FB

FB


Ads

Minggu, 11 Januari 2015

Sepasang Pedang Iblis Jilid 045

"Harap Pangcu sudi memaafkan kami yang tanpa diperintah berani menanti keluarnya Pangcu dari tempat terlarang. Hal ini kami lakukan dengan amat terpaksa, karena tempat kita kedatangan tamu-tamu dari Pulau Neraka."

"Apa....?"

Bun Beng meniru suara Nirahai yang karena dalam pertemuannya dengan wanita itu, sampai beberapa kali Nirahai berseru seperti itu. Dengan meniru sebuah kata-kata saja, dengan suara ditinggikan, Bun Beng tidak melihat adanya bahaya dikenal perbedaannya.

"Mereka berjumlah lima orang, dari tingkat teratas, melihat dari warna muka mereka yang berwarna terang, dan agaknya mereka tidak mengandung maksud baik, memaksa hendak berjumpa dengan Pangcu sendiri. Sekarang mereka berada di dalam ruangan tamu dan dihadapi oleh Tang-kouwnio."

Bun Beng mengerti siapa yang dimaksudkan dengan Tang-kouwnio itu, tentulah Tang Wi Siang yang lihai, kepala pelayan dan orang kepercayaan Ketua Thian-liong-pang. Timbul kekhawatiran di dalam hatinya, khawatir akan keselamatan Milana. Maka dia hanya mengangguk, kemudian menggerakkan kepalanya dan tangannya sebagai perintah agar mereka mengantarkan ke tempat tamu.

Sikap ini agak mengherankan para tokoh Thian-liong-pang, akan tetapi mereka hanya mengira bahwa Ketua mereka amat marah mendengar berita itu, dan tentu saja hendak muncul menemui tamu dengan sikap garang, dikawal dan diantar oleh para pembantunya.

Maka Sai-cu Lo-mo lalu membuka jalan dan diikuti oleh Bun Beng yang sesungguhnya tidak tahu kemana harus menuju karena dia tidak mengenal tanah kuburan ini. Kalau dia sudah sampai di dalam markas Thian-liong-pang yang terletak di lembah Sungai Huang-ho itu, tentu saja dia dapat mengenalnya karena dia pernah berada di situ sebagai "tamu" kemudian sebagai tawanan.

Ketika tiba di ruangan tamu, Bun Beng tanpa bicara menghampiri kursi ketua yang kosong dan duduk dengan tenang. Lima orang yang mukanya berwarna aneh, hijau pupus, ungu muda, dan merah muda, bangkit berdiri dari tempat duduknya, menjura ke arah "Sang Ketua" dan seorang diantara mereka yang bermuka merah muda dan berkepala gundul kelimis seperti lilin, berkata,

"Kami dari Pulau Neraka, sebagai utusan To-cu (Majikan Pulau) menghaturkan hormat kepada Thian-liong-pangcu."

Bun Beng hanya mengangguk, membiarkan mereka duduk kembali dan dia menggapai kepada Tang Wi Siang yang cepat menghampiri Ketuanya dan memberi hormat. Bun Beng tidak berkata-kata, hanya menggerakkan tangan menunjuk kepada para tamu dan menggerakkan kepalanya diangkat sedikit, sebagai isyarat agar Tang Wi Siang yang mewakilinya bicara dengan para tamu itu.

Tang Wi Siang menganggap bahwa Ketuanya merasa terlalu tinggi untuk bicara dengan tamu-tamu Pulau Neraka yang hanya utusan-utusan itu, maka dia sebagai wanita yang cerdik sekali dia berdiri di belakang Ketuanya lalu berkata nyaring.

"Ketua kami yang mulia telah datang dan kalau kalian berlima dari Pulau Neraka masih dibiarkan duduk sebagai tamu, hal itu berarti bahwa Ketua kami sudah cukup murah hati dan menerima kedatangan kalian. Sekarang, harap kalian suka bicara setelah menghadap Ketua kami, apa keperluan kalian datang mengunjungi Thian-liong-pang!"

Lima orang Pulau Neraka itu mengerutkan alis dan diam-diam merasa mendongkol sekali. Mereka adalah orang-orang tingkat tinggi dari Pulau Neraka, pula mereka adalah utusan pribadi Ketua atau Majikan mereka, akan tetapi Ketua Thian-liong-pang menerima mereka tanpa mengucapkan sepatah kata, berarti memandang sangat rendah! Si Kepala Gundul muka merah muda yang usianya sudah lima puluh tahun lebih, gemuk pendek, segera berkata,

"Saya Kong To Tek bersama Sute Chi Song." Dia menuding ke arah orang muka merah muda ke dua yang tubuhnya gendut tinggi besar kepalanya kecil, kemudian melanjutkan, "ditemani tiga orang para sute yang satu dua tingkat lebih rendah sebagai utusan To-cu kami, selain datang menghaturkan hormat kepada Ketua Thian-liong-pang, juga kami mendengar bahwa Thian-liong-pangcu telah mempelajari semua ilmu yang ada di dunia ini. Karena itu, To-cu kami mohon agar Pangcu suka memberi petunjuk, mengalahkan kami dengan ilmu kami sendiri.

Kalau ternyata Thian-liong-pangcu dapat melakukan hal ini, To-cu menawarkan kerja sama untuk menghadapi Pulau Es, akan tetapi kalau tidak, berarti benar bahwa Thian-liong-pangcu hanya mencuri ilmu-ilmu itu dari mereka yang telah diculik, maka tidak dapat mengalahkan kami dengan ilmu kami sendiri karena pihak kami belum pernah ada yang dapat diculik."

Keadaan menjadi hening dan orang-orang Thian-liong-pang memandang marah. Yang hadir di ruangan tamu itu hanyalah orang-orang tingkat tinggi dari Thian-liong-pang, Sang Ketua, Tang Wi Siang, Sai-cu Lo-mo Bhok Toan Kok, Lui-hong Sin-ciang Chi Kang, dan beberapa orang lagi yang kepandaiannya sudah tinggi.

Mereka memandang ke arah Ketua mereka, menduga bahwa tentu Sang Ketua akan marah dan menghajar lima orang Pulau Neraka yang telah berani mengeluarkan kata-kata lancang itu. Akan tetapi, Bun Beng hanya menggerakkan tangan ke arah para pembantu Thian-liong-pang, kemudian menuding ke arah lima tamu itu. Jelas maksudnya bahwa "Sang Ketua" yang tiba-tiba menjadi "pendiam" itu memerintahkan agar para tokoh Thian-liong-pang mewakilinya menghadapi para tamu yang menantangnya berpibu.

"Ngo-wi (Tuan Berlima) dari Pulau Neraka!" kata pula Tang Wi Siang dengan suara nyaring. "Andaikata To-cu dari Pulau Neraka sendiri yang datang, belum tentu Ketua kami yang mulia merasa cukup pantas untuk dilayaninya sendiri. Apalagi hanya utusan-utusan yang tingkatnya rendahan! Kalau memang Pulau Neraka berniat baik, mengapa mesti menantang? Kalau kalian sudah menantang, disini cukup tersedia tenaga untuk melayani kalian, tidak perlu Ketua kami turun tangan, kami para pembantunya sudah cukup untuk membuka mata kalian bahwa Thian-liong-pang tidak boleh dibuat main-main!"

Bun Beng mengangguk-angguk tanda setuju dan Tan Wi Siang menjadi girang, maka dilanjutkannya,

"Silakan mengajukan jago dari Pulau Neraka, dan kami akan menandingi!"

Kong To Tek, tokoh Pulau Neraka yang gundul itu, mengangkat kedua alisnya dan berkata,
"Aaahhh, Thian-liong-pangcu merasa terlalu tinggi untuk melawan kami? Cukup mengajukan anak buahnya? Baiklah, biar kita coba-coba sebentar agar Pangcu dari Thian-liong-pang menyaksikan sendiri bahwa kami dari Pulau Neraka sudah cukup berharga untuk ditandingi sendiri oleh Thian-liong-pangcu. Karena kedatangan kami sebagai utusan majikan kami untuk mencoba kepandaian Thian-liong-pangcu, bukan untuk mengadakan pibu (pertandingan silat), maka biarlah kami hanya mengajukan dua orang jago, yaitu Sute Chi Song dan saya sendiri. Sute, majulah dan perlihatkan bahwa kita cukup berharga untuk menerima petunjuk Thian-liong-pangcu sendiri."

Laki-laki gendut tinggi besar itu mengangguk lalu bangkit dari tempat duduknya dan melangkah maju ke tengah ruangan. Dia menghadapi "Ketua" Thian-liong-pang dan menjura sambil berkata,

"Thian-liong-pangcu, saya Chi Song, orang dari kalangan tirgkat tiga di Pulau Neraka, mohon petunjuk darimu."






Tang Wi Siang tentu saja tidak berani lancang mengajukan jago, maka dia menoleh ke arah Ketuanya sambil bertanya,

"Harap Pangcu suka menunjuk seorang diantara kami untuk meghadapinya."

Seingat Bun Beng, orang paling lihai sesudah Ketua Thian-liong-pang dalam perkumpulan itu, adalah Tang Wi Siang sendiri, kemudian mungkin sekali, Paman kakeknya, Sai-cu Lo-mo. Tokoh Pulau Neraka yang tinggi besar ini, sebagai sute Si Gundul, tentu tidak selihai Si Gundul, maka sebaiknya kalau Chi Song ini dilawan oleh Sai-cu Lo-mo, sedang nanti Kong To Tek dilawan oleh Tang Wi Siang.

Dia mengharapkan agar kedua orang "pembantunya" itu akan memperoleh kemenangan sehingga dia sendiri tidak usah maju turun tangan karena kalau dua orang itu kalah, apalagi dia sendiri! Dan kalau dia turun tangan, tentu akan terbuka rahasianya. Hal ini akan menimbulkan keributan, sebaliknya kalau dua orang tokoh Thian-liong-pang itu dapat "membereskan" kedua orang Pulau Neraka itu, tentu urusan menjadi selesai dan dengan mudah dia akan cepat meninggalkan tempat berbahaya itu. Kalau sampai berlama-lama, kemudian muncul Milana, apalagi kalau sampai muncul ibu Milana sendiri yang tadi pingsan di dalam tempat rahasia, wah, tentu celaka dia! Tanpa mengeluarkan sepatah kata pun, dia lalu menudingkan telunjuknya ke arah Sai-cu Lo-mo.

Kakek berusia enam puluh tahun lebih yang mukanya menyeramkan seperti muka singa ini, yang pakaiannya sederhana, rambutnya putih semua, tadinya duduk dan kelihatan lenggat-lenggut mengantuk setelah dia tadi mengantarkan Sang Ketua ke ruangan itu. Kini tiba-tiba ia meloncat bangun dan tertawa bergelak.

"Ha-ha-ha! Terima kasih, Pangcu. Memang sudah saya sangka bahwa tentu Pangcu akan memilih saya untuk memberi hadiah beberapa gebugan kepada Si Muka Merah ini!"

Dia melangkah lebar ke tengah ruangan menghampiri Chi Song dan setelah berhadapan, keduanya saling pandang dengan sinar mata tajam menyelidik, seperti tingkah dua ekor ayam yang hendak bertanding.

Chi Song memandang kakek itu dari atas ke bawah, kemudian berkata,
"Kalau tidak salah dugaanku, engkau ini tentulah Sai-cu Lo-mo yang amat terkenal itu!"

"Ha-ha-ha! Kalau sudah mengenal namanya, inilah orangnya dan kalau takut lebih baik lekas berlutut minta ampun kepada Pangcu kami dan cepat melingkarkan buntutmu lalu angkat kaki dari sini!"

Chi Song bukanlah seorang yang mudah dibikin marah oleh ejekan dan kata-kata menghina. Dia adalah seorang tokoh yang cukup tinggi tingkatnya di Pulau Neraka, apalagi bersama suhengnya saat itu menjadi utusan Majikannya, tentu saja dia maklum bahwa kakek muka singa itu mengeluarkan kata-kata memancing panasnya hati karena kemarahan merupakan langkah yang keliru dan merugikan dalam menghadapi pertandingan melawan orang yang tak boleh dipandang ringan. Ia tersenyum dan berkata,

"Kebetulan sekali, Sai-cu Lo-mo. Biarpun saya tidak berkesempatan, atau mungkin belum berhasil menerima petunjuk Pangcu kalian, kini berhadapan denganmu, seorang tokoh Thian-liong-pang yang terkenal, merupakan kehormatan besar sekali. Hanya aku khawatir, kalau sampai engkau kalah oleh seorang tak terkenal seperti Chi Song ini, hal itu tentu akan menimbulkan malu besar!"

"Ha-ha-ha, engkau boleh juga!" Sai-cu Lo-mo tertawa, maklum bahwa dia tak berhasil memanaskan hati lawan. "Nah, aku telah siap, majulah!"

Chi Song tersenyum menyeringai dan mukanya yang berwarna merah muda itu kelihatan berkilau.

"Engkau lebih tua daripada aku, Sai-cu Lo-mo, sepatutnya aku mengalah. Mulailah!"

"Apa? Biarpun engkau lebih muda, akan tetapi engkau seorang tamu, sebagai pihak tuan rumah selayaknya kalau aku mengalah. Nah, seranglah!"

Kedua orang ini memang cerdik dan tahu bahwa lawannya adalah orang yang berilmu tinggi, maka mereka segan untuk menyerang lebih dulu. Bagi seorang ahli silat kelas tinggi, menyerang lebih dulu tidak menguntungkan.

"Baik, sambutlah!"

Chi Song Si Muka Merah Muda itu membentak dan tiba-tiba seluruh tubuhnya tergetar kedua tangannya bergerak perlahan, tadinya kedua tangan dirangkap di depan dada seperti orang memuja dewa, kemudian kedua telapak tangan saling membesut, yang kiri terus bergerak lurus ke atas, sampai tegak di atas kepala, yang kanan terus bergerak lurus ke bawah sampai menunjuk tanah di bawah perut, warna mukanya yang tadinya merah muda berubah agak tua, sepasang matanya mengeluarkan cahaya berapi dan perlahan-lahan terdengar suara berkerotokan dari buku-buku tulang tokoh Pulau Neraka ini.

Melihat ini, Sai-cu Lo-mo terkejut, maklum bahwa lawan ini sedang mengerahkan sin-kang yang mujijat dan mengingat bahwa dia seorang tokoh Pulau Neraka, tidak akan anehlah kalau sin-kang lawannya itu mengandung hawa beracun yang dahsyat. Maka dia cepat memasang kuda-kuda, pandang matanya tak pernah meninggalkan gerakan lawan, siap menghadapi terjangan pertama dan karena maklum akan kelihaian lawan, kakek ini sudah memasang kuda-kuda dari ilmu silat tangan kosong yang ia pelajari dari Ketuanya, yaitu gabungan dari Ilmu Silat Pat-mo-kun-hoat dan Pat-sian-sin-kun (Ilmu Silat Delapan Iblis dan Ilmu Silat Sakti Delapan Dewa).

Kedua kakinya terpentang lebar, tidak bergerak sama sekali, akan tetapi tubuhnya dari lutut ke atas membuat gerakan-gerakan, kadang-kadang naik turun dengan lutut ditekuk, juga berputar ke kanan kiri, namun matanya tak pernah meninggalkan lawan. Keadaan menjadi tegang sekali karena semua orang maklum bahwa dua orang kakek itu sedang saling mencari sasaran.

"Haiiiitttt....ttt!"

Chi Song mengeluarkan teriakan nyaring dan panjang, tubuhnya sudah menerjang maju, kedua tangannya melakukan pukulan-pukulan dengan jari terbuka, menyambar atas dan bawah bertubi-tubi dan mengikuti arah tubuh lawan mengelak.

"Hiaaaahhhh!"

Sai-cu Lo-mo juga melengking nyaring, tubuhnya mengelak ke kanan kiri, kedua kakinya mulai membuat gerakan melingkar menurutkan garis pat-kwa (segi delapan), kedua tangannya juga menangkis dengan pengerahan sin-kang, yaitu menangkis hawa pukulan lawan dengan hawa pukulan tangannya sendiri karena dia maklum betapa bahayanya pukulan itu, melihat betapa kedua tangan lawan mengeluarkan bau amis dan mengeluarkan uap tipis berwarna hitam!

Bun Beng terbelalak kagum menyaksikan pertandingan itu. Baginya, gerakan kedua orang itu kurang cepat, akan tetapi tenaga sin-kang yang terkandung dalam pukulan-pukulan mereka membuat ia bergidik. Dia sendiri tidak tahu bahwa tenaga sin-kangnya kini telah meningkat sangat hebat, dan mengira bahwa dia tidak akan sanggup menghadapi pukulan dengan tenaga sin-kang seperti yang dilakukan oleh Chi Song atau paman kakeknya.

Pertandingan berjalan seru bukan main setelah kini Sai-cu Lo-mo membalas serangan lawan dengan totokan jari tangan yang dia ambil dari Ilmu Sin-coa-kun, juga hasil ajaran ketuanya. Ilmu-ilmu yang diajarkan oleh Nirahai kepada para pembantunya adalah ilmu silat lama yang dahulu menjadi ilmunya pendekar wanita sakti Mutiara Hitam.

Namun, berkat pengertian Nirahai akan banyak sekali ilmu silat tinggi, Ketua Thian-liong-pang ini telah mengubah ilmu-ilmu itu, disisipkan jurus yang diambilnya dari ilmu lain untuk memperlihai ilmu silat tua itu, dan mengurangi bagian-bagian yang tidak perlu. Dengan sendirinya, dibandingkan dengan kehebatan ilmu-ilmu itu ketika dimainkan oleh Mutiara Hitam dahulu, kini lebih dahsyat lagi!

"Plak-plak-dukkkk!"

Kedua orang itu terlempar ke belakang ketika dua kali lengan mereka beradu dan disusul tumbukan tangan mereka saling mendorong. Sai-cu Lo-mo cepat menjatuhkan diri dan bergulingan kemudian meloncat bangun kembali, tepat pada saat lawannya yang tadi terlempar membuat gerakan berjungkir balik ke belakang sampai lima kali dan kini juga sudah berdiri kembali. Mereka berdiri tegak, saling pandang dalam jarak hampir sepuluh meter!

Chi Song menjadi penasaran sekali. Dia telah menggunakan pukulan yang mengandung hawa beracun, akan tetapi kakek bermuka singa itu mampu menangkisnya dengan tenaga yang amat besar, sama besarnya dan agaknya kakek itu tidak terpengaruh oleh hawa beracun yang keluar dari tangannya!

Hal ini tidak mengherankan karena kakek bermuka singa itu ketika mengadu lengan dan tangan, menggunakan tenaga Khong-in-ban-kin, tenaga selaksa kati yang kosong sehingga tidak dapat terpengaruh oleh hawa pukulan beracun, namun yang memiliki kekuatan dahsyat sekali.

"Ha-ha-ha, orang Pulau Neraka, kepandaianmu hebat seperti iblis. Engkau memang patut tinggal di neraka!" Sai-cu Lo-mo mengejek.

"Heaaaaaahhhhhhtt!"

Tiba-tiba tubuh Chi Song meloncat ke atas, menerjang dari atas dengan tendangan kedua kakinya ke arah dada kakek muka singa. Inilah keistimewaannya Si Tinggi Besar muka merah muda itu, yaitu tendangan terbang!

Sai-cu Lo-mo terkejut sekali, cepat mengelak, namun tendangan dari udara yang berantai itu tetap saja menyerempet pundaknya. Betapapun juga, kakek ini masih sempat menangkap kaki kiri dan membetot ke bawah sehingga biarpun dia terhuyung oleh tendangan itu, tubuh lawannya terbanting ke atas tanah sampai berdebuk dan kalau saja Chi Song tidak memiliki kekebalan tentu tubuhnya akan remuk. Chi Song menggelundung dan meloncat lagi, hampir berbareng dengan Sai-cu Lo-mo yang sudah dapat mengatur keseimbangan tubuhnya.

"Ha-ha-ha, tendangannya luar biasa sekali. Ahh, orang-orang Pulau Neraka memang hebat. Kalau tenaga Thian-liong-pang dan Pulau Neraka digabung untuk menghantam Pulau Es, tentu Pulau Es akan dapat dihancurkan!" Sai-cu Lo-mo berkata memuji.

"Uhhh, kau pun hebat, Sai-cu Lo-mo, dan ucapanmu itu tepat sekali. Sayang Ketuamu tidak mau mencoba kepandaianku agar dapat kami lihat apakah dia patut bekerja sama dengan To-cu kami!"

Hati Bun Beng mendongkol sekali. Mana sudi dia diajak bersekongkol dengan Pulau Neraka untuk menyerang Pulau Es? Gila! lebih baik dia memusuhi keduanya ini daripada harus memusuhi Pendekar Siluman, Majikan Pulau Es!

Karena marah, ia sudah meloncat dari atas kursinya. Dia hampir berteriak karena loncatannya itu luar biasa cepat dan ringannya, sehingga hampir saja jaraknya terlewat kalau dia tidak cepat berjungkir balik sehingga dia dapat kembali dan turun tepat di depan Chi Song!

Gerakannya amat indahnya, juga amat cepatnya, sehingga Chi Song mengeluarkan seruan kaget. Sai-cu Lo-mo sendiri girang melihat Ketuanya turun tangan, karena diam-diam dia mengharapkan agar mereka dapat bekerja sama dengan Pulau Neraka yang mempunyai banyak orang pandai, untuk menyerang Pulau Es yang amat mereka segani dan takuti.

"Bagus, Pangcu menganggap saya cukup berharga untuk dilayani oleh Pangcu sendiri? Apakah Pangcu hendak mengalahkan saya dengan ilmu kami sendiri?" Bun Beng hanya mengangguk tanpa mengeluarkan suara.

Karena sikap ini dianggap memandang rendah, Chi Song marah sekali. Dia berteriak keras dan cepat menubruk maju, menyerang dengan tangan kanan terbuka ke arah kepala yang berkerudung itu. Bun Beng teringat akan ilmu memindahkan tenaga, maka dengan tenang dia menarik kepalanya ke belakang dan begitu tangan lawan menyambar dekat, dia mendahului dengan sampokan tangan kiri ke arah lengan lawan, namun dia tidak menggunakan tenaga sepenuhnya.

"Dukkk....!"

Tubuh Chi Song terputar-putar seperti gasing. Pukulan itu seperti mendorongnya dari belakang, mendorong tenaganya yang ia pergunakan untuk memukul tadi, maka ia tak dapat menahan lagi tubuhnya terputar-putar terbawa oleh tenaganya sendiri ditambah tenaga amat dahsyat dari "Ketua" Thian-liong-pang.

"Ehhhh...., bukankah itu ilmu dari Suheng Ngo Bouw Ek?" Si Kepala Gundul berseru dengan mata terbelalak.

Chi Song sudah dapat berdiri tegak, meraba-raba lengannya yang seperti remuk rasanya.
"Tidak salah lagi," katanya heran. "Itulah ilmu memindahkan tenaga dan diantara kami hanya Ngo-suheng Kwi-bun Lo-mo saja yang dapat melakukannya!"

Bun Beng menjadi girang sekali karena ilmunya itu berhasil. Dia tidak menjawab, hanya berdiri tegak, dan tidak peduli akan pandang mata pembantu Ketua Thian-liong-pang yang terheran-heran karena mereka itupun tak pernah mendengar bahwa Ketua mereka telah berhasil memiliki sebuah ilmu yang ampuh dari Pulau Neraka!

"Aku masih penasaran, Thian-liong-pangcu!"

Tiba-tiba Chi Song berkata lagi dan dia sudah melompat ke atas, hendak menggunakan ilmu yang diandalkannya, yaitu tendangan terbang! Melihat ini, Bun Beng juga meloncat dan sengaja membuang diri ke belakang ketika tendangan kedua kaki tiba, kemudian dari samping dengan cara memindahkan tenaga lawan, dia menendang betis kanan Chi Song.

"Plakk! Aduhhhh....!"

Tubuh Chi Song terbanting ke atas tanah, lalu terpincang-pincang dia menghampiri kursinya, menjauhkan diri duduk di atas kursi, menyeringai kesakitan, dan mengangkat kaki kanannya, dipijit-pijitnya, karena selain tulang betisnya patah, juga urat-uratnya rusak sehingga terasa nyeri bukan main, menusuk-nusuk sampai ke jantung!

Kong To Tek meloncat turun dari kursinya, menghampiri Bun Beng dan menjura,
"Pangcu benar-benar hebat sekali, telah mengalahkan Sute dengan menggunakan ilmu memindahkan tenaga yang merupakan ilmu simpanan dan hanya diketahui oleh To-cu kami dan Ngo-suheng saja. Patut mendapat penghormatan kami!"

Bun Beng kaget ketika tiba-tiba dari kedua kepalan tangan yang dirangkap dan diangkat ke depan dada itu menyambar hawa pukulan yang panas sekali! Akan tetapi, teringat bahwa dia adalah seorang "ketua" di saat itu, amatlah tidak baik kalau dia memperlihatkan kegugupan, maka dengan nekat ia lalu mengerahkan sin-kang yang dilatihnya selama enam bulan di dalam tempat rahasia Ketua Thian-liong-pang, menyalurkannya ke dada dan menerima hantaman tenaga sin-kang dari kedua tangan lawan itu.

Kong To Tek terkejut bukan main. Pukulan jarak jauhnya sama sekali tidak terasa oleh lawan, bahkan hawa pukulannya membalik dengan cepatnya, membuat dia agak terengah dan dadanya sesak!

Bun Beng tak berani membuka mulut, maka dia hanya mengibaskan lengan bajunya disertai tenaga sin-kang dan.... Si Gundul dari Pulau Neraka itu terhuyung ke belakang sampai tiga langkah!

Diam-diam Bun Beng merasa kaget dan heran sendiri, hampir dia tidak percaya bahwa sin-kangnya telah meningkat sedemikian hebatnya! Dengan mukanya yang merah muda itu menjadi pucat, hampir putih, Kong To Tek mengatur keseimbangan tubuhnya dan memandang Ketua Thian-liong-pang dengan mata terbelalak.

Adu tenaga sin-kang ini tentu saja dapat dilihat para tokoh Thian-liong-pang dan para anggauta Pulau Neraka. Melihat betapa serangan Kong To Tek membalik, dan dengan kibasan lengan baju saja membuat Si Gundul itu terhuyung, Tang Wi Siang yang marah menyaksikan Si Gundul itu bertindak curang, cepat melangkah maju dan berkata,

"Pangcu, serahkan setan gundul ini kepada saya. Kalau saya tidak dapat mengalahkan dia, barulah Pangcu maju. Untuk memukul seekor anjing kecil, perlukah menggunakan pentungan besar?"

Ucapan terakhir ini bermaksud bahwa untuk menghajar seorang lawan tingkat rendah, tidak perlu kalau pangcunya yang bertingkat jauh lebih tinggi itu turun tangan sendiri, Bun Beng mengangguk dan kini dia yang sudah yakin akan kemajuannya, sengaja mendemonstrasikan sin-kangnya. Tidak tampak kakinya bergerak, hanya lengan bajunya dikebutkan dan.... tubuhnya melayang seperti terbang cepatnya, tahu-tahu telah duduk kembali ke atas kursi Ketua!

Melihat ini, para anggauta Pulau Neraka menjadi giris hatinya, bahkan Tang Wi Siang dan yang lain-lain melongo karena mereka mendapat kenyataan betapa gerakan Ketua mereka menjadi lebih lihai daripada biasanya! Mereka girang dan mengira bahwa Ketua mereka tentu mendapatkan ilmu di tempat rahasia, melalui lorong yang pintu masuknya adalah kuburan tua itu.

Tang Wi Siang kini menghadapi Si Gundul dari Pulau Neraka, menudingkan telunjuknya dan memaki.

"Setan gundul! Kau datang dengan omongan manis, akan tetapi kenyataannya engkau curang, berani engkau lancang menyerang Pangcu kami dengan serangan gelap! Pangcu kami tadi sudah mengampuni nyawa tak berharga sutemu itu!"

Dia menuding ke arah Chi Song yang duduk di kursi dengan muka cemberut dan kaki kanan diangkat-angkat karena masih nyeri.

"Akan tetapi agaknya aku tidak akan dapat mengampunimu!"

Si Gundul itu tersenyum lebar dan menjura.
"Aih, maaf, karena kami memang sengaja hendak mohon petunjuk Pangcu kalian, maka tadi aku sengaja menyerangnya. Pangcumu hebat bukan main, namun sayang dia menghadapi seranganku dengan ilmu lain, bukan ilmu dari kami seperti ketika dia mengalahkan Sute. Kalau engkau hendak mewakili Pangcumu, silakan. Akan tetapi jangan marah kalau aku sampai kesalahan tangan!"

"Chih, sombongnya! Kau kira akan mampu mengalahkan Tang Wi Siang, kepala pelayan Pangcu Thian-liong-pang? Majulah dan terima kematianmu!"

Si Gendut Gundul cemberut dan tampaknya tidak puas.
"Aih, celaka sekali! Hari ini aku benar-benar menerima penghinaan besar sekali. Jauh-jauh datang hanya dihadapkan seorang pelayan. Kalau tidak bisa menang, memang aku tidak layak hidup lagi! Kouwnio, terimalah seranganku!"

Tiba-tiba Si Gundul ini menerjang dengan gerakan yang cepat sekali. Sungguh tak disangka-sangka bahwa orang yang gendut pendek sehingga kelihatan seperti seekor katak itu, memiliki gerakan kaki tangan amat cepat sehingga dilihat begitu saja, kedua pasang tangan dan kakinya seolah-olah telah menjadi masing-masing tiga pasang!

Namun, kalau hanya menghadapi kecepatan gerak, wanita setengah tua yang masih cantik dan bertubuh ramping itu sama sekali tidak gentar dan dalam hal gin-kang, kiranya Si Gundul itu kini bertemu gurunya! Justru dalam hal gin-kang inilah Wi Siang menerima gemblengan Nirahai karena memang dia mempunyai bakat. Oleh Ketua Thian-liong-pang yang sakti itu, Wi Siang diberi ilmu Yan-cu Sin-kun, ilmu silat yang mengandalkan gin-kang sehingga tubuhnya dapat berkelebatan seperti seekor burung terbang, sesuai dengan nama ilmu itu, ialah Yan-cu Sin-kun (Ilmu Silat Sakti Burung Walet).

Maka keceliklah Kong To Tek ketika tiba-tiba bayangan lawannya berkelebat dan lenyap! Hanya ada angin bertiup melalui atas kepalanya ke belakang, maka cepat ia memutar tubuh dan benar saja, lawannya telah berada di belakangnya.

Ia terkejut dan tidak mau lagi mengandalkan kecepatannya karena maklum bahwa lawannya adalah seorang ahli gin-kang yang jauh lihai daripadanya. Kini dia melakukan serangan dengan kaki tangannya, tidak mengandalkan kecepatan lagi, melainkan mengandalkan tenaga sin-kangnya. Baik hantaman tangan maupun tendangan kakinya didahului angin yang mengeluarkan bunyi mencicit seperti sebatang golok atau pedang yang memecah angin!

Hebat bukan main tenaga Si Gundul ini, Wi Siang juga maklum bahwa mungkin dia lebih cepat, juga ilmu silatnya lebih tinggi, namun belum tentu dia dapat menandingi kekuatan sin-kang Si Gundul yang benar-benar kuat itu.

"Hehhh!"

Kong To Tek mengirim pukulan dengan tangan terbuka miring ke arah lambung kiri Wi Siang. Wanita ini cepat mengelak dengan menggeser kaki ke belakang, akan tetapi tangan kiri orang gundul itu sudah menonjok atau mendorong dengan telapak kanannya ke arah dada! Wi Siang kembali mengandalkan kecepatan mengelak dengan miringkan tubuh, akan tetapi angin pukulan yang menyerempet pundaknya masih saja membuat dia terhuyung ke samping.

Marahlah wanita ini,
"Haiiikkk!"

Ia mengeluarkan suara melengking dan tubuhnya mencelat ke atas, melampaui kepala Si Gundul itu. Ketika Kong To Tek memutar tubuh, Wi Siang sudah membalas serangannya dengan pukulan Touw-sim-ciang (Pukulan Menembus Jantung) yang bukan main ampuhnya.

"Hehhh!" Kembali Si Gundul membentak dan menangkis dengan lengannya.

"Dukk!" Tubuh Tang Wi Siang terhuyung, juga Si Gundul menjadi miring kuda-kudanya.

"Keparat!"

Wi Siang membentak marah sekali dan kini dimainkan ilmu silatnya dengan gerak cepat Yang-cu Sin-kun, dan mengirim pukulan Touw-sim-ciang yang kalau mengenai tubuh lawan dengan tepat, tentu akan merenggut nyawanya.

Menghadapi kecepatan yang luar biasa dari Wi Siang, Si Gundul kewalahan, apalagi karena diapun maklum kalau dadanya sampai terkena pukulan itu, kekebalannya takkan dapat melindunginya. Maka dia mulai terdesak hebat dan Bun Beng dapat melihat bahwa tak lama lagi Si Gundul itu akan roboh oleh "pelayannya" yang benar-benar amat tangkas dan lihai itu.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar