FB

FB


Ads

Selasa, 20 Januari 2015

Sepasang Pedang Iblis Jilid 062

Kiranya, bukan hanya dari partai persilatan Siauw-lim-pai saja yang datang. Pada keesokan harinya datang pula rombongan orang-orang kang-ouw yang juga mempunyai niat yang sama dengan rombongan Siauw-lim-pai, yaitu mereka menentang Thian-liong-pang yang oleh dunia kang-ouw dianggap telah menyeleweng dari peraturan kang-ouw, yaitu telah mencampurkan diri dengan urusan politik, bahkan telah mengekor dan menghambakan diri kepada pemerintah penjajah.

Betapapun juga, partai-partai persilatan besar dan orang-orang gagah di dunia kang-ouw itu biar tidak secara terang-terangan memberontak atau menentang pemerintah penjajah, namun di dalam hati mereka masih berpihak kepada orang-orang yang memberontak terhadap kaum penjajah. Oleh karena itu, mendengar betapa Thian-liong-pang membantu pihak pemerintah, mengejar-ngejar pemberontak dan membasmi mereka, golongan kang-ouw menjadi marah dan sengaja menentang Thian-liong-pang!

Setiap hari terjadilah pertempuran di tanah kuburan itu dan karena di pihak Thian-liong-pang terdapat Si Lengan Buntung yang amat lihai dan puteri Ketua Thian-liong-pang yang sukar menemui tandingan, maka pihak Thian-liong-pang selalu dapat menang dan mengusir musuh-musuh mereka dengan alasan yang sama seperti yang mereka kemukakan kepada Siauw-lim-pai. Pihak yang merasa penasaran mereka lawan dengan mengadu kepandaian.

Rombongan Pulau Neraka sekarang mengerti mengapa Bu-tek Siauw-jin, datuk mereka yang aneh sekali wataknya itu memilih tempat ini untuk berlatih! Kiranya kakek yang tidak lumrah manusia biasa itu agaknya sudah tahu bahwa tempat itu dijadikan gelanggang pertandingan oleh Thian-liong-pang yang menyambut musuh-musuhnya, maka dia sengaja memilih tempat itu yang dianggapnya menarik!

Kalau tidak untuk keperluan ini, apa perlunya kakek itu menyuruh belasan orang Pulau Neraka menggotong-gotong peti mati kosong itu sampai ratusan mil jauhnya? Padahal untuk latihan itu, dimana-mana pun ada tanah kuburan! Diam-diam para anak buah Pulau Neraka merasa mendongkol sungguhpun tentu saja tidak berani menyatakan ini, karena mereka berada dalam keadaan serba salah, setiap hari harus menyaksikan ketegangan-ketegangan tanpa berani berkutik.

Akhirnya terlewat jugalah jarak waktu sepekan yang dibutuhkan oleh Bu-tek Siauw-jin untuk latihan bersama muridnya! Akan tetapi, tepat pada hari terakhir itu terjadi pula pertandingan antara Thian-liong-pang dan rombongan Hoa-san-pai yang terdiri dari orang-orang pandai sebanyak sepuluh orang!

Seperti juga ketika menyambut rombongan Siauw-lim-pai, Milana mewakili ibunya memberi alasan-alasan kuat, dan perbantahan itu berakhir dengan adu kepandaian pula, karena pihak Hoa-san-pai itu adalah murid-murid Thian Cu Cin-jin Ketua Hoa-san-pai yang memiliki ilmu kepandaian tinggi. Pertandingan hebat terjadi sampai lewat tengah hari dan berakhir dengan kemenangan pihak Thian-liong-pang, akan tetapi biarpun orang-orang Hoa-san-pai itu dapat diusir pergi dalam keadaan luka-luka, Pihak Thian-liong-pang sendiri kehilangan seorang anggautanya yang terluka terlalu parah sehingga nyawanya tidak tertolong lagi dan tewas tak lama setelah rombongan Hoa-san-pai pergi!

Melihat betapa pihak musuh tiada hentinya datang menantang mereka, Milana merasa penasaran dan juga berduka sekali, apalagi setelah melihat di pihaknya jatuh korban seorang tewas dan lima orang masih luka-luka.

“Lebih baik kita meninggalkan tempat ini membuat laporan kepada Pangcu,” katanya kepada Bok Sam.

“Sebaiknya demikian, Nona. Akan tetapi karena kebetulan kita berada di tanah kuburan, sebaiknya kita mengubur jenazah anak buah kita yang tewas itu di tempat ini.”

Milana mengerutkan alisnya, akan tetapi menganggap bahwa memang sebaiknya demikian sehingga mereka tidak perlu membawa-bawa jenazah.

“Terserah kepadamu, Kiang-lopek, akan tetapi di tempat jauh dari kota ini, bagaimana kau bisa mendapatkan sebuah peti mati?”

Si Lengan Buntung itu menengok ke kanan kiri yang penuh dengan batu nisan dan gundukan tanah kuburan.

“Hemm, banyak tersedia peti mati di sini, mengapa mesti susah-susah mencari tempat jauh? Biar aku mencarikan sebuah peti mati yang masih baik untuk jenazah kawan kita.”

Si Lengan Buntung ini lalu mengajak beberapa orang anak buahnya mencari kuburan yang masih belum begitu lama sehingga peti mati di dalamnya tentu belum rusak pula. Tentu saja perhatian mereka segera tertarik oleh gundukan tanah yang masih baru, yaitu kuburan Bu-tek Siauw-jin dan Kwi Hong! Tanah yang digundukkan di situ baru sepekan lamanya.

“Bagus, ini kuburan baru sekali! Tentu peti matinyapun masih baik. Hayo kita gali dan keluarkan peti matinya!”

Bok Sam berkata dengan wajah berseri, berbeda dengan biasanya yang selalu kelihatan muram. Memang dia merasa gembira mendapatkan kuburan yang baru itu, hal yang sama sekali tidak disangka-sangkanya karena tanah kuburan itu penuh dengan kuburan-kuburan yang sudah tua sekali.

Setelah berkata demikian, Si Lengan Buntung ini mempelopori anak buahnya, menggunakan tangannya menggempur gundukan tanah dan sekali tangan tunggalnya mendorong, gundukan tanah yang baru itu terbongkar dan tampaklah sebuah peti meti di bawahnya, berjajar dengan sebuah peti mati lain yang masih tertutup tanah. Peti mati yang tampak itu adalah peti mati Kwi Hong!

“Heii, keparat! Tahan....!”

Orang-orang Thian-liong-pang terkejut dan mereka semua melihat dengan mata terbelalak ketika belasan orang Pulau Neraka muncul dari kanan kiri. Benar-benar mengejutkan melihat orang-orang yang mukanya beraneka warna itu bermunculan di tanah kuburan itu, tiada ubahnya seperti setan-setan kuburan. Si Lengan Satu yang kehilangan lengan kirinya dalam pertandingan melawan orang-orang Pulau Neraka, segera mengenal musuh-musuh lama ini, maka dia terkejut dan marah sekali.

“Gerombolan Iblis Pulau Neraka! Apakah kalian kembali hendak mengganggu urusan Thian-liong-pang?” bentaknya marah sekali.

Kong To Tek, tokoh Pulau Neraka yang berkepala gundul bermuka merah muda dan bertubuh gendut pendek, menyeringai ketika menjawab.

“Orang-orang Thian-liong-pang yang sombong! Sudah sepekan kami berada di sini menyaksikan sepak terjang kalian dan kami diam-diam saja. Siapa sudi mencampuri urusan orang lain yang tidak harum? Akan tetapi kalian berani mengganggu kuburan yang kami jaga, tentu saja kami turun tangan. Kuburan yang satu ini berada di bawah pengawasan kami dan tidak ada seorangpun manusia atau iblis boleh mengganggunya. Kalau kalian membutuhkan peti mati, boleh mencari kuburan lain!”

“Kau sudah bosan hidup!”

Bok Sam membentak dan langsung menerjang ke depan, disambut oleh Kong To Tek sehingga terjadilah perkelahian yang seru antara kedua tokoh ini. Ternyata ilmu kepandaian mereka seimbang sehingga pertandingan itu hebat bukan main. Anak buah Thian-liong-pang yang lain sudah pula bertanding melawan anak buah Pulau Neraka.






Perkelahian itu segera terdengar oleh Milana dan anak buahnya, maka dara ini cepat membawa anak buahnya menyerbu dan kembali tempat itu menjadi medan perang kecil-kecilan yang dahsyat sekali.

Milana mempunyai rasa tidak suka kepada Pulau Neraka, maka kini melihat betapa orang-orang dengan muka beraneka warna itu bertempur melawan orang-orangnya, dia segera terjun ke medan pertandingan dan sepak terjang dara ini membuat orang-orang Pulau Neraka terdesak hebat.

Bok Sam yang bertanding melawan Kong To Tek merupakan tandingan seimbang dan seru, akan tetapi Si Gundul Kong To Tek itu mulai terdesak karena lawannya menggunakan pukulan-pukulan Ilmu Telapak Tangan Golok yang dahsyat bukan main. Kong To Tek terkenal dengan ilmunya memukul sambil berjongkok dan dari mulutnya keluar asap beracun.

Namun karena dia pernah mengacau ke Thian-liong-pang dan kepandaiannya ini sudah diketahui oleh Bok Sam, Si Lengan Buntung dapat menjaga diri dan selalu meloncat tinggi melampaui kepala lawan yang berjongkok itu, kemudian membalik dan melancarkan pukulan-pukulan maut dengan lengan tunggalnya yang ampuh bukan main.

Adapun orang kedua yang lihai dalam rombongan Pulau Neraka itu adalah Chi Song, tokoh Pulau Neraka yang tinggi besar dan berperut gendut. Chi Song ini memiliki dua macam ilmu simpanan yang hebat dan pernah pula dia bersama Kong To Tek mengacau Thian-liong-pang dan akhirnya dikalahkan oleh Gak Bun Beng yang pada waktu itu menyamar sebagai Ketua Thian-liong-pang.

Dua ilmu simpanannya itu memang dahsyat, yaitu Ilmu Pukulan Beracun yang berbahaya sekali. Kalau dia mendorong dengan telapak tangan terbuka, dari telapak tangannya menyambar uap beracun yang dapat merobohkan lawan sebelum pukulannya sendiri mengenai sasaran.

Adapun keistimewaannya yang ke dua adalah ilmu tendangan yang dahsyat, yang dilakukan sambil meloncat sehingga dinamakan Tendangan Terbang. Banyak lawan yang dapat menghindarkan diri dari pukulannya yang beracun roboh oleh tendangan dahsyat yang amat cepat dan tidak terduga-duga datangnya ini. Biarpun tingkat kepandaiannya masih kalah sedikit dibandingkan dengan Kong To Tek, namun Chi Song bukanlah seorang tokoh rendahan saja di Pulau Neraka.

Sial baginya, sekali ini dia bertemu dengan Milana, puteri Ketua Thian-liong-pang! Betapapun lihainya, dan biarpun dia telah dibantu oleh tiga orang untuk mengeroyok Milana, tetap saja dia dan kawan-kawannya dihajar babak belur oleh tali sutera hitam yang dimainkan sebagai cambuk tangan Milana!

Kalau dara remaja ini menghendaki, tentu dengan mudah dia dapat menyebar maut diantara rombongan orang-orang Pulau Neraka itu. Akan tetapi biarpun dia puteri Ketua Thian-liong-pang yang terkenal berwatak keras dan ganas, pada hakekatnya Milana memiliki watak halus dan tidak tega membunuh orang kalau tidak secara terpaksa sekali.

Dia tidak suka kepada orang-orang Pulau Neraka, akan tetapi karena yang mengeroyoknya hanya orang-orang yang tingkatnya jauh lebih rendah daripadanya, dia tidak mau menurunkan tangan maut, dan hanya menghajar mereka dengan lecutan-lecutan tali suteranya sehingga mereka itu terdesak mundur, bahkan beberapa kali Chi Song roboh bergulingan, pakaiannya robek-robek dan kulitnya lecet-lecet.

Sepak terjang Milanna ini hebat sekali, membuat para anak buah Pulau Neraka menjadi kacau balau. Apalagi ketika Bok Sam berhasil melukai pundak Kong To Tek dengan Telapak Tangan Goloknya sehingga tokoh gundul Pulau Neraka itu terpaksa mundur untuk mengobati lukanya dan Si Lengan Buntung itu kini mengamuk secara lebih hebat daripada Milana karena Si Lengan Buntung ini tidak menaruh segan-segan untuk membunuh atau menimbulkan luka parah diantara pengeroyoknya, pihak Pulau Neraka benar-benar terdesak hebat dan hanya main mundur.

Tiba-tiba terdengar pekik dari atas, disusul kelepak sayap dan seekor burung rajawali hitam menyambar turun, langsung mencengkeram ke arah Si Lengan Buntung Kiang Bok Sam yang sedang mengamuk dan menyebar maut diantara orang-orang Pulau Neraka!

“Haiiiitttt!”

Bok Sam berseru kaget, cepat dia melempar tubuh ke bawah dan bergulingan di atas tanah. Burung rajawali mengejar dan menyambar. Tiba-tiba Bok Sam meloncat bangun, tangan kanannya bergerak memukul ke arah sebuah diantara sepasang cakar yang menyambarnya.
“Desssss!”

Burung rajawali itu memekik keras, akan tetapi tubuh Bok Sam juga terlempar bergulingan sampai jauh. Kiranya ketika kaki burung itu bertemu dengan pukulan Telapak Tangan Golok, ada sebuah tangan lain yang mendorong ke bawah dengan kekuatan yang amat dahsyat, yang selain menyelamatkan kaki burung itu, juga membuat tubuh Si Lengan Buntung bergulingan.

Burung itu hinggap di atas tanah dan dari punggungnya meloncat seorang pemuda yang bertubuh jangkung dan berwajah tampan sekali. Kemudian burung itu terbang ke atas, hinggap di atas cabang pohon.

Su Kak Liong, tokoh Thian-liong-pang yang melihat betapa hampir saja Bok Sam celaka oleh pemuda dengan burung rajawalinya ini, menerjang maju dengan sebatang golok besar. Pemuda itu sedang berdiri sambil bertolak pinggang memandang ke sekeliling, sama sekali tidak memperhatikan atau mempedulikan terjangan Su Kak Liong dengan golok, juga dia tidak meraba gagang pedangnya yang tersembunyi di balik jubahnya yang panjang.

Sikapnya tenang sekali, alisnya yang tebal agak berkerut, matanya bergerak ke kanan kiri, mulutnya tersenyum simpul seperti orang mengejek, namun sikapnya angkuh seolah-olah dia memandang rendah kepada semua orang yang berada di sekelilingnya.

Golok di tangan Su Kak Liong menyambar dekat, hampir menyentuh lehernya. Tiba-tiba tanpa mengubah kedudukan kedua kakinya, pemuda itu membalikkan tubuh atas, tangan kirinya bergerak menangkap golok yang sedang menyambar, dijepit diantara jari tangannya sehingga golok itu tiba-tiba terhenti gerakannya.

Su Kak Liong memandang dengan mata terbelalak hampir tidak percaya bahwa ada orang mampu menyambut hantaman goloknya dengan jari tangan menjepitnya sedemikian rupa sehingga dia tidak mampu lagi menggerakkan goloknya. Matanya masih tetap terbelalak akan tetapi mulutnya mengeluarkan pekik menyeramkan dan segera disusul menyemburnya darah segar ketika tangan kanan pemuda itu menepuk ulu hatinya dan seketika robohlah Su Kak Liong dalam keadaan tak bernyawa lagi!

“Keparat....! Kau berani membunuhnya? Rasakan pembalasanku!”

Bok Sam yang melihat peristiwa ini, menjadi marah bukan main. Biarpun dia maklum bahwa pemuda itu benar-benar lihai sekali, namun dia tidak menjadi gentar. Kemarahannya membuat ia lupa diri dan dengan nekat dia menerjang maju, tangan tunggalnya diangkat ke atas kepala dengan telapak tangan terbuka, dia sudah mengerahkan tenaga Telapak Tangan Golok dan siap membacokkan tangannya ke arah kepala pemuda itu.

Si Pemuda tetap berdiri dan kini bahkan melongo memandang ke arah Milana yang mengamuk dengan sabuk suteranya, sama sekali tidak mempedulikan makian dan serangan Si Lengan Buntung yang kini menggunakan Ilmu Telapak Tangan Golok sekuatnya itu!

“Plakkk!”

Ketika tangan kanan Bok Sam itu sudah dekat kepalanya, Si Pemuda tiba-tiba mengangkat tangan kanannya ke atas, melindungi kepala dan menyambut pukulan itu sehingga kedua telapak tangan mereka bertemu dan melekat!

Bok Sam mengerahkan seluruh tenaganya, tenaga sin-kang yang istimewa untuk ilmunya Telapak Tangan Golok, namun betapapun dia menekan, tetap saja tangan pemuda itu tidak dapat didorongnya, bahkan dia tidak dapat lagi melepaskan tangannya dari telapak tangan Si Pemuda. Kemarahannya memuncak. Pemuda inilah yang telah membuntungi lengan kirinya maka tadi dia marah sekali dan telah mengerahkan seluruh tenaga untuk membalas dendam dan membunuhnya. Siapa kira, kini pukulannya yang istimewa disambut oleh pemuda itu seenaknya saja dan dia tidak mampu menarik kembali tangannya.

Dengan kemarahan meluap, Bok Sam lalu menggunakan kepalanya. Untuk menggunakan tangan kiri, dia sudah tidak mempunyai lengan kiri, menggunakan kedua kaki, jarak mereka terlalu dekat karena tangan mereka sudah saling melekat, maka satu-satunya yang dapat dia pergunakan untuk menyerang musuh yang paling dibencinya ini adalah menggunakan kepalanya! Dengan menunduk, dia lalu membenturkan kepalanya dengan sekuat tenaga ke arah dada pemuda itu!

Pemuda itu bukan lain adalah Wan Keng In, putera dari Ketua Pulau Neraka, murid yang amat lihai dari Cui-beng Koai-ong, datuk pertama dari Pulau Neraka! Melihat serangan kepala ini, Wan Keng In tetap tenang bahkan dia meloncat sedikit ke atas sehingga kepala lawan tidak mengenai dada, melainkan mengenai perutnya.

“Capppp!”

Perut itu mengempis dan kepala itu menancap di perut sampai setengahnya, tak dapat dicabut kembali.

Bok Sam merasa betapa kepalanya nyeri bukan main, seolah-olah telah memasuki tempat perapian. Makin lama makin panas. Dia meronta-ronta akan tetapi karena tangan kanannya sudah melekat dengan tangan pemuda itu, kepalanya sudah terjepit di rongga perut, yang bergerak hanya pinggul dan kedua kakinya yang menendang-nendang tanah!

“Manusia tak tahu diri, mampuslah!”

Pemuda itu menggumam sambil mengerahkan tenaga mujijat di rongga perutnya. Terdengar bunyi keras ketika kepala Bok Sam retak-retak oleh tekanan perut yang amat kuat itu dan ketika Wan Keng In melontarkan tubuh Si Lengan Buntung dengan jalan mengembungkan perutnya, tubuh itu telah menjadi mayat dengan kepalanya retak-retak dan berwarna kehitaman!

Semua ini dilakukan oleh Wan Keng In tanpa mengalihkan pandang matanya dari Milana yang masih menghajar orang-orang Pulau Neraka dengan tali suteranya yang meledak-ledak di udara seperti cambuk.

Pandang matanya menjadi berseri, mulutnya tersenyum ketika ia melangkah dengan tenang, menghampiri tempat pertempuran itu, seolah-olah dia terpesona oleh gerak-gerik tubuh yang tinggi semampai dan lemah gemulai itu, oleh wajah yang amat cantik manis, bahkan amukan Milana pada saat itu menambah kejelitaan dalam pandang mata Wan Keng In ketika ia melangkah terus makin dekat.

“Aduhai, Nona yang cantik jelita seperti dewi kahyangan! Siapakah gerangan engkau?”

Para anak buah Pulau Neraka yang terdesak hebat oleh rombongan Thian-liong-pang kini menjadi girang bukan main ketika melihat munculnya Wan Keng In. Terdengar seruan diantara mereka.

“Siauw-tocu (Majikan Muda Pulau) telah datang!”

Ketika mendengar seruan ini, Milana menengok dan kalau tadinya dia terheran mendengar kata-kata yang dianggapnya menyenangkan akan tetapi juga kurang ajar itu kini dia kaget bukan main. Kiranya pemuda ini adalah Majikan Muda Pulau Neraka! Teringat ia akan cerita Bun Beng kepadanya dan marahlah hatinya. Pemuda ini yang telah merampas pedang Lam-mo-kiam dari tangan Bun Beng.

Ketika ia memandang, baru sekarang tampak olehnya bahwa Su Kak Liong dan Bok Sam telah menggeletak menjadi mayat! Tahulah dia bahwa dua orang pembantunya yang paling lihai itu telah tewas, dan melihat munculnya pemuda Pulau Neraka ini, mudah diduga bahwa tentu mereka tewas di tangan pemuda ini.

Agaknya Wan Keng In dapat menduga isi hati Milana ketika melihat dara jelita itu memandang ke arah mayat ke dua orang tokoh Thian-liong-pang dengan wajah berubah, maka dia tertawa lalu-berkata,

“Ha-ha-ha, jangan kaget, Nona manis. Kedua orang itu telah berani menyerangku, terpaksa aku bunuh mereka. Orang-orang macam itu sungguh tidak patut menjadi pembantu-pembantumu. Nona, siapakah engkau? Heran sekali di dunia ini bisa terdapat seorang dara secantik jelita engkau, dan selama ini aku tidak pernah bertemu denganmu. Nona, baru sekali ini hatiku tergetar hebat dengan seorang wanita. Aku yakin, engkaulah satu-satunya wanita yang diciptakan di dunia ini, khusus untuk menjadi pasanganku!”

Bukan main marahnya hati Milana. Tak dapat disangkal lagi, pemuda itu amat tampan menarik, masih muda, sebaya dengannya, pakaiannya indah, kulit mukanya putih bersih, matanya bersinar-sinar, pendeknya dia seorang pemuda yang tampan gagah sukar dicari keduanya. Akan tetapi sinar matanya yang agak aneh itu mengandung sesuatu yang mengerikan, sedangkan kata-kata dan sikapnya membuat Milana merasa muak dan membangkitkan perasaan tidak senang yang mendekatkan kebencian.

“Jadi engkau adalah bocah Pulau Neraka yang amat jahat itu? Engkau yang merampas pedang Lam-mo-kiam milik Gak Bun Beng?”

Wan Keng In mengerutkan alisnya yang tebal hitam.
“Eh, engkau mengenal Gak Bun Beng? Dia sudah mati, bukan? Engkau siapa, Nona?”

“Siauw-tocu, dia adalah puteri Ketua Thian-liong-pang. Dia lihai sekali,”

Seorang anggauta Pulau Neraka tiba-tiba berkata sambil mencoba untuk bangkit. Tulang kakinya pecah terkena cambukan tali sutera Milana tadi.

“Aihhhh, kiranya puteri Ketua Thian-liong-pang? Pantas saja cantik jelita dan lihai. Sungguh tepat kalau begitu. Engkau puteri Ketua Perkumpulan Thian-liong-pang yang terkenal di seluruh dunia, aku pun putera Majikan Pulau Neraka yang tidak kalah terkenalnya. Sungguh merupakan jodoh yang setimpal sekali!”

“Tutup mulutmu yang kotor!” Milana memaki dan tangannya bergerak.

“Tar-tar!”

Ujung tali sutera hitam melecut di udara dan menyambar ke arah kedua pelipis kepala Wan Keng In dengan kecepatan kilat. Sekali ini, Milana bukan sekedar menggerakkan senjata untuk menghajar, melainkan dia memberi serangan totokan yang merupakan serangan maut.

Biasanya Wan Keng In memandang rendah kepada semua orang. Akan tetapi begitu bertemu dengan Milana, entah bagaimana, hatinya tertarik seperti besi tertarik oleh besi sembrani. Belum pernah selama hidupnya dia tertarik oleh wanita seperti itu. Dia bukan seorang mata keranjang sungguhpun dia biasa disanjung wanita dan biasanya dia memandang rendah wanita-wanita cantik yang dianggapnya belum cukup untuk duduk berdampingan dengannya!

Sekali ini, begitu melihat Milana, dia tergila-gila. Ketika dia menyaksikan gerakan ujung tali sutera, dia menjadi makin gembira dan kagum. Gerakan ini bukanlah gerakan sembarangan dan sama sekali tidak boleh dipandang ringan!

“Engkau hebat, Nona!”

Dia memuji akan tetapi cepat ia miringkan kepala untuk menghindarkan totokan maut itu, kemudian tangannya cepat menyambar untuk menangkap ujung tali sutera hitam.

“Cuiittt.... taaar!”

Lihai sekali Milana bermain tali sutera yang digerakkan seperti pecut itu. Begitu totokannya pada pelipis yang bertubi-tubi menyerang pelipis kanan-kiri itu tidak mengenai sasaran, bahkan hampir dicengkeram oleh tangan Wan Keng In, dara itu telah membuat gerakan dengan pergelangan tangannya dan ujung tali sutera itu sudah melecut dan menotok ke arah jalan darah di pergelangan tangan yang hendak menangkapnya!

“Trikkkk!”

“Engkau memang hebat, Nona manis!”

Keng In kembali memuji sambil tersenyum lebar. Akan tetapi Milana kini terkejut bukan main. Pemuda itu tadi telah menggunakan jari telunjuknya untuk menyentik ujung tali suteranya yang menotok ke arah pergelangan tangan. Gerakan itu demikian tepat mengenai ujung tali sutera sehingga ujung tali terpental. Hanya orang yang telah memiliki ilmu kepandaian tinggi saja yang dapat melakukan hal ini!

Namun, tentu saja Milana tidak menjadi jerih. Dia tidak pernah mengenal takut dan diapun sudah percaya penuh akan kepandaian sendiri. Biarpun tak mungkin dia dapat mewarisi seluruh ilmu kepandaian ibunya yang amat banyak itu, namun kiranya hanya beberapa macam ilmu yang amat tinggi dan terlalu sukar saja yang belum diajarkan ibunya kepadanya dan kalau hanya melawan musuh yang sebaya dengannya saja, kiranya di dunia ini sukar ada yang akan dapat menandinginya.

“Jahanam busuk, bersiaplah untuk mampus!”

Bentaknya dan kini terdengarlah ledakan-ledakan nyaring ketika ujung tali sutera itu menari-nari di tengah udara, membentuk lingkaran-lingkaran yang besar kecil saling telan, kemudian lingkaran-lingkaran hitam itu berjatuhan ke bawah, susul-menyusul dalam serangkaian serangan maut ke arah tubuh Wan Keng In dengan kecepatan kilat yang menyilaukan mata karena lingkaran itu tidak lagi berupa sabuk atau tali sutera, melainkan tampak seperti sinar hitam saja.

“Bagus sekali....!”

Wan Keng In kembali memuji dan tiba-tiba tubuhnya bergerak lenyap, lalu tampak berkelebatan seperti bayangan setan menari-nari diantara sinar hitam yang bergulung-gulung dan melingkar-lingkar! Wan Keng In tidak mau menggunakan pedangnya yang ampuh. Kalau dia menggunakan pedang Lam-mo-kiam, sekali sambar saja tentu akan putus tali sutera hitam itu.

Akan tetapi dia tidak mau melakukan hal ini, karena selain dia tidak mau menghina Milana, juga dia ingin memamerkan kepandaiannya. Memang hebat sekali pemuda ini. Gerakannya yang cepat itu hanya membuktikan bahwa gin-kangnya (ilmu meringankan tubuh) sudah mencapai tingkat yang amat tinggi sehingga tubuhnya itu amat ringan dan amat cepat, dapat mengelak dari setiap sambaran sinar tali sutera!

Menyaksikan pertandingan yang amat hebat, luar biasa dan indah dipandang ini, otomatis perkelahian-perkelahian antara rombongan Pulau Neraka dan rombongan Thian-liong-pang terhenti. Mereka menonton karena maklum bahwa pertandingan antara kedua orang muda putera dan puteri ketua masing-masing rombongan itu merupakan pertandingan yang menentukan. Kalah menangnya pertandingan antara kedua orang muda yang lihai bukan main itu berarti kalah menangnya pula perang kecil antara kedua rombongan itu!

Gerakan tali sutera itu makin hebat dan bukan lagi lingkaran-lingkaran yang dibentuk oleh sinar hitam itu, melainkan bentuk-bentuk segi tiga, segi empat, bahkan ada kalanya sinar itu membentuk segi delapan.

Ujung sabuk itu menyerang dari delapan penjuru, setiap gerakan merupakan totokan maut dan didasari tenaga sin-kang yang sangat kuat. Bukan hanya amat indahnya sinar hitam itu membentuk segi tiga yang ajaib itu, juga gerakannya mengeluarkan bunyi bercuitan, seolah-olah sinar hitam itu hidup! Itulah permainan tali sutera atau sabuk yang gerakannya berdasarkan Ilmu Silat Pat-sian-sin-kun (Ilmu Silat Delapan Dewa) warisan dari kitab-kitab pusaka peninggalan Pendekar Wanita sakti Mutiara Hitam!

Nirahai telah menciptakan ilmu dengan tali sutera ini khusus untuk puterinya setelah dia memperoleh kenyataan bahwa puterinya berbakat baik sekali dalam menggunakan sabuk atau tali sutera halus dan lemas sebagai senjata yang ampuh.

Diam-diam Wan Keng In terkejut dan makin kagum. Dia maklum bahwa kalau dia menghadapi permainan tali sutera lawan yang amat lihai ini dengan tangan kosong saja, lama-lama dia terancam bahaya maut. Ternyata tingkat kepandaian puteri Ketua Thian-liong-pang ini benar-benar mengejutkan hatinya.

Kalau dia berpedang, agaknya dia masih akan dapat keluar sebagai pemenang dengan membabat putus tali itu. Akan tetapi, kalau dia menggunakan pedang dan terpaksa merusak tali sutera itu, tentu dara yang menjatuhkan hatinya itu akan tersinggung dan marah. Sebaliknya kalau hendak menaklukkan dara ini dengan tangan kosong, benar-benar merupakan hal yang amat sulit, betapa pun tinggi ilmu kepandaiannya.

Dia harus menggunakan akal dan hal ini merupakan kelebihan dalam kepala Wan Keng In dibandingkan dengan orang-orang muda lainnya. Pemuda ini cerdik bukan main, pandai menggunakan siasat-siasat yang tak terduga-duga dalam keadaan darurat seperti saat itu.

Ketika ujung sabuk atau tali hitam itu untuk kesekian kalinya menotok ke arah jalan darah Kin-ceng-niat di pundak kiri, tempat yang tidak begitu berbahaya dan yang dapat ia tutup dengan hawa sin-kang, dia sengaja berlaku lambat dan ujung tali sutera itu dengan tepat menotok pundaknya yang sudah ia tutup jalan darahnya dan terlindung oleh sin-kang yang kuat.

“Prattt!”

Tepat pada saat ujung tali sutera itu menotok pundak, tangan kanan Wan Keng In menyambar dan ia berhasil menangkap ujung tali sutera hitam!

Milana terkejut bukan main. Tadinya dia sudah merasa girang karena totokannya berhasil, akan tetapi alangkah kagetnya ketika ia melihat bahwa pemuda itu sama sekali tidak menjadi lumpuh, bahkan telah berhasil menangkap ujung tali suteranya!

Namun, Milana tidak menjadi panik. Dia mengerahkan sin-kangnya, mainkan pergelangan tangannya dan dengan penyaluran tenaga sin-kang dia menggerakkan tali suteranya dan.... tubuh Wan Keng In terbawa oleh meluncurnya tali sutera itu ke udara!

Milana terus menggerakkan tali suteranya, memutar tali itu ke atas, makin lama makin cepat sehingga tubuh Wan Keng In yang masih berada di ujung tali karena pemuda itu tidak mau melepaskan ujung tali sutera, terbawa pula terputar-putar!

Para anak buah rombongan kedua pihak yang menjadi penonton dengan hati diliputi penuh ketegangan itu menonton dengan mata terbelalak. Demikian tegang rasa hati mereka itu menahan napas ketika menyaksikan pertandingan mati-matian yang kelihatannya seperti main-main atau permainan akrobat yang dilakukan oleh dua orang muda-mudi yang elok dan tampan!

Wan Keng In sengaja membiarkan dirinya terbawa oleh tali yang diputar-putar itu. Kalau dia mau, tentu saja dia dapat mengerahkan sin-kang dan mengadu kekuatan dengan dara itu memperebutkan tali sutera. Akan tetapi hal ini tentu akan mengakibatkan tali itu putus, hal yang tidak dia kehendaki karena putusnya tali itu bukan berarti bahwa dia telah menang, akan tetapi yang jelas gadis itu tentu akan marah dan benci kepadanya.

Tidak, dia tidak menggunakan akal itu, melainkan hendak menggunakan akal lain. Kalau dia dapat merayap melalui tali, makin lama makin dekat, tentu akhirnya dia akan berhadapan dengan dara jelita itu dan kalau sudah begitu, mudahlah baginya untuk membuat dara itu tidak berdaya tanpa melukainya.

Dengan hati-hati dan perlahan, mulailah Wan Keng In merayap melalui tali yang panjang itu, sedikit demi sedikit, bergantung dengan mengganti-ganti tangan sambil tubuhnya masih terputar-putar cepat sekali sehingga dalam pandangan orang lain, tubuhnya berubah menjadi banyak sekali!





Tidak ada komentar:

Posting Komentar