FB

FB


Ads

Minggu, 11 Januari 2015

Sepasang Pedang Iblis Jilid 048

Kwi Hong yang berlayar di atas perahunya, mengaso di dalam bilik perahu, membiarkan perahu-perahu itu dilayarkan oleh lima orang anak buah Pulau Es. Ketika perahu itu tiba di tepi pantai, sebuah perahu kecil meluncur cepat menyambutnya. Perahu ini didayung oleh seorang pemuda tampan bertubuh tinggi besar, dan di dalam perahu penuh dengan ikan besar.

Pemuda ini adalah Thung Ki Lok, putera dari Thung Sik Lun tokoh Pulau Es, sute dari Yap Sun. Usianya sudah dua puluh lima tahun, tampan dan gagah perkasa, mewarisi ilmu kepandaian ayahnya. Di punggungnya tergantung sebatang golok besar yang tajam mengkilap, dan tangannya memegang sebuah jala ikan. Melihat perahu itu dan melihat Kwi Hong berdiri di kepala perahu, dia melempar jala di atas ikan-ikannya, kemudian mendayung perahunya cepat sekali menyambut.

Ketika perahu besar yang ditumpangi Kwi Hong menempel di darat, pemuda itu meloncat ke atas perahu, membawa seekor ikan yang besarnya sepaha orang, ikan yang kulitnya keemasan dan amat gemuk sehingga dalam keadaan mentah saja sudah kelihatan enak!

"Selamat datang, Nona. Sungguh besar sekali untungmu, begitu pulang aku berhasil mendapatkan seekor kakap merah yang lezat. Nah, kupersembahkan ikan ini kepadamu, Nona!" kata Thung Ki Lok sambil tersenyum lebar, memperlihatkan deretan gigi yang kuat dan bersih.

Hati Kwi Hong yang sedang kesal karena selalu memikirkan Bun Beng yang dikhawatirkan keadaannya, menjadi makin sebal melihat penyambutan yang amat ramah ini. Dia tahu bahwa sudah bertahun-tahun pemuda putera pembantu pamannya ini menaruh hati kepadanya.

Sungguhpun Ki Lok tidak pernah membuka rahasia hatinya dengan kata-kata, namun dari gerak-geriknya, dari pandang matanya, dari suaranya, jelas menyatakan bahwa pemuda tinggi besar dan gagah perkasa ini jatuh cinta kepadanya. Anehnya, hal ini membuat Kwi Hong selalu merasa jengkel dan tidak senang!

"Terima kasih, Lok-ko. Aku lelah dan ingin mengaso, malas untuk masak-masak," katanya sambil melompat ke darat.

Sejenak Ki Lok melongo, namun dengan senyum yang tak pernah meninggalkan mukanya, dia meloncat pula mengikuti dan menghadang di depan Kwi Hong sambil berkata,

"Biarkan kumasakkan untukmu, Nona. Engkau suka ikan panggang, bukan? Akan kupanggang untukmu, kuberi bumbu yang enak. Harap kau jangan makan dulu, tunggu sampai ikan ini matang dan...."

"Sudahlah, Lok-ko, kau makan sendiri ikan yang dengan susah payah kau tangkap itu, kau makan bersama ayahmu. Aku tiada nafsu makan. Terima kasih!" Kwi Hong lalu meloncat ke depan dan berlari ke tengah pulau.

Tinggal Ki Lok yang berdiri dengan ikan di tangan, dipondong di atas kedua lengannya, dan berdiri melongo memandang bayangan gadis itu yang lenyap diantara pohon-pohon.

"Thung-kongcu, wanita itu seperti burung dara, kalau didiamkan mendekat, kalau didekati terbang menjauh. Lihatlah...." Seorang diantara anak buah Pulau Es menuding ke arah pulau.

Ki Lok sadar, mukanya menjadi merah dan ia menengok ke tengah pulau itu. Musim ini, dimana banyak sinar matahari, pulau itu ditumbuhi beberapa macam pohon sehingga kelihatannya lebih hidup daripada di musim dingin yang membuat pulau itu gundul sama sekali.

Diantara pohon-pohon ia melihat Kwi Hong sedang berhadapan dengan seorang pemuda, bercakap-cakap. Ki Lok membalikkan tubuhnya, meloncat ke dalam perahu, melempar ikan kakap merah diantara tumpukan ikan-ikan lain lalu mendayung perahunya menjauhi perahu yang baru tiba.

Lima orang tukang perahu itu hanya menghela napas panjang karena mereka pun maklum bahwa seolah-olah terjadi perebutan antara Thung Ki Lok dan Kwee Sui, seorang pemuda tampan anak keluarga Pulau Es yang diambil murid oleh Phoa-toanio, yaitu Phoa Ciok Lin wakil majikan Pulau Es untuk urusan dalam.

Namun semua orang maklum bahwa terhadap kedua orang muda yang seolah-olah bersaing memperebutkan cinta gadis cantik murid Pulau Es itu, Kwi Hong bersikap acuh tak acuh, bahkan kadang-kadang memperlihatkan dengan jelas bahwa dia tidak senang menghadapi rayuan mereka.

Pemuda yang kini menyambut kedatangan Kwi Hong itu adalah Kwee Sui. Dia berusia dua puluh enam tahun, tubuhnya tidak tinggi besar seperti Ki Lok, akan tetapi sedang dan wajahnya tampan sekali, juga dalam hal bicara dan mengambil hati, dia lebih pandai daripada saingannya yang agak kaku. Memang sifat kedua orang pemuda itu jauh berlainan, sungguhpun keduanya sama tampan dan sama gagah.

Semenjak kecil, Ki Lok suka bekerja di luar, yaitu mencari ikan menentang panasnya matahari dan melawan serangan ombak laut, berjuang melawan alam di samping mempelajari ilmu silat dari ayahnya. Wataknya terbuka dan jujur, pemberani dan agak kaku.

Sebaliknya, Kwee Sui yang menjadi murid Phoa Ciok Lin, dapat mempelajari ilmu silat yang lebih tinggi karena gurunya adalah wakil Pendekar Super Sakti, bahkan Phoa Ciok Lin adalah murid dari iblis betina Toat-beng Ciu-sian-li yang pernah menggemparkan dunia kang-ouw. Di samping ilmu silat, Kwee Sui juga suka belajar ilmu sastera dan ia selalu mengenakan pakaian bersih dengan potongan seorang sasterawan.

"Hong-moi, engkau baru pulang? Dan dimana Pamanmu, Suma taihiap, mengapa tidak ikut pulang?" demikian Kwee Sui menyambut dengan sikap ramah.

Sebagai murid Phoa Ciok Lin, dia lebih dekat dalam pergaulannya dengan Kwi Hong dan menyebutnya moi-moi (adik), tidak seperti Ki Lok yang menyebutnya nona. Adapun semua anggauta Pulau Es, menyebut taihiap (pendekat besar) kepada Suma Han yang tidak pernah suka disebut To-cu (majikan pulau) atau pangcu (ketua perkumpulan).

"Paman masih banyak urusan, aku disuruh pulang lebih dulu."

"Ahh, engkau tentu lelah. Biar kusuruh koki menyediakan makanan yang paling kau sukai, Hong-moi. Inginkah kau mandi air hangat? Biar kusuruh pelayan menyediakan...."

"Terima kasih, Sui-ko, tak usah repot-repot, kalau aku perlu, aku akan menyuruh sendiri,"

Jawab Kwi Hong singkat, mulai tak senang hatinya. Datang-datang dia disambut oleh rayuan-rayuan kedua orang pemuda itu, betapa menyebalkan!

"Eh, engkau mendapatkan pedang baru, Hong-moi? Bukan main indahnya sarung pedang itu.... ihh, bolehkah aku melihatnya?"

Kwi Hong meraba gagang pedangnya dan menghunusnya separuh.
"Ayaaaa....!"






Kwee Sui meloncat ke belakang sampai tiga meter lebih dan mukanya berubah. Matanya silau ketika tadi melihat pedang yang baru dihunus setengahnya, dan ia bergidik setelah Kwi Hong menyarungkan kembali pedangnya. Gadis itu tersenyum, setidaknya dia girang betapa pemuda itu terkejut dan kagum bukan main melihat Li-mo-kiam. Dia merasa bangga akan pedang itu.

"Bukan main, Hong-moi. Pedang pusaka apakah itu? Luar biasa sekali, baru sinarnya saja agaknya sudah dapat membunuh orang!"

"Hemm, tentu saja ampuh. Pedang ini adalah Li-mo-kiam, sebuah diantara Siang-mo-kiam."

"Sepasang Pedang Iblis....?" Kwee Sui terbelalak dan matanya lebar memandang ke arah pedang yang tergantung dalam sarung pedang di pinggang Kwi Hong. "Yang sebatang lagi mana, Hong-moi? Apakah dibawa Taihiap?"

Kwi Hong hanya menggeleng kepala.
"Tidak perlu banyak bertanya, Sui-ko. Sudahlah, aku ingin bertemu Bibi Phoa kemudian beristirahat." Gadis itu lalu meninggalkan Kwee Sui yang masih berdiri terlongong.

"Sepasang Pedang Iblis...."

Pemuda itu berbisik dan bergidik, akan tetapi hatinya ingin sekali melihat dan memegang pedang yang amat terkenal dan yang ia dengar diperebutkan oleh seluruh orang gagah di dunia kang-ouw itu.

Setelah bertemu dengan Phoa Ciok Lin, Kwi Hong berkata,
"Bibi, dalam pelayaranku pulang, aku melihat dari jauh lima buah kapal perang, tentu milik pemerintah dan entah apa yang mereka cari di daerah ini. Harap Bibi suka perintahkan anak buah melakukan penjagaan lebih ketat, aku amat lelah ingin beristirahat."

Phoa Ciok Lin mengerutkan alisnya mendengar penuturan ini.
"Lima buah kapal perang pemerintah? Apa gerangan yang dicarinya di daerah ini?"

"Subo, biarlah teecu pergi menyelidiki!"

Tiba-tiba terdengar suara Kwee Sui yang ternyata menyusul masuk dan mendengar percakapan gurunya dengan Kwi Hong itu.

"Baiklah, lakukan penyelidikan dan usahakan untuk mengetahui apa kehendak mereka mendatangi daerah ini. Akan tetapi, jangan kau lancang memancing keributan dengan mereka. Taihiap tidak menghendaki kita terlibat dalam permusuhan dengan pihak manapun juga."

"Baik, Subo, teecu mengerti."

Setelah Kwee Sui berangkat, Phoa Ciok Lin lalu mengumpulkan tokoh-tokoh Pulau Es terutama sekali Yap Sun dan Thung Sik Lun, juga Thung Ki Lok, untuk mengatur penjagaan yang lebih ketat menjaga di sekitar pulau, kalau-kalau ada pihak musuh yang akan mendarat. Maka sibuklah semua penduduk Pulau Es, mereka melakukan penjagaan dan siap menghadapi segala kemungkinan selagi majikan mereka tidak berada di pulau.

Sementara itu, Kwee Sui seorang diri mendayung perahu kecil, meninggalkan pulau melalui celah-celah rahasia yang hanya diketahui oleh penghuni Pulau Es, biarpun pemuda ini tidak sepandai Ki Lok dalam hal mendayung perahu, namun karena semenjak kecil dia berada di atas pulau yang dikelilingi lautan dan karena tenaga sin-kangnya amat kuat, maka perahu itu meluncur cepat sekali ketika ia menggerakkan dayungnya.

Dia tidak melihat adanya perahu besar atau kapal di situ, maka setelah mengelilingi pulau sehingga malam tiba, Kwee Sui mendayung perahunya ke pinggir, kemudian turun ke laut sebelah barat yang sunyi lalu tertidur dalam perlindungan dua buah batu besar.

Dia pulas dan mimpi bertemu dengan Kwi Hong yang dalam mimpi itu suka menyambut rayuan cinta kasihnya. Hal ini terjadi karena sebelum tidur hatinya penuh kekecewaan akan sikap gadis itu yang belum pernah sedikitpun mau menghargai sikap manisnya.

Kadang-kadang timbul iri hatinya karena mengira bahwa dia kalah bersaing dengan Ki Lok, akan tetapi ketika tadi ia dalam persembunyiannya menyaksikan betapa sikap Kwi Hong juga dingin saja bahkan menolak mentah-mentah pemberian ikan oleh pemuda itu, hatinya menjadi lega dan harapannya timbul kembali.

Kwee Sui enak mimpi sehingga dia tidak tahu bahwa malam telah terganti pagi, dan tidak tahu pula bahwa di depannya telah berdiri seorang pendeta berkepala gundul dan bertubuh gendut bundar. Pendeta ini bukan lain adalah Thian Tok Lama yang amat lihai. Dia mendapat tugas memimpin kapal yang mendekati Pulau Es di pagi hari itu dari sebelah barat dan berkat kepandaiannya yang tinggi, dengan dua potong papan diikatkan di bawah sepatunya, pendeta sakti ini dapat mendarat tanpa diketahui oleh seorangpun penjaga Pulau Es!

Para penjaga hanya melihat betapa lima buah kapal itu mendekati dan mengurung pulau, akan tetapi tidak berani mendarat. Tentu saja tak seorangpun diantara mereka menyangka ada orang dari kapal yang dapat "berjalan" di atas air seperti yang dilakukan Thian Tok Lama dengan bantuan dua potong papan di bawah kakinya. Apalagi pendeta Lama ini mendarat ketika cuaca masih gelap.

Melihat seorang pemuda tidur pulas di pantai dan sebuah perahu kecil terikat di situ, Thian Tok Lama merasa girang sekali. Dia memang ingin menangkap seorang penghuni Pulau Es untuk ditanyai keterangan dan dipaksa menjadi petunjuk jalan, maka tanpa banyak cakap lagi dia lalu menotok jalan darah di belakang leher Kwee Sui. Pemuda ini terkejut, terbangun, akan tetapi tidak dapat bergerak lagi karena kedua pasang kaki tangannya lumpuh dan dia tidak dapat mengeluarkan suara!

Thian Tok Lama memanggul tubuh pemuda itu kemudian meloncat ke air dan "meluncur" dengan ayunan tubuhnya sehingga kedua potong papan di kakinya itu seperti dua buah perahu kecil yang diinjaknya. Tenaga ayunan kedua lengannya yang digerakkan amat kuat sehingga dia meluncur cepat, kalau dilihat dari jauh tentu membuat orang menduga bahwa pendeta ini berlari di atas air!

Kwee Sui sendiri terbelalak penuh keheranan menyaksikan kepandaian pendeta yang amat luar biasa ini. Jantungnya berdebar dan otaknya yang cerdik segera bekerja. Ia dapat menduga bahwa tentu pendeta ini datang dari kapal-kapal itu, tentu seorang tokoh kerajaan yang berilmu tinggi.

Kalau yang datang itu adalah musuh dan memiliki orang-orang yang begini sakti, tentu akan celakalah penghuni Pulau Es, pikirnya. Apalagi pada waktu itu, Pendekar Super Sakti tidak berada di atas pulau. Dia harus berlaku cerdik dan akan menyaksikan dulu bagaimana perkembangannya karena itu ia masih belum mengerti mengapa pendeta lihai ini menawannya langsung kepada Im-kan Seng-jin Bong Ji Kun.

Ketika Kwee Sui melihat koksu yang berpakaian indah gemerlapan, melihat para panglima pengawal dan pasukan pengawal di kapal besar yang bertopi besi berpakaian perang dan bersenjata lengkap, hatinya menjadi gentar.

Biarpun ilmu kepandaiannya cukup tinggi, namun pemuda ini belum ada pengalaman bertempur, pula, melihat kepandaian Thian Tok Lama, dia sudah menjadi ketakutan. Kalau sebuah kapal saja mempunyai pasukan yang lebih dari lima puluh orang jumlahnya, dan ada orang-orang yang berilmu begitu tinggi, apalagi kalau lima buah kapal itu datang menyerang semua. Dapat dipastikan bahwa Pulau Es akan hancur!

Koksu menggerakkan tangan dan hawa pukulan yang mengeluarkan bunyi bercuitan menyambar ke arah pundak Kwee Sui dan.... pemuda ini merasa betapa totokan di tubuhnya terbebas. Bukan main kagetnya. Ilmu semacam ini, gurunya sendiri pun tidak mampu melakukannya, kecuali barangkali Pendekar Super Sakti. Tahulah dia bahwa pembesar yang berpengaruh dan berwibawa ini tentu memiliki kepandaian lebih tinggi lagi daripada Si Pendeta yang menghormat ketika menceritakan betapa di pantai barat itu sunyi tidak tampak penjaga, dan hanya bertemu dengan pemuda yang sedang tidur lalu ditangkapnya itu.

"Berlututlah engkau!" Seorang pengawal membentak dan menodongkan tombaknya di punggung Kwee Sui. "Engkau berhadapan dengan Koksu Pemerintah yang Mulia!"

Sebagai seorang terpelajar, tentu saja Kwee Sui mengerti apa artinya kedudukan koksu ini. Seorang yang amat berkuasa, boleh dibilang nomor dua sesudah raja di bidang keamanan, tentu saja seorang yang memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali! Maka tanpa ragu-ragu ia lalu menjatuhkan diri berlutut.

Pemuda ini banyak membaca tentang sejarah dan kesusasteraan, diam-diam dia ingin sekali menggunakan kepandaiannya untuk mencari kedudukan dan kemuliaan, menjadi seorang berpangkat yang dihormati ribuan orang, hidup serba mewah dan penuh kesenangan! Maka, begitu kini berhadapan dengan Koksu Negara, tentu saja dia hersikap hormat sekali.

"Harap Taijin sudi mengampunkan hamba yang entah telah melakukan kesalahan apa sehingga dihadapkan kepada Taijin," katanya dengan bahasa yang teratur baik.

"Ha-ha-ha-ha!" Bhong Ji Kun mengelus jenggotnya dan ketika kepalanya bergerak naik turun, botaknya yang kelimis itu mengkilap tersinar cahaya matahari yang masuk melalui jendela di ruangan kapal itu. "Tadinya kusangka bahwa penghuni-penghuni Pulau Es adalah manusia-manusia setengah liar, atau seperti siluman-siluman sehingga pemimpinnya dijuluki Pendekar Siluman. Kiranya orang muda ini cukup tampan, berpakaian baik dan bersikap sopan dengan bahasa yang terpelajar. Eh, orang muda, engkau siapakah dan apa kedudukanmu di Pulau Es?"

"Nama hamba Kwee Sui, hamba hanyalah seorang biasa saja yang kebetulan mendapat kehormatan menjadi murid dari Subo Phoa Ciok Lin, wakil Taihiap untuk urusan pulau."

"Eh, kiranya engkau orang penting juga! Tentu kepandaianmu cukup hebat kalau engkau murid kuasa pulau. Akan tetapi mengapa ketika ditangkap engkau tidak melawan?" Bhong Ji Kun membentak curiga.

"Hamba memang telah mempelajari sedikit ilmu, akan tetapi mana mungkin hamba dapat melawan Losuhu yang lihai ini? Selain hamba sedang tidur sehingga dapat ditotoknya, juga andaikata hamba tahu bahwa Losuhu adalah utusan Taijin, bagaimana hamba berani melawan?"

"Hemm, engkau pandai bicara. Katakan, mengapa engkau tidak berani melawan utusanku?"

"Setelah mengetahui bahwa Taijin adalah Koksu Negara, sampai mati pun hamba tidak akan berani melawan. Untuk apa hamba mempelajari sedikit kepandaian? Bukan lain hanya untuk memenuhi idam-idaman hati hamba, yaitu apabila ada kesempatan, hamba ingin mengabdikan diri kepada pemerintah."

Bhong Ji Kun membuka lebar matanya, kemudian mengangguk-angguk.
"Hemm, demikiankah sesungguhnya? Nah, tentang kedudukan untukmu boleh kita bicarakan kemudian, sekarang yang terpenting, hendak kulihat apakah engkau benar-benar ingin mengabdikan diri. Apakah Pendekar Siluman berada di pulau?"

"Tidak, Taijin. Taihiap sedang bepergian, entah kemana."

Wajah Koksu itu kelihatan girang. Tanpa adanya Pendekar Super Sakti yang ditakuti, tentu mudah menaklukkan penghuni pulau itu. Kelak, menghadapi Pendekar Siluman sendirian saja tanpa anak buah, tentu akan lebih mudah. Dan pemuda ini kelihatannya amat ingin memperoleh kedudukan, maka tentu akan dapat membantunya dengan baik.

"Siapa yang sekarang berada di Pulau Es? Siapa tokoh-tokohnya yang menjaga keamanan di sana dan berapa banyak penghuninya?"

"Selain Subo Phoa Ciok Lin, juga tentu saja di sana terdapat Paman Yap Sun, Paman Thung Sik Lun, puteranya yaitu Thung Ki Lok, dan terutama sekali, di sana ada juga murid Taihiap, atau keponakannya sendiri, Nona Giam Kwi Hong. Hanya merekalah yang menjadi tokoh-tokoh terpandai di Pulau Es, selebihnya hanyalah anak buah yang jumlahnya laki perempuan dan tua muda kurang lebih seratus orang. Belasan orang diantara mereka adalah saudara-saudara seperguruan dari Subo dahulu sebelum menjadi penghuni Pulau Es, yaitu menurut Subo, adalah murid-murid Toat-beng Ciu-sian-li."

"Ah-ah! Murid-murid In-kok-san yang memberontak?" kata Koksu dengan kaget.

"Benar, Taijin. Akan tetapi sekarang, tidak ada sedikitpun niat memberontak dalam hati para penghuni Pulau Es. Bolehkah hamba mengetahui, mengapa Taijin membawa pasukan ke Pulau Es?"

Bhong Ji Kun memandang tajam kepada pemuda itu. Sekarang ujian terakhir bagi Kwee Sui dan Koksu itu sudah siap untuk mengirim pukulan apabila pemuda itu memperlihatkan sikap memberontak.

"Kami hendak menangkap Pendekar Siluman dan pembantu-pembantunya, dan kami hendak menduduki Pulau Es."

"Ahhhh....!"

Kwee Sui terkejut bukan main, dan kalau saja dia tidak sangat cerdik, tentu dia sudah mengamuk. Akan tetapi, pemuda ini hanya memperlihatkan kekagetan, kemudian bertanya, hati-hati.

"Maaf, Taijin. Akan tetapi.... apakah kesalahan kami? Apakah dosa para penghuni Pulau Es?"

"Tak perlu kau tahu, ini adalah perintah Kaisar! Kalau mereka melawan, akan dibunuh! Bagaimana pendapatmu?"

"Taijin, hamba kira tidak akan ada yang melawan, kecuali kalau Taihiap berada di Pulau. Kalau sampai mereka melawan.... aihhh, hamba tidak dapat membayangkan akibatnya. Subo memiliki ilmu kepandaian yang sangat tinggi, juga kedua Paman Yap Sun dan Thung Sik Lun amat lihai, belum lagi belasan orang saudara seperguruan Subo. Dan terutama sekali Nona Kwi Hong.... ahhh, Taijin tidak tahu, dia luar biasa lihainya, telah mewarisi ilmu dari Suma taihiap. Lebih lagi, baru-baru ini dia telah memperoleh Li-mo-kiam sebatang diantara Sepasang Pedang Iblis."

"Sepasang Pedang Iblis?"

Hampir semua tokoh yang hadir dalam kapal itu berseru, yaitu yang berada di kapal koksu itu adalah Sang Koksu sendiri, Thian Tok Lama yang menghadap, dan para panglima.

"Bagus sekali! Kami akan menundukkan atau membunuh mereka, pedang itu dan semua pusaka di Pulau Es harus dirampas untuk kerajaan!"

Tiba-tiba Kwee Sui memberi hormat dan berkata,
"Mohon Koksu sudi mempercayai hamba. Hamba sanggup membantu, sehingga pasukan-pasukan pemerintah tidak mengalami kesukaran memasuki Pulau Es yang tidak mudah diserbu, dan hamba akan mencuri Li-mo-kiam dari tangan Nona Giam Kwi Hong, kemudian membantu Taijin menghadapi mereka yang melawan, dan akan membujuk agar mereka tidak melawan dan menyerah saja, akan tetapi hamba mohon janji Taijin."

"Ha-ha-ha, orang muda. Aku mengerti, jangan khawatir, kalau berhasil penyerbuan ini dan jasamu besar, tentu aku akan melapor kepada Kaisar dan engkau akan memperoleh anugerah pangkat sesuai dengan kepandaianmu."

"Hamba percaya akan hal itu, Taijin, akan tetapi ada satu hal yang hamba minta kepada Taijin sebelum Taijin mengerahkan pasukan menyerbu Pulau Es...."

"Hemmm, apa permintaanmu? Katakanlah, akan kami pertimbangkan."

"Hamba.... hamba mencinta Giam Kwi Hong, karena itu.... harap dia jangan dilukai apalagi dibunuh.... jika menjadi tawanan supaya diserahkan kepada hamba.... hamba akan berterima kasih sekali dan selamanya akan menyerahkan jiwa raga hamba mengabdi kepada pemerintah di bawah pimpinan Taijin."

Koksu itu tertawa bergelak dan tanpa banyak tanya lagi dia mengerti akan isi hati pemuda itu. Tak salah lagi, pikirnya, tentu cinta pemuda ini ditolak oleh murid Pendekar Siluman. Sungguh kebetulan sekali dan amat menguntungkan terlaksananya tugasnya karena andaikata tidak ada persoalan itu, belum tentu pemuda ini mau membantunya demikian mudah.

Tiba-tiba tampak bayangan berkelebat dari bawah kapal dan seorang pemuda tinggi besar yang pakaiannya basah semua, dengan sebatang golok besar di tangan kanan, telah berdiri disitu memandang ke arah Kwee Sui dengan mata terbelalak marah, kemudian menudingkan telunjuk kirinya kearah muka Kwee Sui sambil membentak.

"Manuaia she Kwee yang berbudi rendah! Seekor anjing yang setiap hari diberi makan dan dipelihara, masih memiliki kesetiaan. Akan tetapi engkau ini manusia lebih hina daripada anjing, setelah segala kebaikan yang kau terima dari Majikan Pulau Es, sekarang pada kesempatan pertama hendak mengkhianatinya! Bedebah!"

Para pengawal sudah mengurung pemuda itu, dan Thian Tok Lama sudah melangkah maju, akan tetapi Im-kan Seng-ji Bhong Ji Kun berseru,

"Tahan dan jangan serang dia!" Lalu Koksu ini menoleh kepada Kwee Sui, "Kwee-sicu, siapakah dia itu dan kenapa dia marah-marah kepadamu?"

Muka Kwee Sui sudah merah sekali saking malu dan marahnya. Tak disangkanya bahwa saingannya itu berada disini dan mendengarkan ucapannya tadi. Sudah kepalang, pikirnya. Tentu saingannya menyelidiki kapal dengan jalan berenang karena memang dia seorang ahli renang yang luar biasa.

"Taijin, dia itulah Thung Ki Lok putera Paman Thung Sik Lun. Dia memang membenci hamba karema diapun jatuh cinta kepada Giam Kwi Hong."

"Ha-ha-ha!"

Bhong Ji Kun tertawa bergelak, di dalam hatinya dia mengejek Pendekar Siluman. Kiranya Pulau Es hanya dihuni oleh pemuda-pemuda macam ini, karena tergila-gila kepada seorang wanita, telah melakukan hal-hal yang bodoh, pikirnya.

"Kwee-sicu, setelah engkau berjanji untuk membuat jasa kepada kerajaan. Nah, kuperintahkan engkau menghadapi dia!"

Kwee Sui melompat berdiri dan Thian Tok Lama menyerahkan pedangnya yang tadi dirampas oleh pendeta Lama itu. Dengan pedang di tangan, Kwee Sui menghampiri Ki Lok dan berkata,

“Ki Lok, engkau memang sudah bosan hidup. Telah lama ingin sekali aku memenggal batang lehermu, akan tetapi karena di pulau, tidak ada kesempatan bagi kita mengadu nyawa. Sekarang, kita hanya berdua disini, mari kita tentukan siapa diantara kita yang hendak hidup!"

"Hemm, manusia hina! Karena engkau telah menjadi anjing penjilat musuh, maka berani bicara besar! Apa kau kira aku takut menghadapi macammu dan para majikan barumu?"

"Tutup mulutmu yang busuk!"

Kwee Sui marah sekali dan sudah menerjang dengan pedangnya. Ki Lok menangkis dengan goloknya.

"Tranggg....!"

Tangan Kwee Sui tergetar dan memang dia maklum akan besarnya tenaga yang dimiliki Ki Lok, namun dia tidak gentar karena dia memiliki gerakan yang lebih cepat dan gesit. Segera ia menyerang lagi menggerakkan pedangnya dengan kecepatan luar biasa sehingga pedangnya berubah menjadi segulung sinar yang melingkar-lingkar dan menyerang Ki Lok.

Karena Kwee Sui digembleng oleh Phoa Ciok Lin yang lihai, tentu saja ilmu silatnya lebih lihai daripada Ki Lok. Tingkatnya lebih tinggi, terutama sekali gin-kangnya. Akan tetapi Ki Lok memiliki keberanian yang luar biasa, membuatnya selalu tenang dan biarpun gerakan goloknya tidak secepat gerakan pedang di tangan lawan, namun karena dia menggerakkannya dengan tenang dan dengan tenaga yang besar maka dia dapat melindungi tubuhnya dengan baik.

Bhong Ji Kun menonton pertandingan ini dengan hati girang. Dia mendapat kenyataan bahwa Kwee Sui memiliki ilmu kepandaian yang cukup tinggi, lebih tinggi kalau dibandingkan dengan kepandaian para panglimanya, bahkan lebih tinggi daripada tingkat kepandaian Panglima Bhe Ti Kong yang dipercayanya. Boleh juga, pikirnya. Pemuda ini akan merupakan pembantu yang boleh diandalkan, hampir setingkat dengan kepandaian Tan-siucai!

Dan pertandingan ini merupakan ujian terakhir bagi pemuda itu! Kalau pemuda she Kwee itu benar-benar bertekad bulat untuk menghambakan diri kepada kerajaan, tentu tidak akan segan-segan membunuh kawannya sendiri, kawan sepulau!

Pertandingan berlangsung mati-matian dan seru karena Ki Lok juga berusaha untuk membunuh Kwee Sui, bukan semata-mata karena memperebutkan Kwi Hong, sama sekali tidak. Demi nona itu yang diperebutkan cintanya, dia tidak akan begitu rendah untuk mengadu nyawa dengan Kwee Sui. Kalau dia sekarang berusaha membunuhnya adalah karena melihat kenyataan bahwa Kwee Sui hendak mengkhianati Pulau Es.

Seratus jurus telah lewat dengan cepatnya dan mulailah Ki Lok terdesak oleh sinar pedang Kwee Sui, dan ia hanya dapat menangkis dan mengelak tanpa dapat balas menyerang. Ki Lok mundur terus sampai di pinggir kapal, kakinya tersangkut tali dan ia terjengkang. Saat itu, dua kali sinar pedang berkelebat.

"Crat-crat!"

Darah mengucur keluar dari pangkal lengan kanan dan dada kiri Ki Lok. Pemuda ini terjengkang ke belakang, goloknya terpental dan tubuhnya tarlempar keluar kapal. Air muncrat ke atas dan tubuh pemuda tinggi besar itu tenggelam dan lenyap. Yang tampak hanya sedikit air laut yang berwarna merah oleh darahnya.

Sejenak Kwee Sui memandang ke air, sambil menyimpan kembali pedangnya. Ketika mendengar suara Bhong Ji Kun tertawa, dia membalik dan menjatuhkan diri lagi berlutut di depan koksu itu.

"Bagus! Kepandaianmu lumayan dan engkau telah membuktikan kesetiaanmu. Nah, sekarang bagaimana baiknya menurut rencanamu agar kami dapat mendarat?"

"Perkenankan hamba kembali ke pulau. Hamba akan memberi tanda-tanda dengan sobekan-sobekan kain putih yang menunjukkan jalan masuk yang aman, bebas dari jebakan-jebakan. Akan hamba coba untuk membujuk mereka agar menyerah, akan tetapi kalau mereka tidak mau, terserah kalau Taijin hendak membunuh mereka yang melawan. Hamba akan berusaha mencuri Li-mo-kiam dan harap Taijin jangan lupa agar jangan membunuh Nona Kwi Hong andaikata dia nekat melawan."

"Ha-ha-ha, jangan khawatir. Kalau dia melawan akan kami tawan dia untukmu. Akan tetapi selain pedang Li-mo-kiam, kau harus mengumpulkan pusaka-pusaka Pulau Es agar jangan sampai mereka sembunyikan atau hancurkan. Kelak engkau akan diberi anugerah besar dan kedudukan yang cukup tinggi."

"Baik, Taijin. Hamba mohon sebuah perahu kecil agar hamba dapat mendarat lebih dulu."





Tidak ada komentar:

Posting Komentar