengan kasar dan membentak marah.

Melihat gadis itu marah-marah, Tek Hoat mengalihkan percakapan.
“Lu Ceng, aku melihat bahwa engkau telah memiliki kepandaian hebat, jauh bedanya dengan dahulu ketika kita saling bertemu untuk pertama kalinya. Terutama sekali engkau hebat dalam ilmu beracun. Tentu engkau telah bertemu dengan seorang guru yang pandai.”

Ceng Ceng mengangguk.
“Aku telah mewarisi ilmu tentang racun yang tidak ada keduanya di dunia ini. Karena itu, di samping sumpah dan janjimu, kau pun harus tunduk kepadaku karena betapa mudahnya bagiku untuk membunuhmu, sekarang juga. Lihat!”






Ceng Ceng menggerakkan tangan kirinya di atas cawan arak Tek Hoat sambil merngerahkan ilmunya. Segumpal hawa seperti asap hitam keluar dari telapak tangannya dan ketika hawa itu menghilang, Tek Hoat melihat betapa arak di dalam cawannya menjadi kehijauan, mengandung racun!

“Sedikit saja kau minum arakmu, kau akan mati,” kata Ceng Ceng.

Tek Hoat mengangquk-angguk dan membuang isi cawan itu ke atas lantai, lalu menggantikannya dengan arak baru dari guci.

“Hemm, engkau telah membuat dirimu, sampai ludahmu pun dapat membunuh. Sungguh luar biasa!”

Tek Hoat berkata memuji akan tetapi, tentu saja dia tidak merasa jerih dan dia merasa yakin bahwa kalau terpaksa bertanding, dia akan dapat mengalahkan gadis aneh ini.

Pada saat itu, tiba-tiba terdengar suara hiruk-pikuk di sebelah luar, dan tak lama kemudian beberapa orang bekas pimpinan Tiat-ciang-pang menghampiri meja Ceng Ceng dan melapor.

“Celaka, di luar terdapat seorang pengacau yang amat lihai, banyak kawan kita telah dirobohkan olehnya.”

Tek Hoat merasa tidak senang karena dia diganggu.
“Siapa dia dan mengapa dia mengacau?”

“Dia tidak mengaku namanya dan tidak mengaku mengapa dia datang mengacau. Harap Ji-wi suka menundukkan sebelum dia merobohkan lebih banyak kawan dan menimbulkan kerusakan.”

“Kurang ajar!” Tek Hoat bangkit berdiri dan bersama Ceng Ceng lalu berlari keluar.

Setelah mereka tiba di luar mereka melihat seorang laki-laki tinggi besar sedang mengamuk, dikeroyok oleh banyak orang. Lebih dari tiga puluh orang anggauta Tiat-ciang-pang mengeroyok orang itu dan dari jauh Tek Hoat dan Ceng Ceng melihat betapa orang itu melempar-lemparkan para pengeroyoknya dengan amat mudahnya. Para pengeroyok itu seperti sekumpulan semut mengeroyok seekor jangkrik yang kuat. Berkali-kali mereka dilempar ke kanan kiri akan tetapi mereka bangkit lagi dan menerjang lagi.

“Hemm, orang itu kuat sekali,” Tek Hoat berkata dan mempercepat larinya menghampiri.

“Tek Hoat, aku ingin dia itu ditawan saja, jangan sampai terbunuh!” tiba-tiba Ceng Ceng berkata kepada Tek Hoat sehingga pemuda ini menjadi heran.

“Eh, kenapa? Dia pengacau.”

“Dia lihai, aku ingin mengambilnya sebagai pembantuku, di sampingmu....”

“Hemmm....” Tek Hoat tidak berkata apa-apa lagi melainkan melompat dekat dan berteriak, “Semua orang mundur! Biarkan aku menghadapi pengacau ini!”

Ceng Ceng hanya menonton ketika Tek Hoat sudah meloncat maju. Tentu saja jantungnya berdebar dan dia memesan kepada Tek Hoat agar pembantunya itu jangan membunuh si pengacau karena dia mengenal si pengacau itu sebagai laki-laki tinggi besar yang pernah menolongnya! Laki-laki bermuka buruk seperti setan yang telah menolongnya ketika dia dikeroyok oleh para kaki tangan pemberontak di waktu dia hendak menolong Pangeran Yung Hwa.

Seperti diceritakan di bagian depan, Ceng Ceng kagum melihat kepandaian orang ini, bahkan telah diujinya dan dia berpendapat bahwa penolongnya itu merupakan seorang sakti yang akan dapat membimbingnya agar kelak dia dapat membalas dendamnya terhadap musuhnya yang amat lihai.

Akan tetapi laki-laki bermuka buruk, dengan kulit muka kasar seperti punggung buaya dan hitam kemerahan, mulutnya lebar hidungnya besar, mata besar sebelah dan rambutnya riap-riapan, laki-laki bermuka seperti setan itu telah menolak permintaannya menjadi murid. Dan sekarang, secara tidak terduga-duga orang ini datang dan muncul sebagai seorang pengacau. Maka dia memperoleh pikiran yang cerdik. Dia tidak berhasil membujuk orang lihai ini agar suka menjadi gurunya, maka dia akan mempergunakan akal!

Tek Hoat sudah meloncat ke depan dan menyerang orang itu dengan totokan tangan kiri sedangkan tangan kanannya mencengkeram ke arah pelipis orang itu. Serangan yang amat hebat dan dahsyat ini membuat laki-laki tinggi besar bermuka setan itu mengeluarkan suara gerengan dahsyat, tubuhnya bergerak ke kanan, tangan kanannya menangkis totokan dan tangan kirinya menyampok cengkeraman ke pelipisnya dengan keras. Tek Hoat juga mengerahkan tenaga pada kedua lengannya karena dia bermaksud membuat orang itu terpental dan roboh ketika kedua lengan mereka beradu.

“Plakk! Duukkk!”

Keduanya terkejut dan terpental, akan tetapi dengan cekatan keduanya telah dapat mengatur keseimbangan tubuh dengan loncatan tinggi ke belakang. Sejenak mereka saling pandang dan Tek Hoat membentak marah.

“Siapa kau?”

Akan tetapi, orang tinggi besar itu tidak menjawab, melainkan menoleh ke arah Ceng Ceng yang sudah mendekati pula. Pada saat itu, Tek Hoat telah mencabut pedangnya, yaitu pedang Cui-beng-kiam yang mengeluarkan sinar dan hawa yang menyeramkan.

“Keparat, mampuslah kau!” bentaknya sambil menyerang.

Menghadapi serangan pedang ini, orang tinggi besar itu terkejut, apalagi ketika dia melihat pedang Cui-beng-kiam. Agaknya dia tahu akan pedang yang amat ampuh ini, yang memiliki pengaruh dan hawa mujijat, maka dia mengeluh dan cepat meloncat ke belakang menghindarkan diri dari sambaran pedang.

Tek Hoat merasa girang melihat kejerihan lawan. Dia terpaksa mencabut pedang karena maklum bahwa lawannya ini bukan orang sembarangan. Akan tetapi ketika dia hendak maju menerjang lagi, Ceng Ceng berteriak,

“Tek Hoat mundurlah! Aku akan menangkapnya!”

Teriakan ini dikeluarkan oleh Ceng Ceng karena dia khawatir melihat serangan Tek Hoat yang mengeluarkan pedang. Diapun mengenal pedang yang luar biasa ampuhnya, bahkan mengandung hawa mujijat yang lebih hebat lagi. Memang dia maklum akan kelihaian penolongnya ini, yang menyambut Ban-tok-kiam dengan tangan kosong, mencengkeram dan merampas pedangnya dengan mudah!

Akan tetapi pedang seampuh itu di tangan Tek Hoat adalah lain lagi karena dia harus mengakui bahwa dalam hal ilmu silat dan tenaga sin-kang, dia masih kalah jauh dibandingkan dengan Tek Hoat. Pula, dia sengaja berteriak mengatakan hendak menangkap orang itu untuk memberi tahu bahwa dia tidak berniat membunuhnya.

Mendengar teriakan ini, biarpun hatinya mendongkol, terpaksa Tek Hoat meloncat mundur. Diam-diam dia mentertawakan Ceng Ceng yang berkata hendak menangkap orang ini. Biarpun baru bergebrak beberapa jurus saja, dia maklum bahwa orang ini memiliki kepandaian hebat, lebih tinggi jauh sekali dibandingkan dengan tingkat Ceng Ceng. Jangankan menangkapnya hidup-hidup, untuk mencari kemenangan pun tentu sukar. Entah kalau nona itu mempergunakan racunnya yang memang hebat.

“Engkau telah mengacau tempat ini. Aku yang menjadi beng-cu harus menawanmu!”

Ceng Ceng berseru sambil menerjang orang tinggi besar itu dengan kedua tangannya, menotok jalan-jalan darah dengan kecepatan dua ekor ular mematuk. Orang itu mengeluarkan seruan aneh dan meloncat mundur, terdengar berkata tidak jelas setengah berbisik akan tetapi dapat dimengerti oleh Ceng Ceng.

“Kau.... kau gadis aneh....!”

Sudah dua kali orang itu mengatakan sebagai gadis aneh! Akan tetapi Ceng Ceng yang sudah bertekad untuk menangkap bekas penolongnya ini, tidak menjawab melainkan menyerang terus bertubi-tubi dengan totokan jari-jari tangannya. Tek Hoat menonton sambil tersenyum simpul. Rasakan kau sekarang, pikirnya. Bocah sombong kau, kalau tidak kubantu mana bisa kau menang menghadapinya?

“Ehh....!”

Tiba-tiba Tek Hoat menahan seruannya karena terkejut ketika melihat betapa orang tinggi besar itu terguling dan roboh tak dapat bergerak lagi karena telah menjadi lemas dan lumpuh tertotok oleh jari-jari tangan Ceng Ceng! Hampir dia tidak dapat mempercaya ini, akan tetapi laki-laki tinggi besar itu benar-benar telah roboh tak berdaya dan beberapa orang anggauta Tiat-ciang-pang cepat menghampiri dan membelenggu kedua tangannya ke belakang dengan erat atas perintah Ceng Ceng.

“Masukkan dia ke tempat tahanan di belakang dan jaga dengan ketat. Awas, jangan sampai dia lolos dan jangan ada yang berani mengganggunya. Besok aku akan memeriksanya!”

Demikian perintah Ceng Ceng kepada anak buahnya yang segera menggotong tawanan itu dan membawanya ke sebuah gudang di belakang rumah di mana orang tinggi besar itu dilempar ke dalam gudang itu dan dijaga dengan ketat oleh tidak kurang dari dua puluh orang.

Sementara itu, Ceng Ceng dan Tek Hoat kembali ke ruangan pesta perayaan, diikuti oleh bekas pimpinan Tiat-ciang-pang dan para tamu golongan kaum sesat lainnya yang tadi ikut pula menyaksikan peristiwa pengacauan itu. Semua orang memuji kelihaian beng-cu mereka yang dengan mudah dapat merobohkan orang yang sedemikian lihainya.

“Heran sekali, bagaimana engkau dapat menotoknya roboh sedemiklan mudahnya?”

Tek Hoat tidak dapat menahan keheranan hatinya, bertanya kepada Ceng Ceng ketika mereka telah duduk pula menghadapi meja.

Ceng Ceng sendiri tadi juga agak heran karena tidak disangkanya bahwa dia akan berhasil begitu mudahnya. Jelas bahwa laki-laki tinggi besar itu tidak melawan dengan sungguh-sungguh sehingga mudah saja ia merobohkan dengan pukulan hawa beracun yang lebih dulu dia pergunakan sehingga lawannya itu terpengaruh oleh hawa beracun dan tidak sempat menghindarkan diri lagi ketika dia menotoknya bertubi-tubi, membuatnya roboh tak berdaya. Mendengar pertanyaan ini, dia menjawab sederhana,

“Biarpun dia lihai, akan tetapi dia tidak dapat melawan hawa beracun dari pukulanku yang membuat dia kurobohkan dengan totokan. Hanya engkau yang agaknya masih buta, belum melihat kelihaianku!”

Tek Hoat tidak mempedulikan ucapan itu.
“Aku masih merasa heran dan menduga-duga, dia itu siapakah dan apa perlunya mengacau di sini? Mukanya seperti setan dan kepandaiannya pun hebat betul. Belum pernah aku mendengar ada orang seperti dia di dunia kang-ouw.”

“Biar aku besok yang akan memeriksanya. Kau jangan sekali-kali mengganggunya, tunggu sampai aku besok memeriksanya. Kalau dia mau menjadi pembantuku, bekerja sama dengan kita, syukurlah. Kalau tidak....”

“Kalau tidak, bagaimana? Kita bunuh dia?”

“Hemm.... bagaimana besok sajalah,”

Ceng Ceng sendiri bingung. Ketika dia berlutut dan memohon kepada orang itu menjadi gurunya, orang itu menolak dan pergi begitu saja. Sekarang, setelah berhasil menawannya, apakah dia akan berhasil pula memaksa orang itu menjadi pembantunya untuk menangkap musuh besarnya?

Malam itu Ceng Ceng tidur dengan gelisah sekali, diganggu mimpi buruk berkali-kali. Dia melihat di dalam mimpinya itu pemuda laknat musuh besarnya yang menyerangnya dan hendak memperkosanya lagi, akan tetapi wajah itu kadang-kadang berubah menjadi wajah Tek Hoat, dan kadang-kadang berubah menjadi wajah laki-laki tawanan bermuka setan itu!

Dia terbangun dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Maklumlah Ceng Ceng bahwa dia telah bermain-main dengan api. Dia berada di antara orang-orang jahat, dan terutama sekali Tek Hoat adalah seorang yang amat berbahaya. Juga laki-laki bermuka setan itu biarpun pernah menolongnya namun sikapnya begitu menakutkan dan menyeramkan, penuh rahasia pula.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar