FB

FB


Ads

Selasa, 06 Januari 2015

Sepasang Pedang Iblis Jilid 021

“Benar, inilah senjataku saat ini!”

“Toanio, engkau lihai, akan tetapi jangan main-main. Menurut dongeng nenek moyang, kipas hanyalah dipergunakan oleh para siucai (mahasiswa) dan wanita cantik untuk menyilirkan badan dan menuliskan sajak serta gambar. Bagaimana kini akan kau pergunakan sebagai senjata?”

“Lopek, engkau lupa bahwa engkau sendiri mempergunakan senjata yang tidak semestinya, hanya sebatang ranting. Karena itu tentu engkau mengerti bahwa makin sederhana senjatanya, makin berbahaya. Awaslah terhadap kipas pusakaku ini. Ingat, Kwan Im Pouwsat dengan kipasnya sanggup menundukkan seribu satu macam siluman!”

Kakek itu melotot marah dan sambil mengeluarkan suara melengking-lengking dia menerjang maju. Jantung Lulu tergetar hebat oleh suara lengkingan itu, maka tahulah dia bahwa kakek itu mempergunakan khi-kang untuk mempengaruhinya. Hanya orang yang sudah tinggi ilmunya saja yang mampu mengeluarkan suara seperti itu, suara yang dimiliki binatang-binatang besar tanpa latihan, seperti yang dimiliki singa atau harimau sehingga sekali menggereng, jantung calon korbannya tergetar dan kakinya lemas tak mampu lari lagi.

Lulu juga mengeluarkan suara teriakan melengking yang tinggi mengatasi suara kakek itu dan dia cepat menggerakkan kipasnya ketika ranting itu menerjangnya. Dan ternyatalah bahwa senjata kipas ini amat tepat untuk menghadapi senjata ranting yang kadang-kadang menjadi pecut kadang-kadang menjadi tombak baja itu! Dengan ilmu sakti Lo-hai-san-hoat, kipasnya dapat dikembangkan dan dikebutkan menghalau ujung ranting, kemudian disusul dengan totokan-totokan mengunakan ujung gagang kipas.

Kakek yang sudah hampir kehabisan napas itu menjadi makin repot. Kini dialah yang terdesak karena rantingnya kalau dibuat lemas, selalu terdorong angin kebutan kipas sehingga gerakannya kacau bahkan tak dapat ia kuasai lagi, sedangkan kalau dibikin kaku, tangkisan gagang kipas membuat kedua telapak tangannya panas dan perih.

Dengan gerengan marah kakek itu menusukkan rantingnya yang menjadi kaku. Lulu sudah mendengar anaknya menangis lagi, agaknya sadar dari tidurnya, maka dia ingin mempercepat kemenangannya.

Melihat ujung ranting datang, dia cepat menggerakkan kipasnya dengan kedua gagang menggunting dengan jurus ilmu kipas yang disebut Siang-in-toan-san (Sepasang Awan Memotong Gunung). Ujung ranting itu terjepit dan tidak dapat dicabut kembali!

Kakek itu terkejut, menggereng dan hanya menggunakan tangan kiri memegang ranting sedangkan tangan kanannya melayang ke depan dibarengi langkah kakinya, langsung mengirim pukulan ke arah dada Lulu. Pukulan yang antep sekali karena kakek itu mengerahkan sin-kangnya!

“Hemmm!”

Lulu mendengus, tangan kirinya didorongkan ke depan, telapak tangannya menerima kepalan lawan sambil mengerahkan sin-kang yang dilatih di Pulau Es dan yang ini telah mencapai tingkat tinggi.

“Desss!”

Kepalan tangan kakek itu menempel di telapak tangan Lulu. Lulu mengerahkan napas memperkuat Im-kang. Tiba-tiba kakek itu menggigil tubuhnya, menarik tangannya, terhuyung ke belakang dan “uaaakkk!” dia muntah darah dan roboh terguling dalam keadaan pingsan!

Keadaan menjadi sunyi sekali. Tak seorang pun bergerak, hanya memandang penuh takjub seolah-olah belum dapat percaya bahwa pemimpin mereka dikalahkan wanita muda itu! Yang terdengar hanya tangis Keng In. Lulu berdiri tegak. Kipas terkembang di depan dada, tangan kiri terbuka jarinya di atas kepala, sikapnya gagah dan menyeramkan.






“Masih adakah yang tidak mau menerima aku menjadi Ketua Pulau Neraka?”

Suaranya dikeluarkan dengan pengerahan khi-kang sehingga menggetarkan jantung semua orang. Para penghuni Pulau Neraka itu tidak ada yang bergerak, semua memandang kepada lima orang kakek bermuka kuning yang menjadi pemimpin mereka.

Akan tetapi lima orang kakek ini juga tidak bergerak melainkan memandang kepada yang roboh pingsan. Perlahan-lahan kakek tua itu siuman, membuka mata, bangkit duduk dan memandang kepada Lulu, kemudian ia berlutut dan berkata,

“Mulai saat ini, Toanio adalah pemimpin kami!”

Mendengat ini, lima orang kakek muka kuning lalu menjatuhkan diri berlutut diikuti semua penghuni Pulau Neraka dan terdengarlah seruan-seruan mereka.

“Toanio....!”

“To-cu....!”

Lulu tersenyum.
“Baiklah, aku girang sekali bahwa kalian suka mengangkat aku menjadi ketua. Aku berjanji akan memimpin kalian dan menurunkan ilmu sehingga tidak saja kalian akan memperoleh kemajuan, juga akan menjadi penghuni Pulau Neraka yang akan menggemparkan dunia! Sekarang, lebih dulu aku minta makanan untuk aku dan anakku.”

Demikianlah, mulai saat itu Lulu menjadi ketua mereka. Dia menjalankan peraturan baru, menghapuskan pantangan keluar pulau, bahkan dia menyebarkan pembantu-pembantunya yang pandai untuk keluar pulau dan mencari bahan pakaian untuk mereka semua, mencari kebutuhan-kebutuhan hidup sebagaimana layaknya manusia-manusia beradab.

Dia menurunkan ilmu silat tinggi, akan tetapi ilmu-ilmu dari keempat kitab dia simpan sebagai kepandaian pribadinya. Bahkan dia melatih diri dan mempelajari ilmu keturunan penghuni Pulau Neraka sehingga dia melatih sin-kang dengan minum racun-racun tumbuh-tumbuhan dan binatang-binatang di pulau itu sehingga setelah mencapai tingkat tertinggi, dalam beberapa tahun saja wajah-nya berwarna putih kapur!

Juga dia mendidik Keng In dengan penuh kasih sayang sehingga bocah ini menjadi manja. Burung-burung rajawali juga ia taklukkan sehingga dapat dipergunakan untuk binatang tunggangannya.

Kemajuan yang dicapai oleh Pulau Neraka amat hebat. Karena Lulu mengutus pasukan-pasukannya keluar pulau, sebentar saja mereka terlibat dengan orang-orang kang-ouw dan mulailah nama Pulau Neraka terkenal sebagai kekuatan yang menakutkan.

Ketika puteranya yang bertugas mengumpulkan akar dan daun obat untuk keperluan penghuni menolak bahaya dari keracunan datang melapor akan munculnya seorang anak perempuan murid Majikan Pulau Es, Lulu cepat berangkat sendiri dan menangkap Kwi Hong. Sudah lama ia berkeinginan mengunjungi Pulau Es, akan tetapi karena merasa belum cukup kuat, ia selalu menunda.

Dari penyelidikan orang-orangnya, ia mendengar bahwa Suma Han telah menjadi majikan Pulau Es dan bahwa di sana terdapat banyak anak buahnya, banyak pula terdapat wanita-wanita cantik yang gagah perkasa dan betapa Pulau Es seolah-olah merupakan sebuah kerajaan kecil.

Mendengar ini, makin sakit rasa hati Lulu karena dia menganggap bahwa Han Han (Suma Han) kejam dan lupa kepadanya. Bukankah sepantasnya kalau Suma Han mencari dan mengajak dia hidup bahagia di Pulau Es? Dialah yang berhak tinggal di Pulau Es, di samping Suma Han!

Ketika ia memancing Suma Han sehingga Pendekar Super Sakti itu datang berkunjung ke Pulau Neraka, mengalahkan semua orangnya, dia melihat betapa Suma Han masih selemah dahulu. Jelas bahwa pria itu mencintanya, akan tetapi pria itu tidak memperlihatkan kejantanan, tidak memperlihatkan kekuasaannya untuk menundukkannya, bahkan seperti juga dulu, rela pergi dengan hati menderita!

Herankah kita apabila Lulu menangis terisak-isak semalam itu dan di dalam hatinya berjanji untuk memusuhi Suma Han yang telah merampas hatinya, kemudian mengecewakan hatinya dan menghancurkan harapan serta kebahagiaannya? Apalagi ketika dia mendengar bahwa pria idaman hatinya itu telah dijodohkan dengan Nirahai, sucinya.

Dia akan memusuhi Suma Han, dan akan mencari Nirahai. Dia tidak takut sekarang terhadap sucinya yang lihai itu, bahkan dia pun tidak takut terhadap Suma Han yang belum sempat diujinya itu. Setelah dia mewarisi ilmu-ilmu dari Suling Emas, dia tidak takut terhadap siapapun juga!

Rasa kemarahan yang bangkit karena cemburu ini akhirnya mengalahkan kesedihannya dan membuat majikan Pulau Neraka yang digambarkan seperti iblis itu dapat tidur pulas dengan bantal masih basah air mata!

**** 021 ****





Tidak ada komentar:

Posting Komentar