FB

FB


Ads

Sabtu, 24 Januari 2015

Sepasang Pedang Iblis Jilid 088

Apakah yang telah terjadi dengan Milana? Dara itu, seperti telah diceritakan di bagian depan, tidak ikut bersama dengan ibunya untuk mengejar pemberontak ke utara, melainkan ditinggalkan di kota raja.

Tadinya, Puteri Nirahai menyuruh puterinya itu mencari Pendekar Super Sakti untuk menyerahkan kembali Hok-mo-kiam, akan tetapi ketika dia menerima tugas berat dari Kaisar untuk membasmi pemberontak yang dia tahu dipimpin oleh banyak orang sakti, terpaksa dia meminjam Hok-mo-kiam dari tangan anaknya.

“Biarlah pedang ini kupinjam lebih dulu untuk menghadapi lawan-lawan tangguh itu,” pesannya kepada Milana. “Engkau tunggu saja disini, kalau bertemu dengan ayahmu, ceritakan semuanya dan minta bantuannya untuk menghadapi para pemberontak yang lihai. Juga, kalau engkau bertemu dengan Gak Bun Beng lagi, suruh dia membantu kami di utara. Kami membutuhkan bantuan banyak orang pandai untuk menghadapi para pimpinan pemberontak yang merupakan gabungan orang-orang sakti dari Mongol, Nepal, dan orang Han sendiri.”

Setelah kini menjadi seorang panglima kembali, berubah sikap Nirahai. Yang terpenting baginya pada saat itu adalah tugasnya, maka sama sekali terlupalah urusan pribadi, sehingga dia tidak malu-malu untuk memesan Milana minta bantuan Suma Han. Semua demi tugas kerajaan, dan memang beginilah sifat seorang panglima yang baik.

Akan tetapi, nasib buruk menimpa diri Milana. Hati dara ini sudah diliputi kegembiraan besar, bukan hanya kegembiraan kalau dia teringet kepada Gak Bun Beng, pemuda yang dicintanya dan yang juga mencintanya, akan tetapi juga karena adanya harapan yang timbul di hatinya tentang ayah dan bundanya. Kalau mereka itu dapat bersatu kembali, alangkah bahagianya hidup ini, apalagi disana ada.... Bun Beng!

Dua hari Milana menanti di kota raja. Sebagai seorang cucu Sri Baginda Kaisar yang diakui, apalagi sebagai puteri dari Panglima Puteri Nirahai, dia amat dihormat dan mendapatkan sebuah kamar yang indah di lingkungan istana, bagian puteri.

Namun, darah petualangannya sebagai seorang bekas puteri Ketua Thian-liong-pang, yang sudah biasa bebas merdeka di alam terbuka, tentu saja Milana tidak dapat tahan lama tinggal di lingkungan tertutup itu. Segera dia telah mengenakan pakaian ringkasnya lagi sebagai seorang pendekar, dan melayang keluar dari lingkungan istana bagian puteri itu untuk keluar dan melakukan penyelidikan kalau-kalau dapat berjumpa dengan ayahnya atau dengan Bun Beng.

Akan tetapi, bukan Pendekar Super Sakti atau Gak Bun Beng yang dijumpai ketika pada sore hari itu dia menyelinap keluar dari istana, melainkan seorang yang amat dibenci dan ditakutinya. Wan Keng In!

Baru saja Milana meloncat turun dari atas pagar tembok, tiba-tiba tampak dua sosok bayangan berkelebat dan tahu-tahu pemuda tampan itu berdiri dengan senyum mengejek di depannya, dan di sebelah pemuda itu berdiri seorang kakek yang amat mengerikan, kakek kurus kering seperti mayat hidup, yang matanya seperti mata boneka tidak bergerak sama sekali. Kakek ini bukan lain adalah Cui-beng Koai-ong!

“Sayur di gunung garam di laut, kalau sudah jodoh pasti akan bertemu menjadi satu, menjadi masakan yang lezat! Ha-ha-ha, adik Milana yang manis, kekasihku yang cantik, calon isteriku yang tercinta. Dengan penuh rindu aku datang hendak menjemputmu di dalam istana, kiranya engkau telah tidak sabar lagi dan keluar menyambutku. Terima kasih!”

“Manusia iblis! Hayo pergi dari sini! Kalau tidak, akan kukerahkan semua pengawal untuk membunuhmu!” Milana mengancam, namun jantungnya berdebar tegang dan penuh rasa ngeri.

“Hemm, sudah kudengar berita bahwa ibumu, Ketua Thian-liong-pang itu, ternyata adalah Puteri Nirahai dan kini menjadi panglima. Kebetulan sekali, lebih cocok kau menjadi isteriku, engkau cucu Kaisar, dan aku.... calon raja di Pulau Neraka. Marilah manis.”






Tangan Wan Keng In meraih hendak menangkap pinggang ramping dara itu. Tentu saja Milana tidak sudi membiarkan tubuhnya dipeluk, dia mencelat ke kanan sambil menggerakkan tangan kiri yang tadi diam-diam sudah mempersiapkan segenggam Siang-tok-ciam (Jarum Racun Wangi). Sinar merah menyambar ke arah dada dan perut Wan Keng In dan agaknya pemuda ini tidak tahu bahwa dirinya diserang, karena dia tidak mengelak, tidak pula menangkis.

Hal ini menggirangkan hati Milana karena dia merasa yakin bahwa tentu akan mengenai sasaran dan merobohkan lawannya. Kegirangannya menjadikan kelengahan. Dara ini menjerit ketika pemuda ini melanjutkan tubrukannya, tidak peduli sama sekali akan jarum-jarum yang menembus pakaian mengenai dada dan perutnya, tahu-tahu pinggang Milana telah dipeluknya dan dilain saat tubuh Milana telah menjadi lemas karena ditotoknya!

Sambil tertawa, Wan Keng In mencabut jarum-jarum yang menancap di bajunya, sama sekali tidak melukai kulitnya yang kebal, kemudian memondong tubuh Milana dan dibawanya lari bersama gurunya yang sejak tadi diam saja tidak mengeluarkan suara.

“Haiii! Berhenti....!”

Dua orang penjaga istana, pengawal yang menjaga di luar tembok, mendengar teriakan Milana datang berlari. Ketika mereka melihat siapa yang dipondong dan dibawa lari, mereka terkejut dan marah sekali. Ada penjahat menculik cucu Kaisar yang baru yang cantik, puteri dari Panglima Nirahai!

Mereka berdua melupakan keadaan bahwa orang yang dapat menculik puteri itu tentu memiliki ilmu kepandaian hebat. Dengan tombak di tangan mereka berteriak dan mengejar. Wan Keng In dan gurunya belum lari jauh. Karena dua orang pengawal itu melihat Si Kakek lari di sebelah belakang, otomatis mereka mengerjakan tombak mereka, menusuk ke punggung kakek itu yang agaknya tidak mempedulikan sama sekali.

“Crot! Crot!”

Dua batang tombak itu menusuk ke punggung, agaknya menembus ke dalam, akan tetapi kakek itu tidak roboh, bahkan tiba-tiba tombak itu meluncur ke belakang seperti anak panah, gagang tombak menembus dada dua orang pengawal itu yang roboh seketika, berkelojotan dengan sinar mata penuh keheranan dan kekagetan. Mereka mati dalam keadaan terheran-heran melihat orang yang telah mereka tusuk dan tembus punggungnya itu tidak apa-apa, malah mereka sendiri yang menjadi korban senjata masing-masing.

“Jahanam, lepaskan aku!”

Milana meronta-ronta, akan tetapi Keng In hanya tertawa-tawa saja, seolah-olah dia merasa senang sekali dara itu meronta dan menggeliat dalam pondongannya, membuat dia merasa betul bahwa yang dipondongnya adalah benar-benar dara yang dicintanya, yang membuatnya tergila-gila, dara yang hidupnya dan yang selamanya akan menjadi sisihannya, menjadi permaisurinya di Pulau Neraka!

Beberapa orang pengawal terkejut sekali menyaksikan peristiwa itu dari jauh. Mereka segera membunyikan tanda bahaya, sebagian melakukan pengejaran yang sia-sia, sebagian lagi segera melaporkan kepada panglima pengawal di dalam istana. Panglima itu terkejut, terpaksa dengan gemetar melaporkan penculikan atas diri Puteri Milana ini kepada Kaisar.

Tentu saja Kaisar menjadi marah. Baru saja dia mendapatkan kembali puterinya bersama cucunya, dan kini selagi puterinya itu melaksanakan tugas berat membasmi pemberontak, cucunya diculik orang! Dengan suara keras Kaisar memerintahkan kepada panglimanya untuk mengerahkan pasukannya melakukan pengejaran dan membebaskan kembali cucunya.

Akan tetapi sebagai Kaisar yang berpengalaman diapun maklum bahwa penculik itu tentulah bukan orang biasa, dan sewaktu puterinya yang lihai, dan juga Lulu, pergi memimpin pasukan, kiranya di istana tidak ada orang yang boleh diandalkan memiliki kepandaian tinggi menghadapi penculik itu. Maka segera ditambahkannya,

“Cari Pendekar Super Sakti, To-cu Pulau Es. Kalau dia bisa mengembalikan cucu kami, akan kami ampunkan semua dosanya. Umumkan hari ini!”

Panglima mundur dan sibuk melaksanakan perintah Kaisar itu. Akan tetapi mana mungkin mengejar penculik-penculik yang berkepandaian setinggi yang dimiliki Wan Keng In dan gurunya. Sia-sia saja para pasukan pengawal mencari ke sana ke mari. Juga sia-sia saja mereka mencari Pendekar Super Sakti, karena ketika pendekar ini selesai melatih Bun Beng dan datang ke kota raja, dia mendengar akan tugas membasmi pemberotak yang dilakukan Nirahai dan Lulu, maka dia bergegas menyusul ke utara!

Demikianlah, tentu saja sia-sia Bun Beng mencari Milana, dan peristiwa itu memang dirahasiakan oleh Kaisar yang diam-diam berusaha keras untuk dapat membebaskan cucunya kembali dari tangan para penculiknya agar tidak sampai terdengar oleh Puteri Nirahai, puterinya yang keras hati ini. Kalau sampai terdengar oleh Puteri Nirahai, siapa tahu akan akibatnya. Mungkin saja puterinya itu akan meninggalkan tugasnya membasmi pemberontak.

**** 088 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar