FB

FB


Ads

Jumat, 30 Januari 2015

Sepasang Pedang Iblis Jilid 106

“Terserah kepadamu,” jawab Kwi Hong singkat. Keng In meloncat dan berlari ke dalam hutan di sebelah kiri, dan Kwi Hong menyusulnya.

Kini mereka berhadapan di bawah sebatang pohon yang besar.
“Nah, disini kan lebih enak. Akan tetapi mengapa kau tidak menyimpan pedangmu?”

Kwi Hong memandang pedang yang masih dipegangnya.
“Hemmm, menghadapi engkau yang memegang pedang terhunus, lebih baik aku tidak menyimpan pedangku.”

Keng In mengangkat alisnya, memandang pedang Lam-mo-kiam di tangannya dan tertawa.
“Ha-ha, aku sampai lupa. Agaknya kau curiga kepadaku.” Dia menyarungkan pedangnya dan diturut pula oleh Kwi Hong.

“Aku bertemu dengan ibumu di Pulau Es....”

“Apa? Ibuku di Pulau Es?”

Keng In benar-benar terkejut sekali karena tidak disangka-sangkanya bahwa ibunya mau pergi ke Pulau Es.

“Benar, tidak itu saja. Malah sekarang Bibi Lulu telah menjadi isteri Paman Suma Han bersama Bibi Nirahai. Mereka bertiga tinggal di Pulau Es sebagai suami isteri.”

Dapat dibayangkan betapa kaget hati pemuda itu. Kaget, malu, kecewa dan marah. Akhirnya ibunya tunduk juga kepada pria yang belasan tahun lamanya membikin sengsara hatinya. Ingin dia marah-marah, ingin dia memaki-maki ibunya.

Namun Keng In sekarang telah menjadi seorang pemuda yang cerdik dan tidak mau memperlihatkan perasaan hatinya. Dia hanya menunduk sejenak, kemudian ketika dia mengangkat muka lagi, wajahnya sudah biasa dan tenang kembali.

“Apakah pesan Ibu kepadamu untukku?”

Kwi Hong benar-benar tercengang. Sikap Keng In telah berubah sama sekali, jauh bedanya dengan dahulu. Dahulu pemuda itu seperti iblis, akan tetapi kini bersikap biasa dan bahkan ramah.

“Bibi Lulu hanya berpesan kepadaku, kalau aku bertemu denganmu agar membujukmu supaya engkau suka menyusul ibumu di Pulau Es. Hanya begitulah pesannya.”

Keng In tersenyum, dan Kwi Hong harus mengakui bahwa pemuda ini tampan sekali, apalagi kalau tersenyum seperti itu.

“Tentu saja aku harus menyusul Ibu, dan aku harus memberi hormat kepada Ayah tiriku yang sudah lama kukenal nama besarnya itu. Ah, kalau begitu lebih girang hatiku bahwa tadi aku menolongmu. Sekarang kita bukan orang lain lagi. Engkau adalah keponakan Pendekar Super Sakti, juga muridnya, sedangkan aku adalah anak tirinya. Bukankah dengan demikian kita masih dapat dikatakan saudara misan? Apalagi kalau diingat bahwa engkau adalah juga murid Susiok Bu-tek Siauw-jin, berarti kita adalah saudara misan seperguruan pula. Enci Giam Kwi Hong, kau terimalah hormatku dan maafkan segala kesalahanku yang lalu.”

Kwi Hong tercengang dan juga menjadi girang. Ternyata pemuda ini sudah berubah menjadi seorang yang baik, tidak seperti dahulu, jahat seperti iblis. Dia tersenyum dan membalas penghormatan Keng In sambil berkata,

“Aku juga girang sekali bahwa engkau bersikap baik, Wan Keng In. Dan memang sudah sepatutnya engkau menjadi adikku. Masih teringat olehku ketika masih kecil dahulu, ketika aku ditawan ibumu. Nakalmu bukan main....”






“Wah, Enci Kwi Hong, apakah kau tidak mau melupakan hal yang lalu. Biarlah aku minta ampun kepadamu.” Dan pemuda itu benar-benar menjatuhkan diri berlutut di atas tanah depan kaki Kwi Hong!

“Ihhh! Jangan begitu, Adikku!”

Kwi Hong tertawa, membangunkan Keng In dan keduanya lalu duduk di bawah pohon, di atas akar pohon yang menonjol keluar dari tanah.

“Enci Kwi Hong, bagaimana engkau sampai tiba di tempat ini! Tentu bukan untuk mencari aku disini!”

Berat rasa hati Kwi Hong untuk mengaku bahwa dia tadinya hendak mencari Milana dan Bun Beng, bahkan agak malu pula dia mengatakan bahwa dia hendak ke Pulau Neraka mencari gurunya, karena bukankah Pulau Neraka adalah milik pemuda ini? Maka dia menjawab,

“Aku hendak mencari Im-kan Seng-jin Bhong Ji Kun dan semua pembantunya.”

Keng In mengerutkan alisnya.
“Hemmm.... mencari mereka ada keperluan apakah, Enci Kwi Hong?”

“Aku mau bunuh mereka!”

“Ehh! Ada apa? Mereka itu lihai-lihai sekali! Mengapa kau hendak membunuh mereka?”

“Mereka itu terutama Bhong Ji Kun, ketika masih menjadi pemberontak, telah menipu aku sehingga aku terpikat bersekutu dengan mereka. Dengan terjadinya hal itu, aku telah melakukan kesalahan besar terhadap pamanku.”

“Hemmm, begitukah? Merekapun pernah membujuk aku. Memang mereka harus dibunuh dan aku akan membantumu, Enci Hong! Bahkan aku dapat membawamu kepada beberapa orang diantara mereka.”

“Apa? Benarkah itu, Keng In?”

“Benar, aku tidak membohong. Beberapa hari yang lalu aku melihat beberapa orang anak buah Bhong-koksu itu di dekat pantai Lautan Po-hai, dan agaknya mereka itu bersembunyi di tempat sunyi itu.”

Berseri wajah Kwi Hong.
“Benarkah? Bagus, mari kau antar aku ke tempat itu, Keng In. Tentu saja mereka itu harus bersembunyi karena mereka adalah pemberontak yang dikejar-kejar pemerintah.”

“Mari, Enci Hong. Tapi engkau benar-benar sudah tidak benci lagi kepadaku, bukan? Sudah kau maafkan kesalahanku terhadapmu yang sudah-sudah?”

Kalau memikirkan apa yang telah dilakukan oleh pemuda ini dimasa lalu, memang sukar untuk melupakannya. Akan tetapi manusia tidak selamanya baik atau buruk, karena keadaan manusia itu selalu berubah, pikirnya. Sekarang pemuda ini kelihatan berubah sekali, mungkin hal ini juga terdorong oleh keadaan ibunya yang sudah menjadi isteri Pendekar Super Sakti. Apalagi pemuda itu jelas ingin membantunya, tentu tidak mempunyai niat buruk.

“Aku tidak lagi memikirkan hal yang lalu, Keng In. Aku percaya kepadamu.”

Wajah yang tampan itu berseri girang dan berangkatlah Kwi Hong mengikuti Keng In menuju ke pantai Lautan Po-hai yang tidak berapa jauh, hanya memakan perjalanan beberapa hari saja dari situ.

**** 106 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar