FB

FB


Ads

Jumat, 30 Januari 2015

Sepasang Pedang Iblis Jilid 102

Kakek itu berkata halus kepada cucunya,
“Kim Bwee, tahan dulu senjatamu. Biar aku bicara dengan keparat ini!”

Kemudian dia menghadapi Bun Beng sedangkan gadis itu menangis terisak-isak dengan suara penuh kedukaan.

“Gak Bun Beng, sungguh aku tidak mengira bahwa engkau adalah seorang penjahat muda yang curang dan licik. Engkau sengaja memancing aku keluar dari pondok untuk melakukan kekejian yang terkutuk, dan masih engkau berani berpura-pura tidak tahu apa-apa! Kiranya pemerkosa dan pembunuh yang kau sebut-sebut tadi bukan lain adalah engkau sendiri keparat!”

“Locianpwe....!”

“Sudahlah, tak perlu sandiwara pula. Sekarang juga engkau harus mengambil keputusan dan pilihan. Menikah dengan cucuku untuk membersihkan namanya atau mati di tangan kami!”

“Locianpwe! Aku.... aku tidak merasa telah melakukan kesalahan....”

“Kong-kong, apa perlunya bicara dengan iblis macam dia? Kita bunuh saja dia, kemudian aku akan membunuh diri....!”

“Tunggu dulu, Kim Bwee! Eh, Gak Bun Beng, apakah engkau hendak menyangkal pula bahwa engkau tadi telah sengaja memancing aku pergi, kemudian diam-diam kau datang ke pondok, secara curang menotok roboh cucuku, memadamkan lampu dan memperkosanya?”

“Apa....?” Mata Bun Beng terbelalak lebar dan mukanya pucat sekali. “Aku tidak melakukan hal itu, Locianpwe. Demi Tuhan....!”

“Bangsat!” Kim Bwee menjerit marah. “Apakah kau kira mataku buta? Sebelum lampu dipadamkan, aku masih melihat engkau!”

“Benarkah, Nona? Benarkah engkau melihat aku yang melakukan hal itu?”

“Aku melihat pakaianmu, capingmu. Biar kau menyembunyikan muka, aku masih mengenal bentuk tubuh, pakaian dan capingmu!”

“Fitnah belaka! Aku tidak melakukan perbuatan terkutuk itu. Harap Nona dan Locianpwe suka percaya kepadaku....!”

“Singgg....!”

Pedang itu telah menyambar dan dari belakangnya, sepasang pit di tangan kakek itupun menotoknya. Bun Beng cepat meloncat ke atas, berjungkir-balik dan melesat keluar. Dia maklum bahwa percuma saja menyangkal fitnah itu, percuma saja meyakinkan kakek dan cucunya itu bahwa bukan dia yang melakukan perbuatan keji itu. Dia maklum pula bahwa kakek itu memiliki kepandaian tinggi, dan kalau dia tidak cepat-cepat dapat menangkap penjahat yang melakukan semua perbuatan itu, dia akan terus dimusuhi.

“Aku bersumpah akan menangkap penjahat yang melakukan kejahatan dan fitnah terhadap diriku itu, Nona!”

Setelah berkata demikian, Bun Beng berlari cepat meninggalkan tempat itu. Kakek dan cucunya berusaha mengejar, namun mereka tidak dapat menandingi gerakan Bun Beng sehingga sebentar saja pemuda itu lenyap ditelan kegelapan malam Gadis itu menjatuhkan diri berlutut sambil menangis. Tiba-tiba pedangnya berkelebat ke arah lehernya sendiri.

“Tringgg....!”

Pedang itu terlepas dari pegangannya ketika disambar oleh sepasang pit yang dilontarkan oleh kakek Lu Kiong.






“Kim Bwee! Jangan putus asa, dan jangan melakukan perbuatan pengecut itu! Kita telah mengetahui namanya, dan andaikata aku sendiri tidak mampu menangkapnya, aku mempunyai banyak teman-teman yang berilmu tinggi yang tentu akan suka membantuku mencari Gak Bun Beng dan menuntut dia mempertanggung-jawabkan perbuatannya dengan menikah denganmu atau mati di tanganmu.”

Gadis itu menangis dengan sedih. Betapa tidak hancur hatinya? Dia seorang dara yang menjunjung tinggi nama dan kehormatan, cucu dari bekas pengawal Kaisar yang terkenal. Kini dia telah dinodai orang, seorang muda yang tadinya amat menarik hatinya, dan pemuda itu ternyata seorang jai-hwa-cat, seorang penjahat yang kejam!

Bukan hanya Kim Bwee dan kakeknya yang berduka dan marah. Bun Beng yang melarikan diri itupun marah sekali dan andaikata dia dapat berhadapan dengan penjahat yang telah memperkosa Kim Bwee, yang dia duga tentulah penjahat yang membunuh suami isteri di tepi telaga siang hari tadi pula, tentu dia akan menerjangnya dan takkan berhenti kalau belum melihat penjahat itu dapat ditangkap atau dibunuhnya!

Akan tetapi, kemarahannya itu bercampur dengan keheranan dan juga kebingungan. Mengapa penjahat yang tentu amat lihai itu seperti sengaja melakukan kejahatan untuk menjatuhkan fitnah kepadanya? Agaknya penjahat itu sengaja hendak membikin buruk namanya dan kalau benar demikian, mengapa dan siapakah orang itu? Dia menjadi bingung, tak dapat menduga-duga siapa gerangan orang yang memusuhinya secara diam-diam itu, sukar dia menduga siapa musuh rahasia itu dan diapun tidak tahu bagaimana harus mencarinya dan kemana karena penjahat itu sama sekali tidak meninggalkan jejak.

Betapapun juga, dia tidak putus harapan. Setelah dua kali melakukan perbuatan terkutuk yang agaknya disengaja untuk merusak namanya, tentu penjahat itu takkan berhenti disitu saja. Dia mengharap penjahat itu akan turun tangan lagi untuk menjatuhkan fitnah, atau bahkan untuk menyerangnya secara langsung agar dia berhadapan muka dengan musuh rahasia itu.

Karena tidak tahu harus mencari kemana, Bun Beng melanjutkan perjalanannya ke utara dalam usahanya mencari kekasihnya yang dia duga tentu diculik oleh Wan Keng In, pemuda iblis dari Pulau Neraka itu.

Dalam perjalanannya ini, Bun Beng bersikap hati-hati sekali karena dia menduga bahwa tentu musuh rahasianya itu diam-diam membayanginya. Beberapa kali dia mempergunakan kepandaian untuk tiba-tiba membalik dan lari ke belakang, bahkan beberapa kali kalau dia bermalam di losmen, diam-diam dia lolos dari kamarnya untuk mengintai keluar. Namun tak pernah dia melihat bayangan orang sehingga diam-diam dia merasa khawatir. Apakah musuh rahasia itu tidak membayanginya, ataukah kepandaian musuh itu amat luar biasa?

**** 102 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar